Anda di halaman 1dari 5

PROGRAM PENDIDIKAN STRATA-4 BAGI ALUMNUS PROGRAM S-3 ?

Oleh : Nasrullah Idris Di sebuah forum diskusi yang diikuti sebagian diikuti oleh mahasiswa pasca sarjana, saya pernah mengajukan usulan program pendidikan "S-4" di Indonesia, yang kemudian menimbulkan perdebatan panjang. Kepada mereka, saya katakan bahwa lulusan S-3 hendaknya tidak lagi dipandang sebagai puncak prestasi intelektual untuk bidang apa pun dalam pendidikan formal, sehingga terdorong upaya membentuk kualitas yang lebih daripada itu. Apalagi pada era globalisasi semakin tercipta tuntutan untuk terus belajar mengingat cepatnya dinamika berbagai disiplin ilmu. Siapa pun yang merasa puas dengan apa yang sudah dicapainya akan beresikolah untuk tersingkir dalam menghadapi persaingan SDM internasionnal, meskipun kejadiannya di negeri sendiri.

Dengan adanya ide tersebut tentu merangsang para lulusan S-3 terus belajar, membaca, sampai meneliti, terutama yang merupakan kelanjutan bidang studi sebelumnya. Bukankah saat wawasannya sudah mencapai standar yang ditetapkan aturan akademik, yang bersangkutan berhak memberikannya berupa gelar S-4. Alasan lainnya adanya kenyataan di kalanan masyarakat akademik di tanah air di mana kualitas lulusan S-3 tidak selalu sama. Rasanya akan mengubah pola motivasi masyarakat Indonesia terhadap pendidikan bila usulan tersebut terwujud. Misalkan munculnya keinginan memasuki "komunitas akademisi yang semakin elitis". Maklumlah, sudah menjadi sifat manusia yang cenderung menginginkan posisi puncak pada sistim piramida prestasi. Logikanya, apakah sama motivasi mereka bila puncak pendidikan formal hanya sampai S-2? Cukup banyak juga peserta yang bersikap skeptis. Mereka menganggapnya tidak perlu. Soalnya kewajiban setiap individu untuk terus belajar, tidak peduli, apakah ia memiliki S1, S-2, atau S-3. Peringkat itu hanya menentukan berapa lama ia kuliah secara formal. Yang penting ada kemauan keras. Ya kalau konsekwen, sudahlah semua gelar dihapus saja. Himbau saja orang setamat SMA terus belajar autodidak, toh esensinya sama saja. Tetapi apa mungkin? Bukankah para lulusan SMA ngotot masuk PT juga dimaksudkan untuk memperoleh legitimasi dari lembaga pendidikan yang diikutinya. Saya tidak bermaksud membuat orang haus gelar. Sekedar mengembangkan dari realitas tujuan berpendidikan

formal. Siapa sih yang bersedia setiap hari ke kampus tanpa harapan penganugerahan gelar setelah mencapai kurun waktu tertentu? Peserta lainnya mengatakan bahwa tujuan pendidikan S3 secara implisit untuk terus belajar. Lulusannya sudah memperoleh modal banyak dan mempunyai wawasan luas dalam penelitian, percobaan, dan keputusan. Bila ada orang meneruskan belajarnya demi memperoleh S-4, itu sudah tidak ikhlas lagi namanya. Idealnya memang demikian. Entah sudah berapa seringnya himbauan seputar spontanitas berpendidikan dikemukakan para tokoh melalui forum atau ketika diwawancarai. Tetapi nyatanya sosok semacam itu kan susah ditemukan. Jadi, balas saya kepada yang bersangkutan, masalah itikad dipisahkan saja. Biarlah dibahas secara khusus yang bermuara pada tema kesadaran pendidikan sebagai sarana pencari jalan keluar bagi setiap problem kehidupan. Kembali pada persoalan pokok. Sebenarnya di luar negeri sudah ada apa yang dimaksud di atas. Hanya namanya "Pasca Doktor" atau "Post Doctoral". Tidak sedikit alumnus S-3 merasa belum puas bila belum melewatinya. Hanya kabarnya bukan jenjang pendidikan, kata soerang mahasiswa Indonesia di Australia, sekedar masa transisi: memperdalam ilmu dan pengalaman saja. Jadi tiada gelar tambahan. Pada masa ini si person benar-benar dinilai dari

beberapa aspek seperti kemampuan/kepiawaiannya dalam menghasilkan "internasional publications" di mana ini susah dikejar ketika ia menjalani program S-3. Malah kata mahasiswa Indonesia lainnya di Amerika Serikat, kalau tidak salah studi lanjutkan setelah menyesaikan S-3 sudah lazim dilakukan seperti di Amerika/Eropa. Tujuannya antara lain dalam rangka melakukan riset tanpa ingin terganggu oleh kegiatan lain. Misalkan seorang kawan asal Indonesia yang mengambil program tersebut karena ia ingin menulis buku. Pesertanya tetap full time bekerja untuk kampus. Kerjanya hanya meneliti untuk kemudian rangkumannya dikirim ke berbagai jurnal. Mereka tidak sekedar mengadopsi fenomena dari pustaka juga menciptakan interaksi melalui analisa, riset, dan eksperimen, sehingga mengarah pada pemikiran : tuntas-detailintegratif. Tanggapan balik saya : kalau memang demikian kenapa tidak langsung saja dipatenkan serta disosialisasikan sebagai jenjang pendidikan formal. Jadi jangan lagi setengah-setengah. Tinggal membuat aturan akademik, termasuk akronim gelar berdasarkan setiap jurusan. Saya rasa bila saja program S-4 segera dilaksanakan, itu sama saja dengan membangunkan alumnus S-3, terutama yang tidak lagi aktif di kampus, untuk kembali sebagai mahasiswa. Asal saja disikapi opitimis, yaitu melihat berbagai prospek positif dalam kandungannya, tanpa mengabaikan semua jenjang di bawahnya, S-3 sampai SD.

Sebaliknya bila disikapi pesimis ya akan susah terealisasi, sebagaimana yang tampak pada beberapa peserta forum diskusi ini. Mereka cenderung menginginkan, agar pendidikan yang ada sajalah dulu yang harus dibenahi secara maksimal. Itu jelas. Tetapi program S-4 pun harus dipandang sebagai kredit point potensial bagi SDM. Apakah ditunda saja hanya karena akan mengganggu program pendidikan lainnya? Itu bukan alasan. Karena toh urutan prioritasnya/ritual akademiknya bisa diatur kemudian dengan tetap berpijak pada realitas. Pokoknya dengan program tersebut, peta kompetisi maupun gariah dalam berpendidikan nanti akan menjadi lain. Mungkin saja pada lulusan S-1 akan muncul perasaan, sebagaimana yang terjadi pada lulusan SMA sekarang. Artinya, sama-sama tidak puas dengan apa yang sudah dicapainya, yang ditindaklanjuti berupa dorongan untuk memasuki jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Bayangkan, apa jadinya bila jenjang pendidikan di Indonesia hanya sampai S-2? Saya yakin, jumlah lulusan S-1 tidak akan sebanyak sekarang. (Nasrullah Idris/Bidang Studi : Reformasi Sains Matematika Teknologi)

http://www.facebook.com/nasrullahidris.0081929784 https://plus.google.com/u/0/106840504523707030850/posts = Google Plus nasrullah.idris@yahoo.co.id

Anda mungkin juga menyukai