Ringkasan Materi Pancasila
Ringkasan Materi Pancasila
bahwa negara terdiri atas dasar teoti perseorangan (individualistis) sebagaimana dikemukakan Thomas Hobbes, John Locke, J.J. Rouseau, Herbert Spencer dan H.J. Laski mengenai teori kontrak sosial. Kedua, teori golongan oleh Marx, Engels dan Lenin. Dimana negara dianggap alat suatu golongan dalam menguasai kedudukan ekonomi menindas golongan lemah. Sehingga, kaum Marxis menciptakan revolusi dimana kaum buruh membalas tindasan kaum borjuis. Ketiga, teori integralistik oleh Spinoza, Adam Muller, Heel dll. Baginya, negara itu tidak menjamin kepentingan seseorang atau kelompok, melainkan menj kepentingan masyarakat keseluruhan sebagai persatuan. Menurut Soepomo, aliran ketiga cocok dengan Indonesia. Pada 1 Juni 1945, Soekarno menyampaikan pidatonya dalam Rapat Besar. Dalai uraiannya mengenai dasar falsafah negara Indonesia merdeka, beliau memasukan prinsip mufakat atau demokrasi sebagai dasar ketiga. Menurut Soekarno, dasar itu adalah mufakaat, musyawarat dimana negara ini didirikan untuk seluruh bangsa Indonesia. Demokrasi berfungsi ganda,dimana satu sisi badan perwakilan bisa menjadi ajang menyampaikan dan memperjuangkan aspirasi-aspirasi golongan yang ada di masyarakat. Disisi lain, dengan semangat permusyawaratan akan membimbing semangat kekeluargaan yang b erujung kebaikan untuk semua. Selama masa reses persidangan BPUPKI (2 Juni-9Juli), panitia kecil myang terdiri dari 40 anggota engumpulkan usul-usul yang meliputi: kemerdekaan Indonesia selekasnya, Dasar Negara, Bentuk Negara, Daerah Negara, Badan Perwakilan Rakyat, BadanPenasihat, Bentuk Pemerintahan dan kelapa Negara, Soal Agama dan negara, Pembelaan, dan Keuangan. Berbagai dasar dari Pidato Soekarno dan usulanusulan, maka pada 22 Juni 1945 Panitia Sembilan merumuskan dan menyusun rancangan pembukaan Undang-undang Dasar. Hailnya, prinsip demokrasi mengalami pergeseran (yang pada awalnya 3 menjadi ke 4) dari dasar negara Pancasila. Pada akhirnya, disempurnakan menjadi Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan. Dalam pandangan Natsir, kelemahan Pancasila terletak pada kehendaknya dimana Pancasila ingin berdiri netral diatas semua ideology. Justru, karena tendensi netralitasnya, Pancasila tetap mau berdiri sendiri sebagai pure concept, yang pada akhirnya toleransi yang dikembangkan hanyalah toleransi negatif, yang berpretensi untuk sekedar berkompromi dan mengakomodasi segala aspirasi, dengan tidak mencapai yang terbaik. Menghadapi kritik tersebut, Ruslan Abdulgani menyatakan bahwa toleransi Pancasila adalah toleransi positif karena senantiasa dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan. Kemudian, pada Rapat Besar 10 Juli, perdebatan berlanjut tertuju pada masalah bentuk negara. Federasi atau Konfederasi tidak mengundang banyak perdebatan karena tidak ada yang menginginkan provincialisme atau separatisme. Perdebatan mengenai Republik atau Monarki berlangsung lebih alot. Republik dipersoalkan karena tidak semantic (bukan berasal dari bahasa Indonesia) dan kemudian dianggap tidak selaras dengan bangsa Timur. Akan tetapi hal itu bisa diatasi, manakala panitia sepakat bahwa Republik dalam bahasa Indonesia bisa dikira-kirakan daulat rakyat. Sementara itu, Dahler mengusulkan Monarki karena menurutnya Indonesia lebih cocok k dengan alasan keadaan dan pikiran dan agama bangsa Indonesia yang masih teguh dengan adat-istiadat eluhurnya. Kemudian model Monarki dibantah Moh Yamin dengan alasan mnarki bersifat dinasti dan hal itu kini sudah bertentangan dengn kemauan rakyat yang tidak mau diperintahlagi oleh raja dan imbas buruknya oligarki. Pada akhirnya, melalui mufakat bersama terpilihlah system Republik dengan suara terbanyak. Perdebatan memasuki Wilayah Negara dan Warga Negara. Poin penting ketika menyangkut batas wilayah negara. Agus Salim kemudian menyatakan bahwa kebulatan mufakat tidak lantas mengandalka suara mayoritas belaka (seperti demokrasi di barat), tetapi secara inklusif menyertakan aspirasi dukungan minoritas dalam pengambilan keputusan. Demokrasi musyawarah mufakat ini selaras dengan konsepsi kekeluargaan dalam pemikiran politik Indonesia. Konsepsi ini tercermin dalam Pembukaan UUD 45 alinea terakhir yang mengandung kehendak untuk membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia. Konsepsi negara kekeluargaan ini tidaklah bercorak tunggal melainkan perpaduan dari banyak unsur. Kesatuan, tradisi,
kekeluargaan, sosial, dsb. Semula, timbul masalah menyangkut pengakuan konstitusional atas hak asasi manusia. M. Yamin kemudian memasukkan Declaration of Rights dalam Rancangan Konstitusi . Pada 15 Juli, Soepomo mengusulkan menambahkan pasal yang menetapkan kemerdekaan penduduk untuk berserikat dan berkumpul yang pada akhirnya diletakkan pada pasal 28 UUD 1945. Kebanyakan hak dasar yng terkandung dalam UUD 45 mengenai hak dasar warga negaram yang terbatas akan HAM secara universal. Hal ini menjadi indikasi bahwa pengakuan HAM diletakkan dalam suasana kekeluargaan. Hal lain yang menjadi perdebatan adalah system pemerintahan dalam sistematik negara berkembang (berbeda dengan system parlementer AS), yakni sistem sendiri yang dimaksudkan menggabungkan kebaikan dari system presidensial dan parlementer seraya menghilangkan keburukan dari dua system tersebut. M. Yamin kemudian mengusulkan bahwa pemerintah Republik agar tersusun dari badan-badan masyarakat (seperti dari tingkat bawah, daerah, dan pusat). Pada tingkat bawah, desa tetalpah menjadi kaki dari pemerintah Republik Indonesia. Meski begitu, sifatnya bisa diperbaharui dan disesuaikan dengan kebutuhan zaman. Selanjutnya, pada pPemerinah tengahan, hendaklah pemerintahan daerah disusun berbeda, berpijak pada daerah yang telah ada pengawasan. Tidak baik kekuasaan bertumpuk di pusat dan agar daerah tidak kosong. Oleh karena itu, hal ini berlaku desentralisasi. Terakhir, pada pemerinntahan atasan (pusat), kedaulatan rakyat dimana perwakilan rakyat berada dan Yamin mengajukan susunan pemerintahan yang berpusat pada 6 kekuasaan, yang disebutnya The Six Powers of The Republic.