Anda di halaman 1dari 22

NURSING CARE PLANS PADA KLIEN DENGAN GANGGUAN SISTEM KARDIOVASKULAR CHF (CONGESTIVE HEART FAILURE)

KELAS PKD I Kelas C Pembimbing : Ibu Efy Afifah Aslinda Nurul Tamala Siti Sarah Fauzia 1006672182 1006673001

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS INDONESIA DEPOK, 2012

I. PATOFISIOLOGI CHF Gagal jantung kongestif (CHF) yakni ketidakmampuan jantung untuk memompa darah yang adekuat untuk memenuhi kebutuhan jaringan akan kebutuhan oksigen dan nurtrisi (Smeltzer: 2001). Satu atau dua ventrikel dapat gagal memenuhi fungsinya. Apabila satu ventrikel gagal memompa darah yang kembali padanya, vena di belakang ventrikel yang sakit tersebut akan tertimbun oleh darah (Sherwood: 2010). CHF terjadi karena interaksi kompleks antara faktor-faktor yang memengaruhi kontraktilitas, after load, preload, atau fungsi lusitropik (fungsi relaksasi) jantung, dan respons neurohormonal dan hemodinamik yang diperlukan untuk menciptakan kompensasi sirkulasi. Meskipun konsekuensi hemodinamik gagal jantung berespons terhadap intervensi farmakologis standar, terdapat interaksi neurohormonal kritis yang efek gabungannya memperberat dan memperlama sindrom yang ada. Sistem renin angiotensin aldosteron (RAA): Selain untuk meningkatkan tahanan perifer dan volume darah sirkulasi, angiotensin dan aldosteron berimplikasi pada perubahan struktural miokardium yang terlihat pada cedera iskemik dan kardiomiopati hipertropik hipertensif. Perubahan ini meliputi remodeling miokard dan kematian sarkomer, kehilangan matriks kolagen normal, dan fibrosis interstisial. Terjadinya miosit dan sarkomer yang tidak dapat mentransmisikan kekuatannya, dilatasi jantung, dan pembentukan jaringan parut dengan kehilangan komplians miokard normal turut memberikan gambaran hemodinamik dan simtomatik pada CHF. Sistem saraf simpatis (SNS): Epinefrin dan norepinefrin menyebabkan peningkatan tahanan perifer dengan peningkatan kerja jantung, takikardia, peningkatan konsumsi oksigen oleh miokardium, dan peningkatan risiko aritmia. Katekolamin juga turut menyebabkan remodeling ventrikel melalui toksisitas langsung terhadap miosit, induksi apoptosis miosit, dan peningkatan respons autoimun. Vasodilator endogen, seperti endotelin dan oksida nitrat, peptida jantung, dan peptida natriuretik: Perannya dalam CHF sedang diselidiki dan intervensinya sedang diuji. Sitokin imun dan inflamasi: Faktor nekrosis tumor alfa (TNFa) dan interleukin 6 (IL-6)

menyebabkan remodeling ventrikel dengan apoptosis miosit, dilatasi ventrikel, dan

penurunan kontraktilitas. Lebih lanjut, mereka juga berperan dalam efek sistemik seperti penurunan berat badan dan kelemahan yang terlihat pada CHF brat (kakheksia jantung). Kejadian etiologi awal memengaruhi respons awal miokardium, tetapi seiring dengan perkembangan sindrom, mekanisme umum mulai muncul sehingga pasien CHF lanjut memperlihatkan gejala dan respons yang sama terhadap intervensi farmakologis yang sama apapun penyebab awal CHF-nya. Meskipun banyak pasien mengalami disfungsi ventrikel kiri sistolik dan diastolik, kategori ini sebaiknya dianggap sebagai hal yang berbeda untuk dapat memahami efeknya terhadap homeostasis sirkulasi dan responsnya terhadap berbagai intervensi.

Hipertensi yakni keadaan tekanan darah arteri rerata di atas normal yang menetap (hipertensi apabila di atas 140/90mmHg) (Sherwood: 2010). Hipertensi dapat disebabkan oleh berbagai macam faktor sepert (Potter & Perry: 2009): a. Gaya hidup kurang aktif b. Pajanan stress yang kontinu c. Obesitas d. Merokok e. Konsumsi alcohol yang berlebihan f. Asupan garam yang tinggi Berbagai macam faktor diatas menimbulkan tekanan darah yang meninggi. Pajanan tetap terhadap tekanan darah yang meninggi menyebabkan dinding pembuluh darah yang

rentan mengalami aterosklerosis, yang semakin meningkatkan tekanan darah. Pada hipertensi, baroreseptor tidak berespon untuk mengembalikan tekanan darah ke tingkat normal karena mereka telah beradaptasi untuk mengalami reset (pengaturan ulang) untuk bekerja pada tingkat yang lebih tinggi (Sherwood: 2010). Hipertensi menimbulkan stress pada jantung dan pembuluh daarah . jantung mengalami peningkatan beban kerja karena harus memompa melawan resistensi perifer total yang meningkat, sementara pembuluh darah dapat mengalami kerusakan akibat tekanan internal yang tinggi. Hipertensi dapat menyebabkan terjadinya ggal jantung kongestif pada si penderita.

Afterload

Ventrikel kontraksi
Peningkatan kronik afterload Tekananan darah arteri meningkat

Ventrikel menghasilkan tekanan yang lebih besar (afterload meningkat)

Hipertrofi untuk berkontraksi lebih kuat untuk mempertahankan volume sekuncup

Gagal jantung

Tubuh dapat kembali beradaptasi

Gagal jantung dapat ditimbulkan oleh berbagai sebab, tetapi dua yang tersering adalah (Sherwood: 2010).:

1. Kerusakan otot jantung akibat serangan jantung atau gangguan sirkulasi ke otot jantung dan
2. Pemompaan terus menerus melawan peningkatan kronik afterload, seperti akibat

stenosis katup atau peningkatan tekanan darah yang berkepanjangan.

Ketika berkontraksi, ventrikel harus menghasilkan cukup tekanan untuk mengatasi tekanan di arteri-arteri besar agar katup semilunaris dapat terbuka. Tekanan darah arteri atau afterload meningkat secar kronis (tekanan darah tinggi) ventrikel harus menghasilkan tekanan yang lebih besar untuk menyemprotkan darah. Jantung mungkin dapat mengkompensasi pe ingkatan berkepanjangan afterload dengan hipertropi. Namun apabila jantunga mengalami sakit atau penuaan maka mungkin tidak daoat melakukan kompensasi secara sempurna; dalam hal ini timbullah gagal jantung. Apabila tidakterdapat intervensi pengobatan pada klien dengan gagal jantung kongestif maka akan dapat menyebabkan kematian. Terdapat dua kegagalan yang dapat terjadi pada klien dengan gagal jantung kongestif. Yakni (Sherwood: 2010):

Backward failure Terjadi sewaktu darah yang tidak dapat masuk dan dipompa ke luar oleh jantung terus tertimbun di dalam sistem vena.

Forward failure Terjadi secar simultan sewaktu jantung gagal memompa darah dalam jumlah adekuat ke jaringan karena volume sekuncup semakin lama semakin kecil.

Terdapat dua jenis gagal jantung yang dapat terjadi secara terpisah. Gagal jantung tersebut yakni gagal jantung kanan dan gagal jantung kiri (Smeltzer: 2001): 2.3.1 Gagal jantung kanan

Pada gagal jantung kanan sjantung kanan tidak mampu mengosongkan volume darah dengan dengan adekuat sehingga tidak dapat mengakomodasi darah secara normal kembali dari sirkulasi vena. Pada gagal jantung ini yang menonjol adalah kongesti visera dan jaringan perifer. Manifestasi klinis yang nampak pada gagal jantung kanan yakni:
a)

Edema ekstremitas bawah (pitting edema): edema sering terjadi pada

klien yang berbaring lama. Edema ini akan tetap cekung bahakan setelah penekanan ringan dengan ujung jari. Edema dimulai dari kaki dan tumit, bertahap keatas tungkai dan paha akhirnya kegenalia eksterna dan tubuh bagian bawah.
b)

Hepatomegali: nyeri tekan pada kuadran kanan atas abdomen karena

pembesaran vena dihepar. Apabila ini berkembang akan terdapat penumpukan cairan di rongga abdomen (asites). Hal tersebut diakrenakan tekanan dalam pembuluh portal meningkat sehingga cairan keluar.
c)

Anoreksia: karena desakan vena dan stasis vena dalam rongga abdomen Nokturia: rasa ingin kencing pada malam hari, terjadi karena perfusi Lemah: karena menurunnya curah jantung, gangguan sirkulasi dan

maka timbul mual dan hilangnya selera makan.


d)

renal didukung oleh posisi penderita pada saat berbaring.


e)

pembuangan produk sampah katabolisme yg tidak adekuat dari jaringan.

2.3.2 Gagal jantung kiri Ventrikel kiri tidak mampu memompa darah dari paru sehingga terjadi peningkatan tekanan sirkulasi paru mengakibatkan cairan terdorong kejaringan paru. Manifestasi klinis yang nampak pada gagal jantung kanan yakni:
a)

Dispnu karena penimbunan cairan dalam alveoli yang mengganggu

pertukaran gas. Jika hal ini terjadi pada saat berbaring atau istorahat maka disebut ortopnu.
b)

Batuk : kering / produktif, yang sering adalah batuk basah disertai

bercak darah

c)

Mudah lelah : akibat curah jantung yang kurang menghambat jaringan

dari sirkulasi normal dan oksigen serta menurunnya pembuangan sisa hasil katabolisme. Juga meningkatnya energi yg digunakan.
d)

Kegelisahan dan kecemasan : akibat gangguan oksigenasi jaringan,

stress akibat kesakitan bernafas dan pengetahuan bahwa jantung tidak berfungsi dengan baik.

II. PENGKAJIAN Nama klien : Guntur, 14, kamar 8. Kesadaran: compos mentis, mobilisasi: bedrest Tanggal masuk : 3 mei 2012 Jaminan : Dinkes Diagnosa medis : CHF Diagnosa keperawatan : gangguan perfusi jaringan cerebral Terapi oral yang sudah diterima :
Ciprofloxacin Captopril V.block

2x500 25mg 6,25 1x25 1x stop 3x1 2x1 2x40mg 1x1 3x1 3x1 2x1 1x

Letonal25 Digoxin 0,25 Metilpredinisolon Plantasid Ospen 200 Valsartan Telagram Rantin OBH syrup Terapi injeksi Lasik amp

1x1

Meropenem Ranitidin Cefepime Menopenem Terapi lain-lain Infus Diet Pemeriksaan

2x1 2x1 2x1 2x1 NaCl 3% asering/24 jam TDJ EKG | hasil: ST-T abnormality, T (-) inf, sinus takikardi

Laboratorium HTL, BDS, ur, cr Genogram klien :

Pemeriksaan fisik a) Inspeksi

Adanya parut pada dada, dan adanya edema ekstremitas. Kesadaran klien biasanya compos mentis. Inspeksi pola pernapasan klien: Dispnea Nokturnal Paroksismal (DNP): disebabkan oleh perpindahan cairan dari jaringan ke dalam kompartemen intravaskuler sebagai akibat dari posisi terlentang. Pada siang hari, saat klien melakukan aktivitas, tekanan hidrostatisk vena meningkat, khususnya pada bagian bawah tubuh karena adanya gravitasi, peningkatan volume cairan, dan peningkatan tonus simpatetik. Namun, dengan

poisisi terlentang, tekanan pada kapiler-kapiler dependen menurun dan cairan diserap kembali ke dalam sirkulasi. Peningkatan volume cairan dalam sirkulasi akan memberikan jumlah tambahan darah yang dialirkan ke jantung untuk dipompa tiap menit (peningkatan beban awal) dan memberikan beban tambahan pada dasar vascular pulmonal yang telah mengalami kongesti. Dispnea: pernapasan cepat, dangkal, dan keadaan yang menunjukkan bahwa klien sulit mendapatkan udara yang cukup, yang menekan klien. Terkadang klien mengeluh adanya imsomnia, gelisah, atau kelemahan. Klien dengan gagal jantung akan cepat merasa lelah, hal ini terjadi akibat curah jantung yang berkurang yang dapat menghambat sirkulasi normal dan suplai oksigen ke jaringan dan menghambat pembuangan sisa hasil katabolisme. Juga terjadi akibat distress pernapasan dan batuk. Perfusi yang kurang pada otot-otot rangka menyebabkan kelemahan dan keletihan.

Kulit dingin, kegagalan arus darah ke depan (forward failure) pada ventrikel kiri menimbulkan tanda-tanda yang menunjukkan berkurangnya perfusi ke organ-organ. Kulit nampak pucat dan terasa dingin karena pembuluh darah perifer mengalami vasokontriksi dan kadar hemoglobin yang tereduksi meningkat sehingga akan terjadi sianosis.

Distensi vena jugularis, bila ventrikel kanan tidak mampu berkompensasi terhadap kegagalan ventrikel kiri, akan terjadi dilatasi dari ruang ventrikel, peningkatan volume, dan tekanan pada diastolic akhir ventrikel kanan, tahanan untuk mengisi ventrikel, dan peningkatan lanjut pada tekanan atrium kanan. Peningkatan tekanan ini akan diteruskan ke hulu vena kava dan dapat diketahui dengan peningkatan pada tekanan vena jugularis. Evaluasi peningkatan vena jugularis dilakukan dengan melihat vena-vena di leher dan memperhatikan ketinggian kolom darah. Klien diinstruksikan untuk berbaring di tempat tidur dan kepala tempat tidur ditinggikan antara 30 sampai 60 derajat, kolom darah di vena-vena jugularis eksternal akan meningkat. Pada orang normal, hanya beberapa millimeter di atas batas klavikula. Namun, pada klien gagal ventrikel kananakan tampak sangat jelas berkisar 1 sampai 2 cm.

b) Palpasi Hepatomegali, hepatomegaly dan nyeri tekan pada kuadran kanan atas abdomen terjadi akibat pembesaran vena di hepar. Bila proses ini berkembang, maka tekanan

dalam pembuluh portal meningkat sehingga cairan terdorong masuk ke rongga abdomen, suatu kondisi yang dinamakan asites yang dapat menyebabkan tekanan pada diafragma sehingga klien dapat menggalami distress pernapasan. Edema, ditemukan bila gagal ventrikel kanan telah terjadi dan menunjukkan bahwa telah terjadi disfungsi ventrikel. Bila edema tampak dan berhubungan dengan kegagalan ventrikel kanan, ini bergantung pada lokasi. Bila klien berdiri atau bangun, edema akan ditemukan secara primer pada pergelangan kaki akan terus berlanjut ke bagian atas tungkai bila kegagalan makin buruk. Bila klien berbaring di tempat tidur, bagian tubuh yang bergantung adalah area sacrum, dan edema harus diperhatikan pada area tersebut. Manifestasi klinis ventrikel kanan yang tampak adalah edema ekstremitas bawah (edema dependen), yang biasanya merupakan pitting edema, pertambahan berate badan, hepatomegaly (pembesaran hepar), distensi vena leher, asites (penimbunan cairan di dalam rongga peritoneum), anoreksia dan mual, nokturia dan lemah. Edema ini mulai pada kaki dan tumit (edema dependen dan secara bertahap akan meningkat hingga ke bagian tungkai dan paha pada akhirnya ke genetalia eksterna dan tubuh bagian bawah). Edema sacral jarang terjadi pada klien yang berbaring lama karena daerah sacral menjadi daerah yang dependen. Pitting edema merupakan cara pemerikasaan edema dimana edema akan tetap cekung setelah penekanan ringan dengan ujung jari, dan akan jelas terlihat setelah terjadi retensi cairan minimal sebanyak 4,5 kg. Palpasi denyut nadi perifer melemah. Biasanya ditemukan getar jantung (cardiac trill). Getar jantung ialah terabanya getaran yang diakibatkan oleh desir aliran darah. Bising jantung adalah desiaran yang terdengar karena aliran darah. Getar jantung di daerah prekordial adalah getaran atau vibrasi yang teraba di daerah prekordial. Getar sistolik (systolic thrill) timbul pada fase sistolik dan teraba bertepatan dengan terabanya impuls apikal. Getar diastolic (diastolic thrill) timbul pada fase diastolik dan teraba sesudah impuls apikal. Getar sistolik yang panjang pada area mitral yang melebar ke lateral menunjukkan insufisiensi katup mitral. Getar sistolik yang pendek dengan lokasi di daerah mitral dan bersambung ke arah aorta menunjukkan adanya stenosis katup aorta. Getar diastolik yang pendek di daerah apeks menunjukkan adanya stenosis mitral. Getar sistolik yang panjang pada area trikuspid menunjukkan adanya insufisiensi tricuspid. Getar sistolik pada area aorta pada lokasi didaerah cekungan

suprasternal dan daerah karotis menunjukkan adanya stenosis katup aorta, sedangkan getar diastolik di daerah tersebut menunjukkan adanya insufisiensi aorta yang berat, biasanya getar tersebut lebih keras teraba pada waktu ekspirasi. Getar sistolik pada area pulmonal menunjukkan adanya stenosis katup pulmonal.Pada gagal jantung kanan getar sistolik pada spatium interkostal ke 3 atau ke 4 linea para sternalis kiri. c) Perkusi Batas atau tepi kiri pekak jantung yang normal terletak pada ruang interkostal III/IV pada garis parasternal kiri pekak jantung relatif dan pekak jantung absolut perlu dicari untuk menentukan gambaran besarnya jantung. Pada kardiomegali, batas pekak jantung melebar kekiri dan ke kanan. Dilatasi ventrikel kiri menyebabkan apeks kordis bergeser ke lateral-bawah. Pinggang jantung merupakan batas pekak jantung pada RSI III pada garis parasternal kiri. Kardiomegali dapat dijumpai pada atlit, gagal jantung, hipertensi, penyakit jantung koroner, infark miokard akut, perikarditis, kardiomiopati, miokarditis, regurgitasi tricuspid, insufisiensi aorta, ventrikel septal defect sedang, tirotoksikosis, Hipertrofi atrium kiri menyebabkan pinggang jantung merata atau menonjol kearah lateral. Pada hipertrofi ventrikel kanan, batas pekak jantung melebar ke lateral kanan dan/atau ke kiri atas. Pada perikarditis pekat jantung absolut melebar ke kanan dan ke kiri. Pada emfisema paru, pekak jantung mengecil bahkan dapat menghilang pada emfisema paru yang berat, sehingga batas jantung dalam keadaan tersebut sukar ditentukan. d) Auskultasi Auskultasi tekanan darah biasanya menurun akibat penurunan volume sekuncup. Bunyi jantung tambahan akibat kelainan katup biasanya ditemukan apabila penyebab gagal jantung adalah kelainan katup. Tanda fisik yang berkaitan dengan kegagalan ventrikel kiri dapat dikenali dengan mudah adalah adanya bunyi jantung ketiga dan keempat (S3,S4) dan cracles pada paru-paru. S4 atau gallop atrium, dihubungkan dengan dan mengukuti kontraksi atrium dan terdengar paling baik dengan bell stetoskop yang ditempelkan dengan tepat pada apeks jantung. Klien diminta untuk berbaring pada posisi miring kiri untuk mendapatkan bunyi. Bunyi S4 ini terdengar sebelum bunyi jantung pertama S1 dan tidak selalu merupakan tanda pasti kegagalan kongestif, tetapi dapat menunjukkan adanya penurunan komplians (peningkatan

kekakuan) miokardium. Hal ini mungkin merupakan indikasi awal (premonitori) menuju kegagalan. Bunyi S4 umumnya ditemukan pada klien dengan infark miokardium akut atau mungkin tidak mempunyai prognosis bermakna, tetapi mungkin menunjukkan kegagalan yang baru terjadi. S3 atau gallop ventrikel adalah tanda penting dari gagal ventrikel kiri dan hampir pada orang dewasa hamper tidak pernah ditemukan kecuali jika ada penyakit jantung signifikan. Kebanyakan dokter akan setuju bahwa tindakan intervensi terhadap gagal jantung kongestif didindikasikan dengan adannya tan da ini. S3 terdengar pada awal diastolic setelah S2 dan berkaitan dengan pengisian pe iode ventrikel pasif yang cepat. Suara ini juga terdengar paling baik degan bell stetoskop yang diletakkan tepat di apeks, akan lebih baik dengan posisi klien berbaring miring kiri, dan pada akhir ekspirasi. Cracles atau ronkhi halus secara umum terdengar pada dasar posterior paru dan sering dikenali sebagai bukti gagal ventrikel kiri. Sebelum cracles ditetapkan sebagai kegagalan pompa jantung, klien harus diinstruksikan untuk batuk dalam yang bertujuan membuka alveoli basilaris yang mungkin mengalami kompresi karena berada di bawah diafragma. Cracles tidak menghilang setelah batuk (pasca-batuk rejan) perlu dievaluasi sedangkan yang hilang setelah batuk mungkin secara klinis tidak penting. Perawat harus segera memberikan perhatian kepada pada klien yang mungkin mempunyai bukti bahwa gagal ventrikel kiri terjadi atau adanya S3 pada apeks. Pemeriksaan Diagnostik Pemeriksaan diagnostik yang dilakukan terdiri dari: a) Ekokardiografi Digunakan sebagai alat pemeriksaan diagnostik yang pertama untuk

manajemen gagal jantung -

Bersifat tidak invasif Memberikan hasil pemeriksaan dengan segera Fraksi ejeksi > 50% normal, ventrikel kiri berfungsi dengan baik

b) X-ray dada

Dapat menunjukkan adanya hipertensi vena, edema paru, atau

kardiomegali (pembesaran jantung)


-

CTR (Cardiothoracic Ratio) perbandingan antara diameter jantung

dan diameter internal dada. CTR > 50% terjadi pembesaran jantung
-

Kongesti suatu keadaan dimana terdapat darah secara berlebihan

c) Pemeriksaan laboratorium Pada pemeriksaan Natrium serum didapatkan hiponatremia (< 130 mmol/L) sebagai tanda pengenceran darah dan sebagai indikator prognostic yang kuat. Kalium serum akan berubah sebagai akibat pemberian obat-obat seperti diuretik dan pertahankan antara 4,25-5 mmol/L untuk menghindari aritmia jantung. d) Elektrokardiograf Pada klien dengan gagal jantung, dapat ditemukan kelainan EKG sebagai berikut: Left bundle branch block, kelainan segmen ST/T menunjukkan disfungsi

ventrikel kiri kronis Gelombang Q menunjukkan infark sebelumnya dan kelainan segmen ST

menunjukkan penyakit jantung iskemik Hipertrofi ventrikel kiri dan gelombang T terbalik, menunjukkan

stenosis aorta dan penyakit jantung hipertensi Aritmia Deviasi aksis ke kanan, right bundle branch block, dan hipertrofi

ventrikel kanan menunjukkan disfungsi ventrikel kanan e) EKG : Hipertrofi atrial atau ventrikuler, penyimpangan aksis, iskemia san kerusakan pola mungkin terlihat. Disritmia mis : takhikardi, fibrilasi atrial. Kenaikan segmen ST/T persisten 6 minggu atau lebih setelah imfark miokard menunjukkan adanya aneurime ventricular. f) Sonogram : Dapat menunjukkan dimensi pembesaran bilik, perubahan dalam fungsi/struktur katub atau are penurunan kontraktilitas ventricular.

g) Skan jantung : Tindakan penyuntikan fraksi dan memperkirakan pergerakan dinding. h) Kateterisasi jantung : Tekanan bnormal merupakan indikasi dan membantu membedakan gagal jantung sisi kanan verus sisi kiri, dan stenosi katup atau insufisiensi, Juga mengkaji potensi arteri kororner. Zat kontras disuntikkan kedalam ventrikel menunjukkan ukuran bnormal dan ejeksi fraksi/perubahan kontrktilitas.

Terapi keperawatan pada klien dengan gangguan sistem kardiovaskuler Terapi yang dapat diberikan pada pasien gagal jantung: a) Terapi obat ACE (Angiotensin Converting Enzyme) Inhibitor mengatasi gangguan akibat menyebabkan hipotensi

hipertensi, CHF (gagal jantung), dan diabetic nephrophaty. Dari golongan ACE-I, Captopril merupakan obat pilihan karena tidak berkepanjangan dan tidak terlalu banyak mengganggu faal ginjal pada kasus gagal jantung. Kontraindikasinya adalah disfungsi ginjal berat dan bila ada stenosis bilateral arteri renalis. Captopril dapat mengontrol tekanan darah tinggi dan gagal jantung, namun tidak menyembuhkan. (http://www.nlm.nih.gov). Captopril berupa tablet yang diminum satu atau dua jam sebelum makan. Hal ini untuk memaksimalkan absorpsi, karena makanan dapat mengurangi absorpsi obat ini. Efek samping dari Captopril adalah insomnia, sakit kepala, pusing, mual, batuk, ruam, atau gangguan GI (Hodgson & Kizior, 2008). Hipertensi, dosis 12,5-25 mg per hari (2-3 kali minum). Setelah 1- 2 minggu dosis dapat ditambah hingga 50 mg per hari (2-3 kali minum). Jika dikombinasikan dengan diuretic dapat mencapai 100-150 mg per hari (2-3 kali minum). Setelah 1-2 minggu dapat ditambah hingga maksimal 450 mg per hari. gagal jantung, dosis 6,25 mg- 25 mg, 3 kali sehari. Dosis yang diberikan dapat bertambah secara bertahap dalam interval dua minggu, yaitu 50-100 mg per hari (tiga kali minum) maksimum 150 mg per hari (beberapa kali minum). ( Hodgson & Kizior, 2008).

Diuretika, bertujuan mengatasi retensi cairan sehingga mengurangi beban

volume sirkulasi yang menghambat kerja jantung. Yang paling banyak dipakai untuk terapi gagal jantung kongestif dari golongan ini adalah Furosemid (Lasix). Furosemid (Lasix) digunakan untuk meninggikan sekresi natrium, klorida, kalium, hidrogen, kalsium, magnesium, amonium, bikarbonat,dan juga fosfat. Selain itu Furosemid juga digunakan untuk pengobatan edema yang berkaitan dengan CHF. Furosemid dapat juga digunakan untuk pengobatan hipertensi, digunakan secara sendiri ataupun bersama zat antihipertensi lainnya. (Govoni & Hayes, 1978). Furosemid bekerja dengan menghambat reabsorpsi air dan elektrolit. Adapun efek samping yang ditimbulkan adalah hiponatremia, hipovolemia, circulatory collapse, gangguan pendengaran apabila pemberiannya terlalu cepat, hipokalemia (mulut kering, mual, kram otot), hipotensi ortostatik, kram/nyeri, dan sakit kepala. (Terry, J. et al, 1995). Furosemid atau Lasix berupa larutan untuk disuntikkan. Setiap ampule berisi 2 ml yang mengandung 20 mg Furosemid yang dilarutkan dengan air murni. Pada pasien dengan gamgguan jantung, Lasix disuntikkan secara perlahan dengan kecepatan 4 mg per menit. (http://www.medicines.org.uk) Dosis Furosemid ( Hodgson & Kizior, 2008): Oral (Tablet) : 20-80 mg/hari, dapat pula hingga 600 mg/hari (untuk Intravena/ intramuskular : 20-40 mg/ hari Hipertensi : 40-80 mg/ hari Edema keseluruhan : hingga 600 mg/hari

edema keseluruhan)

Obat-obatan inotropik, seperti digoksin diberikan pada kasus gagal jantung

untuk memperbaiki kontraksi ventrikel. Dosis digoksin juga harus disesuaikan dengan besarnya clearance kreatinin pasien. Obat-obat inotropik positif lainnya adalah dopamin (5-10 Ugr/kg/min) yang dipakai bila tekanan darah kurang dari 90

mmHg. Bila tekanan darah sudah diatas 90 mmHg dapat ditambahkan dobutamin (5-20 Ugr/kg/min). Bila tekanan darah sudah diatas 110 mmHg, dosis dopamin dan dobutamin diturunkan bertahap sampai dihentikan. Rumus perhitungan dopamin: Dopamin ;1 ampul = 10 cc, 1 ampul = 200 mg , 1 mg = 1000 mikrogram Rumus faktor pengencer = 200.000 = 4000 50cc Rumus : Dosis x BB x jam (menit ) = hasil 4000 Atau rumus langsung : Dosis x BB 60 x 50 = hasil 200.000 Rumus perhitungan dobutamin Dobutamin ; 1 ampul = 5 cc , 1 ampul = 250 mg , 1 mg = 1000 mikrogram 250 mg = 250.000 mikrogram rumus factor pengencer = 250.000 = 5000 50cc Rumus : Dosis x BB x jam (menit ) = hasil 5000 Atau rumus langsung : Dosis x BB x 60 x 50 = hasil 250.000

Spironolakton, dipakai sebagai terapi gagal jantung kongestif dengan fraksi

ejeksi yang rendah, bila walau sudah diterapi dengan diuretik, ACE-I dan digoksin tidak menunjukkan perbaikan. Dosis 25 mg/hari dan ini terbukti menurunkan angka mortalitas gagal jantung sebanyak 25%.

b) Menghilangkan faktor yang memperburuk gagal jantung Pasien dianjurkan untuk berhenti merokok, melakukan perubahan pola makan, berhenti minum alkohol atau melakukan olah raga secara teratur untuk memperbaiki kondisi tubuh secara keseluruhan. Untuk penderita gagal jantung yang berat, tirah

baring selama beberapa hari merupakan bagian penting dari pengobatan. Penggunaan garam yang berlebihan dalam makanan sehari-hari bisa menyebabkan penimbunan cairan yang akan menghalangi pengobatan medis. Jumlah natrium dalam tubuh bisa dikurangi dengan membatasi pemakaian garam dapur, garam dalam masakan dan makanan yang asin. Penderita gagal jantung yang berat biasanya akan mendapatkan keterangan terperinci mengenai jumlah asupan garam yang masih diperbolehkan.

c) Pembatasan cairan Jika pembatasan asupan garam saja tidak dapat mengurangi penimbunan cairan, bisa diberikan obat diuretik untuk menambah pembentukan air kemih dan membuang natrium dan air dari tubuh melalui ginjal. Mengurangi cairan akan menurunkan jumlah darah yang masuk ke jantung sehingga mengurangi beban kerja jantung. Pemberian diuretik sering disertai dengan pemberian tambahan kalium, karena diuretik tertentu menyebabkan hilangnya kalium dari tubuh; atau bisa digunakan diuretik hemat kalium. Digoksin meningkatkan kekuatan setiap denyut jantung dan memperlambat denyut jantung yang terlalu cepat. Ketidakteraturan irama jantung (aritmia, dimana denyut jantung terlalu cepat, terlalu lambat atau tidak teratur), bisa diatasi dengan obat atau dengan alat pacu jantung buatan. Bila terjadi penimbunan cairan tiba-tiba dalam paruparu (edema pulmoner akut), penderita gagal jantung akan mengalami sesak nafas hebat sehingga memerlukan sungkup muka oksigen dengan konsentrasi tinggi dan perlu iberikan diuretik dan obat-obatan (misalnya digoksin).

d) Terapi Oksigen Oksigen pada pasien gagal jantung, diberikan dengan simple mask atau nasal kanul untuk meningkatkan konsentrasi oksigen dalam arteri. Ini akan efektif jika pendistribusian ke jaringan-jaringan juga meningkat. Perawat harus menjelaskan mengenai penggunaan nasal kanul pada pasien. Perawat juga harus memperhatikan respon pasien terhadap oksigen yang diberikan. Pada pasien dengan edema paru, oksigen diberikan di bawah tekanan positif (misal, lebih besar dari tekanan atmosfer)

untuk menetralkan pergerakan cairan dari pembuluh kapiler ke alveoli. (Watson, 2002, di edit oleh Mike Walsh). III. DIAGNOSA DAN IMPLEMENTASI 1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan ; Perubahan kontraktilitas

miokardial/perubahan inotropik, Perubahan frekuensi, irama dan konduksi listrik, Perubahan structural, ditandai dengan ; - Peningkatan frekuensi jantung (takikardia) - Perubahan tekanan darah (hipotensi/hipertensi). - Bunyi ekstra (S3 & S4) - Ortopnea,krakles, dan edema. Tujuan: Klien akan : Menunjukkan tanda vital dalam batas yang dapat diterima (disritmia terkontrol atau hilang) dan bebas gejala gagal jantung , Melaporkan penurunan epiode dispnea, angina, Ikut serta dalam aktivitas yang mengurangi beban kerja jantung. Intervensi : Diskusikan fungsi jantung normal. Rasional: Pengetahuan proses penyakit dan harapan dapat memudahkan ketaatan pada program pengobatan. 2. Aktivitas intoleran berhubungan dengan : Ketidak seimbangan antar suplai oksigen. Kelemahan umum. Ditandai dengan : Kelemahan, kelelahan, Perubahan tanda vital, mudah lelah, dispnea. Tujuan /kriteria evaluasi : Klien akan : Berpartisipasi pad aktivitas yang diinginkan, memenuhi perawatan diri sendiri, Mencapai peningkatan toleransi aktivitas yang dapat diukur, dibuktikan oelh menurunnya kelemahan dan kelelahan. Intervensi : Berikan obat/oksigen sesuai indikasi. 3. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan : menurunnya laju filtrasi glomerulus (menurunnya curah jantung)/meningkatnya produksi ADH dan retensi natrium/air. ditandai dengan : Ortopnea, bunyi jantung S3, Oliguria, edema, peningkatan berat badan, hipertensi, Distres pernapasan, bunyi jantung abnormal. Tujuan /kriteria evaluasi Klien akan : Mendemonstrasikan volume cairan stabil dengan keseimbangan masukan dan pengeluaran, bunyi nafas bersih/jelas, tanda vital dalam rentang yang dapat

diterima, berat badan stabil dan tidak ada edema., Menyatakan pemahaman tentang pembatasan cairan individual. Intervensi : Auskultasi nadi apical; kaji frekuensi, iram jantung. Rasional: Biasanya terjadi takikardi (meskipun pada saat istirahat) untuk mengkompensasi penurunan kontraktilitas ventrikel. Catat bunyi jantung. Rasional: S1 dan S2 mungkin lemah karena menurunnya kerja pompa. Irama Gallop umum (S3 dan S4) dihasilkan sebagai aliran darah ke serambi yang disteni. Mur-mur dapat menunjukkan inkompetensi atau stenosis katup. 4. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) mengenai kondisi dan program pengobatan berhubungan dengan kurang pemahaman/kesalahan persepsi tentang hubungan fungsi jantung/penyakit/gagal, ditandai dengan : Pengobatan hipertensi yang tidak teratur. Tujuan/kriteria evaluasi Klien akan : a. a. b. Mengidentifikasi hubungan terapi untuk menurunkan episode berulang dan mencegah komplikasi. Mengidentifikasi stress pribadi/faktor resiko dan beberapa teknik untuk menangani. Melakukan perubahan pola hidup/perilaku yang perlu. Intervensi : Kuatkan rasional pengobatan. Rasional: Klien percaya bahwa perubahan program pasca pulang dibolehkan bila merasa baik dan bebas gejala atau merasa lebih sehat yang dapat meningkatkan resiko eksaserbasi gejala.
2. Resiko tinggi gangguan pertukaran gas berhubungan dengan : perubahan membran

kapiler-alveolus. Tujuan /kriteria evaluasi, Klien akan : Mendemonstrasikan ventilasi dan oksigenisasi dekuat pada jaringan ditunjukkan oleh oksimetri dalam rentang normal dan bebas gejala distress pernapasan. Berpartisipasi dalam program pengobatan dalam btas kemampuan/situasi. Intervensi : Ajarkan/anjurkan klien batuk efektif, nafas dalam. Rasional: membersihkan jalan nafas dan memudahkan aliran oksigen.
3. Resiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit berhubungan dengan edema dan

penurunan perfusi jaringan. Tujuan/kriteria evaluasi Klien akan : Mempertahankan integritas kulit, Mendemonstrasikan perilaku/teknik mencegah kerusakan kulit.

Intervensi : Pantau kulit, catat penonjolan tulang, adanya edema, area sirkulasinya terganggu/pigmentasi atau kegemukan/kurus. Rasional: Kulit beresiko karena gangguan sirkulasi perifer, imobilisasi fisik dan gangguan status nutrisi.

DAFTAR PUSTAKA
Baughman, D.C., Hackley, J.C. (1996). Buku Saku dari Brunner & Suddarth. Jakarta: EGC. DeLaune, S. C., & Ladner, P. K. (2010). Fundamentals of Nursing Standards & Practice, 4th Edition. New York: Delmar. Doenges, Marlyn. (1999). Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC. Doenges, M. E. (2008). Nursing care plans :Guidelines for individualizing patient care 2nd edition. Philadelphia: Davis Company. Doenges, M. E., Moorhouse, M. F., & Murr, A. C. (2008). Nursing diagnosis manual: planning, individualizing, and documenting client care. Philadelphia: F. A. Davis Company. Kartari.( 2000). Pusat Penelitian Penyakit Tidak Menular, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Jakarta: Departemen Kesehatan R.I. Mediline Plus. Pulmonary Edema. http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/000140.htm. Diakses pada Kamis, 23 Februari 2012, pk. 16.18 WIB. Potter & Perry. (2005). Fundamental Keperawatan: Konsep, proses, dan praktik Edisi 4. Jakarta: EGC PPNI Kab. Klaten. Gagal Jantung / Congestif Heart Failure (CHF). http://ppni-klaten.com/index.php? option=com_content&view=article&id=70:chf&catid=38:ppni-ak-category&Itemid=66. Diakses pada Kamis, 23 Februari 2012, pk. 16.16 WIB. Price, S. A. dan Wilson, L. M. (1995). Fisiologi: Proses-Proses Penyakit. Ed. 4. Jakarta: EGC Price, S. A. dan Wilson, L. M. (2006). Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.Ed 6. Jakarta: EGC. Proquest. (2008). American College of Cardiology; Air pollution damages more than lungs: Heart and blood vessels suffer too. http://proquest.umi.com/pqdweb? did=1537160441&Fmt=3&clientId=63315&RQT=309&VName=PQD. Sherwood, L. (2001). Fisiologi Manusia: Dari Sel ke Sistem. edisi 2. Jakarta: EGC Smeltzer, Suzanne C. & Bare, Brenda G. (2001). Keperawatan Medikan Bedah. Alih bahasa: Waluyo, Agung., dkk. Jakarta: EGC. Sudardi. (2002). Pelaksanaan Tugas Kesehatan Keluarga Pada Suku Jawa. http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/20096/.../Chapter%20II.pdf. Sylvester, Harry. How Does Congestive Heart Failure Cause Death?. http://www.healthguideinfo.com/congestive-heart-failure/p91732/. Diakses pada Kamis, 23 Februari 2012, pk. 16.29 WIB.

Anda mungkin juga menyukai