Anda di halaman 1dari 19

CEDERA KEPALA A.

PENGERTIAN Cidera kepala yaitu adanya deformasi berupa penyimpangan bentuk ataupenyimpangan garis pada tulang tengkorak, percepatan dan perlambatan(accelerasi - decelerasi ) yang merupakan perubahan bentuk dipengaruhi olehperubahan peningkatan pada percepatan faktor dan penurunan kecepatan, sertanotasi yaitu pergerakan pada kepala dirasakan juga oleh otak sebagai akibatperputaran pada tindakan pencegahan. B. PATOFISIOLOGI Otak dapat berfungsi dengan baik bila kebutuhan oksigen dan glukosa dapatterpenuhi. Energi yang dihasilkan didalam sel-sel saraf hampir seluruhnya melaluiproses oksidasi. Otak tidak mempunyai cadangan oksigen, jadi kekurangan alirandarah ke otak walaupun sebentar akan menyebabkan gangguan fungsi. Demikianpula dengan kebutuhan oksigen sebagai bahan bakar metabolisme otak tidak bolehkurang dari 20 mg %, karena akan menimbulkan koma. Kebutuhan glukosasebanyak 25 % dari seluruh kebutuhan glukosa tubuh, sehingga bila kadar glukosaplasma turun sampai 70 % akan terjadi gejala-gejala permulaan disfungsi cerebral.Pada saat otak mengalami hipoksia, tubuh berusaha memenuhi kebutuhanoksigen melalui proses metabolik anaerob yang dapat menyebabkan dilatasipembuluh darah. Pada kontusio berat, hipoksia atau kerusakan otak akan terjadipenimbunan asam laktat akibat metabolisme anaerob. Hal ini akan menyebabkanasidosis metabolik.Dalam keadaan normal cerebral blood flow (CBF) adalah 50 - 60 ml / menit /100 gr. jaringan otak, yang merupakan 15 % dari cardiac output.Trauma kepala meyebabkan perubahan fungsi jantung sekuncup aktivitas atypicalmyocardial, perubahan tekanan vaskuler dan udem paru. Perubahan otonom padafungsi ventrikel adalah perubahan gelombang T dan P dan disritmia, fibrilasi atriumdan vebtrikel, takikardia.Akibat adanya perdarahan otak akan mempengaruhi tekanan vaskuler,dimana penurunan tekanan vaskuler menyebabkan pembuluh darah arteriol akanberkontraksi . Pengaruh persarafan simpatik dan parasimpatik pada pembuluhdarah arteri dan arteriol otak tidak begitu besar. Cedera kepala menurut patofisiologi dibagi menjadi dua :1. Cedera kepala primer Akibat langsung pada mekanisme dinamik (acelerasi - decelerasi rotasi ) yangmenyebabkan gangguan pada jaringan.Pada cedera primer dapat terjadi :1. Gegar kepala ringan2. Memar otak3. Laserasi 2. Cedera kepala sekunder 1. Pada cedera kepala sekunder akan timbul gejala, seperti :2. Hipotensi sistemik3. Hipoksia4. Hiperkapnea5. Udema otak6. Komplikasi pernapasan7. infeksi / komplikasi pada organ tubuh yang lain C. PERDARAHAN YANG SERING DITEMUKAN1. Epidural Hematoma Terdapat pengumpulan darah di antara tulang tengkorak dan duramater akibatpecahnya pembuluh darah / cabang - cabang arteri meningeal media yang terdapatdi duramater, pembuluh darah ini tidak dapat menutup sendiri karena itu sangatberbahaya. Dapat terjadi dalam beberapa jam sampai 1-2 hari.

Lokasi yang palingsering yaitu di lobus temporalis dan parietalis.Gejala-gejala yang terjadi :Penurunan tingkat kesadaran, Nyeri kepala, Muntah, Hemiparesis, Dilatasipupil ipsilateral, Pernapasan dalam cepat kemudian dangkal irreguler,Penurunan nadi, Peningkatan suhu 2. Subdural Hematoma Terkumpulnya darah antara duramater dan jaringan otak, dapat terjadi akut dankronik. Terjadi akibat pecahnya pembuluh darah vena / jembatan vena yangbiasanya terdapat diantara duramater, perdarahan lambat dan sedikit. Periode akutterjadi dalam 48 jam - 2 hari atau 2 minggu dan kronik dapat terjadi dalam 2 mingguatau beberapa bulan.Tanda-tanda dan gejalanya adalah : nyeri kepala, bingung, mengantuk, menarik diri,berfikir lambat, kejang dan udem pupil.

Perdarahan intracerebral berupa perdarahan di jaringan otak karena pecahnyapembuluh darah arteri; kapiler; vena.Tanda dan gejalanya :Nyeri kepala, penurunan kesadaran, komplikasi pernapasan, hemiplegiakontra lateral, dilatasi pupil, perubahan tanda-tanda vital 3. Perdarahan Subarachnoid Perdarahan di dalam rongga subarachnoid akibat robeknya pembuluh darah danpermukaan otak, hampir selalu ada pad cedera kepala yang hebat.Tanda dan gejala :Nyeri kepala, penurunan kesadaran, hemiparese, dilatasi pupil ipsilateraldan kaku kuduk ASUHAN KEPERAWATANA. PENGKAJIAN Pengumpulan data klien baik subyektif atau obyektif pada gangguan sistempersarafan sehubungan dengan cedera kepala tergantung pada bentuk, lokasi, jenisinjuri dan adanya komplikasi pada organ vital lainnya. Data yang perlu didapatiadalah sebagai berikut :1. Identitas klien dan keluarga (penanggung jawab): nama, umur, jenis kelamin,agama, suku bangsa, status perkawinan, alamat, golongan darah,pengahasilan, hubungan klien dengan penanggung jawab.2. Riwayat kesehatan :Tingkat kesadaran/GCS (< 15), konvulsi, muntah, dispnea / takipnea,sakit kepala, wajah simetris / tidak, lemah, luka di kepala, paralise, akumulasisekret pada saluran napas, adanya liquor dari hidung dan telinga dan kejangRiwayat penyakit dahulu haruslah diketahui baik yang berhubungandengan sistem persarafan maupun penyakit sistem sistemik lainnya. demikianpula riwayat penyakit keluarga terutama yang mempunyai penyakit menular.Riwayat kesehatan tersebut dapat dikaji dari klien atau keluarga sebagaidata subyektif. Data-data ini sangat berarti karena dapat mempengaruhiprognosa klien.3. Pemeriksaan FisikAspek neurologis yang dikaji adalah tingkat kesadaran, biasanya GCS < 15,disorientasi orang, tempat dan waktu. Adanya refleks babinski yang positif,perubahan nilai tanda-tanda vital kaku kuduk, hemiparese.

Nervus cranialis dapat terganggu bila cedera kepala meluas sampai batang otakkarena udema otak atau perdarahan otak juga mengkaji nervus I, II, III, V, VII, IX,XII.4. Pemeriksaan Penujang

CT-Scan (dengan atau tanpa kontras) : mengidentifikasi luasnya lesi,perdarahan, determinan ventrikuler, dan perubahan jaringan otak.Catatan : Untuk mengetahui adanya infark / iskemia jangan dilekukanpada 24 - 72 jam setelah injuri. MRI : Digunakan sama seperti CT-Scan dengan atau tanpa kontrasradioaktif. Cerebral Angiography: Menunjukan anomali sirkulasi cerebral, seperti :perubahan jaringan otak sekunder menjadi udema, perdarahan dantrauma. Serial EEG: Dapat melihat perkembangan gelombang yang patologis X-Ray: Mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahanstruktur garis(perdarahan/edema), fragmen tulang. BAER: Mengoreksi batas fungsi corteks dan otak kecil PET: Mendeteksi perubahan aktivitas metabolisme otak CSF, Lumbal Punksi :Dapat dilakukan jika diduga terjadi perdarahansubarachnoid. ABGs: Mendeteksi keberadaan ventilasi atau masalah pernapasan(oksigenisasi) jika terjadi peningkatan tekanan intrakranial Kadar Elektrolit : Untuk mengkoreksi keseimbangan elektrolit sebagaiakibat peningkatan tekanan intrkranial Screen Toxicologi: Untuk mendeteksi pengaruh obat sehinggamenyebabkan penurunan kesadaran.PenatalaksanaanKonservatif: Bedrest total Pemberian obat-obatan Observasi tanda-tanda vital (GCS dan tingkat kesadaran) Prioritas Perawatan: 1. Maksimalkan perfusi / fungsi otak 2. Mencegah komplikasi 3. Pengaturan fungsi secara optimal / mengembalikan ke fungsi normal

4. Mendukung proses pemulihan koping klien / keluarga5. Pemberian informasi tentang proses penyakit, prognosis, rencanapengobatan, dan rehabilitasi. Tujuan:

1. Fungsi otak membaik : defisit neurologis berkurang/tetap 2. Komplikasi tidak terjadi 3. Kebutuhan sehari-hari dapat dipenuhi sendiri atau dibantu orang lain 4. Keluarga dapat menerima kenyataan dan berpartisipasi dalam perawatan 5. Proses penyakit, prognosis, program pengobatan dapat dimengerti olehkeluarga sebagai sumber informasi. B. DIAGNOSA KEPERAWATAN Diagnosa Keperawatan yang biasanya muncul adalah:1. Tidak efektifnya pola napas sehubungan dengan depresi pada pusat napas diotak.2. Tidakefektifnya kebersihan jalan napas sehubungan dengan penumpukansputum.3. Gangguan perfusi jaringan otak sehubungan dengan udem otak4. Keterbatasan aktifitas sehubungan dengan penurunan kesadaran (soporos -coma)5. Resiko tinggi gangguan integritas kulit sehubungan dengan immobilisasi, tidakadekuatnya sirkulasi perifer. C. INTERVENSI Tidak efektifnya pola napas sehubungan dengan depresi pada pusat napas di otak .Tujuan : Mempertahankan pola napas yang efektif melalui ventilator. Kriteria evaluasi : Penggunaan otot bantu napas tidak ada, sianosis tidak ada atau tanda-tandahipoksia tidak ada dan gas darah dalam batas-batas normal. Rencana tindakan : Hitung pernapasan pasien dalam satu menit. pernapasan yang cepatdari pasien dapat menimbulkan alkalosis respiratori dan pernapasanlambat meningkatkan tekanan Pa Co2 dan menyebabkan asidosisrespiratorik. Cek pemasangan tube, untuk memberikan ventilasi yang adekuat dalampemberian tidal volume.

Observasi ratio inspirasi dan ekspirasi pada fase ekspirasi biasanya 2 xlebih panjang dari inspirasi, tapi dapat lebih panjang sebagai kompensasiterperangkapnya udara terhadap gangguan pertukaran gas. Perhatikan kelembaban dan suhu pasien keadaan dehidrasi dapatmengeringkan sekresi / cairan paru sehingga menjadi kental danmeningkatkan resiko infeksi.

Cek selang ventilator setiap waktu (15 menit), adanya obstruksi dapatmenimbulkan tidak adekuatnya pengaliran volume dan menimbulkanpenyebaran udara yang tidak adekuat. Siapkan ambu bag tetap berada di dekat pasien, membantu membarikanventilasi yang adekuat bila ada gangguan pada ventilator. Tidak efektifnya kebersihan jalan napas sehubungan dengan penumpukan sputum. Tujuan : Mempertahankan jalan napas dan mencegah aspirasi Kriteria Evaluasi : Suara napas bersih, tidak terdapat suara sekret pada selang dan bunyialarm karena peninggian suara mesin, sianosis tidak ada. Rencana tindakan : Kaji dengan ketat (tiap 15 menit) kelancaran jalan napas. Obstruksidapat disebabkan pengumpulan sputum, perdarahan, bronchospasmeatau masalah terhadap tube. Evaluasi pergerakan dada dan auskultasi dada (tiap 1 jam ). Pergerakanyang simetris dan suara napas yang bersih indikasi pemasangan tubeyang tepat dan tidak adanya penumpukan sputum. Lakukan pengisapan lendir dengan waktu kurang dari 15 detik bilasputum banyak. Pengisapan lendir tidak selalu rutin dan waktu harusdibatasi untuk mencegah hipoksia. Lakukan fisioterapi dada setiap 2 jam. Meningkatkan ventilasi untuksemua bagian paru dan memberikan kelancaran aliran serta pelepasansputum. Gangguan perfusi jaringan otak sehubungan dengan udem otak Tujuan : Mempertahankan dan memperbaiki tingkat kesadaran fungsi motorik. Kriteria hasil : Tanda-tanda vital stabil, tidak ada peningkatan intrakranial. Rencana tindakan : Monitor dan catat status neurologis dengan menggunakan metode GCS.Refleks membuka mata menentukan pemulihan tingkat kesadaran.Respon motorik menentukan kemampuan berespon terhadap stimulus eksternaldan indikasi keadaan kesadaran yang baik.Reaksi pupil digerakan oleh saraf kranial oculus motorius dan untukmenentukan refleks batang otak.Pergerakan mata membantu menentukan area cedera dan tanda awalpeningkatan tekanan intracranial adalah terganggunya abduksi

mata.Monitor tanda-tanda vital tiap 30 menit.Peningkatan sistolik dan penurunan diastolik serta penurunan tingkat kesadarandan tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial. Adanya pernapasan yangirreguler indikasi terhadap adanya peningkatan metabolisme sebagai reaksiterhadap infeksi. Untuk mengetahui tanda-tanda keadaan syok akibatperdarahan.Pertahankan posisi kepala yang sejajar dan tidak menekan.Perubahan kepala pada satu sisi dapat menimbulkan penekanan pada venajugularis dan menghambat aliran darah otak, untuk itu dapat meningkatkantekanan intrakranial.Hindari batuk yang berlebihan, muntah, mengedan, pertahankan pengukuran urindan hindari konstipasi yang berkepanjangan.Dapat mencetuskan respon otomatik penngkatan intrakranial.Observasi kejang dan lindungi pasien dari cedera akibat kejang.Kejang terjadi akibat iritasi otak, hipoksia, dan kejang dapat meningkatkantekanan intrakrania.Berikan oksigen sesuai dengan kondisi pasien.Dapat menurunkan hipoksia otak.Berikan obat-obatan yang diindikasikan dengan tepat dan benar (kolaborasi).Membantu menurunkan tekanan intrakranial secara biologi / kimia sepertiosmotik diuritik untuk menarik air dari sel-sel otak sehingga dapat menurunkanudem otak, steroid (dexametason) untuk menurunkan inflamasi, menurunkanedema jaringan. Obat anti kejang untuk menurunkan kejang, analgetik untukmenurunkan rasa nyeri efek negatif dari peningkatan tekanan intracranial.

Antipiretik untuk menurunkan panas yang dapat meningkatkan pemakaianoksigen otak. Keterbatasan aktifitas sehubungan dengan penurunan kesadaran (soporos - coma ) Tujuan : Kebutuhan dasar pasien dapat terpenuhi secara adekuat. Kriteria hasil : Kebersihan terjaga, kebersihan lingkungan terjaga, nutrisi terpenuhi sesuaidengan kebutuhan, oksigen adekuat. Rencana Tindakan : Berikan penjelasan tiap kali melakukan tindakan pada pasien.Penjelasan dapat mengurangi kecemasan dan meningkatkan kerja samayang dilakukan pada pasien dengan kesadaran penuh atau menurun.Beri bantuan untuk memenuhi kebersihan diri.Kebersihan perorangan, eliminasi, berpakaian, mandi, membersihkan matadan kuku, mulut, telinga, merupakan kebutuhan dasar akan kenyamananyang harus dijaga oleh perawat untuk meningkatkan rasa nyaman,mencegah infeksi dan keindahan.Berikan bantuan untuk memenuhi kebutuhan nutrisi dan cairan.Makanan dan minuman merupakan kebutuhan seharihari yang harusdipenuhi untuk menjaga kelangsungan perolehan energi. Diberikan sesuaidengan kebutuhan pasien baik jumlah, kalori, dan waktu.Jelaskan pada keluarga tindakan yang dapat dilakukan untuk menjagalingkungan yang aman dan bersih.Keikutsertaan keluarga diperlukan untuk menjaga hubungan klien - keluarga.Penjelasan perlu agar keluarga dapat memahami peraturan yang ada diruangan.Berikan bantuan untuk memenuhi kebersihan dan keamanan lingkungan.Lingkungan yang bersih dapat mencegah infeksi dan kecelakaan.

Kecemasan keluarga sehubungan keadaan yang kritis pada pasien. Tujuan : Kecemasan keluarga dapat berkurang Kriteri evaluasi : Ekspresi wajah tidak menunjang adanya kecemasan Keluarga mengerti cara berhubungan dengan pasienPengetahuan keluarga mengenai keadaan, pengobatan dan tindakanmeningkat. Rencana tindakan : Bina hubungan saling percaya.Untuk membina hubungan terpiutik perawat - keluarga.Dengarkan dengan aktif dan empati, keluarga akan merasa diperhatikan. Beri penjelasan tentang semua prosedur dan tindakan yang akandilakukan pada pasien.Penjelasan akan mengurangi kecemasan akibat ketidak tahuan. Berikan kesempatan pada keluarga untuk bertemu dengan klien.Mempertahankan hubungan pasien dan keluarga. Berikan dorongan spiritual untuk keluarga.Semangat keagamaan dapat mengurangi rasa cemas dan meningkatkankeimanan dan ketabahan dalam menghadapi krisis. Resiko tinggi gangguan integritas kulit sehubungan dengan immobilisasi, tidak adekuatnya sirkulasi perifer. Tujuan :Gangguan integritas kulit tidak terjadiRencana tindakan : Kaji fungsi motorik dan sensorik pasien dan sirkulasi perifer untukmenetapkan kemungkinan terjadinya lecet pada kulit. Kaji kulit pasien setiap 8 jam : palpasi pada daerah yang tertekan.

Berikan posisi dalam sikap anatomi dan gunakan tempat kaki untukdaerah yang menonjol. Ganti posisi pasien setiap 2 jam Pertahankan kebersihan dan kekeringan pasien : keadaan lembab akanmemudahkan terjadinya kerusakan kulit. Massage dengan lembut di atas daerah yang menonjol setiap 2 jamsekali. Pertahankan alat-alat tenun tetap bersih dan tegang. Kaji daerah kulit yang lecet untuk adanya eritema, keluar cairan setiap 8jam. Berikan perawatan kulit pada daerah yang rusak / lecet setiap 4 - 8 jamdengan menggunakan H2O2.

DAFTAR KEPUSTAKAAN Doenges M.E. (1989) Nursing Care Plan, Guidlines for Planning Patient Care (2 nded ). Philadelpia, F.A. Davis Company.Long; BC and Phipps WJ (1985) Essential of Medical Surgical Nursing : A NursingProcess Approach St. Louis. Cv. Mosby Company.Asikin Z (1991) Simposium Keperawatan Penderita Cedera Kepala.Panatalaksanaan Penderita dengan Alat Bantu Napas, Jakarta.Harsono (1993) Kapita Selekta Neurologi, Gadjah Mada University Press

Cidera Otak Primer Cidera otak primer adalah cidera otak yang terjadi segera cidera kepala baik akibat impact injury maupun akibat gaya akselerasi-deselerasi (cidera otak primer ini dapat berlanjut menjadi cidera otak sekunder) jika cidera primer tidak mendapat penanganan yang baik, maka cidera primer dapat menjadi cidera sekunder (Bajamal A.H, Darmadipura : 1993).

1. Cidera pada SCALP Fungsi utama dari lapisan kulit kepala dengan rambutnya adalah melindungi jaringan otak dengan cara menyerap sebagian gaya yang akan diteruskan melewati jaringan otak. Cidera pada scalp dapat berupa Excoriasi, Vulnus, Hematom subcutan, Hematom subgaleal, Hematom subperiosteal. Pada excoriasi dapat dilakukan wound toilet. Sedangkan pada vulnus apertum harus dilihat jika vulnus tersebut sampai mengenai galea aponeurotika maka galea harus dijahit (untuk menghindari dead space sedangkan pada subcutan mengandung banyak pembuluh darah demikian juga rambut banyak mengandung kuman sehingga adanya hematom dan kuman menyebabkan terjadinya infeksi). Penjahitan pada galea memakai benang yang dapat diabsorbsi dalam jangka waktu lama (tetapi kalau tidak ada dapat dijahit dengan benang noabsorbsable tetapi dengan simpul terbalik untuk menghindari terjadinya druck necrosis), pada kasus terjadinya excoriasi yang luas dan kotor hendaknya diberikan anti tetanus untuk mencegah terjadinya tetanus yang akan berakibat sangat fatal. Pada kasus dengan hematom subcutaan sampai hematom subperiosteum dapat dilakukan bebat tekan kemudian berikan anlgesia, jika selama 2 minggu hematom tidak diabsorbsi dapat dilakukan punksi steril. Hati-hati cidera scalp pada anakanak/bayi karena pendarahan begitu banyak dapat terjadi shock hipopolemik (Gennerellita ,1996).

2. Fraktur linier kalvaria Fraktur linier pada kalvaria dapat terjadi jika gaya langsung yang bekerja pada tulang kepala cukup besar tetapi tidak menyebabkan tulang kepala bending dan terjadi fragmen fraktur yang masuk kedalam rongga intrakranial, tetapi tidak ada terapi khusus pada fraktur linier ini tetapi gaya yang menyebabkan terjadinya fraktur tersebut cukup besar maka kemungkinan terjadinya hematom intrakranial cukup besar, dari penelitian di RS Dr. Soetomo Surabaya didaptkan 88% epidural hematom disertai dengan fraktur linier kalvaria. Jika gambar fraktur tersebut kesegala arah disebut Steallete fracture, jika fraktur mengenai sutura disebut diastase fraktur (Bajamal AH, 1999).

3. Fraktur Depresi

Secara definisi yang disebut fraktur depresi apabila fragmen dari fraktur masuk rongga intrakranial minimal setebal tulang fragmen tersebut, berdasarkan pernah tidaknya fragmen berhubungan dengan udara luar maka fraktur depresi dibagi 2 yaitu fraktur depresi tertutup dan fraktur depresi terbuka (Bajamal AH, 1999).

(1) Fraktur Depresi Tertutup Pada fraktur depresi tertutup biasanya tidak dilakukan tindakan operatip kecuali bila fraktur tersebut menyebabkan gangguan neurologis, misal kejang-kejang hemiparese/plegi, penurunan kesadaran. Tindakan yang dilakukan adalah mengangkat fragmen tulang yang menyebabkan penekanan pada jaringan otak, setelah mengembalikan dengan fiksasi pada tulang disebelahnya, sedangkan fraktur depresi didaerah temporal tanpa disertai adanya gangguan neurologis tidak perlu dilakukan operasi (Bajamal A.H ,1999).

(2) Fraktur Depresi Terbuka Semua fraktur depresi terbuka harus dilakukan tindakan operatif debridemant untuk mencegah terjadinya proses infeksi (meningoencephalitis) yaitu mengangkat fragmen yang masuk, membuang jaringan devitalized seperti jaringan nekrosis benda-benda asing, evakuasi hematom, kemudian menjahit durameter secara water tight/kedap air kemudian fragmen tulang dapat dikembalikan ataupun dibuang, fragmen tulang dikembalikan jika Tidak melebihi golden periode (24 jam), durameter tidak tegang Jika fragmen tulang berupa potongan-potongan kecil maka pengembalian tulang dapat secara mozaik (Bajamal 1999).

4. Fraktur Basis Cranii Fraktur basis cranii secara anatomis ada perbedaan struktur didaerah basis cranii dan kalvaria yang meliputi pada basis caranii tulangnya lebih tipis dibandingkan daerah kalvaria, Durameter daerah basis lebih tipis dibandingkan daerah kalvaria, Durameter daerah basis lebih melekat erat pada tulang dibandingkan daerah kalvaria. Sehingga bila terjadi fraktur daerah basis mengakibatkan robekan durameter klinis ditandai dengan Bloody otorrhea, Bloody rhinorrhea, Liquorrhea, Brill Hematom, Batles sign, Lesi nervus cranialis yang paling sering N I, NVII dan NVIII. Diagnose fraktur basis cranii secara klinis lebih bermakna dibandingkan dengan diagnose secara radiologis oleh karena foto basis cranii posisinya hanging foto, dimana posisi ini sangat berbahaya terutama pada cidera kepala disertai dengan cidera vertebra cervikal ataupun pada cidera kepala dengan gangguan kesadaran yang dapat menyebabkan apnea. Adanya gambaran fraktur pada foto basis cranii tidak akan merubah penatalaksanaan dari fraktur basis cranii, Pemborosan biaya perawatan karena penambahan biaya foto basis cranii (Umar Kasan , 2000).

5. Penanganan dari fraktur basis cranii meliputi : (1). Cegah peningkatan tekanan intrakranial yang mendadak, misal cegah batuk, mengejan, makanan yang tidak menyebabkan sembelit. (2). Jaga kebersihan sekitar lubang hidung dan lubang telinga, jika perlu dilakukan tampon steril (Consul ahli THT) pada bloody otorrhea/otoliquorrhea. (3). Pada penderita dengan tanda-tanda bloody otorrhea/otoliquorrhea penderita tidur dengan posisi terlentang dan kepala miring keposisi yang sehat (Umar Kasan : 2000).

Komosio Serebri Secara definisi komosio serebri adalah gangguan fungsi otak tanpa adanya kerusakan anatomi jaringan otak akibat adanya cidera kepala. Sedangkan secara klinis didapatkan penderita pernah atau sedang tidak sadar selama kurang dari 15 menit, disertai sakit kepala, pusing, mual-muntah adanya amnesi retrogrde ataupun antegrade. Pada pemeriksaan radiologis CT scan tidak didapatkan adanya kelainan (Bajamal AH : 1993).

Kontusio Serebri Secara definisi kontusio serebri didefinisikan sebagai gangguan fungsi otak akibat adanya kerusakan jaringan otak, secara klinis didapatkan penderita pernah atau sedang tidak sadar selama lebih dari 15 menit atau didapatkan adanya kelainan neurologis akibat kerusakan jaringan otak seperti hemiparese/plegi, aphasia disertai gejala mual-muntah, pusing sakit kepala, amnesia retrograde/antegrade, pada pemerikasaan CT Scan didaptkan daerah hiperdens di jaringan otak, sedangkan istilah laserasi serebri menunjukkan bahwa terjadi robekan membran pia-arachnoid pada daerah yang mengalami contusio serebri yang gambaran pada CT Scan disebut Pulp brain (Bajamal A.H & Kasan H.U , 1993 ).

Epidural Hematom (EDH = Epidural Hematom) Epidural Hematom adalah hematom yang terletak antara durameter dan tulang, biasanya sumber pendarahannya adalah robeknya Arteri meningica media (paling sering), Vena diploica (oleh karena adanya fraktur kalvaria), Vena emmisaria, Sinus venosus duralis. Secara klinis ditandai dengan adanya penurunan kesadaran yang disertai lateralisasi (ada ketidaksamaan antara tanda-tanda neurologis sisi kiri dan kanan tubuh) yang dapat berupa Hemiparese/plegi, Pupil anisokor,Reflek patologis satu sisi. Adanya lateralisasi dan jejas pada kepala menunjukkan lokasi dari EDH. Pupil anisokor/dilatasi dan jejas

pada kepala letaknya satu sisi dengan lokasi EDH sedangkan hemiparese/plegi lataknya kontralateral dengan lokasi EDH, sedangkan gejala adanya lucid interval bukan merupakan tanda pasti adanya EDH karena dapat terjadi pada pendarahan intrakranial yang lain, tetapi lucid interval dapat dipakai sebagai patokan dari prognosenya makin panjang lucid interval makin baik prognose penderita EDH (karena otak mempunyai kesempatan untuk melakukan kompensasi). Pada pemeriksaan radiologis CT Scan didapatkan gambaran area hiperdens dengan bentuk bikonvek diantara 2 sutura. Terjadinya penurunan kesadaran, Adanya lateralisasi, Nyeri kepala yang hebat dan menetap tidak hilang dengan pemberian anlgesia. Pada CT Scan jika perdarahan volumenya lebih dari 20 CC atau tebal lebih dari 1 CM atau dengan pergeseran garis tengah (midline shift) lebih dari 5 mm. Operasi yang dilakukan adalah evakuasi hematom, menghentikan sumber perdarahan sedangkan tulang kepala dapat dikembalikan. Jika saat operasi tidak didapatkan adanya edema serebri sebaliknya tulang tidak dikembalikan jika saat operasi didapatkan duramater yang tegang dan dapat disimpan subgalea. Pada penderita yang dicurigai adanya EDH yang tidak memungkinkan dilakukan diagnose radiologis CT Scan maka dapat dilakukan diagnostik eksplorasi yaitu Burr hole explorations yaitu membuat lubang burr untuk mencari EDH biasanya dilakukan pada titik- titik tertentu yaitu Pada tempat jejas/hematom, pada garis fratur, pada daerah temporal, pada daerah frontal (2 CM didepan sutura coronaria), pada daerah parietal, pada daerah occipital. Prognose dari EDH biasanya baik, kecuali dengan GCS datang kurang dari 8, datang lebih dari 6 jam umur lebih dari 60 tahun (Bajamal A.H , 1999).

Subdural hematom (SDH) Secara definisi hematom subdural adalah hematom yang terletak dibawah lapisan duramater dengan sumber perdarahan dapat berasal dari Bridging vein (paling sering), A/V cortical, Sinus venosus duralis. Berdasarkan waktu terjadinya perdarahan maka subdural hematom dibagi 3 meliputiSubdural hematom akut terjadi kurang dari 3 hari dari kejadian, Subdural hematom subakut terjadi antara 3 hari 3 minggu, Subdural hematom kronis jika perdarahan terjadi lebih dari 3 minggu. Secara klinis subdural hematom akut ditandai dengan penurunan kesadaran, disertai adanya lateralisasi yang paling sering berupa hemiparese/plegi. Sedangkan pada pemeriksaan radiologis (CT Scan) didapatkan gambaran hiperdens yang berupa bulan sabit (cresent). Indikasi operasi menurut EBIC (Europebraininjuy commition) pada perdarahan subdural adalah Jika perdarahan tebalnya lebih dari 1 CM, Jika terdapat pergeseran garis tengah lebih dari 5 mm. Operasi yang dilakukan adalah evakuasi hematom, menghentikan sumber perdarahan. Bila ada edema serebri biasanya tulang tidak dikembalikan (dekompresi) dan disimpan subgalea. Prognose dari penderita SDH ditentukan dari GCS awal saat operasi, lamanya penderita datang sampai dilakukan operasi, lesi penyerta di jaringan otak serta usia penderita, pada penderita dengan GCS kurang dari 8 prognosenya 50 %, makin rendah GCS, makin jelek prognosenya makin tua pasien makin jelek prognosenya adanya lesi lain akan memperjelek prognosenya.

Intracerebral hematom (ICH)

Perdarahan intracerebral adalah perdarahan yang terjadi pada jaringan otak biasanya akibat robekan pembuluh darah yang ada dalam jaringan otak. Secara klinis ditandai dengan adanya penurunan kesadaran yang kadang-kadang disertai lateralisasi, pada pemeriksaan CT Scan didapatkan adanya daerah hiperdens yang indikasi dilakukan operasi jika Single, Diameter lebih dari 3 cm, Perifer, Adanya pergeseran garis tengah, Secara klinis hematom tersebut dapat menyebabkan gangguan neurologis/lateralisasi. Operasi yang dilakukan biasanya adalah evakuasi hematom disertai dekompresi dari tulang kepala. Faktor-faktor yang menentukan prognosenya hampir sama dengan faktor-faktor yang menentukan prognose perdarahan subdural (Bajamal A.H , 1999).

CIDERA OTAK SEKUNDER Cidera otak sekunder yang terjadi akibat dari cidera otak primer yang tidak mendapat penanganan dengan baik (sehingga terjadi hipoksia) serta adanya proses metabolisme dan neurotransmiter serta respon inflamasi pada jaringan otak maka cidera otak primer berubah menjadi otak sekunder yang meliputi Edema serebri, Infrark serebri, Peningkatan tekanan intra kranial (Bajamal A.H , 1999).

1. Edema serebri Adalah penambahan air pada jaringan otak / sel sel otak, pada kasus cidera kepala terdapat 2 macam edema serebri Edema serebri vasogenik, Edema serebri sitoststik (Sumarmo Markam et.al ,1999).

2. Edema serebri vasogenik Edema serebri vasoganik terjadi jika terdapat robekan dari blood brain barrier (sawar darah otak ) sehingga solut intravaskuler (plasma darah) ikut masuk dalam jaringan otak (ekstraseluler) dimana tekanan osmotik dari plasma darah ini lebih besar dari pada tekanan osmotik cairan intra seluler. Akibatnya terjadi reaksi osmotik dimana cairan intraseluler, yang tekanan osmotiknya lebih rendah akan ditarik oleh cairan ekstra seluler keluar dari sel melewati membran sel sehingga terjadi edema ekstra seluler sedangkan sel-sel otak mengalami pengosongan (shringkage) (Sumarmo Markam et.al ,1999).

3. Edema serebri sitostatik Edema serebri sitostatik terjadi jika suplai oksigen kedalam jaringan otak berkurang (hipoksia) akibatnya terjadi reaksi anaerob dari jaringan otak (pada keadaan aerob maka metabolisme 1 mol glukose akan di ubah menjadi 38 ATP dan H2O). Sedangkan dalam keadaan anaerob maka 1 molekul glukose akan diubah menjadi 2 ATP dan H2O karena kekurangan ATP maka tidak ada tenaga yang dapat digunakan untuk menjalankan proses pompa Natrium Kalium untuk pertukaran kation dan anion antara intra selluler dan ekstraseluler dimana pada proses tersebut memerlukan ATP akibatnya Natrium (Na) yang

seharusnya dipompa keluar dari sel menjadi masuk kedalam sel bersama masuknya natrium. Maka air (H2O) ikut masuk kedalam sel sehingga terjadi edema intra seluler (Sumarmo Markam et.al :1999). Gambaran CT Scan dari edema serebri Ventrikel menyempit, Cysterna basalis menghilang, Sulcus menyempit sedangkan girus melebar.

4. Tekanan Intra Kranial Compartment rongga kepala orang dewasa rigid tidak dapat berkembang yang terisi 3 komponen yaitu Jaringan otak seberat 1200 gram, Cairan liquor serebrospinalis seberat 150 gram, Darah dan pembuluh darah seberat 150 gram. Menurut doktrin Monroe kellie, jumlah massa yang ada dalam rongga kepala adalah konstan jika terdapat penambahan massa (misal hematom, edema, tumor, abses) maka sebagian dari komponen tersebut mengalami kompensasi/bergeser, yang mula mula ataupun canalis centralis yang ada di medullaspinalis yang tampak pada klinis penderita mengalami kaku kuduk serta pinggang terasa sakit dan berat. Jika kompensasi dari cairan serebrospinalis sudah terlampaui sedangkan penambahan massa masih terus berlangsung maka terjadi kompensasi kedua yaitu kompensasi dari pembuluh darah dan isinya yang bertujuan untuk mengurangi isi rongga intrakranial dengan cara ialahVaso konstriksi yang berakibat tekanan darah meningkat, Denyut nadi menurun (bradikardia), yang merupakan tanda awal dari peningkatan tekanan intrakranial, kedua tanda ini jika disertai dengan ganguan pola napas disebut trias cushing. Jika kompensasi kedua komponen isi rongga intrakranial sudah terlampaui sedangkan penambahan massa masih terus berlangsung maka jaringan otak akan melakukan kompensasi yaitu berpindah ketempat yang kosong (locus minoris) perpindahan jaringan otak tersebut disebut herniasi cerebri. Tanda - tanda klinis herniasi cerebri tergantung dari macamnya, pada umumnya klinis dari peningkatan tekanan intrakranial adalah Nyeri kepala, Mual, Muntah, Pupil bendung (Sumarmo Markam et.al ,1999).

6. Penanganan pertama kasus cidera kepala di UGD Pertolongan pertama dari penderita dengan cidera kepala mengikuti standart yang telah ditetapkan dalam ATLS (Advanced Trauma Life Support) yang meliputi, anamnesa sampai pemeriksaan fisik secara seksama dan stimultan pemeriksaan fisik meliputi Airway, Breathing, Circulasi, Disability (ATLS ,1997). Pada pemeriksaan airway usahakan jalan nafas stabil, dengan cara kepala miring, buka mulut, bersihkan muntahkan darah, adanya benda asing. Perhatikan tulang leher, Immobilisasi, Cegah gerakan hiperekstensi, Hiperfleksi ataupun rotasi, Semua penderita cidera kepala yang tidak sadar harus dianggap disertai cidera vertebrae cervikal sampai terbukti tidak disertai cedera cervical, maka perlu dipasang collar barce. Jika sudah stabil tentukan saturasi oksigen, minimal saturasinya diatas 90 %, jika tidak usahakan untuk dilakukan intubasi dan support pernafasan. Setelah jalan nafas bebas sedapat mungkin pernafasannya diperhatikan frekwensinya normal antara 16 18 X/menit, dengarkan suara nafas bersih, jika tidak ada nafas lakukan nafas buatan, kalau bisa dilakukan monitor terhadap gas darah dan pertahankan PCO 2 antara 28 35 mmHg karena jika lebih dari 35 mm Hg akan terjadi vasodilatasi yang berakibat terjadinya edema serebri. Sedangkan jika kurang dari 20 mm Hg akan menyebabkan vaso

konstruksi yang berakibat terjadinya iskemia, Periksa tekanan oksigen (O2) 100 mm Hg jika kurang beri oksigen masker 8 liter /menit. Pada pemeriksaan sistem sirkulasi Periksa denyut nadi/jantung, jika (tidak ada) lakukan resusitasi jantung, Bila shock (tensi < 90 mm Hg nadi >100x per menit dengan infus cairan RL, cari sumber perdarahan ditempat lain, karena cidera kepala single pada orang dewasa hampir tidak pernah menimbulkan shock. Terjadinya shock pada cidera kepala meningkatkan angka kematian 2x. Pada pemeriksaan disability/kelainan kesadaran pemeriksaan kesadaran memakai glasgow coma scale, Periksa kedua pupil bentuk dan besarnya serta catat reaksi terhadap cahaya langsung maupun tidak langsung, Periksa adanya hemiparese/plegi, Periksa adanya reflek patologis kanan kiri, Jika penderita sadar baik tentukan adanya gangguan sensoris maupun fungsi misal adanya aphasia. Setelah fungsi vital stabil (ABC stabil baru dilakukan survey yang lain dengan cara melakukan sekunder survey/ pemeriksaan tambahan seperti skull foto, foto thorax, foto pelvis, CT Scan dan pemeriksaan ini sebenarnya dikerjakan secara stimultan dan seksama) (ATLS , 1997).

Di Amerika cedera kepala merupakan penyebab kematian terbanyak usia 15 44 tahun dan merupakan penyebab kematian ketiga untuk keseluruhan. Di negara berkembang seperti Indonesia, seiring dengan kemajuan teknologi dan pembangunan frekuensinya cenderung makin meningkat. Cedera kepala berperan pada hampir separuh dari seluruh kematian akibat trauma, mengingat bahwa kepala merupakan bagian yang tersering dan rentan terlibat dalam suatu kecelakaan. Distribusi kasus cedera kepala terutama melibatkan kelompok usia produktif, yaitu antara 15 44 tahun, dengan usia rata rata sekitar tiga puluh tahun, dan lebih didominasi oleh kaum laki laki dibandingkan kaum perempuan. Adapun penyebab yang tersering adalah kecelakaan lalu lintas ( 49 % ) dan kemudian disusul dengan jatuh (terutama pada kelompok usia anak anak). Pada kehidupan sehari hari cedera kepala adalah tantangan umum bagi kalangan medis untuk menghadapinya, di mana tampaknya keberlangsungan proses patofisiologis yang diungkapkan dengan segala terobosan investigasi diagnosik medis mutakhir cenderung bukanlah sesuatu yang sederhana. Berbagai istilah lama seperti kromosio dan kontusio kini sudah ditingalkan dan kalsifikasi cedera kepala lebih mengarah dalam aplikasi penanganan klinis dalam mencapai keberhasilan penanganan yang maksimal. Cedera pada kepala dapat melibatkan seluruh struktur lapisan, mulai dari lapisan kulit kepala atau tingkat yang paling ringan, tulang tengkorak , durameter, vaskuler otak, sampai jaringan otak sendiri. Baik berupa luka tertutup, maupun trauma tembus. Dengan pemahaman landasan biomekanismepatofisiologi terperinci dari masing masing proses di atas, yang dihadapkan dengan prosedur penanganan cepat dan akurat, diharapkan dapat menekan morbilitas dan mortalitasnya. Jenis beban mekanik yang menimpa kepala sangat bervariasi dan rumit. Pada garis besarnya dikelompokkan atas dua tipe yaitu beban statik dan beban dinamik. Beban statik timbul perlahan lahan yang dalam hal ini tenaga tekanan diterapkan pada kepala secara bertahap, hal ini bisa terjadi bila kepala mengalami gencetan atau efek tekanan yang lambat dan berlangsung dalam periode waktu yang lebih dari 200 mili detik. Dapat mengakibatkan terjadinya keretakan tulang, fraktur multiple, atau kominutiva tengkorak atau dasar tulang tengkorak.Biasanya koma atau defisit neurologik yang khas belum muncul, kecuali bila deformasi tengkorak hebat sekali sehingga menimbulkan kompresi dan distorsi jaringan otak, serta selanjutnya mengalami kerusakan yang fatal. Mekanisme ruda paksa yang lebih umum adalah akibat beban dinamik, dimana peristiwa ini berlangsung dalam waktu yang lebih singkat ( kurang dari 200 mili detik). Beban ini dibagi menjadi beban guncangan dan beban benturan. Komplikasi kejadian ini dapat berupa hematom intrakranial, yang dapat menjadikan penderita cedera kepala derajat ringan dalam waktu yang singkat masuk dalam suatu keadan yang gawat dan mengancam jiwanya. Disatu pihak memang hanya sebagian saja kasus cedera kepala yang datang kerumah sakit berlanjut menjadi hematom, tetapi dilain pihak frekuensi hematom ini terdapat pada 75 % kasus yang datang sadar dan keluar meninggal .

A. DEFINISI Cedera Kepala atau Traumatic Brain Injury (TBI) adalah salah satu dari trauma yang paling serius dan mengancam jiwa. Terapi yang tepat dan cepat diperlukan untuk mendapatkan outcome yang baik. Anestetist mengelola pasien ini sepanjang periode perioperatif, dari ruang gawat darurat sampai ke tempat pemeriksaan radiologi, kamar bedah, dan neuroICU. Sasaran utama pengelolaan anestesi untuk pasien dengan cedera otak adalah optimalisasi tekanan perfusi otak dan oksigenasi otak, hindari cedera sekunder dan memberikan fasilitas pembedahan untuk dokter bedah saraf. Anestesi umum dianjurkan untuk memfasilitasi fungsi respirasi dan sirkulasi. Cedera kepala diklasifikasikan kedalam cedera primer dan cedera sekunder. Klasifikasi ini berguna untuk pertimbangan terapi. Cedera primer adalah kerusakan yang ditimbulkan oleh impak mekanis dan stres aselerasi-deselerasi pada tulang kepala dan jaringan otak, mengakibatkan patah tulang kepala (tulang kepala atau basis kranii) dan lesi intrakranial. Lesi intrakranial diklasifikasikan kedalam dua tipe yaitu cedera difus dan fokal. Difus injuri ada dua kategori yaitu brain concussion (bila hilangnya kesadaran berakhir < 6 jam) dan Diffus axonal injury /DAI (bila hilangnya kesadaran berakhir > 6 jam). Fokal injury ada beberapa macam antara lain brain contusion, epidural hematom, subdural hematom, intracerebral hematom. Cedera sekunder berkembang dalam menit, jam atau hari sejak cedera pertama dan menimbulkan kerusakan lanjutan dari jaringan saraf. Penyebab paling umum dari cedera sekunder adalah hipoksia dan iskemi serebral. Cedera sekunder dapat disebabkan hal-hal berikut : 1) disfungsi respirasi (hipoksemia, hiperkarbia), 2) instabilitas kardiovaskuler ( hipotensi, curah jantung rendah), 3) peningkatan tekanan intrakranial, dan 4) kekacauan biokimia.

B. ANATOMI B.1 Meninges dan Vasa Darah Otak 1. Meninges Meninges adalah selubung jaringan ikat non sarafi yang membungkus otak dan medulla spinalis yang barisi liquor cerebrospinal dan berfungsi sebagai schock absorber. Meninges terdiri dari tiga lapisan dari luar kedalam yaitu : duramater, arachnoidea dan piamater. a. Duramater Merupakan selaput padat, keras dan tidak elastis. Duramater pembungkus medulla spinalis terdiri atas satu lembar, sedangkan duramater otak terdiri atas dua lembar yaitu lamina endostealis yang merupakan jaringan ikat fibrosa cranium, dan lamina meningealis. Membentuk lipatan / duplikatur dibeberapa tempat, yaitu dilinea mediana diantara kedua hehemispherium cerebri disebut falx cerebri , berbentuk segitiga yang merupakan lanjutan kekaudal dari falx cerebri disebut Falx cerebelli, berbentuk tenda yang merupakan atap dari fossa cranii posterior memisahkan cerebrum dengan cerebellum

disebut tentorium cerebelli, dan lembaran yang menutupi sella tursica merupakan pembungkus hipophysis disebut diafragma sellae. Diantara dua lembar duramater, dibeberapa tempat membentuk ruangan disebut sinus (venosus) duramatris. Sinus duramatis menerima aliran dari vv. Cerebri, vv. Diploicae, dan vv. Emissari. Ada dua macam sinus duramatis yang tunggal dan yang berpasangan. Sinus duramater yang tunggal adalah : sinus sagitalis superior, sinus sagitalis inferior, sinus rectus, dan sinus occipitalis. Sinus sagitalis superior menerima darah dari vv. Cerebri,vv. Diploicae, dan vv. Emissari.Sinus sagitalis inferior menerima darah dari facies medialis otak. Sinus rectus terletak diantara falx cerebri dan tentorium cerebelli, merupakan lanjutan dari v. cerebri magna, dengan sinus sagitalis superior membentuk confluens sinuum. Sinus occipitalis mulai dari foramen magnum, bergabung dengan confluens sinuum. Sinus duramater yang berpasangan yaitu sinus tranversus, sinus cavernosus, sinus sigmoideus dan sinus petrosus superior dan inferior. Sinus tranversus menerima darah dari sinus sagitalis superior dan sinus rectus, kemudian mengalir ke v. jugularis interna. Sinus sigmoideus merupakan lanjutan sinus tranversus berbentuk huruf S. Sinus petrosus superior dan inferior menerima darah dari sinus cavernosus dan mengalirkan masing masing ke sinus traaanversus dan v. jugularis interna. b. Aracnoidea Membran halus disebelah dalam duramater, tidak masuk kedalam sulcus / fissura kecuali fissura longitudinalis. Dari aracnoidea banyak muncul trabecula halus menuju kepiamater membentuk bangunan seperti sarang laba laba. Diantara aracnoidea dan piamater terdapat ruang spatium subaracnoidale, yang dibeberapa tempat melebar membentuk cisterna. Sedangkan celah sempit diantara duramater dan aracnoidea disebut spatium subdurale, celah sempit diluar duramater disebut spatium epidurale. Dari aracnoidea juga muncul jonjot jonjot yang mengadakan invaginasi ke duramater disebut granulasio aracnoidales terutama didaerah sinus sagitalis yang berfungsi klep satu arah memungkinkan lalunya bahan bahan dari LCS ke sinus venosus. c. Piamater Piamater melekat erat pada otak dan medulla spinalis, mengikuti setiap lekukan, mengandung vasa kecil. Ditempat tertentu bersama dengan ependyma membentuk tela choroidea. Piamater berperan sebagai barrier terhadap masuknya senyawa yang membahayakan.

B.2. Vasa Darah Otak a. Arteri

Otak divaskularisasi oleh cabang cabang a. carotis interna dan a. vertebralis. A. carotis interna merupakan cabang dari a. carotis comunis yang masuk ke kavum cranii melalui canalis caroticus, cabangcabangnya adalah a. optalmica, a. choroidea anterior, a. cerebralis anterior dan a.cerebralis medialis. A. opthalmica mempercabang a. centralis retina, a. cerebralis anterior mempercabangkan a. communicans anterior, sedangkan a. cerebralis medialis mempercabangkan a. communican posterior. Arteri vertebralis merupakan cabang a. subclavia naik ke leher melalui foramina tranversalis. Kedua a. vertebralis di kranial pons membentuk a. basillaris yang mempercabangkan aa. Pontis, a.labirintina (mengikuti n. V dan n. VIII), a. cerebellaris superior (setinggi n. III dan n. IV) dan a. cerebralis posterior yang merupakan cabang terminal a. basilaris. Cabang -.cabang a. carotis interna dan a. vertebralis membentuk circulus arteriosus Willis yang terdapat disekitar chiasma opticum. Dibentuk oleh a. cerebralis anterior, a. cerebralis media, a. cerebralis posterior, a. comunican posterior dan a.communican anterior. Sistem ini memungkinkan suplai darah ke otak yang adekuat terutama jika terjadi oklusi / sumbatan. b. Vena Vena diotak diklasifikasikan sebagai berikut : Vena cerebri eksterna, meliputi v. cerebralis superior / lateralis / medialis / inferior dan vv. Basallles. Vena cerebri interna, meliputi v. choroidea dan v. cerebri magna. Vv. Cerebellaris Vv. Emissariae, yaitu vena yang menghubungkan sinus duralis dengan vena superfisialis cranium yang berfungsi sebagai klep tekanan jika terjadi kenaiakan tekanan intrakranial. Juga berperan dalam penyebaran infeksi ke dalam cavum cranii. Vena yang berasal dari truncus cerebri dan cerebellum pada umumnya mengikuti kembali aliran arterinya. Sedangkan aliran balik darah venosa di cerebrum tidak tidak mengikuti pola di arterinya. Semua darah venosa meninggalkan otak melalui v. jugularis interna pada basis cranii. Anastomosis venosa sangat ektensif dan efektif antara vv. Superfisialis dan vv. Profunda di dalam otak.

C. MENIFESTASI KLINIS Pada trauma kapitis dapat terjadi perdarahan intrakranial / hematom intrakranial yang dibagi menjadi :hematom yang terletak diluar duramater yaitu hematom epidural, dan yang terletak didalam duramater yaitu hematom subdural dan hematom intraserebral ; dimana masing-masing dapat terjadi sendiri ataupun besamaan.

Anda mungkin juga menyukai