Anda di halaman 1dari 23

Untuk Dia (Si Tanpa Nama)

Matahari siang itu seakan-akan berada tepat diatas kepala mungil Niki, Tetapi tak sedikitpun membuat Niki menyerah untuk terus berlari menyusuri jalan raya panjang kota metropolitan. Angin yang bercampur debu serta polusi asap kendaraan menyapu wajahnya yang bersimbah peluh. Detakan jantungnya bahkan terasa memukul kuat dadanya disepanjang langkah kecilnya. Dengan kedua tangan kecilnya yang membawa sekantong besar kumpulan koran bekas. Langkahnya terhenti disebuah halte bus yang tak jauh dari

pusat perbelanjaan kota tersebut. Nafasnya terengah-engah. Ia menatap beberapa orang berbadan tegap mengenakan seragam kantor lengkap dengan jas, dasi dan sepatu yang sedang duduk disepanjang kursi halte menunggu bus. Ia berjalan pelan menuju sudut halte dan bersandar disebuah tiang. Matanya memerhatikan beberapa orang dengan kesibukannya masing-masing. Ada yang sibuk berdebat dengan seseorang ditelepon ,ada juga yang terlihat gelisah dan berulang kali memerhatikan jam yang ada ditangannya, beberapa yang lain sibuk membaca koran. Tak lama bus besar

berwarna kehijauan yang berkapasitas 25 penumpang tiba. Semua orang berebut masuk kedalam bus tersebut. Niki juga ikut berebut masuk bus tersebut tetapi karena badannya yang kecil membuat nya terjepit oleh beberapa orang yang bertubuh besar. Baru saja satu kakinya naik diatas bus tersebut seseorang yang bertubuh lumayan besar mendorong seseorang yang ada didepan Niki. Niki pun terjatuh keluar bus. Dan kerumunan orang-orang yang memasuki bus itu semakin banyak. Niki! Seseorang memanggilnya dari arah belakang. Niki bangkit sambil mengerang kesakitan karena lututnya

terluka. Seseorang yang memanggilnya tadi langsung menggotong Niki untuk duduk dikursi halte. Lukanya harus segera diobati. Niki menatap wajah orang yang membantunya itu. Bu Lina.. Ucapnya kaget. Bu Lina adalah salah satu guru yang mengajarnya disebuah sekolah tempatnya menuntut ilmu dan mendapat beasiswa karena Niki tergolong dalam keluarga yang tidak mampu tetapi prestasi-prestasinya diberbagai bidang pelajaran sangat mengesankan. Bu Lina segera memanggil taksi dan membawa Niki ikut bersamanya. Terimakasih bu.. ucap Niki sopan setelah keduanya telah

masuk kedalam taksi tersebut. Bu Lina hanya membalas dengan senyuman. Pak kita ke restoran Cina yang ada di pertigaan Jalan Mawar Perintah Bu Lina kepada supir taksi tersebut yang hanya mengangguk. Makasih pak.. Bu Lina menutup pintu taksi dengan satu tangannya serta yang satu lagi memegang erat tangan Niki dan membawa Niki yang berjalan pincang masuk kedalam restoran. Beberapa karyawan restoran menyambut Bu Lina dengan ramah. Ternyata Bu Lina adalah pemilik dari restoran tersebut. Bu Lina membawa Niki masuk kedalam ruangannya. Kamu

duduk dulu ya Niki? Ibu akan mencari beberapa obat untuk luka mu kemungkinan ada tersedia dikotak P3K.. Ucap Bu Lina meninggalkan Niki didalam ruangan tersebut. Ruangan tersebut sangat luas dan bersuhu dingin karena terdapat sebuah pendingin ruangan. Niki mengembus nafas panjang sambil bersandar disebuah sofa empuk. Tak lama Bu Lina datang dengan membawa sebuah kotak plastik yang berisikan obat merah, kapas, etanol, perban serta plester luka. Setelah luka Niki dibersihkan dengan etanol Bu Lina segera memberi obat merah dan menutupi luka tersebut dengan perban.

Bagaimana ? Apa ada lagi bagian tubuh mu yang terluka ? tanya Bu Lina sembari mengambil posisi duduk disamping Niki. Niki hanya menggeleng pelan. Walau tubuhnya sangat lemas dan lelah Ia tetap berusaha tersenyum ramah kepada guru yang sangat Ia hormati itu. Akhir-akhir ini ibu perhatikan kamu sering berada dijalanan Niki. Apa yang kamu lakukan? Bu Lina terlihat sangat serius. Niki terperanjat. Oh ya, ini apa Niki ? tambah bu Lina sambil melihat sekantong koran disamping Niki. Itu koran-koran bekas bu, saya berencana akan menjual itu kepada pembeli barang-barang bekas,

dan hasilnya lumayan. Sahut Niki polos. Untuk apa Niki ? Apa ayahmu sakit lagi? Wajah Bu Lina berubah sedih. Tidak bu, ayah saya masih sehat bahkan Ia semakin bersemangat berjualan. Ibu saya mohon jangan beritahu ayah saya kalau saya mengumpulkan koran-koran bekas ini. Niki menundukkan kepalanya. Bu Lina meraih kedua tangan Niki. Ceritakan kepada Ibu, Niki apa yang membuatmu melakukan ini ? Niki memandang lekat wajah Bu Lina Saya ingin bertemu dengan seseorang bu. Niki mulai menceritakan semua dari awal. Kala liburan kenaikkan kelas. Malam itu saya sangat terburu-buru

hingga saya bersepeda tanpa memandang siapun yang ada didepan saya. Saya mengayuh kuat sepeda menyusuri jalanan panjang menuju sebuah taman tak jauh dari tempat tinggal kami, tempat dimana ayah saya biasa berjualan di malam hari. Sebelum itu saya sedang berada dirumah tetapi tiba-tiba tetangga kami berteriak-teriak memanggil, saya keluar dari rumah dan bertanya apa yang terjadi ternyata ayah saya kecelakaan. Ia korban tabrak lari. Saya segera pergi menuju tempat kecelakaan terjadi. Sesampai disana orang-orang mengatakan bahwa ayah saya sudah dibawa kerumah sakit. Saya

harus mengayuh sepeda berkilo-kilo meter untuk kerumah sakit tersebut. Tetapi didalam perjalanan saya tidak sengaja menabrak segerombolan anak muda yang sedang mabuk-mabukkan. Mereka sangat marah. Bahkan mereka hampir melukai saya, karena saking takutnya saya berlari menjauhi mereka meninggalkan sepeda saya. Saya bersembunyi diatas pohon mangga didepan rumah warga. Setelah merasa aman saya loncat dari atas pohon tersebut. Ternyata seorang anak laki-laki pemilik rumah tersebut melihat saya dan menuduh saya mencuri buah mangga milik mereka. Ia mengejar saya bahkan

sambil berteriak-teriak. Langkah kaki saya terhenti seketika melihat sepeda saya hancur bahkan ban satunya hilang entah dimana. Sepeda yang sudah tak layak pakai. Saya terduduk dan menangis sejadi-jadinya. Anak laki-laki yang mengejar saya hanya berdiam diri dihadapan saya. Mungkin karena kasian Ia tak jadi memarahi saya. Ia segera mengangkat sepeda yang sudah bengkok tersebut dan menyembunyikannya dibalik semak-semak. Besok akan ku perbaiki. Sekarang ayo ikut aku kembali kerumahku. Ucapnya mengajak saya sembari meraih tangan kanan saya. Setiba dirumahnya saya disambut oleh

seorang wanita paruh baya yang ternyata adalah pembantu dirumah besar tersebut. Wanita itu sempat kaget melihat pakaian saya yang sangat kotor bahkan terdapat beberapa bagian yang sobek. Tuan kecil apa perempuan mungil ini temanmu ? tanya wanita paruh baya tersebut. Benar bibi, Ia adalah temanku. Bisakah kau membantunya membersihkan tubuhnya? Tentu.. Saya masuk kesebuah kamar mandi yang sangat bagus dan luas. Wanita yang dipanggil bibi itu

memberikan saya sebuah handuk. Saya segera membasuh wajah saya yang penuh debu dan bekas tanah serta kaki saya yang terkena oli rantai sepeda. Setelah selesai, saya keluar dari kamar mandi. Bibi itu memberikan saya sebuah kaos laki-laki yang lumayan besar. Tak lama kami berkumpul disebuah meja makan. Maaf kami tidak memiliki baju wanita yang seukuran dengan tubuhmu. Ucap anak lelaki itu dengan sopan. Saya hanya mengangguk tersenyum. Ia mengajak saya untuk makan malam bersamanya dan bibi tetapi saya memutuskan sebaiknya untuk cepat pulang. Anak lelaki itu

memaksa untuk mengantarkan saya pulang. Ia membonceng saya dengan sepeda miliknya. Di perjalanan saya menceritakan apa yang sudah terjadi termasuk ayah saya yang masuk rumah sakit. Bahkan Ia sempat ingin mengantarkan saya ke rumah sakit tetapi saya merasa saya sudah sangat amat merepotkan dan kala itu juga sudah larut malam. Keesokannya saya menjemput ayah dirumah sakit. Ayah saya sudah bisa dibawa pulang kerumah, karena tidak begitu parah dan hanya beberapa goresan kecil ditubuhnya Ia hanya merasa sangat terkejut karena itu Ia sempat pingsan. Setiba dirumah saya

terkejut, sepeda saya sudah terparkir didepan rumah. Tetangga kami mengatakan bahwa seorang anak lakilaki baru saja mengantarkannya. Saya segera berlari mengejar anak laki-laki tersebut. Saya berhasil mengejarnya dan kami pergi ke sebuah taman. Disepanjang dialog kami, tak ada hentihentinya saya mengucap terima kasih kepadanya. Selang beberapa hari bersama, kami menjadi teman baik walau sangat terlihat jelas Ia terlihat lebih tua daripada saya. Kemana ada saya dia juga pasti ada. Bahkan saya juga mengenalkannya kepada ayah saya, Ia mengatakan bahwa Ia sangat kesepian

karena orangtua nya yang sibuk bekerja. Sampai pada suatu hari Ia membawakan saya balon warna warni yang sangat banyak. Saya sangat senang. Dan kebetulan keesokkan harinya adalah hari ulang tahun saya serta hari pertama kembali sekolah artinya liburan telah berakhir. Ayah berkata bahwa Ia akan membelikan kue ulang tahun buat saya, karena saking senangnya saya mencaritakannya kepada teman baru saya tersebut termasuk tentang esok hari saya akan masuk sekolah dan baru bisa menemuinya kembali setelah pulang sekolah. Tiba-tiba Ia bertanya hal apa yang paling saya sukai didunia ini

dan saya menjawab saya sangat suka seseorang yang bermain piano dan menyanyikan lagu kesukaan saya. Ketika saya sudah tertidur nyenyak tiba-tiba ayah membangunkan saya, dan berkata ada seseorang yang ingin bertemu dengan saya. Ternyata seseorang itu adalah anak laki-laki tersebut. Ia meminta ijin kepada ayah untuk membawa saya kerumahnya. Setiba dirumahnya Ia segera membawa saya masuk kesebuah ruangan yang terdapat beberapa alat musik dan piano yang sangat bagus dan besar. Ia meminta saya untuk duduk disampingnya, tepat didepan tuts piano.

Jemarinya mulai menekan beberapa tuts piano tersebut dan memainkan sebuah alunan musik dengan merdu. Setelah selesai memainkan piano tersebut, Ia menatap saya dengan senyuman lembut. Bahkan Ia tertawa melihat ekspresi saya yang sangat kagum setelah melihatnya. Ia tiba-tiba menggelitiki saya yang membuat kami larut dalam tawa malam itu. Kamu usil sekali! ucap saya sambil memukul lengannya. Tiba-tiba Ia menarik tangan saya dan memeluk saya. Selamat Ulang Tahun Niki.. Jam tibatiba berdentang diruangan tersebut menandakan tepat pukul 24.00. Niki terisak mengingat itu semua kembali. Bu

Lina berusaha menenangkannya. Tetapi, setelah keesokkan harinya saya tidak melihatnya lagi bu. Bahkan hingga saat ini. 11 bulan sudah berlalu. Saya belum bisa membangkitkan semangat saya lagi seperti dulu, saya juga belum bisa mendapatkan teman seperti dia. Setiap hari saya mampir ditaman tempat biasa kami bermain untuk menantinya, saya juga sempat datang kerumahnya tetapi tetapi tak ada satupun orang dirumah itu. Dia pergi tanpa mengucap selamat tinggal. Betapa bodohnya saya tidak bertanya siapa namanya. Niki segera menghapus airmatanya. Bu Lina berusaha menahan airmatanya.

Perlahan Ia meraih Niki dan memeluk Niki erat dalam peluknya. Saya pernah putus asa karena saya tidak tahu bagaimana cara saya untuk dapat bertemu dengan nya lagi, karena saya hanya gadis kecil yang baru berumur 11 tahun. Saat itu saya juga pernah mengeluh kepadanya, saya berkata bahwa mengapa saya dilahirkan dikeluarga yang tidak mampu, mengapa teman-teman saya di sekolah bisa diantar jemput oleh orangtua mereka bahkan dengan mobil mewah. Sedangkan saya terkadang pulang dengan sepeda kecil bekas,dan sangat beruntung apabila ayah bisa memberi

duit lebih untuk naik bus. Tetapi Ia malah menjawab, bahwa seburuk apapun kehidupan yang saya lalui bahkan yang akan saya lalui kelak saya harus belajar untuk menjalaninya. Saya harus nikmati hidup saya, saya tidak boleh berpikir bahwa kehidupan saya ada didalam sebuah kotak yang akan terbatasi. Sama seperti ketika saya berangkat kesekolah walau saya tidak ada duit sepeda saya sudah tak layak pakai semestinya saya harus tetap bersyukur, saya masih punya kedua kaki. Semua masalah pasti ada cara lain untuk menyelesaikannya. Karena itu saya berusaha keras mengumpulkan duit. Dan

sudah selama 6 bulan ini saya bekerja ditoko bunga walau sekadar memberi pupuk dan menyiram tanaman setiap sore hari menjelang senja, dan siang sepulang sekolah saya mencari korankoran bekas untuk dijual, saya sudah mampu membeli sebuah piano. Memang hanya piano bekas tetapi saya akan rajin belajar untuk memainkannya dari buku-buku musik yang saya beli dari pasar loakan. Dan ini semua memang konyol bu, saya tahu, tetapi saya benarbenar yakin untuk bisa mengembangkan bakat saya juga kemudian mengikuti berbagai kontes pergelaran seni sampai tingkat nasional bahkan internasional

dan bisa bertemu dengan nya. Dia memberikan arti kehidupan kepada saya, jadi saya tidak akan menyerah. Saya sangat yakin pasti bisa bertemu dengannya lagi.. TAMAT

Anda mungkin juga menyukai