Anda di halaman 1dari 6

SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP)

A. Pokok Bahasan B. Sub Pokok Bahasan C. Sasaran D. Waktu E. Penyuluh F. Hari /Tanggal G. Tempat

: Kekurangan darah : Thalasemia : Masyarakat : 30 menit (pukul 08.00-08.30 wib) : Sigit Susanto : Sabtu,11 Agustus 2012 : RSUD TIDAR KOTA MAGELANG

H. Tujuan Intruksional Umum ( TIU ) Setelah diberikan penyuluhan, sasaran mampu memahami tentang thalasemia. I. Tujuan Intruksional Khusus ( TIK ) Setelah diberikan penyuluhan selama 15 menit diharapkan sasaran dapat/mampu : 1. Menyebutkan pengertian thalasemia 2. Menyebutkan klasifikasi thalasemia 3. Menyebutka tanda-tanda thalasemia 4. Menyebutkan pengobatan dan pencegahan thalasemia

5. Materi Penyuluhan 1. Pengertian thalasemia 2. Klasifikasi thalasemia 3.Tanda-tanda thalasemia 4. Pengobatan dan pencegahan thalasemia 6. Metode 7. Media 8. Pelaksanaan Tahap Wakt u Kegiatan Penyuluh Kegiatan Audien : Ceramah dan diskusi : Leaflet, lembar balik.

Pembuka an

5 meni t

a. Mengucapkan salam b. Menjelaskan tujuan

a. Menjawab salam b. Mendengarkan

Pelaksana an

15 meni t

Menjelaskan a. Mendengar pengertian thalasemia kan i. Menjelaskan klasifikasi b. Memperhati thalasemia. kan ii. Menjelaskan tandatanda thalasemia. iii. Menjelaskan pengobatan dan pencegahan thalasemia.

Penutup

10 meni t

a. Menyimpulkan b. Mengevaluasi c. Mengucapkan salam penutup

a. Menjawab pertanyaan b. Menjawab salam

9. Sumber :

a. http://www.wikipedia.com/anemia b. E.M.DeMaeyer.2003.pencegahan dan pengawasan anemia.Jakarta:widya medika


10. Evaluasi Prosedur : Post tes Jenis Tes : Pertanyaan lisan Butir soal : 1. Sebutkan pengertian thalasemia 2. Sebutkan klasifikasi thalasemia 3. Sebutkan tanda-tanda thalasemia 4. Sebutkan pengobatan dan pencegahan thalasemia Kunci jawaban terlampir dalam materi

11. LAMPIRAN 1. MATERI 2. MEDIA 3. PRESENSI

MATERI PENYULUHAN

1. Pengertian Anemia Talasemia merupakan salah satu jenis anemia hemolitik dan merupakan penyakit keturunan yang diturunkan secara autosomal yang paling banyak dijumpai di Indonesia dan Italia. Enam sampai sepuluh dari setiap 100 orang Indonesia membawa gen penyakit ini. Kalau sepasang dari mereka menikah, kemungkinan untuk mempunyai anak penderita talasemia berat adalah 25%, 50% menjadi pembawa sifat (carrier) talasemia, dan 25% kemungkinan bebas talasemia[1]. Sebagian besar penderita talasemia adalah anak-anak usia 0 hingga 18 tahun.

2.Klasifikasi Thalasemia a. Talasemia alfa Pada talasemia alfa, terjadi penurunan sintesis dari rantai alfa globulin. Dan kelainan ini berkaitan dengan delesi pada kromosom 16. Akibat dari kurangnya sintesis rantai alfa, maka akan banyak terdapat rantai beta dan gamma yang tidak berpasangan dengan rantai alfa. Maka dapat terbentuk tetramer dari rantai beta yang disebut HbH dan tetramer dari rantai gamma yang disebut Hb Barts. Talasemia alfa sendiri memiliki beberapa jenis[2]. 1. Delesi pada empat rantai alfa

Dikenal juga sebagai hydrops fetalis. Biasanya terdapat banyak Hb Barts. Gejalanya dapat berupa ikterus, pembesaran hepar dan limpa, dan janin yang sangat anemis. Biasanya, bayi yang mengalami kelainan ini akan mati beberapa jam setelah kelahirannya atau dapat juga janin mati dalam kandungan pada minggu ke 36-40. Bila dilakukan pemeriksaan seperti dengan elektroforesis didapatkan kadar Hb adalah 8090% Hb Barts, tidak ada HbA maupun HbF. 2. Delesi pada tiga rantai alfa Dikenal juga sebagai HbH disease biasa disertai dengan anemia hipokromik mikrositer. Dengan banyak terbentuk HbH, maka HbH dapat mengalami presipitasi dalam eritrosit sehingga dengan mudah eritrosit dapat dihancurkan. Jika dilakukan pemeriksaan mikroskopis dapat dijumpai adanya Heinz Bodies. 3. Delesi pada dua rantai alfa Juga dijumpai adanya anemia hipokromik mikrositer yang ringan. Terjadi penurunan dari HbA2 dan peningkatan dari HbH. 4. Delesi pada satu rantai alfa Disebut sebagai silent carrier karena tiga lokus globin yang ada masih bisa menjalankan fungsi normal. b. Talasemia Beta Disebabkan karena penurunan sintesis rantai beta. Dapat dibagi berdasarkan tingkat keparahannya, yaitu talasemia mayor, intermedia, dan karier. Pada kasus talasemia mayor Hb sama sekali tidak diproduksi. Mungkin saja pada awal kelahirannya, anak-anak talasemia mayor tampak normal tetapi penderita akan mengalami anemia berat mulai usia 3-18 bulan. Jika tidak diobati, bentuk tulang

wajah berubah dan warna kulit menjadi hitam. Selama hidupnya penderita akan tergantung pada transfusi darah. Ini dapat berakibat fatal, karena efek sampingan transfusi darah terus menerus yang berupa kelebihan zat besi (Fe) Salah satu ciri fisik dari penderita talasemia adalah kelainan tulang yang berupa tulang pipi masuk ke dalam dan batang hidung menonjol (disebut gacies cooley), penonjolan dahi dan jarak kedua mata menjadi lebih jauh, serta tulang menjadi lemah dan keropos[4]. C. Mutasi talasemia dan resistensi terhadap malaria Walaupun sepintas talasemia terlihat merugikan, penelitian menunjukkan kemungkinan bahwa pembawa sifat talasemia diuntungkan dengan memiliki ketahanan lebih tinggi terhadap malaria. Hal tersebut juga menjelaskan tingginya jumlah karier di Indonesia. Secara teoritis, evolusi pembawa sifat talasemia dapat bertahan hidup lebih baik di daerah endemi malaria seperti di Indonesia[5]

3.Tanda-tanda thalasemia 1. Letargi 2. Pucat 3. Kelemahan 4. Anoreksia 5. Sesak nafas 6. Tebalnya tulang cranial 7. Pembesaran limpa 8. Menipisnya tulang kartilago

4.Pengobatan dan pencegahan thalasemia Untuk mencegah terjadinya talasemia pada anak, pasangan yang akan menikah perlu menjalani tes darah, baik untuk melihat nilai hemoglobinnya maupun melihat profil sel darah merah dalam tubuhnya. Peluang untuk sembuh dari talasemia memang masih tergolong kecil karena dipengaruhi kondisi fisik, ketersediaan donor dan biaya. Untuk bisa bertahan hidup, penderita talasemia memerlukan perawatan yang rutin, seperti melakukan tranfusi darah teratur untuk menjaga agar kadar Hb di dalam tubuhnya 12 gr/dL dan menjalani pemeriksaan ferritin serum untuk memantau kadar zat besi di dalam tubuh. Penderita talesemia juga diharuskan menghindari makanan yang diasinkan atau diasamkan dan produk fermentasi yang dapat meningkatkan penyerapan zat besi di dalam tubuh. Dua cara yang dapat ditempuh untuk mengobati talasemia adalah transplantasi sumsum tulang dan teknologi sel punca (stem cell)[6]. Pada tahun 2009, seorang penderita talasemia dari India berhasil sembuh setelah memperoleh ekstrak sel punca dari adiknya yang baru lahir.

Anda mungkin juga menyukai