Anda di halaman 1dari 17

BAB I PENDAHULUAN

Di Indonesia, sebanyak 100.454 bayi 0-28 hari (neonatal) meninggal setiap tahun. Ini berarti 275 neonatal meninggal setiap hari, atau lebih kurang 184 neonatal dini meninggal setiap hari, atau setiap 1 jam meninggal 8 bayi neonatal dini, atau setiap 7,5 menit meninggal 1 bayi neonatal dini. Angka kematian bayi berdasarkan data WHO. (www.duniakedokteran.com) Neonatal dini lebih banyak disebabkan secara langsung karena asphixia, infeksi (sepsis dan infeksi saluran pernafasan), dan hipotermi. Bagi orang awam tentunya istilah-istilah medis ini sangat asing di telinga, akan tetapi bagaimanapun penanganan terhadap penyebab utama tersebut harus diketahui oleh keluarga. Apa yang harus dilakukan keluarga? Jawaban termudah dan tepat, pasti mengambil keputusan secara cepat untuk menghubungi tenaga kesehatan yang berkompeten, di antaranya bidan. Hal ini akan lebih mudah jika persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan atau bidan terdeteksi secara dini. Akan tetapi di Jawa Barat, berdasarkan data Dinkes Jawa Barat (Laporan Program, 2001) dari 800.000 ibu bersalin, baru sekitar 60% bersalin dengan pertolohan tenaga kesehatan, dan baru 70% desa memiliki bidan. Di samping penyebab langsung tersebut di atas, terdapat pula penyebab tidak langsung yang seringkali datangnya dari pihak keluarga yang dipengaruhi tradisi, misalnya adanya larangan makanan tertentu pada ibu hamil, sehingga melahirkan bayi bergizi buru atau Berat Bayi Lahir Rendah (BBLR, berat lahir ( 2500 gram), pemberian makanan bayi secara dini sikap terhadap komplikasi, ketidaktahuan keluarga terhadap perawatan bayi baru lahir - pertolongan tenaga kesehatan - dan rujukan. Penyebab ini bisa diatasi, jika keluarga memiliki pengetahuan, pemahaman, dan kesadaran tentang tatalaksana kehamilan, persalinan, dan perawatan pasca persalinan sesuai standar kesehatan. Artinya sedikit demi sedikit mengubah tradisi salah yang ditularkan secara turun temurun.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Definisi Asfiksia perinatal adalah akibat berbagai kejadian selama periode perinatal yang menyebabkan penurunan bermakna aliran oksigen, menyebabkan asidosis dan kegagalan fungsi minimal 2 organ (paru, jantung, hati, otak, ginjal dan hematologi) yang konsisten. 2.2 Faktor Faktor Resiko : 1. Hipertensi selama kehamilan atau pre-eklampsia 2. Restriksi pertumbuhan intra-uterin 3. Terlepasnya plasenta 4. Anemia fetus 5. Postmaturitas 6. Persalinan non fisiologis 2.3 Deteksi bayi resiko tinggi untuk terjadi asphyxia perinatal : Dikatakan hanya 50% bayi yang membutuhkan resusitasi pada saat persalinan dapat diprediksi dengan riwayat antenatal atau tanda klinis pada saat persalinan. Beberapa prediktor yang dapat digunakan untuk memprediksi Apgar Score yang rendah adalah : 1. Penghitungan pergerakan fetus (sensitivitas 12-50%, spesifisitas 91-97%) 2. Tes non-stress (sensitivitas 14-59%, spesifisitas 79-97%) 3. Profil biofisikal fetus 4. Kelainan detak jantung janin (sensitivitas 31%, spesifisitas 93%) 5. pH darah fetus (pH menurun sensitivitas 31%, pH meningkat spesifisitas 93%) 6. Penurunan volume amnion 7. Adanya mekoneum dalam amnion

2.4 Patofisiologi dan Patologi : Patologi hipoksia-iskemia tergantung organ yang terkena dan derajat berat ringan hipoksia. Pada fase awal terjadi kongesti, kebocoran cairan intravaskuler karena peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah dan pembengkakan sel endotel merupakan tanda nekrosis koagulasi dan kematian sel. Kongesti dan petekie tampak pada perikardium, pleura, timus, jantung, adrenal dan meningen. Hipoksia intrauterin yang memanjang dapat menyebabkan PVL dan hiperplasia otot polos arteriole pada paru yang merupakan predesposisi untuk terjadi hipertensi pulmoner pada bayi. Distres nafas yang ditandai dengan gasping, dapat akibat aspirasi bahan asing dalam cairan amnion (misalnya mekonium, lanugo dan skuama). Kombinasi hipoksia kronik pada fetus dan cedera hipoksik-iskemik akut setelah lahir akan menyebabkan neuropatologik khusus dan hal tersebut tergantung pada usia kehamilan. Pada bayi cukup bulan akan terjadi nekrosis neuronal korteks (lebih lanjut akan terjadi atrofi kortikal) dan cedera iskemik parasagital. Pada bayi kurang bulan akan terjadi PVL (selanjutnya akan menjadi spastik diplegia), status marmoratus basal ganglia dan IVH. Pada bayi cukup bulan lebih sering terjadi infark fokal atau multifokal pada korteks yang menyebabkan kejang fokal dan hemiplegia jika dibandingkan dengan bayi kurang bulan. Identifikasi infark terbaik dilakukan dengan CT Scan atau MRI. Edema serebral menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial, dan sering terjadi pada HIE berat. Excitatory asam amino mempunyai peran penting dalam patogenesis cedera asfiksia otak. (Sarwono Prawirohardjo.Ilmu Kebidanan:713) 2.5 Manifestasi Klinis : Tanda hipoksia pada fetus dapat diidentifikasi pada beberapa menit hingga beberapa hari sebelum persalinan. Retardasi pertumbuhan intrauterin dengan peningkatan tahanan vaskular merupakan tanda awal hipoksia fetus. Penurunan detak jantung janin dengan variasi irama jantung juga sering dijumpai. Pencatatan detak jantung janin secara terus menerus memperlihatkan pola deselerasi yang bervariasi atau melambat dan analisa darah dari kulit kepala janin menunjukkan pH<7,2. Asidosis terjadi akibat komponen metabolik atau respiratorik. Terutama pada bayi menjelang aterm, tanda-tanda hipoksia janin merupakan dasar untuk memberikan oksigen konsentrasi tinggi pada ibu dan indikasi untuk segera mengakhiri kehamilan untuk mencegah kematian janin atau kerusakan SSP 3

Pada saat persalinan, air ketuban yang berwarna kuning dan mengandung mekoneum dijumpai pada janin yang mengalami distres. Pada saat lahir, biasanya terjadi depresi pernafasan dan kegagalan pernafasan spontan. Setelah beberapa jam kemudian, bayi akan tampak hipotonia atau berubah menjadi hipertonia berat atau tonus tampak normal. Pucat, sianosis, apnea, bradikardia dan tidak adanya respon terhadap stimulasi juga merupakan tanda-tanda HIE. Cerebral edema dapat berkembang dalam 24 jam kemudian dan menyebabkan depresi batang otak. Selama fase tersebut, sering timbul kejang yang dapat memberat dan bersifat refrakter dengan pemberian dosis standar obat antikonvulsan. Walaupun kejang sering merupakan akibat HIE, kejang pada bayi juga dapat disebabkan oleh hipokalsemia dan hipoglikemia. 2.6 Pemeriksaan Penunjang Lain : Pemeriksaan CT scan, MRI relatif tidak sensitif pada fase awal, dikatakan pemeriksaan tersebut bermanfaat untuk menegakkan diagnosis struktural pada fase lanjut dan pemeriksaan tersebut tidak rutin dilakukan. 1. Kelainan USG: Dapat mendeteksi perdarahan. USG kurang baik untuk mendeteksi kerusakan kortikal. Lesi baru terlihat setelah 2-3 hari terjadi kelainan. 2. CT Scan: Hipodensitas baru tampak setelah 10-14 hari terjadi kelainan. Resiko terjadi kematian atau kecacatan neurologi berat berkisar 82% pada bayi yang memperlihatkan hipodensitas berat atau perdarahan berat 3. Nuclear magnetic resonance: Dapat memperlihatkan struktur otak dan fungsinya dan sangat sensitif untuk memprediksi prognosis penyakit 4. Somatosensory evoked potential: terdapat hubungan erat antara hasil akhir dengan SEP. Bayi dengan hasil akhir normal juga mempunyai hasil SEP yang normal pada usia < 4 hari, sebaliknya bayi dengan SEP abnormal pada usia < 4 hari akan mempunyai kelainan pada pengamatan di usia selanjutnya.

2.7 Terapi :

Terapi bersifat suportif dan berhubungan langsung dengan manifestasi kelainan sistim organ. Tetapi hingga saat ini, tidak ada terapi yang terbukti efektif untuk mengatasi cedera jaringan otak, walaupun banyak obat dan prosedur telah dilakukan. Fenobarbital merupakan obat pilihan keluhan kejang yang diberikan dengan dosis awal 20mg/kg dan jika diperlukan dapat ditambahkan 10mg/kg hingga 40-50mg/kg/hari intravena. Fenitoin dengan dosis awal 20mg/kg atau lorazepam 0,1mg/kg dapat digunakan untuk kejang yang bersifat refrakter. Kadar fenobarbital dalam darah harus dimonitor dalam 24 jam setelah dosis awal dan terapi pemeliharaan dimulai dengan dosis 5mg/kg/hari. Kadar fenobarbital yang berfungsi terapeutik berkisar 20-40 g/mL. Pada beberapa percobaan dengan hewan dan manusia ditemukan keuntungan dalam hubungannya dengan hasil akhir neurologi. Cara yang digunakan disebut selective cerebral cooling yang menggunakan air dingin disekitar kepala. Penelitian lanjutan masih dibutuhkan untuk dapat merekomendasikan pengobatan ini khususnya pada bayi. Allopurinol pada bayi prematur ternyata tidak mempunyai manfaat dalam menurunkan insiden periventrikuler leukomalasia. Dikatakan pada hewan coba, allopurinol mempunyai peranan sebagai additive cerebral cooling sebagai neuroprotektor. Penelitian lanjutan masih dibutuhkan untuk merekomendasikan penggunaan allopurinol pada neonatus dengan HIE. Penggunaan steroid pada percobaan hewan tidak mempunyai manfaat menurunkan cedera otak. Pada serial kasus yang dilaporkan, steroid hanya menurunkan tekanan intra kranial secara temporer dan tidak memperbaiki hasil akhir penderita dengan HIE. 2.8 Prognosis : Prognosis tergantung pada adanya komplikasi baik metabolik dan kardiopulmoner yang dapat diterapi, usia kehamilan dan beratnya derajat HIE. Apgar score rendah pada 20 menit pertama, tidak adanya pernafasan spontan pada 20 menit pertama dan adanya tanda kelainan neurologi yang menetap pada usia 2 minggu dapat digunakan sebagai faktor untuk memprediksi kemungkinan kematian atau defisit neurologi baik kognitif maupun motorik yang berat. Mati otak yang terjadi setelah diagnosis HIE ditegakkan berdasarkan penurunan kesadaran berat (koma), apnea dengan PCO2 yang meningkat dari 40 hingga >60 mmhg dan hilangnya refleks batang otak (pupil, okulocephalic,

oculovestibular, kornea, muntah dan menghisap). Gejala klinis tersebut ditunjang dengan hasil EEG.

BAB TINJAUAN KASUS

Pengkajian pada tanggal : 28 November 2007 Di Ruang D III Perawatan Bayi RSAL Dr. RAMELAN Surabaya I. PENGUMPULAN DATA A. Data Subyektif I. Identitas Nama Bayi : By. Ny. T Tanggal lahir : 21 November 2007 Jenis kelamin : Umur Anak Alamat Nama Ibu Umur Pendidikan Pekerjaan Agama Alamat : 8 hari : kedua : Surabaya : Ny. K : 26 tahun : SMU : TNI AL : Islam : Surabaya Nama Ayah Umur Pendidikan Pekerjaan Agama Alamat : Tn. A

Jam

: 07.00

: 34 tahun : SMU : TNI AL : Islam : Surabaya

II. Keluhan Utama/Alasan Kunjungan Ibu mengatakan bahwa ia melahirkan anak pertamanya pada tanggal 21 November 2007 dan sekarang sedang mendapatkan perawatan karena anaknya lahir dengan sesak nafas.

III.

Riwayat Kehamilan dan Persalinan III.1. Riwayat Prenatal - Saat ibu hamil, ibu melakukan sebanyak 8x ANC di RS dan mendapatkan imunisasi TT sebanyak 2x pada usia kehamilan 4 dan 5 bulan - Selama hamil, Ibu mengaku tidak pantang makanan (nasi 3x sehari, sayur dan buah-buahan, minum air putih 8 gelas sehari), tidak pernah minum jamu-jamuan, tidak merokok ataupun pengguna obat-obat terlarang (psikotropika) karena takut berdampak pada bayinya. - Ibu tidak mempunyai riwayat kehamilan yang jelek, seperti : perdarahan, pre eklampsia, eklampsi, penyakit kelamin, dll. III.2. Riwayat Natal Usia kehamilan : 41-42 minggu Jenis persalinan : Sectio caesarea Ditolong oleh Bau/tidak Jenis kelamin AS BB Tanda : Dokter Warna : jernih : anyir : : 7-8 : 2750 gram 0 [ ] tak ada [ ] tak ada 1 [ ] < 100 [ ] lambat tak teratur [ ] lumpuh [ ] tak reaksi [] biru/pucat [ ] ext Fleksi sedikit Reflek Warna [ ] gerakan Aktif [ ] tumbuh kemerahan pada tangan dan kaki 8 [] kemerahan PB/LK : 48 cm/33 cm 2 [ ] > 100 [ ] menangis kuat [ ] gerakan aktif [ ] menangis 7 Jumlah Nilai Ketuban pecah : spontan

Menit ke 1

Frekuensi jantung Usaha bernafas Tonus otot

Menit ke 5

Frekuensi jantung Usaha bernafas Tonus otot Reflek Warna

[ ] tak ada [ ] tak ada [ ] lumpuh [ ] tak reaksi [] biru/pucat

[ ] < 100 [ ] lambat tak teratur [ ] ext Fleksi sedikit [ ] gerakan Aktif [ ] tumbuh kemerahan pada tangan dan kaki

[ ] > 100 [ ] menangis kuat [ ] gerakan aktif [ ] menangis [] kemerahan 8

Sidik Telapak Kaki Kiri Bayi

Sidik Telapak Kaki Kanan Bayi

Sidik Jempol Tangan Kiri Ibu

Sidik Jempol Tangan Kanan Ibu

RESUSITASI Penghisapan Lendir Rangsangan : : tidak tidak Ambulasi Oksigen : : tidak tidak

III.3. Riwayat Post Natal TTV : S : 369 0C, N : 140 x/menit, RR : 48 x/menit, BAB 1 x/hari (meconium, coklat kehitaman, lembek), BAK 1-2 x/hari (kuning, jernih, bau khas), bayi menangis kuat, pergerakan aktif, bayi minum ASI, tidak ada perdarahan tali pusat. IV. Riwayat Kesehatan Keluarga Di dalam keluarga (suami dan istri) tidak ada yang menderita penyakit menular (Hepatitis, TBC,HIV/AIDS,dll), penyakit menahun (Asma, Jantung), penyakit menurun (DM, Hipertensi), dan tidak ada keturunan kembar. Pola Kebiasaan Sehari-hari V.1 V.2 Pola Nutrisi Bayi diberi ASI dan Pasi 10 cc tiap 2 jam. Pola Eliminasi BAK (+) berwarna kuning, 1 2 cc per Kg BB/jam BAB (+) konsistensi lunak (meconium), berwarna hijau kehitaman. V.3 V.4 Pola Istirahat/Tidur Bayi lebih banyak tidur, sekitar 16 20 jam sehari. Pola Aktifitas Bayi menangis keras bila dia merasa lapar/haus, buang air besar, dan buang air kecil, memutar kepala dan mencari serta menyungkur ke arah putting susu. V.5 Pola Personal Hygiene Ganti popok setiap bayi mandi, buang air besar, dan buang air kecil.

10

I.

Riwayat Psikososial Ibu merasa senang dan bahagia atas kelahiran anak pertamanya, suami dan keluarga juga merasa bahagia menerima kedatangan anggota keluarga baru. Riwayat Sosial Budaya Tidak terdapat kebiasaan yang merugikan kesehatan ibu dan bayi. Selain itu, juga tidak ada kebiasaan membubuhkan ramuan-ramuan pada tali pusat. Karena ibu dan keluarga merupakan keturunan suku Jawa maka, ada kebiasaan pada saat tali pusat lepas yang biasa disebut dengan upacara Coplok Puser. B. Data Obyektif 1. Keadaan Umum Suhu Nadi Respiratori Apgar Score 2. Pemeriksaan Fisik : baik : 37 9 oC : 140 x/menit : 52 x/menit : 78 : BB : 2750 gram PB : 48 cm LK : 33 cm

II.

a) Inspeksi Kepala : tidak ada caput succedanium, tidak ada cephal haematum, ubun-ubun besar datar dan belum menutup, simetris. Muka Mata konjungtiva tidak anemis Hidung : tidak ada pernapasan cuping hidung, bersih, lubang hidung ka/ki simetris, tidak ada perdarahan/sekret. Telinga : telinga ka/ki simetris, tidak ada serumen berlebih, tidak ada kelainan. Mulut Leher : tidak ada labioskisis dan labiopalatoskisis, tidak ada sekret/lendir di dalam mulut, reflek menghisap baik. : tidak ada pembesaran kelenjar thyroid, tidak ada pembendungan vena jugularis. : warna memerah, tidak pucat. : sklera tidak ikterus,

11

Dada

: tidak ada retraksi tulang dada.

Abdomen : tali pusat masih basah, tidak ada tanda-tanda infeksi pada tali pusat. Punggung : tidak ada spina bifida. Genetalia Externa : jenis kelamin perempuan, terdapat lubang uretra dan vagina, labia mayor belum menutup labia minor. Anus : terdapat lubang anus. Ekstremitas Atas : bentuk tangan simetris ka/ki, tidak ada polidaktili maupun sindaktili, tidak ada oedem, pergerakan aktif. Ekstremitas bawah: bentuk kaki simetris ka/ki, tidak ada oedem, tidak ada polidaktili maupun sindaktili, pergerakan aktif. b) Palpasi Kepala Leher : tidak ada pembesaran : tidak terdapat benjolan. tyhroid, tidak ada kelenjar

pembendungan vena jugularis. Punggung : tidak ada spina bifida. Abdomen : tidak ada massa/meteorismus, tidak ada pembesaran hepar. Genetalia : tidak oedem. c) Auskultasi Dada wheezing dan ronchi Abdomen bising usus. d) Perkusi Dada : suara sonor : terdapat/terdengar bunyi : tidak terdengar

3. Pemeriksaan Neurologis Reflek Moro/Terkejut Reflek Glabella : baik 12 : baik

Conjunctiva Mandibulans Reflek Rooting Reflek/Reflek Mencari

: baik : baik

Sucking Reflek/Reflek Menghisap : baik Swallowing Reflek Gland Reflek Stepping Reflek Reflek Babinsky 4. Pemeriksaan Antropometri Berat Badan : 2750 gram Panjang Badan: 48 gram Lingkar Kepala : 33 cm 5. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan X Foto - Cor : normal - Pulmo : cukup baik - Diafragma : baik - Sinus : tajam - Tulang :baik Kesan bronchopneumonia II. INTERPRETASI DATA Identitas diagnosa, masalah dan kebutuhan. DS : DO : KU : lemah, S : 369 oC, N : 140 x/menit, RR : 52 x/menit Apgar Score : 7 8 Reflek Moro : Positif D/ M/ K/ : BBL normal umur 8 hari dengan Asphiksia ringan : : - memberikan HE kepada Ibu tentang perawatan bayi dengan asphiksia ringan - menjelaskan kepada ibu tentang kondisi bayi. : baik : baik : baik : baik

13

- memberikan penyuluhan tentang ASI - memberikan penjelasan tentang perawatan tali pusat

III. IDENTIFIKASI DIAGNOSA DAN MASALAH POTENSIAL Antisipasi masalah potensial : - Aspiksia berat IV. IDENTIFIKASI KEBUTUHAN AKAN TINDAKAN SEGERA Dilakukan kolaborasi dengan dokter V. RENCANA ASUHAN MENYELURUH 1) Terapi dan asuhan keadaan bayi, observasi TTV R/ 2) HE R/ 3) Konseling R/ : : Ibu mengerti tentang keadaan bayi jelaskan pada ibu tentang perawatan bayi baru lahir dengan asphiksia ringan : Ibu dapat merawat bayi dengan baik pada bayi dengan asphiksia ringan : jelaskan pada ibu tentang perawatan tali pusat dan ASI : dengan menjelaskan tentang perawatan tali pusat, dapat mencegah infeksi pada bayi dan dengan menyarankan ibu memberikan ASI pada bayi sehingga kebutuhan nutrisi pada bayi terpenuhi. 4) Kolaborasi : kolaborasi dengan tim lain bila keadaan umum bayi darurat dalam hal pemberian infus, oksigen, injeksi obat, pemasangan OGT, R/ : agar bayi cepat tertangani dan tidak terjadi kegawat daruratan : jelaskan pada ibu tentang

14

VI. PELAKSANAAN/IMPLEMENTASI 28 November 2007 Jam 08.00 Jam 08.30 memberikan penjelasan tentang keadaan bayi pada ibu Observasi S: 369 0C, N : 140 x/menit, RR : 48 x/menit memberikan penjelasan tentang perawatan BBLR dengan cara memberikan banyak asupan nutrisi melalui ASI, kontrol 2 hari sekali (apabila ada keluhan bisa datang walaupun bukan jadwal kontrol), sering menjemur bayi di bawah sinar matahari, agar bayi tidak ikterus. Jam 09.00 memberikan penjelasan tentang perawatan tali pusat dan pemberian ASI yang benar, yaitu : steril dan alkohol Setiap mandi wajib menganti Pemberian ASI mungkin Menjelaskan pada ibu tentang ASI eksklusif (bayi usia 0-6 bulan) Jam 10.00 melakukan kolaborasi dengan tim lain untuk penangangan Asphiksia ringan dalam hal pemberian cairan infus, pemberian injeksi, pemberian oksigen 2 liter, terapi Infus yang diberikan Kcl + NaCL, Memberikan ASI sesering kasa steril karena dalam perawatan tali pusat. Perawatan Tali Pusat Tali pusat dirawat dengan kasa

15

VII.EVALUASI Tanggal 27 November 2007 jam 07.00 S : O : KU lemah, S: 369 0C, N : 140 x/menit, RR : 52 x/menit, BAK 2x sehari, BAB 1x sehari A : Bayi Ny. K usia 6 hari dengan Asphiksia ringan P : lanjutan tindakan, observasi TTV, BAK, BAB, membersihkan dan merapikan pasien.

16

DAFTAR PUSTAKA

1. Cordes I, Roland EH, Lupton BA, et al. Early prediction of the development of microcephaly after hypoxic-ischaemic encephalopathy in the full term newborn. Pediatrics 1994.,93 :703 2. Ekert P, Perlman M, Steilin M, et al. Predicting the outcome of postasphyxial hypoxic-ischaemic encephalopathy within 4 hours of birth. J Pediatr 1997 .,131 : 613 3. Bager B. Perinatally acquired brachial plexus Palsy a persisting challenge. Acta Pediatr 1997.,86 :1214 4. Perlman JM, Risser R, Broyles RS. Bilateral cystic periventricullar leucomalacia in the premature infants: Associated risk factors. Pediatrics 1998.,97 : 822 5. Martin Ancel A, Gracia-Alix A, et al. Multiple organ involvement in perinatal asphyxia. J Pediatr 1995., 127 ;786 6. Evans D, Levene M. Neonatal seizures. Arch Dis Child 1998.,78 :F70 7. Hall RT, Hall FK, Daily DK. High-dose Phenobarbital therapy in term-infants with severe perinatal asphyxia: A randomised, prospective study with three-years follow-up. J Pediatr 1998.,132 :345

17

Anda mungkin juga menyukai