Anda di halaman 1dari 2

Kelompok 8 Tugas Teori Ilmu Hubungan Internasional

Studi Kasus : Amerika Serikat akan Menjual 66 Pesawat Tempur ke Taiwan Hubungan antara Cina dan Amerika Serikat (AS) semakin lama semakin terlihat jelas bahwa diantara kedua negara besar ini telah terjadi semacam perang dingin, meskipun kedua negara tersebut tidak ingin disebut demikian. Menurut sumber di salah satu artikel di internet, dikatakan Menteri Luar Negeri AS, Hillary Clinton, dalam pertemuan di Balai Rakyat Agung di Beijing (4 Mei 2012) menyatakan bahwa hubungan antara AS dan Cina kini berada pada tingkat terkuat. Selain itu, Presiden Cina Hu Jintao di awal pertemuan tersebut pun menyatakan adanya kerja sama antara Cina dan AS dan tidak menginginkan adanya hubungan yang buruk diantara keduanya. Sebab jika terjadi hubungan yang buruk, maka itu justru akan menimbulkan dampak buruk bagi seluruh dunia. Tak hanya AS dan Cina saja. Namun, setelah pernyataan itu, tak lama kemudian AS kembali menunjukkan perang dinginnya terhadap Cina. Pemerintah AS sedang merundingkan mengenai bantuannya terhadap Taiwan dengan cara menjual 66 pesawat tempurnya. Dari laporan tahunan Pentagon, keluar pendapat bahwa perekonomian Cina yang meningkat dengan pesat kini terjadi untuk memperluas pengaruh militernya dan Cina pun menginvestasikan uangnya untuk melengkapi militernya dengan alutsista yang lebih modern. Laporan tahunan dari Pentagon tersebut nyatanya membuat Cina cukup gerah karena pernyataan tersebut dan menganggap AS telah menyebarkan Teori Ancaman Militer Cina. Jubir Kemenlu Cina, Hong Lei, menyatakan bahwa Pemerintah Cina berkomitmen untuk mempertahankan perdamaian, stabilitas dan kemakmuran di wilayah Asia-Pasifik bahkan seluruh dunia. Setelah itu, untuk menyikapi perkembangan hubungan antara Cina dan Taiwan yang nampak panas karena masalah wilayah, parlemen AS menyetujui untuk menjual 66 buah pesawat tempur Amerika untuk Taiwan. Sayangnya, Pemerintahan Obama tidak menyetujuinya dan hanya berencana untuk melakukan upgrade jet tempur yang ada di Taiwan saja dengan biaya 5,85 miliar dolar. Melihat rangkaian penjelasan mengenai bantuan Amerika Serikat terhadap Taiwan tersebut, jika dilihat dari teori realisme didapatkan penjelasan bahwa : Pertama, aktor utama dalam fenomena ini pastinya adalah negara. Dimana negara yang terlibat adalah Amerika Serikat, Cina, dan Taiwan. Kedua, dilihat dari kondisi internasionalnya. Mengapa AS akhirnya berniat untuk membantu Taiwan dalam hal militer? Menurut kami, seperti diketahui bahwa dasar realisme adalah sifat dasar manusia/ human nature yang cenderung berkonflik. Demikian halnya dengan AS dan Cina. Meskipun kedua negara tersebut tidak menyatakan mereka sedang

berperang dan tidak ingin disebut berperang dingin, tapi kenyataannya Cina terus waspada dengan segala kemungkinan dengan meningkatkan ekonominya dan menginvestasikannya untuk memperkuat alutsista. Demikian halnya dengan AS, dengan cara membantu Taiwan maka justru akan muncul kepercayaan dari Taiwan dimana nantinya jika memang terjadi hal buruk yaitu berperang dengan Cina, AS sudah semakin kuat dengan dukungan dari Taiwan. Ketiga, asumsi dalam fenomena Taiwan yang dibantu AS ini adalah power, dimana Taiwan yang bisa dibilang cukup jauh dari Cina kekuatannya pasti merasa terancam dengan Cina, sehingga ia mencari kekuatan lebih dengan bantuan dari negara yang memilki kekuatan relatif seimbang dengan Cina, yaitu AS. Namun, jika dilihat dari sisi Cina-AS, disitu terdapat sistem Balance of Power. Dimana Cina dan AS sama-sama memiliki distribusi sumber daya (dalam hal ini adalah ekonomi dan militer) yang relatif seimbang. Sistem ini ditandai dengan adanya interaksi yang kompetitif yang dapat terlihat dari pernyataan Hillary bahwa AS dan Cina berada dalam hubungan yang sangat kuat. Tapi satu sama lain tetap mempertahankan dan meningkatkan kekuatannya(increase national power). Peningkatan kekuatan untuk bertahan itu termasuk dalam preskripsi realisme.

Anda mungkin juga menyukai