Anda di halaman 1dari 2

Balonku ada lima, rupa-rupa warnanya. Hijau, kuning, kelabu.

Merah muda dan biru Hampir semua anak-anak Indonesia hafal lirik lagu ini. Coba deh sekarang sobat flipper bayangkan warna-warni balon. Pasti identik dengan keceriaan. Tapi ternyata dibalik bait lagu tersebut terdapat kisah warna-warni kehidupan seorang penjual balon yang jauh dari kata ceria. Pak Giman namanya. Ia sudah berjualan balon sejak tahun 1980. Namun bukan itu yang membuat sosok pak Giman terlihat istimewa dibandingkan penjual-penjual balon lainnya. Dulu waktu saya masih berumur 12 tahun saya terkena panas tinggi. Lalu oleh mbok saya, saya dibawa ke mantri. Disana saya disuntik. Dan setelah disuntik, bukannya saya sembuh, eh tangan saya malah jadi bengkok begini,ujar pak Giman dengan logat Jawanya yang lugu. Yup, kondisi tubuh pak Giman memang tidak sempurna. Tangan kiri pak Giman tidak dapat berfungsi dan kaki pak Giman pincang sebelah akibat insiden malpraktek seorang mantri di desanya. Namun kondisi tersebut tidak dijadikan alasan untuk pak Giman bermalas-malasan lhoh. Bapak kelahiran tahun 1957 ini adalah sosok yang mandiri. Saya memang cacat, mbak. Tapi saya bukan pengemis. Sejak saya jadi begini (cacat-red), saya berniat untuk tidak jadi beban orang tua saya. Itulah mengapa pak Giman dengan kruk (alat bantu berjalan) sederhananya, setiap hari rela berjalan sejauh 1 kilometer pulang pergi untuk menjajakan balon di pojok barat Pasar Kotagede. Perjuangannya bahkan dimulai jauh sebelum itu. Balon yang digunakan Pak Giman, dibeli langsung dari Semarang. Jika stock balon habis, Pak Giman harus mengeluarkan uang lebih untuk ongkos perjalanan ke Semarang. Tidak hanya itu, proses pengisian gas dalam balon sendiri merupakan sebuah perjuangan yang lain. Dengan hanya satu tangan yang normal, Pak Giman mengisikan gas ke dalam balon, lalu mengikatnya dengan tali dan membuatkan semacam pemberat agar balonnya tidak kabur oleh angin. Semua dilakukan dengan satu tangan dan kondisi kaki yang cacat! Kondisi lain membuat semakin miris, Pak Giman tinggal sebatang kara di Yogyakarta ini. Istri saya meninggal 16 tahun lalu, Mbak. Lalu 3 tahun setelah istri saya meninggal, anak saya satusatunya ikut buleknya ke Jakarta. Sejak saat itu saya sendiri,mbak. Baru tahun 2005 anak saya pulang lalu menikah. Dan sekarang saya sendirian lagi karena anak saya tinggal di Wonosobo bersama suaminya. Tapi saya senang,mbak. Soalnya sekarang saya punya cucu.

Dengan penghasilan 20 ribu rupiah per hari ternyata nggak bikin pak Giman pelit atau perhitungan, sobat flipper. Sebulan sekali saya kirim uang ke anak saya di Wonosobo. Biar bisa buat beli mainan,mbak, ujar beliau diselingi tawa lugunya. Profesi pak Giman sebagai penjual balon ternyata memberikan kepuasan tersendiri buat beliau. Saya senang liat anak-anak. Liat mereka jadi keinget anak saya waktu masih kecil dulu, juga bikin saya keinget cucu saya. Sobat flipper,dari sinilah kita semua bisa belajar. Belajar arti ikhlas, belajar arti berjuang keras, dan belajar arti nggak menggantungkan hidup kita ke orang lain. Buat apa mengemis kalau kita masih bisa berusaha? Saya ndak pinter mbak, saya juga ndak sempurna kaya orang-orang kebanyakan. Tapi saya juga ndak manja,mbak,tutur pak Giman.

NB: Buat sobat flipper yang pengen pesen balon gas dalam partai besar/kecil, sms pak Giman aja ya di 085729019466

Anda mungkin juga menyukai