BAB I, II, III Perbaikan

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 38

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah Bahasa Jepang merupakan salah satu bahasa asing yang banyak dipelajari di Sekolah Menengah Atas (SMA) di Indonesia dewasa ini. Kebutuhan akan keterampilan berbahasa asing bertambah pesat seiring dengan perkembangan zaman dan kemajuan teknologi yang menuntut generasi penerus bangsa mampu mengimbangi arus globalisasi saat ini. Namun, pada kenyataannya tidak semua individu mempunyai minat yang sama besar terhadap bahasa asing, terutama bahasa Jepang. Penulisan huruf yang berbeda, tata bahasa yang berbeda pola dengan bahasa ibu menjadi kesulitan tersendiri. Akan tetapi, hal tersebut bukanlah menjadi suatu halangan bagi seorang pendidik untuk mengajarkan bahasa Jepang kepada para peserta didik. Seorang pengajar sebagaimana perannya dalam mendidik dan mencerdaskan anak bangsa harus berfikir kreatif agar pembelajaran dapat berjalan dengan baik dan tujuan pembelajaran pun tercapai dengan hasil optimal. Kesulitan peserta didik dalam mempelajari bahasa asing adalah hambatan dalam kegiatan pembelajaran yang kerap terjadi dalam dunia pendidikan. Pengajar mempunyai andil besar dalam mengatasi kesulitan yang dialami peserta didik dalam mempelajari bahasa asing tersebut. Salah satunya adalah adalah dengan strategi, teknik bahkan metode pembelajaran yang tepat sebagai 1

jalan untuk memudahkan siswa menyerap ilmu pengetahuan sehingga tujuan yang diharapkan dapat tercapai. Pembelajaran bahasa asing menuntut pemelajarnya untuk aktif berbicara sehingga dapat mendukung kemampuan verbalnya dalam menerapkan pola kalimat dan kosakata yang telah dipelajari. Dewasa ini, guru tak hanya sebagai pendidik namun juga harus dapat menempatkan diri sebagai fasilitator yang bisa mendorong siswanya untuk aktif berbicara. Karena keaktifan berbicara sangat berperan sebagai tolak ukur dalam penguasaan bahasa asing. Tercapainya tujuan tersebut, tentu tak lepas dari metode yang digunakan yang memotivasi siswa untuk meningkatkan kemampuan berbicara mereka. Pemilihan metode pembelajaran yang tepat bisa mewujudkan tujuan-tujuan yang ingin dicapai. Pada penelitian kali ini, peneliti mencoba meneliti sebuah pengembangan metode dalam model pembelajaran kooperatif, yaitu talking stick. Sebagai metode pembelajaran inovatif, metode talking stick merupakan metode pembelajaran yang dapat mendorong siswanya untuk aktif sehingga tercipta suasana pembelajaran yang menyenangkan. Metode Talking stick sebelumnya telah diteliti oleh Dewi Setyawati Nur Fadhillah dalam jurnal pendidikan biologinya dengan judul Hasil Belajar Biologi Melalui Penerapan Metode Talking Stick dalam Model Learning Cycle Ditinjau dari Motivasi Belajar Siswa di SMA Negeri 5 Surakarta. Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Herdyna Usi Velawati dalam penelitian eksperimennya yang berjudul Implementasi Pembelajaran Kooperatif

Tipe Snowball Drilling dan Talking Stick Terhadap Prestasi Belajar Ekonomi Ditinjau dari Motivasi Belajar Siswa.

Dengan dilatarbelakangi hal tersebut, maka peneliti bermaksud untuk meneliti bagaimanakah pengaruh talking stick terhadap kemampuan berbicara dan hasil belajar bahasa Jepang siswa kelas XI di SMKN 26 Jakarta Timur dalam penelitian eksperimen yang berjudul PENGARUH PENERAPAN

METODE TALKING STICK DALAM MENINGKATKAN HASIL BELAJAR BAHASA JEPANG SISWA

B. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka diidentifikasi masalah sebagai berikut. 1. Adanya asumsi siswa bahwa mata pelajaran bahasa Jepang sulit. 2. Pembelajaran yang pasif di kelas membuat suasana pembelajaran menjadi tidak menyenangkan dan kurang membuat siswa aktif. 3. Perlunya suatu metode pembelajaran yang dapat menciptakan kegiatan pembelajaran menjadi aktif dan menyenangkan sehingga diharapkan dapat berpengaruh terhadap hasil belajar bahasa Jepang siswa.

C. Pembatasan Masalah Sedangkan untuk memfokuskan masalah dalam penelitian, maka dilakukan pembatasan masalah sebagai berikut.

1. Penelitian ini akan meneliti tentang suatu metode pembelajaran yang memiliki kemungkinan berpengaruh terhadap hasil belajar siswa, yaitu metode talking stick. 2. Penelitian difokuskan pada hasil belajar bahasa Jepang siswa yang meliputi kemampuan berbicara, mendengar dan menulis, apakah hasilnya dipengaruhi oleh metode talking stick atau tidak. 3. Penelitian ini hanya akan meneliti apakah metode pembelajaran talking stick ini mempunyai pengaruh dalam meningkatkan hasil belajar siswa dalam mata pelajaran bahasa Jepang.

D. Perumusan Masalah Bertitik tolak dari permasalahan yang peneliti kemukakan dalam penelitian ini, maka muncul permasalahan yang akan dicarikan jalan pemecahannya. Secara umum, yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Adakah pengaruh pembelajaran bahasa Jepang dengan metode talking stick dan metode konvensional tehadap hasil belajar siswa? 2. Bagaimanakah hasil belajar bahasa Jepang siswa setelah diterapkan metode pembelajaran talking stick?

E. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian perlu dirumuskan agar hasil yang dicapai terlihat dengan jelas. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh hasil-hasil yang objektif dari bahan yang diteliti, yaitu: 1. Untuk mengetahui pengaruh pembelajaran bahasa Jepang siswa dengan metode talking stick. 2. Untuk mengetahui hasil belajar bahasa Jepang siswa setelah diterapkan metode talking stick dalam kegiatan pembelajaran.

F. Lingkup Penelitian
Penelitian ini merupakan sebuah penelitian tentang metode pembelajaran talking stick, dan pengaruhnya terhadap hasil belajar siswa kelas XI dalam pembelajaran bahasa Jepang di SMKN 26 Jakarta Timur. Yang dimaksud dengan SMKN 26 Jakarta Timur sebagai lokasi penelitian ini adalah sekolah menengah kejuruan negeri yang terdapat di Jakarta Timur dan telah menerapkan bahasa Jepang sebagai salah satu kurikulum bahasa asing yang harus dipelajari setiap siswanya sebagai kurikulum intrasekolah. Sedangkan yang dimaksud dengan siswa kelas XI adalah seluruh siswa yang mempelajari bahasa Jepang di kelas XI.

G. Lokasi dan Waktu Penelitian


1. Lokasi Penelitian Penelitian eksperimen ini direncanakan akan dilaksanakan di SMKN 26 Jakarta Timur, karena sekolah tersebut berdasarkan data yang peneliti dapatkan belum pernah dilakukan penelitian sejenis. Siswa yang menjadi objek penelitian ini adalah siswa kelas XI SMKN 26 Jakarta Timur semester ganjil tahun ajaran 2012/2013 sebanyak 12 kelas dengan jumlah siswa sekitar 30 orang tiap kelasnya. 2. Waktu Penelitian Untuk melakukan penelitian ini, peneliti merencanakan jadwal penelitian agar penelitian yang dilakukan dapat berlangsung secara sistematis, efisien dan efektif. Penelitian ini direncanakan akan dilaksanakan pada semester ganjil bulan Juli Desember tahun akademik 2012/2013.

H. Manfaat Penelitian
Secara umum penelitian ini diharapkan mampu memberi manfaat bagi seluruh civitas akademik di bidang pendidikan kebahasaan sehingga bisa diterapkan dalam kegiatan pembelajaran. Secara khusus, dapat diuraikan sebagai berikut. 1. Bagi peneliti Peneliti dapat memberikan sumbangan pemikiran dan pengalaman tentang penelitian eksperimen. Setelah penelitian ini dilaksanakan, peneliti dapat

mengetahui pengaruh metode talking stick dalam pembelajaran bahasa Jepang. 2. Bagi siswa Metode ini diujicobakan untuk mempermudah dan meningkatkan hasil belajar siswa dalam mempelajari bahasa Jepang. 3. Bagi pendidik Hasil penelitian ini dapat dijadikan alternatif model pengajaran bahasa Jepang sehingga pendidik dapat memilih strategi pembelajaran yang kreatif dan bervariasi agar kegiatan pembelajaran berlangsung secara menarik.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Deskripsi Teoritis 1. Pengertian Pembelajaran

Menurut UUSPN No.20 Tahun 2003 dijelaskan bahwa pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar.

Pembelajaran menurut Surya, (2004) pembelajaran merupakan suatu proses yang dilakukan oleh individu untuk memperoleh suatu perubahan perilaku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil dari pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Knirk & Gustafson (2005) menjelaskan bahwa pembelajaran merupakan setiap kegiatan yang dirancang oleh guru untuk membantu seseorang mempelajari suatu kemampuan dan atau nilai yang baru dalam suatu proses yang sistematis melalui tahap rancangan, pelaksanaan, dan evaluasi dalam konteks kegiatan belajar mengajar. Dari pengertian pembelajaran di atas, dapat ditarik kesimpulan mengenai pembelajaran, bahwa pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran merupakan bantuan yang diberikan pendidik agar dapat

terjadi proses pemerolehan ilmu dan pengetahuan, penguasaan kemahiran dan tabiat, serta pembentukan sikap dan kepercayaan pada peserta didik. Dengan kata lain, pembelajaran adalah proses untuk membantu peserta didik agar dapat belajar dengan baik.

A. Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran Kooperatif atau Cooperative Learning merupakan istilah umum untuk sekumpulan strategi pengajaran yang dirancang untuk mendidik kerja sama kelompok dan interaksi antarsiswa. 1 Tujuan pembelajaran kooperatif setidak-tidaknya meliputi tiga tujuan pembelajaran, yaitu hasil belajar akademik, penerimaan terhadap keragaman, dan pengembangan keterampilan sosial.

Strategi ini berlandaskan pada teori belajar Vygotsky (1978, 1986) yang menekankan pada interaksi sosial sebagai sebuah mekanisme untuk mendukung perkembangan kognitif 2. Selain itu, metode ini juga didukung oleh teori belajar information processing dan cognitive theory of learning. Dalam pelaksanaannya metode ini membantu siswa untuk lebih mudah memproses informasi yang diperoleh, karena proses encoding akan didukung dengan interaksi yang terjadi dalam Pembelajaran Kooperatif. Pembelajaran dengan metode Pembelajaran

Jacobsen, David A.; Eggen, Paul; Kauchak, Donald (2009). Metode-metode pengajaran. Penerbit Pustaka Pelajar, hlm 29. 2 Eggen, Paul; Kauchak, Donald (2010). Educational Psychology. Pearson Education, Inc. Hlm. 56

10

Kooperatif dilandasakan pada teori Cognitive karena menurut teori ini interaksi bisa mendukung pembelajaran.

Metode pembelajaran cooperative learning mempunyai manfaatmanfaat yang positif apabila diterapkan di ruang kelas. Beberapa keuntungannya antara lain: mengajarkan siswa menjadi percaya pada guru, kemampuan untuk berfikir, mencari informasi dari sumber lain dan belajar dari siswa lain; mendorong siswa untuk mengungkapkan idenya secara verbal dan membandingkan dengan ide temannya; dan membantu siswa belajar menghormati siswa yang pintar dan siswa yang lemah, juga menerima perbedaan ini
3

. Ironisnya, model

pembelajaran kooperatif belum banyak diterapkan dalam pendidikan walaupun orang Indonesia sangat membanggakan sifat gotong royong dalam kehidupan bermasyarakat.

Pembelajaran kooperatif adalah suatu sistem yang didasarkan pada alasan bahwa manusia sebagai makhluk individu yang berbeda satu sama lain sehingga konsekuensi logisnya manusia harus menjadi makhluk sosial, makhluk yang berinteraksi dengan sesama (Nurhadi 2003: 60)

Yamin, Martinis; Ansari, Bansu (2008). Taktik Mengembangkan Kemampuan Individual Siswa. Gaung Persada Press, hlm 56

11

Abdurrahman dan Bintoro (2000) dalam Nurhadi 2003:61 menyatakan pembelajaran kooperatif adalah suatu sistem yang di dalamnya terdapat elemen-elemen yang saling terkait. Adapun berbagai elemen dalam pembelajaran kooperatif adalah adanya (1) saling

ketergantungan positif, (2) interaksi tatap muka, (3) akuntabilitas individual, dan (4) keterampilan untuk menjalin hubungan antara pribadi atau keterampilan sosial yang secara sengaja diajarkan.

Roger dan David Johnson mengatakan bahwa tidak semua kerja kelompok bisa dianggap cooperative learning. Untuk mencapai hasil yang maksimal, lima unsur model pembelajaran gotong royong harus diterapkan: 1. Saling ketergantungan positif 2. Tanggungjawab perseorangan 3. Tatap Muka 4. Komunikasi antar anggota 5. Evaluasi proses kelompok (Anita Lie, 1999 : 30)

Model pembelajaran kooperatif sangat berbeda dengan pengajaran langsung. Di samping model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai hasil belajar akademik, model pembelajaran kooperatif juga efektif untuk mengembangkan keterampilan sosial siswa (Usman, 2002 : 30).

12

Jadi pola belajar kelompok dengan cara kerjasama antar siswa dapat mendorong timbulnya gagasan yang lebih bermutu dan meningkatkan kreativitas siswa, pembelajaran juga dapat mempertahankan nilai sosial bangsa Indonesia yang perlu dipertahankan. Ketergantungan timbal balik mereka memotivasi mereka untuk dapat bekerja lebih keras untuk keberhasilan mereka, hubungan kooperatif juga

mendorong siswa untuk menghargai gagasan temannya bukan sebaliknya.

Adapun karakteristik pembelajaran kooperatif adalah: a. Siswa bekerja dalam kelompok untuk menuntaskan materi belajar. b. Kelompok dibentuk dari siswa yang memiliki keterampilan tinggi, sedang dan rendah. c. Bilamana mungkin, anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku, dan jenis kelamin yang berbeda. d. Penghargaan lebih berorientasi kelompok ketimbang individu (Ibrahim. dkk, 2000 : 6).

Tujuan penting lain dari pembelajaran kooperatif adalah untuk mengajarkan kepada siswa keterampilan kerjasama dan kolaborasi. Keterampilan ini amat penting untuk dimiliki di dalam masyarakat di mana banyak kerja orang dewasa sebagian besar dilakukan dalam

13

organisasi yang saling bergantungan satu sama lain dan di mana masyarakat secara budaya semakin beragam (Ibrahim, dkk, 2000 : 9).

Sedangkan menurut Linda Lungren (1994 : 120) dalam (Ibrahim, dkk. 2000 : 18) ada beberapa manfaat pembelajaran kooperatif bagi siswa dengan prestasi belajar yang rendah, yaitu:

1. Meningkatkan pencurahan waktu pada tugas 2. Rasa harga diri menjadi lebih tinggi 3. Memperbaiki sikap terhadap sekolah 4. Memperbaiki kehadiran 5. Angka putus sekolah menjadi rendah 6. Penerimaan terhadap perbedaan individu menjadi lebih besar 7. Perilaku mengganggu menjadi lebih kecil 8. Konflik antar pribadi berkurang 9. Sikap apatis berkurang 10. Pemahaman yang lebih mendalam 11. Motivasi lebih besar 12. Hasil belajar lebih tinggi 13. Retensi lebih lama 14. Meningkatkan kebaikan budi, kepekaan dan toleransi

14

Jadi, pembelajaran kooperatif mencerminkan pandangan bahwa manusia belajar dari pengalaman mereka dan partisipasi aktif dalam kelompok kecil membantu siswa belajar keterampilan sosial yang penting, sementara itu secara bersamaan mengembangkan sikap demokrasi dan keterampilan berpikir logis.

2. Pengertian Hasil Belajar Setiap proses belajar yang dilaksanakan oleh peserta didik akan menghasilkan hasil belajar. Di dalam proses pembelajaran, guru sebagai pengajar sekaligus pendidik memegang peranan dan tanggung jawab yang besar dalam rangka membantu meningkatkan keberhasilan peserta didik dipengaruhi oleh kualitas pengajaran dan faktor intern dari siswa itu sendiri.

Dalam setiap mengikuti proses pembelajaran di sekolah sudah pasti setiap peserta didik mengharapkan mendapatkan hasil belajar yang baik, sebab hasil belajar yang baik dapat membantu peserta didik dalam mencapai tujuannya. Hasil belajar yang baik hanya dicapai melalui proses belajar yang baik pula. Jika proses belajar tidak optimal sangat sulit diharapkan terjadinya hasil belajar yang baik.

15

Menurut Hamalik (2001:159) bahwa hasil belajar menunjukkan kepada prestasi belajar, sedangkan prestasi belajar itu merupakan indikator adanya derajat perubahan tingkah laku siswa.

Menurut Nasution (2006:36) hasil belajar adalah hasil dari suatu interaksi tindak belajar mengajar dan biasanya ditunjukkan dengan nilai tes yang diberikan guru.

Sedangkan menurut Dimyati dan Mudjiono (2002:36) hasil belajar adalah hasil yang ditunjukkan dari suatu interaksi tindak belajar dan biasanya ditunjukkan dengan nilai tes yang diberikan guru.

Sebagaimana yang dikemukakan Harnalik (1995:48) hasil belajar adalah Perubahan tingkah laku subjek yang meliputi kemampuan kognitif, afektif dan psikomotor dalam situasi tertentu berkat pengalamannya berulang-ulang. Pendapat tersebut didukung oleh Sudjana (2005:3)

hasil belajar ialah perubahan tingkah laku yang mencakup bidang kognitif, afektif, dan psikomotorik yang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman belajarnya.

Dengan kata lain, hasil belajar merupakan kemampuan yang diperoleh individu setelah proses belajar berlangsung, yang dapat memberikan

16

perubahan tingkah laku baik pengetahuan, pemahaman, sikap dan keterampilan siswa sehingga menjadi lebih baik dari sebelumnya.

Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa hasil belajar merupakan hasil yang diperoleh siswa setelah terjadinya proses pembelajaran yang ditunjukkan dengan nilai tes yang diberikan oleh guru setiap selesai memberikan materi pelajaran pada satu pokok bahasan.

3. Pengertian Metode Pembelajaran Metode adalah cara teratur yang digunakan untuk melaksanakan suatu pekerjaan agar tercapai sesuai dengan yang dikehendaki; cara yang bersistem untuk memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan guna mencapai tujuan yang ditentukan (Tim Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, 2008 : 910).

Pembelajaran adalah suatu proses yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan perilaku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil dari pengalaman individu dalam berinteraksi dengan lingkungannya. (Surya dalam Sukirman, 2007:6). Istilah pembelajaran pada awalnya lazim disebut dengan proses belajar mengajar. Belajar dan pembelajaran merupakan kegiatan yang tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan manusia. Dengan belajar manusia dapat mengembangkan potensi-potensi yang dimilikinya.

17

Metode pembelajaran yang dmaksud dalam penelitian ini adalah prosedur, urutan, langkah-langkah dan cara yang digunakan guru dalam mencapai tujuan pembelajaran.

Sanjaya

(2010:126)

menyatakan

bahwa

Metode

adalah

upaya

mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam kegiatan nyata agar tujuan yang telah disusun tercapai secara optimal. Sedangkan menurut Sudjana (2005:76) Metode pembelajaran ialah cara yang dipergunakan guru dalam mengadakan hubungan dengan siswa pada saat berlangsungnya pengajaran. Jadi di sini jelas bahwa untuk melaksanakan proses pembelajaran dibutuhkan suatu metode sebagai alat pencapaian tujuan pembelajaran. Dengan metode ini diharapkan terciptanya suatu interaksi edukatif antara guru dan siswa. Dalam interaksi ini guru berperan sebagai penggerak atau pembimbing. Proses interaksi ini akan berjalan baik apabila siswa banyak aktif dibandingkan dengan guru sehingga siswa tidak merasa bosan mengikuti pembelajaran. Fujioka (2007) menyatakan Where the traditional style of teaching used, they feel tired and bored, and they say they feel like their present is not needed. Intinya jika guru menggunakan gaya mengajar yang tradisional, siswa akan merasa bosan dan siswa merasa kehadiran mereka tidak dibutuhkan karena proses pembelajaran berpusat pada guru. Oleh karena itu metode mengajar yang baik adalah metode yang dapat menumbuhkan motivasi siswa untuk ingin mengikuti proses belajar.

18

Metode sangat berperan penting dalam pendidikan, karena metode merupakan pondasi awal untuk mencapai suatu tujuan pendidikan dan asas keberhasilan sebuah pembelajaran. Apabila metode yang dipakai dengan baik maka hasilnya akan berdampak pada mutu pendidikan yang baik, namun jika metode yang dipakai tidak baik maka hasilnya pun akan berakibat pada mutu pembelajaran yang tidak akan baik juga. Menurut Barizi (2009:119) dalam memahami dan memilih metode perlu memperhatikan hal-hal berikut: 1. Tujuan yang hendak di capai. 2. Keadaan siswa yang mencakup pertimbangan tentang kecerdasan, kematangan, gaya atau cara belajar perbedaan individual dan sebagainya. 3. Kemampuan guru dalam menggunakan metode, sifat dan bahan pelajaran. 4. Alat-alat yang tersedia. 5. Situasi yang melingkupi pembelajaran seperti situasi kelas, dan lingkungan sekolah.

Apabila

sebelum

melaksanakan

pembelajaran

seorang

guru

memperhatikan hal-hal tersebut, maka pembelajaran dengan metode yang tepat akan membuat pembelajaran menjadi lebih bermakna dan hasil belajar yang diperoleh siswa juga akan sesuai dengan target yang hendak dicapai guru.

19

4. Pengertian Metode Pembelajaran Talking Stick Metode talking stick merupakan salah satu metode dari pengembangan model pembelajaran kooperatif. Talking Stick merupakan suatu metode pembelajaran dengan bantuan tongkat, siapa yang memegang tongkat wajib menjawab pertanyaan dari guru setelah murid mempelajari materi pokoknya (Kiranawati, 2007) 4.

Menurut Ramadhan (2010: www.tarmizi.wordpres.com) menyatakan bahwa Talking Stick (tongkat berbicara) adalah metode yang pada mulanya digunakan oleh penduduk asli Amerika untuk mengajak semua orang berbicara atau menyampaikan pendapat dalam suatu forum (pertemuan antar suku).

Tongkat berbicara digunakan oleh kalangan dewan untuk memutuskan siapa yang mempunyai hak berbicara. Pada saat pimpinan rapat mulai berdiskusi dan membahas masalah, ia harus memegang tongkat berbicara. Tongkat akan pindah ke orang lain apabila ia ingin berbicara atau menanggapinya. Dengan cara ini tongkat berbicara akan berpindah dari satu orang ke orang lain jika orang tersebut ingin mengemukakan pendapatnya. Apabila semua mendapatkan giliran berbicara, tongkat itu lalu dikembalikan lagi ke ketua atau pimpinan rapat.

Kiranawati, Talking Stick (Guru Pkn Belajar Menulis), 2007, http://www.wordpress.com/html, 7 April 2010.

20

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa Talking Stick dipakai sebagai tanda seseorang mempunyai hak suara (berbicara) yang diberikan secara bergiliran atau bergantian. The Native Americans used talking sticks during tribal meetings to designate who was allowed to speak. Whoever held the talking stick had the right to speak, and all others present were to listen silently. Many elementary teachers employ the talking stick to teach children to take turns speaking and listening. The talking stick can be an effective classroom management tool. (Gagnor dalam The Talking Stick Ideas for Elementary).

Merujuk pada definisi istilahnya, metode Talking Stick dapat diartikan sebagai metode pembelajaran bermain tongkat, yaitu pembelajaran yang dirancang untuk mengukur tingkat penguasaan materi pelajaran oleh murid dengan menggunakan media tongkat.

Talking stick sebagaimana dimaksudkan penelitian ini, dalam proses belajar mengajar di kelas berorientasi pada terciptanya kondisi belajar melalui permainan tongkat yang diberikan dari satu siswa kepada siswa yang lainnya pada saat guru menjelaskan materi pelajaran dan selanjutnya mengajukan pertanyaan. Saat guru selesai mengajukan pertanyaan, maka siswa yang sedang memegang tongkat itulah yang memperoleh kesempatan untuk menjawab pertanyaan tersebut. Hal ini dilakukan hingga

21

semua siswa berkesempatan mendapat giliran menjawab pertanyaan yang diajukan guru. Setelah siswa mnegikuti proses pembelajaran dengan menggunakan metode talking stick ini diharapkan siswa dapat memperoleh banyak pengetahuan dan keterampilan. Siswa termotivasi untuk belajar lebih giat, kegiatan belajar menjadi menyenangkan dan tidak

membosankan.

a)

Langkah-langkah Metode Talking Stick Adapun langkah-langkah pembelajaran dengan menggunakan

metode talking stick menurut Suprijono (2011:109) adalah sebagai berikut: 1) Guru menyiapkan sebuah tongkat. 2) Guru menjelaskan materi pokok yang akan dipelajari. 3) Kemudian siswa menbaca materi secara lengkap. 4) Guru mengambil tongkat dan memberikan tongkat kepada salah satu siswa dan siswa yang memgang tongkat terakhir harus menjawab pertanyaan dari guru. 5) Ketika tongkat bergulir dari siswa satu ke siswa yang lainnya diiringi dengan lagu. 6) Tongkat diberikan kepada siswa lain dan guru memberikan petanyaan lagi dan seterusnya. 7) Siswa diberi kesempatan untuk refleksi terhadap materi yang telah dipelajarinya.

22

8) Guru memberikan ulasan terhadap seluruh jawaban yang diberikan siswa. 9) Siswa bersama guru menrumuskan kesimpulan

Pada

prinsipnya,

metode

talking

stick

merupakan

metode

pembelajaran interaktif karena menekankan pada keterlibatan aktif siswa selama proses pembelajaran. Dengan menggunakan metode pembelajaran yang variatif tersebut maka siswa dapat cepat menyerap informasi yang disampaikan oleh guru pada saat pembelajaran.

b)

Kelebihan dan Kelemahan Metode Talking Stick Dalam metode ini terdapat beberapa kelebihan, dan kekurangan antara lain: Kelebihan: 1) Menguji kesiapan siswa 2) Melatih siswa memahami materi dengan cepat 3) Agar lebih giat belajar (belajar dahulu sebelum pelajaran dimulai) Kelemahan: Kelemahan Talking Stick dalam kegiatan pembelajaran adalah dapat membuat siswa senam tegang jika sebelumnya tidak mempersiapkan atau memperhatikan materi dengan baik.

23

B. Penelitian yang Relevan Dewi Setyawati Nur Fadhillah dalam penelitiannya yang berjudul Hasil Belajar Biologi Melalui Penerapan Metode Talking Stick dalam Model Learning Cycle Ditinjau dari Motivasi Belajar Siswa di SMA Negeri 5 Surakarta meneliti penerapan metode talking stick dan didapat analisis data sebagai berikut: Var A A A Ranah Kognitif Afektif Psikomotor P-value 0,029 0,011 0,008 Kriteria p-value >0,05 p-value > 0,05 p-value < 0,05 Keputusan Ho ditolak Ho ditolak Ho ditolak

Berdasarkan tabel di atas, ada perbedaan yang signifikan rata rata hasil belajar biologi ranah kognitif, afektif dan psikomotor berdasarkan model pembelajaran (kelompok kontrol dengan model pembelajaran konvensional dan kelompok eksperimen dengan metode Talking Stick dalam model Learning Cycle) sehingga diinterpretasikan penerapan metode Talking Stick dalam model Learning Cycle berpengaruh terhadap hasil belajar biologi ranah kognitif, afektif dan psikomotor.

Kemudian berdasarkan Hasil Uji Lanjut Anava (Uji Bonferroni) Pengaruh Metode Talking Stick dalam model Learning Cycle terhadap Hasil Belajar Biologi adalah sebagai berikut.

24

Ranah

Difference Of Means

P-Value

Keputusan

Kognitif Afektif Psikomotor

5,226 5,183 4,194

0,0294 0,0109 0,0079

Ho Ditolak Ho Ditolak Ho Ditolak

Berdasarkan tabel di atas, terdapat perbedaan rata - rata yang signifikan hasil belajar biologi ranah kognitif, afektif dan psikomotor antara metode Talking Stick dalam model Learning Cycle dan model konvensional. Rata rata nilai hasil belajar biologi ranah kognitif untuk metode Talking Stick dalam model Learning

Cycle lebih tinggi dibandingkan rata rata nilai hasil belajar biologi kognitif, afektif dan psikomotor pada model konvensional, sehingga dapat

diinterpretasikan metode Talking Stick dalam model Learning Cycle lebih baik dan efektif daripada model pembelajaran konvensional. Hal ini disebabkan karena metode Talking Stick dalam model Learning Cycle dapat meningkatkan kualitas pemahaman siswa dan mendorong peserta didik untuk berani mengemukakan pendapat. Siswa didorong untuk menemukan pengetahuan secara bermakna serta mengaitkan antara pengetahuan lama dengan pengetahuan yang baru dan mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari hari, sehingga terjadi kebermaknaan belajar. Siswa aktif melalui diskusi untuk menyelesaikan masalah sehingga akan meningkatkan keterampilan berfikir siswa baik siswa yang pandai maupun siswa yang kurang pandai.

25

Selanjutnya talking stick pernah diteliti oleh Hardyna Usi Velawati dalam penelitian eksperimennya yang berjudul Implementasi Pembelajaran Kooperatif Tipe Snowball Drilling dan Talking Stick Terhadap Prestasi Belajar Ekonomi Ditinjau dari Motivasi Belajar Siswa yang mana hasil penelitiannya menggunakan = 5% menunjukkan 1) Ada pengaruh yang signifikan penggunaan metode pembelajaran Snowball Drilling dan Talking Stick terhadap prestasi belajar ekonomi dapat diterima. Hal ini berdasarkan analisis variansi dua jalan diketahui bahwa Fhitung > Ftabel sebesar 4,262 > 3,998 dan nilai sig. atau probabilitas sebesar 0,043 < 0,05. 2) Ada pengaruh yang signifikan motivasi belajar siswa terhadap prestasi belajar ekonomi dapat diterima. Hal ini berdasarkan analisis variansi dua jalan diketahui bahwa Fhitung > Ftabel sebesar 26,329 > 3,148 dan nilai sig. atau probabilitas sebesar 0,000 < 0,05. 3) Ada interaksi antara metode pembelajaran Snowball Drilling dan Talking Stick ditinjau dari motivasi belajar siswa terhadap prestasi belajar ekonomi tidak dapat diterima. Hal ini berdasarkan analisis variansi dua jalan diketahui bahwa Fhitung > Ftabel sebesar 0,820 < 3,148 dan nilai sig. atau probabilitas sebesar 0,445 > 0,05.

Dari kedua penelitian diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa talking stick dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran biologi, kemudian talking stick juga mempunyai pengaruh terhadap prestasi belajar siswa dalam pelajaran ekonomi. Berdasarkan hal tersebut, maka peneliti mencoba untuk menerapkan pembelajaran dengan metode talking stick ini dalam kegiatan

26

pembelajaran

bahasa

Jepang,

apakah

mempunyai

pengaruh

dalam

meningkatkan hasil belajar siswa.

C. Konsep

D. Rumusan Hipotesis
Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian, dimana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam bentuk kalimat pertanyaan. Dikatakan sementara, karena jawaban yang diberikan baru didasarkan pada teori yang relevan, belum didasarkan pada fakta-fakta yang empiris yang diperoleh melalui pengumpulan data.5 Adapun hipotesis yang dapat dirumuskan, antara lain sebagai berikut. Ho: Metode pembelajaran Talking Stick mempunyai pengaruh dalam meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran bahasa jepang. Hk: Metode pembelajaran Talking Stick tidak mempunyai pengaruh dalam meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran bahasa jepang.

Sugiyono (2011), Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D, Bandung: Alfabeta, hlm 64

27

E. Definisi Istilah
Berikut definisi istilah yang terdapat dalam penelitian ini.

F. Definisi Operasional
Untuk memahami setiap istilah yang ada, berikut penjelasan tentang definisi operasional yang peneliti paparkan.

1. Pembelajaran menurut Surya, (2004) pembelajaran merupakan suatu


proses yang dilakukan oleh individu untuk memperoleh suatu perubahan perilaku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil dari pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. 2. Metode pembelajaran menurut Sudjana (2005:76) Metode

pembelajaran ialah cara yang dipergunakan guru dalam mengadakan hubungan dengan siswa pada saat berlangsungnya pengajaran. 3. Talking Stick merupakan suatu metode pembelajaran dengan bantuan tongkat, siapa yang memegang tongkat wajib menjawab pertanyaan dari guru setelah murid mempelajari materi pokoknya (Kiranawati, 2007) 4. Hasil belajar merupakan tingkat penguasaan yang dicapai oleh siswa dalam mengikuti proses belajar mengajar sesuai dengan tujuan pendidikan yang ditetapkan (Soedijarto, 1993: 49).

28

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

A. Metode dan Desain


Metode adalah cara teratur yang digunakan untuk melaksanakan suatu pekerjaan agar tercapai sesuai yang dikehendaki 6. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif, metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah quasi eksperiment atau eksperimen semu. Penelitian quasi eksperimen

merupakan penelitian yang dimaksudkan untuk mengetahui ada tidaknya akibat dari sesuatu yang dikenakan pada subjek selidik. Jack R. Fraenkel dan Norman E. Wallen (2008:271) dan John W. Creswell (2008:313):
Quasi-experimental designs do not include the use of random assignment. Reseachers who employ these design rely instead on other techniques to control (or at least reduce) threats to internal validity. We shall describe some of these techniques as we discuss several quasi-experimental design.

Untuk melaksanakan eksperimen secara murni maka variable yang mungkin berpengaruh dan mempengaruhi variabel bebas harus dapat dikontrol dengan ketat. Pengontrol yang ketat hanya mungkin dilakukan dalam eksperimen di laboratorium. Mengingat penelitian ini bukan dalam kondisi laboratorium tapi dalam kegiatan sehari-hari sehingga tidak dimungkinkan untuk mengontrol semua variable bebas dan terikat secara ketat, maka bentuk penelitian ini
6

Ibid, KBBI. hal 740

29

adalah eksperimen semu (Quasi Eksperimen). Adapun jenis desain dalam penelitian ini berbentuk desain nonequivalent (Pretest dan Posttest) Control Group Design. Desain quasi eksperimen dapat digambarkan sebagai berikut. Tabel 3.1 Desain Quasi Eksperimen

Kelompok Eksperimen Kontrol Keterangan : O1 O2 X

Pre-test O1 O1

Perlakuan X -

Post-test O2 O2

= Tes awal pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol = Tes akhir pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol = Perlakuan model pembelajaran dengan multimedia interaktif

Desain penelitian dengan desain Pretest + Treatment + Posttest. Thomas Murray menjelaskan mengenai desain ini sebagai berikut: To furnish a more convincing foundation for estimating the influence of the text, the teacher could replace her treatment + evaluation plan with a pretest + treatment + posttest (p + t + p) design. In this case, before assigning students to read the chapter, she would have them take a test (pretest) over the subject- mattertreated in the chapter. Subsequently, after the students had completedthe reading assigment (treatment), she would test (posttest) their grasp of the chapters content. In order to

30

estimate how much the textbook had added to the learners knowledge, she would subtract each students pretest score from his or her postest score and sonclude tahat the obtained difference (change score) represented the contributions made by the book. In other words, the experimenters judgement would be based, not on the posttest scores, but on the extent of change from pretest to posttest (Murray, 2003:53).

Untuk memperoleh dasar yang lebih menyakinkan dalam memperkirakan pengaruh dan suatu materi guru dapat mengganti desain pembelajaran, yang semula menggunakan treatment + evaluation menjadi menggunakan desain pretest + treatment + posttest. Dalam hal ini, sebelum memulai materi yang akan dipelajari, guru harus memberikan pretest lalu setelah mereka selesai mempelajari dengan perlakuan tertentu guru

memberikan postest untuk mengetahui prestasi belajar setelah diberi perlakuan. Untuk mengetahui sejauh mana perolehan prestasi belajar guru harus mengurangkan nilai postest dengan nilai pretest dan nilai akhir yang diperoleh merupakan tanda keberhasilan atau ketidakberhasilan perlakuan yang telah dilakukan. Desain ini hampir sama dengan pretest-posttest control group design, hanya pada desain ini kelompok eksperimen maupun kelompok kontrol tidak dipilih secara random. Dengan pertimbangan bahwa pengelompokan subjek penelitian sudah terbentuk sebelumnya, jadi tidak dapat dilakukan pengelompokan kelompok secara acak. Oleh karena itu, peneliti menggunakan

31

metode quasi eksperimen sesuai dengan kelompok kelas yang sudah ada tanpa melakukan randomisasi yang justru akan mempersulit jalannya penelitian itu sendiri. Secara rinci berikut langkah-langkah penelitian yang akan dilaksanakan: i. Mengadakan pretest terhadap siswa setelah pembelajaran dengan metode biasa. ii. Memberikan materi pelajaran (perlakuan) dengan menggunakan metode hypnoteaching kepada kelas eksperimen. iii. Memberikan materi pelajaran dengan menggunakan metode konvensional pada kelas kontrol. iv. Mengevaluasi kemampuan siswa setiap selesai melakukan pembelajaran. v. Memberikan posttest kepada siswa.

vi. Memberikan angket kepada siswa. vii. Mengolah data hasil pretest, post test dan angket dengan menggunakan statistik.

B. Populasi dan Sampel


1. Populasi

Bahasa Jepang di SMKN 26 Jakarta hanya dipelajari di kelas XI selama satu tahun, berdasarkan hal tersebut maka dalam penelitian ini populasi yang akan dijadikan sasaran penelitian adalah seluruh siswa kelas XI

32

SMKN 26 Jakarta Timur. Siswa kelas XI terdapat 12 kelas dengan jumlah siswa per kelasnya 360 orang siswa.
2. Sampel

30 orang. Jadi, jumlah populasi adalah sebanyak

Dalam quasi eksperimen nonequivalent control group design tidak dapat diberlakukan randomisasi, maka teknik pengambilan sampel yang dipilih adalah purposive sample. Teknik sampel dengan pertimbangan tertentu. Teknik purposive sample adalah pengambilan sampel berdasarkan pertimbangan peneliti dengan maksud dan tujuan tertentu yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah (Sutedi, 2009:149). Dari ke 12 kelas di SMKN 26 November akan dipilih 1 kelas sebagai kelas kontrol, dan 1 kelas sebagai kelas eksperimen. Jika peneliti hanya mengajar 3 kelas dari 12 kelas yang ada, maka hanya 2 kelas yang diambil sebagai sampel dari populasi yang ada. Kelas yang akan dijadikan sampel penelitian adalah XI Teknik Elektronik Industri 1 dan XI Teknik Kendaraan Ringan 1.

C. Variabel-variabel
Pada penelitian ini yang menjadi variabel bebas adalah metode talking stick, yang mempengaruhi atau menjadi sebab perubahan pada hasil belajar sebagai variabel terikat. Sedangkan variabel terikatnya adalah hasil belajar. Yang mana nilainya dipengaruhi pada variabel lainnya dan menjadi akibat karena adanya variabel bebas.

33

D. Instrument
Instrument yang digunakan dalam penelitian ini adalah: a. Pretest dan Postest Pretest dan posttest merupakan instrument penelitian yang digunakan sebagai alat untuk mengetahui perbandingan hasil dari pembelajaran bahasa Jepang yang menggunakan metode konvensional dengan pembelajaran bahasa Jepang yang menggunakan metode talking stick. Pretest adalah soal-soal untuk mengevaluasi materi yang diajarkan dengan metode konvensional pada kedua kelompok sampel. Sedangkan posttest adalah soal-soal untuk mengevaluasi materi yang diajarkan dengan metode talking stick (pada kelompok eksperimen) dan metode konvensional (pada kelompok kontrol). b. Angket, digunakan untuk mendapatkan informasi bagaimana kesan dan pendapat siswa terhadap metode ini. Dilihat dari sisi keleluasaannya responden dalam memberikan jawabannya, angket dapat digolongkan ke dalam angket terbuka, angket tertutup, dan kombinasi kedua macam angket tersebut. Angket tertutup yaitu angket yang alternatif jawabannya sudah disediakan oleh peneliti, sehingga responden tidak memiliki keleluasaan

34

untuk menyampaikan jawaban dari pertanyaan kepadanya.

yang diberikan

Pada penelitian ini, akan digunakan angket tertutup, karena jenis angket ini dirasakan lebih optimal dalam mendapatkan data yang dibutuhkan oleh peneliti. Angket ini digunakan untuk mengetahui pendapat siswa mengenai pembelajaran bahasa Jepang dengan metode talking stick setelah dilaksanakan metode talking stick dalam kegiatan pembelajaran bahasa Jepang.

E. Teknik Analisis Data


Teknik analisis data dalam penelitian kuantitatif menggunakan statistik. Terdapat dua macam statistik yang digunakan untuk analisis data dalam penelitian, yaitu statistik deskriptif, dan statistik inferensial. Statistik Inferensial meliputi statistik parametris dan statistik nonparametris.7 Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini statistik inferensial, (sering juga disebut statistik induktif atau statistik probabilitas), adalah teknik statistik yang digunakan untuk menganalisis data sampel dan hasilnya diberlakukan untuk populasi. Statistik ini disebut statistik probabilitas, karena kesimpulan yang diberlakukan untuk populasi berdasarkan data sampel itu kebenarannya bersifat peluang (probability).

Loc.cid, Sugiyono, hlm.147

35

Suatu kesimpulan dari data sampel yang akan diberlakukan untuk populasi mempunyai peluang kesalahan kebenaran yang dinyatakan dalam bentuk prosentase. Untuk mengetahui apakah adanya perbedaan hasil belajar siswa pada pembelajaran bahasa Jepang menggunakan metode talking stick dan metode konvensional, maka perlu dilakukan uji perbedaan rerata. Hasil belajar siswa dapat diketahui menggunakan instrument berupa tes. Setelah diperoleh data pretest dan data posttest, dibuat table pretest dan posttest. Kemudian dihitung rerata dan standar deviasi skor pretest dan posttest. Lalu dihitung gain ternormalisasi berdasarkan kriteria indeks gain (Hake:1999). Dengan rumus:
( ( ) ) ( ( ) )

Gain ternormalisasi (g) :

Dengan kriteria indeks gain seperti di bawah ini. Table 3.2 Skor Gain g > 0,7 0,3 < g g 0,3 0,7 Interpretasi Tinggi Sedang Rendah

36

Penggunaan statistik parametris mensyaratkan bahwa data setiap variabel yang akan dianalisis harus berdistribusi normal. Oleh karena itu sebelum pengujian hipotesis dilakukan, maka terlebih dahulu akan dilakukan pengujian normalitas data. Terdapat beberapa teknik yang dapat digunakan untuk menguji normalitas data antara lain dengan Kertas Peluang dan Chi Kuadrat. Pada kesempatan ini digunakan Chi Kuadrat untuk menguji normalitas data. Langkah-langkah pengujian normalitas data dengan Chi Kuadrat adalah sebagai berikut: 1) 2) 3) Merangkum data seluruh variabel yang akan diuji normalitasnya. Menentukan jumlah kelas interval Menentukan panjang kelas interval yaitu: (data terbesar data terkecil) dibagi dengan jumlah kelas interval. 4) 5) Menyusun ke dalam tabel distribusi frekuensi Menghitung frekuensi yang diharapkan (fh), dengan cara mengalikan persentase luas tiap bidang kurva normal dengan jumlah anggota sampel. 6) Memasukkan harga-harga fh ke dalam tabel kolom fh, sekaligus menghitung harga-harga (fo
(

fh)

dan

dan

dan Chi

menjumlahkannya. Harga Kuadrat. 7)

adalah merupakan harga

Membandingkan harga Chi Kuadrat hitung dengan harga Chi Kuadrat Tabel. Bila harga Chi Kuadrat Hitung lebih kecil atau sama

37

dengan harga Chi Kuadrat tabel ((

), maka distribusi data

dinyatakan normal, dan bila lebih besar ( ) dinyatakan tidak normal.

Hipotesis yang telah dirumuskan akan diuji dengan statistik parametris. Bila sampel berkorelasi/ berpasangan, misalnya membandingkan sebelum dan sesudah treatment atau perlakuan, atau membandingkan kelompok kontrol dengan kelompok eksperimen, maka digunakan independent sample t test. Teknik ini digunakan untuk membandingkan dua kelompok mean dari dua sampel yang berbeda (independent). Prinsipnya adalah untuk mengetahui apakah ada perbedaan mean antara dua populasi, dengan membandingkan dua mean sampel-nya. Rumus Independent Simple Test

t=

Keterangan: t = nilai hitung = rata-rata kelompok 1 = rata-rata kelompok 2 Sx-x = standard error kedua kelompok

Rumus Standard Error Kedua Kelompok Sx-x=

38

N1

N2

Sx-x= standard error kedua kelompok S2 pooled = varian dari kedua kelompok N1= jumlah sampel kelompok 1 N2 =jumlah sampel kelompok 2

Untuk menginterpretasikan t-test terlebih dahulu harus ditentukan: - nilai - df (degree of freedom)= N-k Untuk independent simple t test Df= N-2 - membandingkan nilai t-hitung dengan t-tabel

Apabila: t-hitung > t-tabel t-hitung < t-tabel berbeda secara signifikan, H0 ditolak tidak berbeda secara signifikan, H0 diterima.

Anda mungkin juga menyukai