Anda di halaman 1dari 30

TUBERCULOSIS ANAK & DEWASA

Oleh : Pentana Akhir P. 1002081

STIKES BETHESDA YAKKUM YOGYAKARTA Oktober 2011

I.

Definisi
Tuberkulosis merupakan penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Kuman ini dapat merupakan organisme patogen maupun saprofit. Basil tuberkel ini berukuran 0,3 x 2 sampai 4 m, ukuran ini lebih kecil dari satu sel darah merah. Penyakit infeksi kronis dengan karakteristik terbentuknya tuberkel granuloma pada paru yang biasanya disebabkan oleh Mycobacterium tuberkulosis (Amin, M.,1999). Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium biasanya terjadi di system respirasi manusia. Penyakit infeksi kronis dengan karakteristik terbentuknya tuberkel granuloma pada paru. Tuberkulosis merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Kuman batang tahan asam ini dapat merupakan organisme patogen maupun saprofit. Ada beberapa mikrobakteria patogen , tetapi hanya strain bovin dan human yang patogenik terhadap manusia. Basil tuberkel ini berukuran 0,3 x 2 sampai 4 m, ukuran ini lebih kecil dari satu sel darah merah

II.

Epidemiologi/Insiden kasus
Penyakit tuberkulosis adalah penyakit yang sangat epidemik karena kuman mikrobakterium tuberkulosa telah menginfeksi sepertiga penduduk dunia. Program penanggulangan secara terpadu baru dilakukan pada tahun 1995 melalui strategi DOTS (directly observed treatment shortcourse chemoterapy), meskipun sejak tahun 1993 telah dicanangkan kedaruratan global penyakit tuberkulosis. Kegelisahan global ini didasarkan pada fakta bahwa pada sebagian besar negara di dunia, penyakit tuberkulosis tidak terkendali, hal ini disebabkan banyak penderita yang tidak berhasil disembuhkan, terutama penderita menular (BTA positif). Pada tahun 1995, diperkirakan setiap tahun terjadi sekitar sembilan juta penderita dengan kematian tiga juta orang (WHO, 1997). Di negara-negara berkembang kematian karena penyakit ini merupakan 25 % dari seluruh kematian, yang sebenarnya dapat dicegah.

Diperkirakan 95 % penyakit tuberkulosis berada di negara berkembang, 75 % adalah kelompok usia produktif (15-50 tahun). Tuberkulosis juga telah menyebabkan kematian lebih banyak terhadap wanita dibandingkan dengan kasus kematian karena kehamilan, persalinan dan nifas. Di Indonesia pada tahun yang sama, hasil survey kesehatan rumah tangga (SKRT) menunjukkan bahwa penyakit tuberkulosis merupakan penyebab kematian nomor tiga setelah penyakit jantung dan penyakit infeksi saluran pernapasan pada semua kelompok usia, dan nomor satu dari golongan penyakit infeksi. WHO memperkirakan setiap tahun menjadi 583.000 kasus baru tuberkulosis dengan kematian sekitar 140.000. Secara kasar diperkirakan setiap 100.000 penduduk Indonesia terdapat 130 penderita baru tuberkulosis dengan BTA positif.

III.

Etiologi
Penyebabnya adalah kuman microorganisme yaitu basil mycobacterium tuberculosis tipe humanus dengan ukuran panjang 1 4 um dan tebal 1,3 0,6 um, termasuk golongan bakteri aerob gram positif serta tahan asam atau basil tahan asam dan lebih tahan terhadap gangguan kimia dan fisik karena sebagian besar kuman terdiri atas asam lemak (lipid). Kuman ini tahan hidup pada udara kering maupun dalam keadaan dingin (dapat tahan bertahun-tahun dalam lemari es). Hal ini terjadi karena kuman berada dalam sifat dormant. Dari sifat dormant ini kuman dapat bangkit kembali dan menjadikan tuberkulosis aktif kembali. Sifat lain kuman adalah aerob. Sifat ini menunjukkan bahwa kuman lebih menyenangi jaringan yang tinggi kandungan oksigennya. Dalam hal ini tekanan bagian apikal paru-paru lebih tinggi dari pada bagian lainnya, sehingga bagian apikal ini merupakan tempat predileksi penyakit tuberkulosis. Tuberkulosis paru merupakan penyakit infeksi penting saluran pernapasan. Basil mikrobakterium tersebut masuk ke dalam jaringan paru melalui saluran napas (droplet infection) sampai alveoli, maka terjadilah infeksi primer (ghon) selanjutnya menyebar ke kelenjar getah bening setempat dan terbentuklah primer kompleks (ranke). Keduanya dinamakan tuberkulosis primer, yang dalam perjalanannya sebagian besar akan

mengalami penyembuhan. Tuberkulosis paru primer, peradangan terjadi sebelum tubuh mempunyai kekebalan spesifik terhadap basil mikobakterium. Tuberkulosis kebanyakan didapatkan pada usia 1-3 tahun. Sedangkan yang disebut tuberkulosis post primer (reinfection) adalah peradangan jaringan paru oleh karena terjadi penularan ulang yang mana di dalam tubuh terbentuk kekebalan spesifik terhadap basil tersebut.

IV.

Patofisiologi
Penularan terjadi karena kuman dibatukan atau dibersinkan keluar menjadi droflet nuklei dalam udara. Partikel infeksi ini dapat menetap dalam udara bebas selama 1 2 jam, tergantung ada atau tidaknya sinar ultra violet. dan ventilasi yang baik dan kelembaban. Dalam suasana yang gelap dan lembab kuman dapat bertahan sampai berhari hari bahkan berbulan, bila partikel infeksi ini terhisap oleh orang yang sehat akan menempel pada alveoli kemudian partikel ini akan berkembang bisa sampai puncak apeks paru sebelah kanan atau kiri dan dapat pula keduanya dengan melewati pembuluh linfe, basil berpindah kebagian paru paru yang lain atau jaringan tubuh yang lain. Setelah itu infeksi akan menyebar melalui sirkulasi, yang pertama terangsang adalah limfokinase, yaitu akan dibentuk lebih banyak untuk merangsang macrofage, berkurang tidaknya jumlah kuman tergantung pada jumlah macrofage. Karena fungsinya adalah membunuh kuman / basil apabila proses ini berhasil & macrofage lebih banyak maka klien akan sembuh dan daya tahan tubuhnya akan meningkat. Tetapi apabila kekebalan tubuhnya menurun maka kuman tadi akan bersarang didalam jaringan paru-paru dengan membentuk tuberkel (biji biji kecil sebesar kepala jarum). Tuberkel lama kelamaan akan bertambah besar dan bergabung menjadi satu dan lamalama timbul perkejuan ditempat tersebut.apabila jaringan yang nekrosis dikeluarkan saat penderita batuk yang menyebabkan pembuluh darah pecah, maka klien akan batuk darah (hemaptoe)

V.

Klasifikasi
Klasifikasi TB Paru dibuat berdasarkan gejala klinik, bakteriologik, radiologik dan riwayat pengobatan sebelumnya. Klasifikasi ini penting karena merupakan salah satu faktor determinan untuk menetapkan strategi terapi. Klasifikasi TB Paru dibagi sebagai berikut:

1. TB Paru BTA Positif dengan kriteria: a) Dengan atau tanpa gejala klinik b) BTA positif: mikroskopik positif 2 kali, mikroskopik positif 1 kali disokong biakan positif satu kali atau disokong radiologik positif 1 kali.

c) Gambaran radiologik sesuai dengan TB paru.

2. TB Paru BTA Negatif dengan kriteria: a) Gejala klinik dan gambaran radilogik sesuai dengan TB Paru aktif b) BTA negatif, biakan negatif tetapi radiologik positif.

3. Bekas TB Paru dengan kriteria: a) Bakteriologik (mikroskopik dan biakan) negative b) Gejala klinik tidak ada atau ada gejala sisa akibat kelainan paru. c) Radiologik menunjukkan gambaran lesi TB inaktif, menunjukkan serial foto yang tidak berubah. d) Ada riwayat pengobatan OAT yang adekuat (lebih mendukung).

VI.

TANDA & GEJALA Tuberkulosis sering dijuluki the great imitator yaitu suatu penyakit yang mempunyai banyak kemiripan dengan penyakit lain yang juga memberikan gejala umum seperti lemah dan demam. Pada sejumlah penderita gejala yang timbul tidak jelas sehingga diabaikan bahkan kadang-kadang asimptomatik. Gambaran klinik TB paru dapat dibagi menjadi 2 golongan, gejala respiratorik dan gejala

sistemik: 1. Gejala respiratorik, meliputi: a. Batuk Gejala batuk timbul paling dini dan merupakan gangguan yang paling sering dikeluhkan. Mula-mula bersifat non produktif kemudian berdahak bahkan bercampur darah bila sudah ada kerusakan jaringan.

b. Batuk darah Darah yang dikeluarkan dalam dahak bervariasi, mungkin tampak berupa garis atau bercak-bercak darah, gumpalan darah atau darah segar dalam jumlah sangat banyak. Batuk darah terjadi karena pecahnya pembuluh darah. Berat ringannya batuk darah tergantung dari besar kecilnya pembuluh darah yang pecah.

c. Sesak napas Gejala ini ditemukan bila kerusakan parenkim paru sudah luas atau karena ada hal-hal yang menyertai seperti efusi pleura, pneumothorax, anemia dan lain-lain.

d. Nyeri dada Nyeri dada pada TB paru termasuk nyeri pleuritik yang ringan. Gejala ini timbul apabila sistem persarafan di pleura terkena.

2. Gejala sistemik, meliputi: a. Demam Merupakan gejala yang sering dijumpai biasanya timbul pada sore dan malam hari mirip demam influenza, hilang timbul dan makin lama makin panjang serangannya. Sedangkan masa bebas serangan makin pendek.

b. Gejala sistemik lain Keringat malam, anoreksia, penurunan berat badan serta malaise. Timbulnya gejala biasanya gradual dalam beberapa minggu-bulan, akan tetapi

penampilan akut dengan batuk, panas, sesak napas walaupun jarang dapat juga timbul menyerupai gejala pneumonia. Gejala klinis Haemoptoe: Kita harus memastikan bahwa perdarahan dari nasofaring dengan cara membedakan ciriciri sebagai berikut : 1. Batuk darah a. Darah dibatukkan dengan rasa panas di tenggorokan b. Darah berbuih bercampur udara c. Darah segar berwarna merah muda d. Darah bersifat alkalis e. Anemia kadang-kadang terjadi f. Benzidin test negatif

2. Muntah darah a. Darah dimuntahkan dengan rasa mual b. Darah bercampur sisa makanan c. Darah berwarna hitam karena bercampur asam lambung d. Darah bersifat asam e. Anemia seriang terjadi f. Benzidin test positif

3. Epistaksis a. Darah menetes dari hidung b. Batuk pelan kadang keluar c. Darah berwarna merah segar d. Darah bersifat alkalis e. Anemia jarang terjadi

VII.

Pemeriksaan Diagnostik
1. Reaksi hipersensitivitas : Tes Kulit Tuberkulin a. Tes tuberkulin intradermal (Mantoux)

b. Tes tuberkulin dengan suntikan jet c. Tes tuberkulin tusukan majemuk

2. Pemeriksaan radiografik Gambaran TBC milier berupa bercak-bercak halus tersebar merata pada seluruh lapangan paru. Gambaran radiology lain yang sering menyertai TBC paru adalah penebalan pleura, efusi pleura atau empisema, penumothoraks (bayangan hitam radio lusen dipinggir paru atau pleura). 3. Pemeriksaan Bakteriologik Pemeriksaan ini penting karena dengan ditemukannya kuman BTA, diagnosis dapat dipastikan. Kriteria sputum BTA positip adalah sekurang-kurangnya ditemukan 3 batang kuman BTA pada satu sediaan.

4. Pemeriksaan Laboratorium a. Uji mantoux atau Tuberkulin Ada 2 macam tuberkulin yaitu Old tuberkulin dan Purified Protein Derivat (PPD). Caranya adalah dengan menyuntikkan 0,1 ml tuberkulin PPD intrakutan di volar lengan bawah. Hasilnya dapat dilihat 48 72 jam setelah penyuntikan. Berniai positif jika indurasi lebih dari 10 mm pada anak dengan gizi baik atau lebih dari 5 mm pada anak dengan gizi buruk. b. Reaksi cepat BCG Bila dalam penyuntikan BCG terjadi reaksi cepat (dalam 3-7 hari) berupa kemerahan lebih dari 5 mm, maka anak dicurigai terinfeksi Mycobaterium tbc. c. Laju Endap Darah Pada TB, terdapat kenaikan Laju Endap Darah (LED).

d. Pemeriksaan mikrobiologis Pemeriksaan BTA pada anak dilakukan dari bilasan lambung karena sulitnya menggunakan hasil dahak. Pemeriksaan BTA cara baru seperti: PCR (Polymerase Chain Reaction), Bactec, ELISA, PAP dan Mycodots masih belum banyak dipakai dalam klinis praktis. 5. Pemeriksaan Radiologis 1. Gambaran x-foto dada pada TB paru tidak khas. 2. Paling mungkin kalau ditemukan pembesaran kljr hilus dan klj paratrakeal. 3. Foto lain: milier, atelektasis, infiltrat, bronkiektasis, kavitas, kalsifikasi, efusi pleura, konsolidasi, destroyed lung dan lain-lain.

VIII.

Penatalaksanaan
Tujuan pengobatan pada penderita TB Paru selain untuk mengobati juga mencegah kematian, mencegah kekambuhan atau resistensi terhadap OAT serta memutuskan mata rantai penularan. Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif (2-3 bulan) dan fase lanjutan (4-7 bulan). Paduan obat yang digunakan terdiri dari obat utama dan obat tambahan. Jenis obat utama yang digunakan sesuai dengan rekomendasi WHO adalah Rifampisin, INH, Pirasinamid, Streptomisin dan Etambutol. Sedangkan jenis obat tambahan adalah Kanamisin, Kuinolon, Makrolide dan Amoksisilin + Asam Klavulanat, derivat Rifampisin/INH.

Untuk keperluan pengobatan perlu dibuat batasan kasus terlebih dahulu berdasarkan lokasi tuberkulosa, berat ringannya penyakit, hasil pemeriksaan bakteriologik, hapusan dahak dan riwayat pengobatan sebelumnya. Di samping itu perlu pemahaman tentang strategi penanggulangan TB yang dikenal sebagai Directly Observed Treatment Short Course (DOTS) yang direkomendasikan oleh WHO yang terdiri dari lima komponen yaitu:

1. Adanya komitmen politis berupa dukungan pengambil keputusan dalam penanggulangan TB. 2. Diagnosis TB melalui pemeriksaan dahak secara mikroskopik langsung sedang pemeriksaan penunjang lainnya seperti pemeriksaan radiologis dan kultur dapat dilaksanakan di unit pelayanan yang memiliki sarana tersebut. 3. Pengobatan TB dengan paduan OAT jangka pendek dengan pengawasan langsung oleh Pengawas Menelan Obat (PMO) khususnya dalam 2 bulan pertama dimana penderita harus minum obat setiap hari. 4. Kesinambungan ketersediaan paduan OAT jangka pendek yang cukup. 5. Pencatatan dan pelaporan yang baku.

IX.

Komplikasi
Hemoptisis berat sampai sumbatan jalan nafas bawah dan syok hipovolemik Kolaps dari lobus akibat retraksi bronchial Bronchitaksis (pelebaran bronkus) dan fibrosis (pembentukan jaringan ikai pada proses pemulihan atau reaktif) pada paru

Pneumothoraks adalah adanya udara di dalam rongga pleura Penyebaran TB ke jaringan lain seperti otak, tulang, ginjal, dll.

X.

Jurnal terkait

Konsep saat ini dalam pengelolaan tuberkulosis. Tuberkulosis (TBC) merupakan ancaman serius terhadap kesehatan publik di seluruh dunia tetapi tidak proporsionalmenimpa negara-negara berpenghasilan rendah. Orang dalamkontak dekat dengan pasien dengan TB paru aktif dan yang berasal dari daerah endemik dunia berada pada risiko tertinggiinfeksi primer, sedangkan pasien dengan sistem kekebalan tubuh berada pada risiko tertinggi reaktivasi infeksi TB laten(LTBI). Tuberkulosis dapat mempengaruhi setiap sistem organ.Manifestasi klinis berbeda-beda namun biasanya termasukdemam, keringat malam, dan penurunan berat badan. Hasil positif di kedua tes kulit tuberkulin atau interferon uji rilis dalam ketiadaan TB aktif membangun diagnosis LTBI. Sebuah kombinasi dari epidemiologi, klinis, radiografi, mikrobiologi, danhistopatologi digunakan

untuk menetapkan diagnosis TB aktif.Pasien dengan TB paru aktif diduga harus mengirimkanspesimen dahak 3 asam-cepat pap basil dan budaya, denganamplifikasi asam nukleat dilakukan pengujian pada setidaknya 1spesimen. Untuk pasien dengan LTBI, pengobatan dengan isoniazid selama 9 bulan lebih disukai. Pasien dengan TB aktif harus diobati dengan beberapa agen untuk mencapaipembersihan bakteri, untuk mengurangi risiko penularan, dan untuk mencegah munculnya resistensi obat. Terapi secara langsung diamati direkomendasikan untuk pengobatan TB aktif.Profesional perawatan kesehatan harus berkolaborasi, bila mungkin, dengan lokal dan negara departemen kesehatan masyarakat untuk merawat pasien dengan TB. Pasien denganTB yang resistan terhadap obat atau koinfeksi dengan virushuman immunodeficiency seharusnya diperlakukan sama dengan spesialis TB. Tindakan kesehatan masyarakat untuk mencegah penyebaran TB termasuk isolasi pernapasan yang sesuai pasien dengan TB paru aktif, investigasi kontak, dan pengurangan beban LTBI.

SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP)

Tema Sub Tema Sasaran Tempat Hari/Tanggal Waktu

: Penyakit TBC : Pencegahan Penyakit TBC : Masyarakay : Balai Desa : Selasa, 1 November 2011 : 20 Menit

A. Tujuan Instruksional Umum Setelah mengikuti penyuluhan selama 20 menit, diharapkan Ny. E dapat menjelaskan penyakit TBC.

B. Tujuan Instruksional Khusus Setelah mengikuti penyuluhan selama 20 menit, diharapkan Klien Dapat: Menjelaskan pengertian penyakit TBC dengan benar Menyebutkan faktor penyebab yang dapat menimbulkan penyakit TBC dengan benar Menjelaskan patofisiologi penyakit TBC dengan benar Menyebutkan tanda/gejala dari penyakit TBC dengan benar Menjelaskan pencegahan penyakit TBC dengan benar

C. Materi

1. Pengertian penyakit TBC 2. Faktor penyebab dari penyakit TBC 3. Tanda/gejala penyakit TBC 4. Patofisiologi penyakit TBC 5. Pencegahan penyakit TBC

D. Metode 1. Ceramah 2. Tanya jawab

E. Kegiatan Penyuluhan No 1. Kegiatan Pembukaan Penyuluh Salam pembuka Menyampaikan tujuan penyuluhan Peserta Menjawab salam Menyimak, Mendengarkan, menjawab pertanyaan 2. Kerja/ isi Penjelasan pengertian, penyebab, tanda & gejala, patofisiologi dan pencegahan penyakit TBC Memberi kesempatan peserta untuk bertanya Menjawab pertanyaan Menanyakan hal-hal yang belum jelas Memperhatikan jawaban dari penyuluh Evaluasi 10 menit Mendengarkan dengan penuh perhatian 5 Menit Waktu

Menjawab pertanyaan

3.

Penutup

Menyimpulkan Salam penutup

Mendengarkan Menjawab salam

5 Menit

F. Media 1. Leaflet : Tentang penyakit TBC

G. Sumber/Referensi a. IDAI dan PP IDAI UKK Pulmonologi. 2000. Tatalaksana Mutakhir Penyakit Respiratorik Pada Anak; Dalam Temu Ahli Respirologi Anak-Anak. Jakarta. b. Nelson. 2000. Ilmu Kesehatan Anak; Volume 2 Edisi 15. EGC. Jakarta. c. Ngastiyah. 1997. Perawatan Anak Sakit. EGC. Jakarta. d. Soeparman. 1999. Ilmu Penyakit Dalam; Jilid I. FKUI. Jakarta. H. Evaluasi Formatif : Klien dapat menjelaskan pengertian penyakit TBC Klien mampu menjelaskan faktor penyebab dari penyakit TBC Klien dapat menjelaskan tanda/gejala penyakit TBC Klien mampu menjelaskan patofisiologi penyakit TBC Klien mampu menyebutkan pencegahan penyakit TBC Sumatif : Klien dapat memahami penyakit penyakit TBC

Yogyakarta, Minggu 30 Oktober 2011 Penyuluh

(Pentana Akhir P.)

ASUHAN KEPERAWATAN TBC PADA ANAK

1. PENGKAJIAN KEPERAWATAN 1. Identitas klien: selain nama klien, juga orangtua; asal kota dan daerah, jumlah keluarga. 2. Keluhan: penyebab klien sampai dibawa ke rumah sakit. 3. Riwayat penyakit sekarang: Tanda dan gejala klinis TB serta terdapat benjolan/bisul pada tempat-tempat kelenjar seperti: leher, inguinal, axilla dan sub mandibula. 4. Riwayat penyakit dahulu: Pernah sakit batuk yang lama dan benjolan bisul pada leher serta tempat kelenjar yang lainnya dan sudah diberi pengobatan antibiotik tidak sembuh-sembuh? Pernah berobat tapi tidak sembuh? Pernah berobat tapi tidak teratur? Riwayat kontak dengan penderita TBC. Daya tahan yang menurun. Riwayat imunisasi/vaksinasi. Riwayat pengobatan. 5. Riwayat sosial ekonomi dan lingkungan. Riwayat keluarga. Biasanya keluarga ada yang mempunyai penyakit yang sama. Aspek psikososial. Merasa dikucilkan. Tidak dapat berkomunikasi dengan bebas, menarik diri. Biasanya pada keluarga yang kurang mampu. Masalah berhubungan dengan kondisi ekonomi, untuk sembuh perlu waktu yang lama dan biaya yang banyak. Tidak bersemangat dan putus harapan. Lingkungan: Lingkungan kurang sehat (polusi, limbah), pemukiman yang padat, ventilasi rumah yang kurang, jumlah anggota keluarga yang banyak.

6. Pola fungsi kesehatan. 1) Pola persepsi sehat dan penatalaksanaan kesehatan. Keadaan umum: alergi, kebiasaan, imunisasi. 2) Pola nutrisi metabolik. Anoreksia, mual, tidak enak diperut, BB turun, turgor kulit jelek, kulit kering dan kehilangan lemak sub kutan, sulit dan sakit menelan, turgor kulit jelek. 3) Pola eliminasi Perubahan karakteristik feses dan urine, nyeri tekan pada kuadran kanan atas dan hepatomegali, nyeri tekan pada kuadran kiri atas dan splenomegali. 4) Pola aktifitas latihan Sesak nafas, fatique, tachicardia,aktifitas berat timbul sesak nafas (nafas pendek). 5) Pola tidur dan istirahat Iritable, sulit tidur, berkeringat pada malam hari. 6) Pola kognitif perseptual Kadang terdapat nyeri tekan pada nodul limfa, nyeri tulang umum, takut, masalah finansial, umumnya dari keluarga tidak mampu. 7) Pola persepsi diri Anak tidak percaya diri, pasif, kadang pemarah. 8) Pola peran hubungan Anak menjadi ketergantungan terhadap orang lain (ibu/ayah)/tidak mandiri. 9) Pola seksualitas/reproduktif Anak biasanya dekat dengan ibu daripada ayah. 10) Pola koping toleransi stres Menarik diri, pasif. TAHAP TUMBUH KEMBANG ANAK Menurut Soetjiningsih: Masa pra sekolah usia 1-6 tahun. Menurut Donna L. Wong: Masa anak-anak awal 1-6 tahun. Pra sekolah: 3-6 tahun.

Tahap pertumbuhan cepat: Pertumbuhan cepat pada masa pra-adolesen. Terdapat pertumbuhan fisik/jasmani yang sangat pesat, dimana tubuh anak menjadi cepat besar, BB naik dengan pesat serta panjang badan (PB) juga bertambah dengan cepat, anak makan dengan banyak serta aktifitas bertambah. Pertumbuhan tampaknya mengikuti satu irama tertentu dan berlangsung secara bergantian. Tahap pertumbuhan otak Umur 5 tahun: sangat lambat (Morley, D: 1986). Tahap perkembangan psikoseksual menurut Sigmund Freud: Suatu proses pertambahan pematangan fungsi struktur tubuh serta kejiwaan yang menimbulkan dorongan untuk mencari stimulasi dan kesenangan secara umum termasuk didalamnya dorongan untuk menjadi dewasa. Fase oedipal/falik (3-5 tahun) - Mulai melakukan rangsangan autoerotik. - Bermain dengan anak berjenis kelamin berbeda. - Aanak pasca oedipal berkelompok dengan sejenis. Oedipus komplek: anak lelaki dekat ibunya karena perasaan cinta/tertarik. Elektra komplek : anak perempuan dekat ayahnya karena perasaan cinta/ tertarik. Fase laten (5 12 tahun) - Masuk ke permulaan fase pubertas. - Periode terintegrasi. - Fase tenang. - Dorong libido mereda sementara. - Erotik zona berkurang. - Anak tertarik dengan per group (kelompok sebaya). Tahap perkembangan manusia ditinjau dari aspek psikososial menurut Erik Erickson: Dibagi 8 tahap perkembangan mulai dari lahir sampai usia tua: - Tahap ke-3; krisis perkembangan : initiative vs guilt (inisiatif vs perasaan bersalah; nama tahap: pre school/usia pra sekolah.

- 4 6 tahun: Kepercayaan yang diperoleh anak tidak diartikan bahwa ia diperbolehkan memiliki inisiatif dalam belajar mencari pengalaman-pengalaman baru secara aktif seperti bagaimana dan mengapa tentang sesuatu sehingga anak dapat memperluas aktifitasnya, jika anak dilarang dan diomeli/dicela untuk usaha itu yang mencari pengalaman baru, anak akan merasa bersalah dan menjadi anak peragu untuk melakukan sesuatu percobaan yang menantang, keterampilan motorik dan bahasanya. 2. DIAGNOSA PERAWATAN 1. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan adanya faktor resiko : Berkurangnya keefektifan permukaan paru, atelektasis Kerusakan membran alveolar kapiler Sekret yang kental Edema bronchial 2. Resiko infeksi dan penyebaran infeksi berhubungan dengan : Daya tahan tubuh menurun, fungsi silia menurun, sekret yang menetap Kerusakan jaringan akibat infeksi yang menyebar Malnutrisi Terkontaminasi oleh lingkungan Kurang pengetahuan tentang infeksi kuman 3. Kurangnya pengetahuan keluarga tentang kondisi, pengobatan, pencegahan, berhubungan dengan : Tidak ada yang menerangkan Interpretasi yang salah, tidak akurat Informasi yang didapat tidak lengkap Terbatasnya pengetahuan / kognitif 4. Perubahan kebutuhan nutrisi, kurang dari kebutuhan berhubungan dengan : Kelelahan Batuk yang sering, adanya produksi sputum Dyspnoe

Anoreksia Penurunan kemampuan finansial (keluarga).

3. INTERVENSI KEPERAWATAN DAN RASIONAL DIAGNOSA. I. Independen 1. Kaji dyspnoe, takipnoe, bunyi pernafasan abnormal. Meningkatnya respirasi, keterbatasan ekspansi dada dan fatique. TB paru dapat menyebabkan meluasnya jangkauan dalam paru-paru yang berasal dari bronchopneumonia yang meluas menjadi inflamasi, nekrosis, pleural efusion dan meluasnya fibrosis dengan gejala-gejala respirasi distress. 2. Evaluasi perubahan tingkat kesadaran, catat tanda-tanda sianosis dan perubahan kulit, selaput mukosa dan warna kuku. Akumulasi sekret dapat mengganggu oksigenasi di organ vital dan jaringan 3. Demontrasikan/anjurkan untuk mengeluarkan nafas dengan bibir disiutkan, terutama pada klien dengan fibrosis atau kerusakan parenkhim. Meningkatnya resistensi aliran udara untuk mencegah kolapsnya jalan nafas dan mengurangi residu dari paru-paru 4. Anjurkan untuk bedrest/mengurangi aktivitas Mengurangi konsumsi oksigen pada periode respirasi Kolaborasi 5. Monitor BGA Menurunnya oksigen ( PaO2 ), saturasi atau meningkatnya PaCo2 menunjukkan perlunya penanganan yang lebih adekuat atau perubahan therapi. 6. Memberikan oksigen tambahan Membantu mengoreksi hipoksemia yang secara sekunder mengurangi ventilasi dan menurunnya tegangan paru.

DIAGNOSA. II. Independen 1. Review patologi penyakit fase aktif/tidak aktif, menyebarnya infeksi melalui bronkhus pada jaringan sekitarnya atau melalui aliran darah atau sistem limfe dan potensial infeksi melalui batuk, bersin, tertawa, ciuman atau menyanyi. Membantu klien agar klien mau mengerti dan menerima terhadap terapi yang diberikan untuk mencegah komplikasi. 2. Mengidentifikasi orang-orang yang beresiko untuk terjadinya infeksi seperti anggota keluarga, teman, orang dalam satu perkumpulan. Memberitahukan kepada mereka untuk mempersiapkan diri untuk mendapatkan terapi pencegahan. 3. Anjurkan klien menampung dahaknya jika batuk Kebiasaan ini untuk mencegah terjadinya penularan infeksi. 4. Gunakan masker setap melakukan tindakan Untuk mengurangi resiko penyebaran infeksi 5. Monitor temperatur Febris merupakan indikasi terjadinya infeksi. 6. Ditekankan untuk tidak menghentikan terapi yang dijalani Periode menular dapat terjadi hanya 2 3 hari setelah permulaan kemoterapi tetapi dalam keadaan sudah terjadi kavitas atau penyakit sudah berlanjut sampai tiga bulan. Kolaborasi 7. Pemberian terapi untuk anak a. INH, Etambutol, Rifampisin INH adalah obat pilihan bagi penyakit TB primer dikombinasikan dengan obat-obat lainnya. Pengobatan jangka pendek INH dan Rifampisin selama 9 bulan dan etambutol untuk 2 bulan pertama. b. Pyrazinamid ( PZA ) / aldinamide, Paraamino Salicyl ( PAS ), Sycloserine, Streptomysin Obat-obat sekunder diberikan jika obat-obat primer sudah resisten. c. Monitor sputum BTA

Klien dengan 3 kali pemeriksaan BTA negatif, terapi diteruskan sampai batas waktu yang ditentukan. DIAGNOSA. III. Independen 1 Kaji kemampuan belajar klien misalnya : tingkat kecemasan, perhatian, kelelahan, tingkat partisipasi, lingkungan yang memungkinkan klien untuk belajar, seberapa banyak yang telah diketahui, media yang tepat dan siapa yang dipercaya. Kemampuan belajar berkaitan dengan keadaan emosi dan kesiapan fisik. Keberhasilan tergantung pada sebatasmana kemampuan klien. 2 Mengidentifikasi tanda-tanda yang dapat dilaporkan pada dokter misalnya : hemoptisis, nyeri dada, demam, kesulitan nafas, kehilangan pendengaran, vertigo. Mengindikasikan perkembangan penyakit atau efek samping dari pengobatan yang membutuhkan evaluasi secepatnya. 3 Menekankan pentingnya asupan diet TKTP dan intake cairan yang adekuat. Mencukupi kebutuhan metabolik, mengurangi kelelahan, intake cairan yang memadai membantu mengencerkan dahak. 4 Berikan informasi yang spesifik dalam bentuk tulisan untuk klien dan keluarga misalnya : jadwal minum obat. Informasi tertulis dapat mengingatkan klien tentang informasi yang telah diberikan. Pengulangan informasi dapat membantu mengingatkan klien. 5 Menjelaskan dosis obat, frekwensi, tindakan yang diharapkan dan perlunya therapi dalam jangka waktu lama. Mengulangi penyuluhan mengenai potensial interaksi antara obat yang diminum dengan obat / subtansi lain. Meningkatkan partisipasi klien dan keluarga untuk mematuhi aturan therapi dan mencegah terjadinya putus obat. 6 Jelaskan tentang efek samping dari pengobatan yang mungkin timbul, misalnya : mulut kering, konstipasi, gangguan penglihatan, sakit kepala, peningkatan tekanan darah. Dapat mencegah keraguan terhadap pengobatan dan meningkatkan kemampuan klien untuk menjalani terapi. 7 Merujuk pemeriksaan mata saat memulai dan menjalani therpi etambutol.

Efek samping utama etambutol adalah menurunkan ketajaman penglihatan dan juga mengurangi kemampuan untuk mempersepsikan warna hijau. 8 Memberikan dorongan pada klien dan keluarga untuk mengungkapkan kecemasan/keprihatinannya serta memberikan jawaban yang jujur atas pertayaannya. Jangan berusaha menyangkal pernyataanya. Memberikan kesempatan untuk mengubah pandangannya yang salah dan meredakan kecemasannya. Penyangkalan terhadap perasaannya akan memperburuk mekanisme koping yang merugikan kesehatannya. 9 Review tentang cara penularan TB ( misalnya : umumnya melalui inhalasi udara yang mengandung kuman, tapi mungkin juga menular melalui urine jika infeksinya mengenai sistem urinaria ) dan resiko kambuh kembali. Pengetahuan yang cukup dapat mengurangi resiko penularan / kambuh kembali. Komplikasi yang berhubungan dengan tidak adekuatnya penyembuhan TB meliputi : formasi abses, empisema, pneumothorak, fibrosis, efusi pleura, empyema, bronkhiektasis, hemoptisis, ulcerasi GI, fistula bronkopleural, TB laring, dan penularan kuman. DIAGNOSA. IV. Independen Kaji dan komunikasikan status nutrisi klien dan keluarga seperti yang dianjurkan : 1. Catat turgor kulit 2. Timbang berat badan 3. Integritas mukosa mulut, kemampuan dan ketidakmampuan menelan, adanya bising usus, riwayat nausea, vomiting atau diare. Digunakan untuk mendefinisikan tingkat masalah dan intervensi 4 Mengkaji pola diet klien yang disukai/tidak disukai Membantu intervensi kebutuhan yang spesifik, meningkatkan intake diet klien. 5 Meonitor intake dan output secara periodik. Mengukur keefektifan nutrisi dan cairan. 6 Catat adanya anoreksia, nausea, vomiting, dan tetapkan jika ada hubungannya dengan medikasi. Monitor volume, frekwensi, konsistensi BAB. Dapat menentukan jenis diet dan mengidentifikasi pemecahan masalah untuk

meningkatkan intake nutrisi. 7 Anjurkan bedrest Membantu menghemat energi khususnya terjadinya metabolik saat demam. 8 Lakukan perawatan oral sebelum dan sesudah terapi respirasi Mengurangi rasa yang tidak enak dari sputum atau obat-obat yang digunakan untuk pengobatan yang dapat merangsang vomiting.

ASUHAN KEPERAWATAN TBC PADA KLIEN DEWASA

1. Pengkajian -Aktivitas / istirahat. Gejala : * Kelelahan umum dan kelemahan. * Nafas pendek karena bekerja. * Kesulitan tidur pada malam atau demam pada malam hari, menggigil dan atau berkeringat. * Mimpi buruk. Tanda : * Takhikardi, tachipnoe, / dispnoe pada kerja. * Kelelahan otot, nyeri dan sesak (pada tahap lanjut). -Integritas Ego. Gejala : * Adanya faktor stres lama. * Masalah keuanagan, rumah. * Perasaan tak berdaya / tak ada harapan. * Populasi budaya. Tanda : * Menyangkal. (khususnya selama tahap dini). * Ancietas, ketakutan, mudah tersinggung. - Makanan / cairan. Gejala : * Anorexia. * Tidak dapat mencerna makanan. * Penurunan BB.

Tanda : * Turgor kulit buruk. * Kehilangan lemak subkutan pada otot. - Nyeri / kenyamanan. Gejala : * Nyeri dada meningkat karena batuk berulang. Tanda : * Berhati-hati pada area yang sakit. * Perilaku distraksi, gelisah. - Pernafasan. Gejala : * Batuk produktif atau tidak produktif. * Nafas pendek. * Riwayat tuberkulosis / terpajan pada individu terinjeksi. Tanda : * Peningkatan frekuensi nafas. * Pengembangan pernafasan tak simetris. * Perkusi dan penurunan fremitus vokal, bunyi nafas menurun tak secara bilateral atau unilateral (effusi pleura / pneomothorax) bunyi nafas tubuler dan / atau bisikan pektoral diatas lesi luas, krekels tercatat diatas apeks paru selam inspirasi cepat setelah batuk pendek (krekels posttusic). * Karakteristik sputum ; hijau purulen, mukoid kuning atau bercampur darah. * Deviasi trakeal ( penyebaran bronkogenik ). * Tak perhatian, mudah terangsang yang nyata, perubahan mental ( tahap lanjut ). - Keamanan. Gejala : * Adanya kondisi penekana imun, contoh ; AIDS, kanker, tes HIV positif (+)

-Tanda : * Demam rendah atau sakit panas akut. -Interaksi sosial. Gejala : * Perasaan isolasi / penolakan karena penyakit menular. * Perubahan pola biasa dalam tangguang jaawab / perubahan kapasitas fisik untuk melaksankan peran. -Penyuluhan / pembelajaran. Gejala : * Riwayat keluarga TB. * Ketidakmampuan umum / status kesehatan buruk. * Gagal untuk membaik / kambuhnya TB. * Tidak berpartisipasi dalam therapy. 2. Diagnosa keperawatan Yang Muncul 1. Bersihan jalan napas tak efektif berhubungan dengan sekresi yang kental/darah. 2. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan kerusakan membran alveolar-kapiler. 3. Intervensi Diagnosa Keperawatan 1. : Bersihan jalan napas tak efektif berhubungan dengan sekresi yang kental/darah. Tujuan : Kebersihan jalan napas efektif. Kriteria hasil : * Mencari posisi yang nyaman yang memudahkan peningkatan pertukaran udara. * Mendemontrasikan batuk efektif. * Menyatakan strategi untuk menurunkan kekentalan sekresi. Intervensi :

* Jelaskan klien tentang kegunaan batuk yang efektif dan mengapa terdapat penumpukan sekret di sal. pernapasan. R/ Pengetahuan yang diharapkan akan membantu mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana teraupetik. * Ajarkan klien tentang metode yang tepat pengontrolan batuk. R/ Batuk yang tidak terkontrol adalah melelahkan dan tidak efektif, menyebabkan frustasi. * Napas dalam dan perlahan saat duduk setegak mungkin. R/ Memungkinkan ekspansi paru lebih luas. * Lakukan pernapasan diafragma. R/ Pernapasan diafragma menurunkan frek. napas dan meningkatkan ventilasi alveolar. * Tahan napas selama 3 5 detik kemudian secara perlahan-lahan, keluarkan sebanyak mungkin melalui mulut. Lakukan napas ke dua , tahan dan batukkan dari dada dengan melakukan 2 batuk pendek dan kuat. R/ Meningkatkan volume udara dalam paru mempermudah pengeluaran sekresi sekret. * Auskultasi paru sebelum dan sesudah klien batuk. R/ Pengkajian ini membantu mengevaluasi keefektifan upaya batuk klien. * Ajarkan klien tindakan untuk menurunkan viskositas sekresi : mempertahankan hidrasi yang adekuat; meningkatkan masukan cairan 1000 sampai 1500 cc/hari bila tidak kontraindikasi. R/ Sekresi kental sulit untuk diencerkan dan dapat menyebabkan sumbatan mukus, yang mengarah pada atelektasis. * Dorong atau berikan perawatan mulut yang baik setelah batuk. R/ Hiegene mulut yang baik meningkatkan rasa kesejahteraan dan mencegah bau mulut. * Kolaborasi dengan tim kesehatan lain : Dengan dokter : pemberian expectoran, pemberian antibiotika, konsul photo toraks. R/ Expextorant untuk memudahkan mengeluarkan lendir dan menevaluasi perbaikan kondisi klien atas pengembangan parunya. Diagnosis Keperawatan 2. : Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan kerusakan membran alveolar-kapiler.

Tujuan : Pertukaran gas efektif. Kriteria hasil : * Memperlihatkan frekuensi pernapasan yang efektif. * Mengalami perbaikan pertukaran gas-gas pada paru. * Adaptive mengatasi faktor-faktor penyebab. Intervensi : * Berikan posisi yang nyaman, biasanya dengan peninggian kepala tempat tidur. Balik ke sisi yang sakit. Dorong klien untuk duduk sebanyak mungkin. R/ Meningkatkan inspirasi maksimal, meningkatkan ekpsnsi paru dan ventilasi pada sisi yang tidak sakit. * Observasi fungsi pernapasan, catat frekuensi pernapasan, dispnea atau perubahan tandatanda vital. R/ Distress pernapasan dan perubahan pada tanda vital dapat terjadi sebagai akibat stress fisiologi dan nyeri atau dapat menunjukkan terjadinya syock sehubungan dengan hipoksia. * Jelaskan pada klien bahwa tindakan tersebut dilakukan untuk menjamin keamanan. R/Pengetahuan apa yang diharapkan dapat mengurangi ansietas dan mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana teraupetik. * Jelaskan pada klien tentang etiologi/faktor pencetus adanya sesak atau kolaps paruparu. R/ Pengetahuan apa yang diharapkan dapat mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana teraupetik. * Pertahankan perilaku tenang, bantu pasien untuk kontrol diri dengan menggunakan pernapasan lebih lambat dan dalam. R/ Membantu klien mengalami efek fisiologi hipoksia, yang dapat dimanifestasikan sebagai ketakutan/ansietas. * Kolaborasi dengan tim kesehatan lain : Dengan dokter : pemberian antibiotika, pemeriksaan sputum dan kultur sputum, konsul photo toraks. R/Mengevaluasi perbaikan kondisi klien atas pengembangan parunya.

4. Evaluasi No. Diagnosa Evaluasi 1. Bersihan jalan napas tak efektif berhubungan dengan sekresi yang kental. S : Pasien mengatakan dapat mengeluarkan dahaknya. O : Tanda-tanda penggunaan otot aksesori pernapasan berkurang. A : Tujuan tercapai sebagian. P : Lanjutkan intervensi 2. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan kerusakan membran alveolar-kapiler. S : Pasien mengatakan lemas O : Pasien tampak pucat, frekuensi napas menurun dari 32 x/mnt menjadi 30 x/mnt A : Tujuan belum tercapai P : Lanjutkan intervensi

DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda Juall. 2001. Buku Saku Diagnosa Keperawatan, Edisi 8. EGC. Jakarta. Doengoes, ME. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. EGC. Jakarta. IDAI dan PP IDAI UKK Pulmonologi. 2000. Tatalaksana Mutakhir Penyakit Respiratorik Pada Anak; Dalam Temu Ahli Respirologi Anak-Anak. Jakarta. Nelson. 2000. Ilmu Kesehatan Anak; Volume 2 Edisi 15. EGC. Jakarta. Ngastiyah. 1997. Perawatan Anak Sakit. EGC. Jakarta. Soeparman. 1999. Ilmu Penyakit Dalam; Jilid I. FKUI. Jakarta. Staf Pengajar Ilmu Keperawatan Anak FKUI. 1985. Buku Kuliah 2 Ilmu Kesehatan Anak. FKUI. Jakarta Price, Sylvia Anderson. Edisi 6 : 2006. Patofisiologi, EGC. Jakarta. Nanda, Diagnosa Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi 2005-2006

Anda mungkin juga menyukai