Anda di halaman 1dari 12

TUGAS SATELIT FARMASI RAWAT JALAN ANALISIS RESEP

Disusun Oleh : Oktavia Dhina Ertanti, S.Farm

PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT BETHESDA YOGYAKARTA PERIODE OKTOBER-NOVEMBER 2010

KASUS PASIEN RAWAT JALAN

DATA PASIEN Tanggal 18 November2010 Nama pasien No. RM Dokter Usia Riwayat perjalanan penyakit : Bp. W. A : 72-07-86 : dr. KW : 35 tahun : pada tanggal 17 Juni 2010 pasien kontrol rutin dan obat habis. Pasien menderita epilepsi sejak berusia 11 tahun. Alergi obat Pemeriksaan fisik dan laboratorium Diagnosis Tindakan terapi ITER 14x R/ Carbamazepin 200 mg S.2.d.d.1 R/ Phenytoin 70 mg Phenobarbital 50 mg m.f.l.a. d.td. da in cap No LX S.2.d.d.1 Riwayat penggunaan obat Riwayat penyakit terdahulu PROFIL OBAT 1. Carbamazepin : sama dengan obat yang digunakan saat ini. : status epilepticus dan ginggivitis. No. LX ::: Epilepsi :

Komposisi Dosis

Carbamazepin

Dewasa Epilepsi Dosis awal : 100-200 mg 1-2 kali / hari, dapat ditingkatkan perlahan. Dosis pemeliharaan: 0,8-1,2 g / hari dalam dosis terbagi. Dosis maksimal : 2 g / hari. Profilaksis gangguan bipolar Dosis awal: 400 mg / hari dalam dosis terbagi, dapat ditingkatkan perlahan. Dosis pemeliharaan: 400-600 mg / hari. Max: 1,6 g / hari. Trigeminal neuralgia Dosis awal: 100 mg 1-2 kali / hari, dapat ditingkatkan perlahan. Dosis pemeliharaan: 400-800 mg / hari dalam 2-4 dosis terbagi. Dosis maksimal : 1,2 g / hari. Epilepsi rektal 250 mg tiap 6 jam.

Indikasi

Semua jenis epilepsi, kecuali petit mal, neuralgia trigeminus; profilaksis pada manik depresif.

Kontraindikasi - Hipersensitivitas

Peringatan

- Depresi sumsum tulang - Porfiria - Kehamilan. Harus digunakan secara hati-hati pada pasien dengan kondisi sedang menyusui, penyakit CV, gangguan hati atau ginjal, riwayat gangguan darah atau reaksi hematologis untuk obat lain; glaukoma, kelainan kulit, pasien usia lanjut, pasien inhibitor MAO; pengobatan tidak boleh dihentikan secara mendadak. CNS : amnesia, ansietas, meningitis aseptis (case report), ataksia (15%), pusing (44%), sakit kepala

Efek Samping

(22%), dan perubahan pola tidur (32%) Kardiovaskular : aritmia, bradikardi, nyeri dada, CHF, hipertensi, limfadenopati, tromboemboli, tromboplebitis. Hematologi: acute intermittent porphyria, agranulositosis, anemia aplastik, supresi sumsum tulang, leukositosis,leukopenia, trombositopenia. Dermatologi : alopecia, perubahan pigmen kulit, pruritus (8%), ruam, sindrom Stevens-Johnson, urtikaria. Hepar : tes fungsi hati abnormal, hepatitis, hepatic failure, jaundice Gastrointestinal : anoreksia, nyeri perut, konstipasi, diare, dispepsia, mual (29%), muntah (18%).
Interaksi - Pemberian antiepileptika bersama-sama dapat dua atau lebih obat tanpa

meningkatkan

toksisitas

diiringi peningkatan dalam efek antiepilepsi; selain itu interaksi antara masing-masing obat antiepilepsi

mempersulit pemantauan pengobatan; interaksi termasuk peningkatan efek, peningkatan sedasi dan penurunan kadar plasma. - Analgetik : dekstropropoksifen efek tramadol menaikkan di turunkan kadar oleh

karbamazepin; karbamazepin. - Antibiotik (mengurangi :

metabolisme efek); kadar

doksisiklin plasma

dipercepat

karbamazepin

ditingkatkan oleh klaritromisin, eritromisin dan isoniazid (hepatotoksisitas isoniazid mungkin juga meningkat). - Antikoagulan : metabolisme nikumalon dan warfarin dipercepat (mengurangi efek antikoagulan). - Kontrasepsi : karbamazepin mempercepat metabolisme kontrasepsi oral (menurunkan efek kontrasepsi). - Kortikosteroid : metabolisme dipercepat (mengurangi efek). - Antagonis kalsium : diltiazem dan verapamil menaikkan

efek karbamazepin; kadar felodipin, isradipin dan mungkin nikardipin dan nifedipin menurun.

2. Phenytoin
Komposisi Dosis

Phenytoin Na Dewasa Dosis awal : 1 kapsul 3 kali sehari. Dosis pemeliharaan: 3-4 kapsul/hari. Anak-anak Dosis awal : 5 mg / kg berat badan / hari dalam 2-3 dosis terbagi. Max: 300 mg / hari. Dosis pemeliharaan: 4-8 mg / kg berat badan / hari.

Indikasi

Mengontrol serangan epilepsi grand mal & psikomotor

Kontraindikasi Sinus bradikardi Peringatan

Efek Samping

Pemberian pada pasien gangguan fungsi hati Pemberian pada pasien dengan diskrasia darah Pemberian pada pasien DM Pemberian pada wanita hamil & menyusui Tidak diindikasikan untuk kejang karena menyebabkan hipoglikemia - Penghentian panggunaan secara tiba-tiba Kardiovaskuler : hipotensi, bradikardi, cardiac aritmia, cardiovascular collapse CNS : perubahan psikiatri, cadel, pusing, mengantuk, sakit kepala, insomnia Dermatologi : ruam kulit Gastrointestinal : konstipasi, mual & muntah Hematologi : leukopenia, trombositopenia, agranulositosis Hepar : hepatitis Neuromuskular : tremor

Interaksi

- Analgesik : efek fenitoin kemungkinan meningkat apabila digunakan bersama dengan AINS; fenitoin mempercepat metabolisme metadon (mengurangi efek

dan resiko efek putus obat) - Antiaritmia : metabolisme fenitoin dihambat oleh amiodaron (menaikkan kadar plasma); fenitoin

menurunkan kadar plasma disopiramid, fenitoin mempercepat metabolisme meksiletin (menurunkan kadar plasma) - Antikoagulan : fenitoin mempercepat metabolisme kumarin (kemungkinan efek antikoagulan menurun, tetapi juga dilaporkan adanya peningkatan) - Antidepresan : kadar plasma fenitoin ditingkatkan oleh fluoksetin dan fluvoksamin; fenitoin menurunkan kadar plasma mianserin, mirtazapin dan paroksetin - Antiepileptik lain : kadar plasma kedua obat sering menurun, jika fenitoin diberikan bersama

karbamazepin maka kadar plasma fenitoin akan meningkat; kadar plasma fenitoin juga ditingkatkan oleh etosuksimid, kadar plasma fenitoin diturunkan oleh okskarbazepin. - Antibiotik : metabolisme fenitoin dihambat oleh klaritromisin, isoniazid dan metronidazol (kadar plasma fenitoin meningkat); kadar plasma fenitoin ditingkatkan atau diturunkan oleh siprofloksasin; fenitoin mempercepat metabolisme doksisiklin (kadar plasma berkurang); kadar plasma fenitoin

ditingkatkan oleh kloramfenikol.

3. Phenobarbital
Komposisi Dosis

Phenobarbital Dewasa Kejang tonik-klonik/ kejang parsial : 60-180 mg / hari pada malam hari. Sesuaikan dosis dengan respon. Sedasi : 30-120 mg / hari dalam 2-3 dosis terbagi. Hipnotik : 100-320 mg sebelum tidur

Indikasi

Epilepsi, semua jenis kecuali petit mal dan status epileptikus Kontraindikasi - Gangguan ginjal dan hati berat. - Dispnea, depresi pernafasan berat, obstruksi jalan napas - Porfiria - Kehamilan. Peringatan - Lansia atau pasien lemah, anak-anak. - Pasien dengan gangguan fungsi ginjal, hati dan pernapasan. - Pasien dengan nyeri akut dan gangguan depresi. - Dapat mengganggu kemampuan untuk mengemudi atau mengoperasikan mesin. - Laktasi Efek Samping - Kardiovaskuler : hipotensi, bradikardi - CNS : depresi CNS, letargi, sakit kepala, mengantuk, hiperkinasia, insomnia, halusinasi, kebingungan - Dermatologi : ruam kulit, dermatitis, sindrom Stevens-Johnson. - Gastrointestinal : konstipasi, mual & muntah - Hematologi : anemia megaloblastik, trombositopenia, agranulositosis
Interaksi

- Antibiotik : barbiturat mempercepat metabolisme kloramfenikol, doksisiklin dan metronidazol

(menurunkan kadar dalam plasma); fenobarbital mungkin menurunkan kadar plasma rifampisin, telitromisin (hindari selama 2 minggu setelah menggunakan fenobarbital) - Antikoagulan : barbiturat mempercepat metabolisme kumarin (mengurangi efek antikoagulan). - Antidepresan : fenobarbital menurunkan kadar plasma paroksetin; fenobarbital mempercepat metabolisme mianserin (menurunkan kadar plasma); - Antipsikotik barbiturat : eloh antagonisme antipsikotik efek antikonvulsan kejang

(ambang

diturunkan); fenobarbital mempercepat metabolisme haloperidol ( kadar plasma menurun). - Antagonis kalsium : barbiturat mengurangi efek

felodipin, isradipin; barbiturat mungkin mengurangi efek diltiazem, dihidropiridin dan verapamil.

ANALISIS KASUS 1. Definisi Epilepsi Epilepsi menyatakan suatu serangan berulang secara periodik dengan atau tanpa kejang. Serangan tersebut disebabkan oleh kelebihan muatan neuron kotikal dan ditandai dengan perubahan aktivitas listrik seperti yang diukur dengan elektroensefalogram (EEG). Kejang menyatakan keparahan kontraksi otot polos yang tidak terkendali. 2. Patofisiologi Epilepsi - Suatu serangan dapat dilacak pada membran sel atau sel disekitarnya yang tidak stabil. Rangsangan yang berlebih menyebar secara lokal (serangan fokal) maupun lebih luas (serangan umum). - Terjadinya konduktasi kalium yang tidak normal, cacat pada kanal kalsium sensitif voltase, atau defisiensi pada membran adenosin trifosfat (ATPase) yang berkaitan dengan transport ion dapat menghasilkan ketidakstabilan membran neuronal dan serangan kejang. - Aktivitas neuronal normal tergantung pada fungsi normal pemicu rangsang ( yaitu glutamat, aspartat, asetilkolin, norepinefrin, histamin, faktor pelepas kortikotropin, purin, peptida, sitokin dan hormon steroid) dan penghambat neurotransmiter (yaitu dopamin, asam--aminobutirat (GABA); pasokan glukosa, oksigen, natrium, kalium, klorida, kalsium dan asam amino yang cukup; pH normal dan fungsi normal reseptor. - Kejang yang lama, terpapar glutamat secara terus-menerus, sejumlah besar kejang tonik-klonik umum (GTC) lebih besar dari 100, dan episode ganda status epileptikus dapat dikaitkan dengan kerusakan neuronal. 3. Manifestasi Klinik - Pada sebagian besar kasus, tenaga kesehatan tidak langsung menyaksikan terjadinya kejang. Banyak pasien (khususnya yang disertai dengan kejang parsial komplek atau tonik-klonik umum) tidak menyadari kejadian kejang yang sesungguhnya. Oleh karena itu, memperoleh riwayat yang memadai dan deskripsi kejadian iktal

(termasuk waktu kejadian) dari pihak ketiga (orang lain, anggota keluarga, dan saksi) sangatlah penting. - Gejala kejang yang spesifik akan tergantung pada macam kejangnya. Jenis kejang dapat bervariasi antar pasien, namun cenderung serupa pada suatu individu yang sama - Kejang kompleks parsial dapat termasuk gambaran somatosensori atau motor fokal. - Kejang kompleks parsial dikaitkan dengan perubahan kesadaran. - Ketiadaan kejang dapat tampak relatif ringan, dengan periode perubahan kesadaran hanya sangat singkat(detik). - Kejang tonik-klonik umum merupakan episode konvulsif utama dan selalu dikaitkan dengan kehilangan kesadaran. - Interiktal (antara episode kejang) tidak ada tanda epilepsi yang obyektif dan khas. 4. Tes laboratorium dan penunjang lainnya Hingga saat ini tidak ada pemeriksaan laboratorium untuk epilepsi. Dalam beberapa hal, khususnya setelah kejang tonik-klonik umum (mugkin parsial kompleks), kadar serum prolaktin dapat naik sesaat. Pemeriksaan laboratorium dapat dilakukan untuk menentukan penyebab kejang yang dapat diobati (hipoglikemi, perubahan konsentrasi elektrolit, infeksi) yang bukan merupakan serangan epilepsi. Pemeriksaan EEG sangat berguna dalam diagnosis berbagai macam kelainan/ gangguan kejang. EEG mungkin normal pada beberapa pasien yang secara klinis masih terdiagnosis epilepsi. MRI sangat bermanfaat (khususnya dalam pencandraan lobus temporal) tetapi CT scan tidak membantu kecuali dalam evaluasi awal untuk tumor otak atau perdarahan cerebral. 5. Penatalaksanaan Terapi farmakologi

PEMBAHASAN Assessment Pasien mempunyai riwayat penyakit Epilepsi sejak berumur 11 tahun dan rutin menjalani pengobatan.

Penggunaan karbamazepin, fenitoin dan fenobarbital termasuk DRP kategori Adverse Drug Reaction karena terjadi interaksi antara karbamazepin vs fenitoin, karbamazepin vs fenobarbital dan fenitoin vs fenobarbital. Ketiga interaksi ini memiliki signifikansi tingkat 4 dengan keamanan moderate. Fenobarbital dapat menyebabkan penurunan konsentrasi serum karbamazepin. Penggunaan obat ini secara bersamaan harus dengan perhatian khusus dan digunakan secara hati-hati. Lakukan monitoring terhadap kondisi klinis pasien dan dosis obat yang diberikan. Penggunaan karbamazepin dan fenitoin secara bersamaan dapat menyebabkan penurunan konsentrasi serum karbamazepin dan peningkatan atau paenurunan konsentrasi serum fenitoin. Monitor kadar serum dari karbamazepin dan fenitoin saat memulai atau menghentikan penggunaan kedua obat tersebut. Ubah dosis yang diperlukan untuk menghindari terjadinya interaksi atau untuk memastikan keberhasilan terapi. Penggunaan antikonvulsan fenitoin dan fenobarbital secara bersamaan dapat mengakibatkan peningkatan atau penurunan efek dari kedua obat. Fenobarbital dapat menyebabkan peningkatan metabolisme antikonvulsan fenitoin. Selain itu, barbiturat kompetitif dapat menghambat metabolisme, yang menyebabkan peningkatan kadar serum antikonvulsan fenitoin. Monitor kadar serum kedua obat ini , dan monitor pasien untuk perubahan dalam kontrol serangan atau untuk tanda-tanda toksisitas obat. Berikan dosis yang sesuai. Pasien ini adalah pasien rawat jalan sehingga tidak dilakukan assasment secara langsung. Dari data rekam medik pasien memiliki riwayat epilepsi sejak umur 11 tahun dan menjalani pengobatan rutin. Terakhir kali kontrol pada tanggal 17/6/2010 karena obat habis namun pasien tidak ikut datang. Hanya diberikan resep yang berisi 3 macam obat anti konvulsan dan iter sebanyak 14x.

Care Plan a. Atur penggunaan dosis yang sesuai untuk pasien tersebut, untuk menghindari terjadinya interaksi antar obat anti konvulsan yang di berikan kepada pasien. Karena dari salah satu sumber tersier menyebutkan bahwa interaksi antar obat dapat dihindari dengan pengaturan dosis penggunaan.

b. Monitoring kondisi klinis pasien terkait efek samping yang muncul akibat pengaturan dosis untuk menghindari interaksi obat. Termasuk juga ada/tidaknya efek klinis yang muncul setelah pengaturan dosis. c. Monitor kejang yang tiba-tiba muncul selama pasien tidak kontrol ke dokter karena resep ini iter sebanyak 14x sehingga kemungkinan pasien tidak akan kontrol selama jangka waktu 1 tahun lebih 2 bulan.

KIE pada pasien: Minum obat secara teratur. Tidak boleh berhenti minum obat secara mendadak, apabila ingin menghentikan pengobatan harus mngkonsultasikan kepada dokter. Jika lupa minum obat maka harus segera meminum obat saat ingat. Jika jam minum obatnya sudah lewat maka tetap meminum 1 dosis saja tidak boleh minum 2 dosis. Apabila lupa meminum lebih dari 1 hari maka harus segera memberitahu dokter. Obat sebaiknya diminum segera setelah makan untuk menghindari mual atau muntah setelah minum obat.

Monitoring Monitoring kondisi klinis pasien terkait efek samping yang muncul akibat pengaturan dosis untuk menghindari interaksi obat. Termasuk juga ada/tidaknya efek klinis yang muncul setelah pengaturan dosis. Monitor kejang yang tiba-tiba muncul selama pasien tidak kontrol ke dokter karena resep ini iter sebanyak 14x sehingga kemungkinan pasien tidak akan kontrol selama jangka waktu 1 tahun lebih 2 bulan. DAFTAR PUSTAKA Anonim, 2009, MIMS Indonesia, Petunjuk Konsultasi, Ed 9th, Buana Ilmu Populer, Jakarta Charles, F., Lora, L., Morton, P., Leonard, L., 2009, Drug Information Handbook Ed 17th, Lexi-Comp, North America. Dipiro, dkk, 2009, Pharmacotherapy A pathophysiologic approach, Ed 7th ,577-598, Medical Publishing Division MCGRAW-HILL

Sukandar , dkk, 2008, ISO farmakoterapi, 497-516 , PT ISFI, Jakarta

Anda mungkin juga menyukai