Anda di halaman 1dari 38

Kemampuan Penalaran Siswa Pada Pembelajaran Matematika Model Pembelajaran Think-Talk-Write Di Kelas VIII SMP Negeri 1 Inderalaya

By TIKADWINOPRIYANTI email: tikakiku_tika@yahoo.com UNIVERSITAS SRIWIJAYA

BAB I PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang

Ebbutt dan Straker (dalam Suhito, 2003:6) mendefinisikan matematika sekolah yang selanjutnya disebut sebagai matematika adalah kegiatan penelusuran pola dan hubungan, kreativiatas yang memerlukan imajinasi, intuisi, dan penemuan, kegiatan problem solving dan kegiatan komunikasi. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang menjadi acuan pembelajaran di Indonesia merinci empat jenis kemampuan penting yang harus dikuasai oleh siswa, di antaranya: pemecahan masalah (problem solving), penalaran (reasoning), komunikasi (communication) dan menghargai kegunaan matematika sebagai tujuan pembelajaran matematika SD, SMP, SMA dan SMK, disamping tujuan yang berkaitan dengan pemahaman konsep seperti yang sudah dikenal selama ini. Dari sini jelas bahwa kemampuan bernalar (reasoning ability) merupakan salah satu kompetensi matematika yang ingin dicapai dalam pembelajaran matematika. Dijelaskan pada dokumen Peraturan Dirjen Dikdasmen No. 506/C/PP/2004 (Depdiknas, 2004) tentang indikator-indikator penalaran yang harus dicapai oleh siswa. Indikator yang menunjukkan penalaran antara lain adalah:

1.

Kemampuan menyajikan pernyataan matematika secara lisan, tertulis, gambar dan diagram;

2.

Kemampuan mengajukan dugaan;

3.

Kemampuan melakukan manipulasi matematika;

4.

Kemampuan menyusun bukti, memberikan alasan/bukti terhadap kebenaran solusi;

5.

Kemampuan menarik kesimpulan dari pernyataan;

6.

Memeriksa kesahihan suatu argumen;

7.

Menemukan pola atau sifat dari gejala matematis untuk membuat generalisasi

Di dalam keseluruhan proses belajar mengajar di sekolah, kegiatan belajar mengajar merupakan kegiatan yang sangat penting, sehingga berhasil tidaknya tujuan pencapaian pengajaran di sekolah tidak hanya bergantung pada bagaimana proses belajar yang dialami siswa di sekolah sebagai peserta didik namun juga tak lepas dari faktor-faktor pendidikan lainnya seperti sarana pendidikan dan kurikulum.

Untuk mengantisipasi hal ini, pendidikan diharuskan mampu mengembangkan kecakapan hidup yang berguna untuk menghadapi permasalahan dalam kehidupan. Kecakapan ini yang sering disebut life skill. Sedangkan kecakapan matematika merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kecakapan hidup tersebut dan diperlukan untuk dapat memahami dunia di sekitarnya serta untuk keberhasilan kariernya. Kecakapan hidup merupakan kecakapan yang dimiliki seseorang untuk berani menghadapi problema hidup dan kehidupan dengan wajar tanpa merasa tertekan, kemudian secara proaktif dan kreatif mencari serta menemukan solusi sehingga mampu mengatasinya. Dalam hal ini kecakapan atau kemahiran matematika yang diharapkan dapat tercapai dalam belajar matematika mulai TK sampai SMA yaitu menggunakan penalaran pada pola, sifat atau melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan atau pernyataan matematika.

Selama ini matematika di sekolah di Indonesia lebih diinspirasi oleh pandangan absolut bahwa matematika dipandang sebagai kebenaran mutlak, sebagai produk yang siap pakai. Selain itu guru-guru tidak mengetahui bahwa proses terpenting dalam matematika adalah nalar bukan kemampuan berakting. Depdiknas (2002:6) menyatakan bahwa matematika dan penalaran matematika merupakan 2 hal yang tidak dapat dipisahkan yaitu materi matematika dipahami melalui penalaran, dipahami dan dilakukan melalui belajar matematika.

Peneliti telah melakukan observasi ke SMP N 1 Inderalaya dan melakukan wawancara pada tanggal 13 mei 2009 dengan guru matematikanya didapat informasi bahwa kemampuan penalaran matematika siswa kelas VIII di SMP N 1 Inderalaya lebih dari 70% siswa kemampuan penalarannya rendah. Hal ini dapat dilihat dari jawaban siswa terutama untuk tipe soal penalaran hanya 30% siswa yang bisa menjawab dan itupun hanya beberapa indikator penalaran yang tercapai. Dari sini tampak bahwa secara keseluruhan siswa mengalami kesulitan ketika berhadapan dengan tipe soal penalaran. Lebih jauh lagi, ketidakmampuan siswa dalam menyelesaikan soal-soal penalaran dengan baik tentunya juga ikut mempengaruhi hasil belajar siswa secara keseluruhan.

Selain kemampuan penalaran siswa, faktor penting yang juga mempengaruhi hasil belajar siswa adalah proses belajarnya. Berdasarkan hasil pengamatan pada tanggal 13 mei 2009 terhadap RPP guru matematika kelas VIII SMP N 1 Inderalaya, pembelajaran matematika selama ini biasa digunakan oleh guru di SMP N 1 Inderalaya didominasi ekspositori. Sehinggga membuat aktivitas peserta didik selama pembelajaran dengan model pembelajaran ekspositori belum memuaskan karena pembelajaran berlangsung satu arah saja dan kurang menarik. Guru belum mengikutsertakan peserta didik dalam berpikir dan mengkomunikasikan tentang ide-idenya, sehingga peserta didik takut atau bingung mengenai apa yang akan ditanyakan. Selain itu peserta didik kurang terlatih dalam mengembangkan ide-idenya.

Di samping itu juga, guru masih bersifat aktif dan belum memberi kesempatan kepada siswa untuk mengkonstruksikan ide-idenya. Siswa hanya menerima pendapat dari guru terhadap jawabannya yaitu benar atau salah sehingga siswa cenderung takut salah dalam menyelesaikan soal matematika tersebut. Dan persepsi bahwa matematika menjadi momok nomor satu di antara pelajaran yang lain, mengakibatkan siswa dalam bernalar semakin lemah.

Model pembelajaran Think-Talk-Write merupakan salah satu model pembelajaran yang memberikan kebebasan

siswa dalam mengutarakan ide-ide mereka kepada teman-temannya karena biasanya siswa lebih terbuka sama temannya. Model pembelajaran ini sudah pernah diteliti oleh Ansari (2005) yang berjudul "Menumbuhkembangkan Kemampuan Pemahaman dan Komunikasi Matematik Siswa Melalui Model pembelajaran Think-Talk-Write. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa model pembelajaran berbasis komunikasi dengan strategi TTW dapat meningkatkan pemahaman konsep, komunikasi matematika siswa dan hasil belajar siswa. Salah satu indikator kemampuan penalaran adalah kemampuan menyajikan pernyataan matematika secara lisan. Dari sini tampak bahwa jika siswa sudah bisa mengkomunikasikan idenya itu berarti kemampuan penalarannya sudah terbentuk. Oleh karena itu model ini sangat tepat untuk meningkatkan kemampuan penalaran siswa. Akan tetapi penelitian ini tidak menilai kemampuan penalarannya melainkan kemampuan pemahaman konsep dan komunikasinya. Untuk itu, dari tinjauan latar belakang inilah peneliti bermaksud melakukan penelitian dengan mengambil judul "KEMAMPUAN PENALARAN SISWA PADA PEMBELAJARAN MATEMATIKA MODEL PEMBELAJARAN THINK-TALK-WRITE DI KELAS VIII SMP NEGERI 1 INDERALAYA ".

1.2

Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana kemampuan penalaran matematika siswa pada pembelajaran matematika model pembelajaran think-talk-write di kelas VIII SMP Negeri 1 Inderalaya ?

2. Bagaimana aktivitas siswa pada pembelajaran matematika model pembelajaran think-talk-write di kelas VIII SMP Negeri 1 Inderalaya?

1.3

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui:

1. Kemampuan penalaran siswa pada pembelajaran matematika model pembelajaran think-talk-write di kelas VIII SMP Negeri 1 Inderalaya.

2. Aktivitas siswa pada pembelajaran matematika model pembelajaran think-talk-write di kelas VIII SMP Negeri 1 Inderalaya

1.4

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat antara lain:

1.

Bagi Siswa

Pemelajaran ini dapat menbantu siswa dalam mengembangkan kemampuan penalaran, kemampuan berfikir dan mengutarakan pendapat, membantu siswa dalam proses pemahaman materi pelajaran, menambah pengalaman siswa dalam kegiatan pembelajaran sehingga dapat meningkatkan hasil belajar

2.

Bagi Guru

Informasi yang disampaikan dapat menambah variasi strategi mengajar untuk meningkatkan kemampuan penalaran matematika siswa serta penguasaan tehadap materi yang diberikan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Kemampuan Penalaran Istilah penalaran atau reasoning dijelaskan oleh Copi (dalam shadiq,2007: 3) sebagai berikut: "Reasoning is a special kind of thinking in which inference takes place, in which

conclusions are drawn from premises" (Copi dalam shadiq,2007: 3). Dengan demikian jelaslah bahwa penalaran sebagaimana yang dirumuskan Copi, merupakan kegiatan, proses atau aktivitas berpikir untuk menarik suatu kesimpulan atau membuat suatu pernyataan baru berdasar pada beberapa pernyataan yang diketahui benar ataupun yang dianggap benar ataupun yang diasumsikan kebenarannya yang disebut dengan premis. Selain itu, Penalaran adalah suatu proses atau aktivitas berfikir untuk menarik kesimpulan atau membuat pernyataan baru yang benar berdasrkan pada pernyataan yang telah dibuktikan (diasumsikan kebenarannya) ( Anonim, 2005:88)). Materi matematika dan penalaran matematika merupakan 2 hal yang tidak dapat dipisahkan yaitu materi matematika dipahami melalui penalaran dan penalaran dipahami dan dilatih melalui pelajaran matematika. Secara garis besar terdapat 2 jenis penalaran yaitu: a. Penalaran Deduktif

Merupakan proses berfikir untuk menarik kesimpulan tentang hal khusus yang berpijak pada hal umum atau hal sebelumnya telah dibuktikan kebenarannya. Argumen secara deduktif dapat digunakan untuk memperoleh sebuah kesimpulan yang valid. Pada penalaran deduktif digunakan konsistensi pikiran dan konsistensi logika.

b.

Penalaran Induktif Merupakan proses berfikir untuk menarik kesimpulan tentang hal umum yang berpijak pada hal khusus. Argumen secara induktif digunakan untuk memperoleh kesimpulan yang kuat. Pada penalaran induktif, dari kebenaran suatu kasus khusus dapat disimpulkan kebenaran untuk semua kasus. (Lehman, 2001:1)

2.2

Kemampuan Penalaran Matematika

Kemampuan penalaran matematika adalah kemampuan dalam menarik kesimpulan melalui langkah-langkah formal yang didukung oleh argumen matematis berdasarkan pernyataan yang diketahui benar atau yang telah diasumsikan kebenarannya, yang dilihat dari hasil tes siswadalam mengerjakan soal-soal tipe penalaran.

Penalaran matematika memiliki peran penting dalam proses berpikir seseorang. Rochmad (2008) menyatakan bahwa ciri utama penalaran dalam matematika adalah deduktif. Atau dengan perkataan lain matematika bersifat deduktif, yaitu kebenaran suatu konsep atau pernyataan diperoleh sebagai suatu akibat logis dari kebenaran sebelumnya sehingga kaitan antara konsep atau pernyataan matematika bersifat konsisten. Selain untuk menemukan kesimpulan yang valid atau kuat, Lehman (dalam Dewi, 2009) menyebutkan manfaat lain dari penalaran sebagai berikut: 1. 2. 3. 4. Memperluas keyakinan ( extending belief); Menemukan kebenaran (getting at the truth); Meyakinkan (persuading); Menjelaskan (explaining).

Penalaran merupakan suatu proses penting dalam pengerjaan matematika. Ross (dalam Rochmad, 2008) menyatakan salah satu tujuan terpenting dari pembelajaran matematika adalah mengajarkan kepada siswa penaaran logis (logical reasoning). Bila kemampuan bernalar tidak dikembangkan pada siswa, maka bagi siswa matematika hanya akan menjadi materi yang mengikuti serangkaian prosedur dan meniru contoh-contoh tanpa mengetahui maknanya.

2.3

Penilaian Kemampuan Penalaran Matematika siswa

Penilaian adalah penafsiran hasil pengukuran dan penentuan hasil belajar (Wardhani, 2004:4). Studi mengenai penilaian kemampuan penalaran matematika siswa pernah dilakukan oleh Jill Thompson dalam risetnya yang berjudul "Asessing Mathematical Reasoning " pada akhir tahun 2006. Dari hasil riset yang dilakukannya, Thompson mengemukakan bahwa dalam mengukur kemampuan penalaran matematika siswa dapat dilakukan melalui tes formal. Tes diberikan untuk melihat bagaimana kemampuan kognitif siswa dalam menyelesaikan soal-soal secara formal. Selain itu, untuk kriteria penskoran soal-soal penalaran disajikan oleh Thomson (2006) seperti yang tertera dalam tabel berikut ini : Tabel 1 Kriteria Penskoran Soal Penalaran Skor Kriteria

4 3

Respon (penyelesaian) diberikan secara lengkap dan benar. Respon (penyelesaian) diberikan dengan satu kesalahan/ kekurangan yang signifikan. Respon (penyelesaian) benar secara parsial dengan lebih dari satu kesalahan/kekurangan yang signifikan. Respon (penyelesaian) tidak terselesaikan secara keseluruhan namun mengandung sekurang-kurangnya satu argumen yang benar. Respon (penyelesaian) berdasarkan pada proses atau argumen yang salah, atau tidak ada respon sama sekali.

Dengan menggunakan teknik penilaian di atas, diperoleh hasil mengenai kemampuan penalaran matematika secara formal. Sementara itu, Peraturan Dirjen Dikdasmen No. 506/C/PP/2004 (Depdiknas, 2004) tentang indikator-indikator penalaran dan komunikasi yang harus dicapai oleh siswa. Indikator yang menunjukkan penalaran dan komunikasi antara lain adalah:

1.

Kemampuan menyajikan pernyataan matematika secara lisan, tertulis, gambar dan diagram;

2.

Kemampuan mengajukan dugaan;

3.

Kemampuan melakukan manipulasi matematika;

4.

Kemampuan menyusun bukti, memberikan alasan/bukti terhadap kebenaran solusi;

5.

Kemampuan menarik kesimpulan dari pernyataan;

6.

Memeriksa kesahihan suatu argumen;

7.

Menemukan pola atau sifat dari gejala matematis untuk membuat generalisasi;

(Dirjen Dikdasmen dalam Shadiq, 2007)

Soal-soal penalaran memiliki karakteristik tersendiri. Sa'dijah (dalam Nizar, 2009: 75) menjelaskan tentang karakteristik soal matematika yang termasuk kedalam kategori penalaran sebagai berikut:

1.

Soal yang meminta siswa untuk menyajikan suatu pernyataan matematika baik lisan, tertulis maupun diagram;

2. Soal yang meminta siswa untuk menarik kesimpulan, menyusun bukti dan menarik kesimpulan terhadap kebenaran solusi;

3.

Soal yang mengharuskan siswa untuk menarik kesimpulan dari suatu pernyataan;

4.

Soal yang memungkinkan siswa untuk memeriksa keshahihan argumen;

5.

Soal yang meminta siswa untuk melakukan manipulasi matematika;

6. Soal yang meminta siswa untuk menemukan pola atau sifat dari gejala matematis untuk membuat generalisasi; 7. Soal yang meminta siswa untuk mengajukan dugaan;

2.4

Pembelajaran Matematika

Pengertian belajar (Fontana, 1981:147) adalah, " proses perubahan tingkah laku individu yang relative tetap sebagai hasil dari pengalaman". Sedangkan pembelajaran adalah upaya penataan lingkungan yang memberi nuansa agar program belajar tumbuh dan berkembang secara optimal. Dengan demikian proses belajar bersifat internal dan unik dalam diri individu siswa, sedangkan proses pembelajaran bersifat eksternal yang sengaja direncanakan dan bersifat rekayasa perilaku. ( TIM MKPBM UPI, 2001:8) Pembelajaran adalah upaya untuk menciptakan iklim dalam pelayanan terhadap kemampuan, potensi, minat, bakat, dan kebutuhan siswa yang beragam agar terjadi interaksi optimal antara guru dengan siswa serta antara siswa dengan siswa. Jadi, pembelajaran matematika adalah suatu proses atau kegiatan guru mata pembelajaran matematika dalam mengajarkan matematika kepada para siswa yang didalamnya terkandung upaya untuk menciptakan iklim dan pelayanan terhadap kemampuan, potensi, minat, bakat, dan kebutuhan siswa tentang matematika yang amat beragam agar terjadi interaksi optimal antara guru dengan siswa serta antara siswa denagn siswa dalam mempelajari matematika tersebut. ( Amin, 2004:2) Pembelajaran yang efektif menuntut kemampuan guru: 1) 2) 3) 4) 5) Merancang bahan belajar (stimulus) yang mampu menarik dan memotivasi siswa untuk belajar; Menggunakan berbagai strategi pembelajaran; Mengelola kelas agar tertib dan teratur; Menjadi nara sumber, fasilitator, dan motivator yang handal; Terampil memberikan pertanyaan dan balikan;

6)

Mereview pelajaran bersama siswa. (Chatarina, 2004:13)

Salah satu hal yang menjadi ciri matematika adalah objeknya yang bersifat abstrak. Pembelajaran matematika di sekolah tidak bisa lepas dari sifat-sifat matematika yang abstrak serta kondisi intelektual dari peserta didik di sekolah

itu sendiri. Oleh karena itu, untuk menciptakan suatu pembelajaran matematika yang baik, perlu memperhatikan beberapa sifat atau karakteristik pembelajaran matematika di sekolah sebagai berikut: 1. Pembelajaran matematika adalah berjenjang (bertahap);

Yang dimaksud dengan pembelajaran matematika berjenjang yaitu bahan kajian matematika harus diajarkan secara berjenjang atau bertahap. Pembelajaran matematika dapat dimulai dari hal yang konkrit dilanjutkan ke hal yang abstrak, dari hal yang sederhana ke hal yang kompleks, atau dari hal yang mudah menuju ke konsep yang sukar. 2. Pembelajaran matematika mengikuti model spiral;

Yang dimaksud pembelajaran matematika mengikuti model spiral yaitu dalam memperkenalkan konsep atau materi yang baru, perlu memperhatikan konsep atau bahan yang telah dipelajari siswa sebelumnya. Bahan yang baru tersebut harus selalu dikaitkan dengan bahan yang telah dipelajari sekaligus untuk mengingatkan siswa kembali. Pengulangan konsep dengan cara memperluas dan memperdalam pemahaman adalah hal yang perlu dalam pembelajaran matematika. 3. Pembelajaran matematika menekankan pola pikir deduktif;

Matematika adalah ilmu deduktif (tersusun secara deduktif aksiomatis). Namun demikian. Dalam penyampaiannya guru perlu memilih pendekatan yang sesuai dengan kondisi siswa yang sedang belajar. 4. Pembelajaran matematika menganut kebenaran konsisten;

Kebenaran dalam matematika sesuai dengan struktur deduktif aksiomatisnya. Kebenaran-kebenaran dalam matematika pada dasarnya merupakan kebenaran konsisten dimana tidak ada pertentangan antara kebenaran suatu konsep dengan konsep lainnya. Suatu pernyataan dianggap benar apabila didasarkan atas pernyataan-pernyataan terdahulu yang telah diterima kebenarannya. Dalam pembelajaran matematika sekolah, meskipun guru menerapkan pola induktif, tetapi generalisasi konsep tetap harus bersifat deduktif. Kebenaran konsisten tersebut mempunyai nilai didik yang sangat tinggi dan amat penting untuk pembinaan sumber daya manusia dalam kehidupan sehari-hari (TIM MKPBM UPI, 2001: 64-65)

2.5

Model Pembelajaran Think-Talk-Write

Model Pembelajaran kooperatif dapat didefinisikan sebagai sistem kerja/ belajar kelompok terstruktur. Lima unsur pokok yang termasuk dalam struktur ini adalah saling ketergantungan positif, tanggung jawab individual, interaksi personal, keahlian bekerja sama, dan proses kelompok. Model Pembelajaran Think-Talk-Write merupakan salah satu dari model pembelajaran kooperatif yang membangun secara tepat untuk berfikir dan refleksikan dan untuk mengkoordinasikan ide-ide serta mengetes ide tersebut sebelum siswa diminta untuk menulis. Think artinya berfikir (Kamus Inggris-Indonesia). Dalam KBBI berfikir artinya menggunakan akal budi untuk mempertimbangkan dan memutuskan sesuatu. Menurut Sadirman (2006:46) berfikir adalah aktivitas mental untuk dapat merumuskan pengertian, menyintesis dan menarik kesimpulan. Berdasarkan pengertian-pengertian diatas, berfikir (think) merupakan kegiatan mental yang digunakan untuk mengambil keputusan misalnya merumuskan pengertian, menyintesis, dan menarik kesimpulan setelah melalui proses pertimbangan. Talk artinya berbicara (Kamus Inggris-Indonesia). Sedangkan dalam KBBI bicara artinya pertimbangan, pikiran, pendapat.

Write artinya menulis (Kamus Inggris-Indonesia). Dalam KBBI menulis adalah membuat huruf, angka dsb dengan pena, pensil, kapur dsb. Sehingga model think-talk-write merupakan perencanaan dan tindakan yang cermat mengenai kegiatan pembelajaran yaitu melalui kegiatan berfikir (think), berbicara/berdiskusi, bertukar pendapat (talk) dan menulis hasil diskusi (write) agar kompetensi yang diharapkan tercapai. Model pembelajaran think-talk-write yang diperkenalkan oleh Huinker dan Laughlin dengan alasan bahwa model ini membangun secara tepat untuk berfikir dan refleksikan dan untuk mengkoordinasikan ide-ide serta mengetes ide tersebut sebelum siswa diminta untuk menulis. Model pembelajaran think-talk-write yang dipilih dalam penelitian dibangun dengan memberikan waktu kepada siswa untuk melakukan kegiatan tersebut (berfikir, merefleksikan untuk menyusun ide-ide dan menguji ide-ide itu sebelum menulisnya). Tahap-tahap pembelajaran think-talk-write Pembelajaran think-talk-write yang dipilih pada penelitian ini dibangun dengan memberikan waktu kepada siswa untuk melakukan kegiatan tersebut (berpikir, merefleksikan dan untuk menyusun ide-ide, dan menguji ide-ide itu sebelum menulisnya). Ada tiga tahap pembelajaran model think-talk-write, yaitu: 1) Tahap pertama kegiatan siswa yang belajar dengan strategi think-talk-write adalah think, yaitu tahap berfikir dimana siswa membaca teks berupa soal. Dalam tahap ini siswa secara individu memikirkan kemungkinan jawaban (srategi penyelesaian), membuat catatan kecil tentang ide-ide yang terdapat pada bacaan, dan hal-hal yang tidak dipahaminya sesuai dengan bahasanya sendiri. 2) Tahap kedua adalah talk (berbicara atau berdiskusi) memberikan kesempatan kepada siswa untuk membicarakan tentang penyelidikannya pada tahap pertama. Pada tahap ini siswa merefleksikan, menyusun serta menguji ide-ide dalam kegiatan diskusi kelompok. 3) Tahap ketiga adalah write, siswa menuliskan ide-ide yang diperolehnya dari kegiatan tahap pertama dan kedua. Tulisan ini terdiri dari landasan konsep yang digunakan, keterkaitan dengan materi sebelumnya, strategi penyelesaian dan strategi yang diperolehnya. (Huinker dan Laughlin,1996: 82) Menurut Silver dan Smith (dalam Martinis, 2008: 90), peranan dan tugas guru dalam usaha mengefektifkan penggunaan strategi ini adalag mengajukan dan menyediakan tugas yang memungkinkan siswa terlibat secara aktif berfikir, mendorong dan menyimak dengan hati-hati ide-ide yang dikemukakan siswa secara lisan dan tertulis, mempertimbangkan dan memberi informasi terdahap apa yang digali siswa dalam diskusi, serta memonitor, menilai, dan mendorong siswa untuk berpartisipasi secara aktif yaitu soal-soal yang mempunyai jawaban divergen atau open ended task. Untuk mewujudkan pembelajaran yang sesuai dengan harapan diatas, dirancang pembelajaran yang mengikuti langkah-langkah berikut: a) Siswa membaca teks dan membuat catatan dari hasil bacaan secara individu untuk dibawa keforum diskusi.

b) Siswa berinteraksi dan berkolaborasi dengan teman satu grup untuk membahas isi catatan. Dalam kegiatan ini mereka menggunakan bahasa dan kata-kata mereka sendiri untuk menyampaikan ide-ide matematika dalam diskusi.

Pemahaman dibangun melalui interaksi dalam diskusi. Diskusi diharapkan dapat menghasilkan solusi atas soal yang diberikan. c) Siswa mengkonstruksi sendiri pengetahuan yang memuat pemahan dan komunikasi matematika dalam bentuk tulisan (write). d) Kegiatan terakhir pembelajaran adalah membuat refleksi dan kesimpulan atas materi yang dipelajari. Sebelum itu dipilih satu atau beberapa siswa sebagai perwakilan kelompok untuk menyajikan jawabannya, sedangkan kelompok lain diminta memberikan tanggapan.

2.6

Hubungan Model think talk write dengan kemampuan penalaran siswa.

Pelaksanaan pembelajaran matematika menggunakan model think-talk-write turut melibatkan aktivitas bernalar. pembelajaran think-talk-write ini membangun secara tepat untuk berfikir dan refleksikan dan untuk mengorganisasikan ide-ide serta mengetes ide tersebut sebelum siswa di minta untuk menulis. Hubungan antara Model think talk write dengan kemampuan penalaran siswa dapat dilihat dari tabel berikut:

Tabel 2 Hubungan Model think talk write dengan kemampuan penalaran siswa. Karakteristik Model Pembelajaran think talk write Siswa membaca teks dan membuat cataatan dari hasil bacaan secara individu untuk dibawa ke forum diskusi Indikator Kemampuan Penalaran yang Nampak Kemampuan menyajikan pernyataan matematika secara lisan, tertulis, gambar dan diagram. Kemampuan mengajukan dugaan

Kemampuan melakukan manipulasi matematika. Kemampuan menyusun bukti, memberikan alasan/bukti terhadap kebenaran solusi Memeriksa kesahihan suatu argumen

Siswa berinteraksi dan berkolaborasi dengan teman satu grup untuk membahas isi catatan. Siswa berkonstruksi sendiri pengetahuan yang memuat pemahaman dan komunikasi matematika dalam bentuk tulisan Kegiatan terakhir pembelajaran adalah membuat refleksi dan kesimpulan atas materi yang dipelajari.

Kemampuan menarik kesimpulan dari pernyataan

Kemampuan menentukan pola/sifat dari gejala matematis unutk membuat generalisasi

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian dengan jenis deskriptif kualitatif yang bertujuan untuk mengetahui gambaran tentang sesuatu dengan menggunakan alat ukur tertentu yaitu dengan cara mengumpulkan hasil tes untuk menggambarkan tentang kemampuan penalaran siswa setelah menerapkan model pembelajaran think-talk-write.

3.2 Variabel Penelitian Variabel dalam penelitian adalah sebagai berikut: a. Aktivitas siswa selama proses pembelajaran matematika dengan model think-talk-write di kelas VIII SMP Negeri 1 Inderalaya. b. Kemampuan penalaran siswa pada pembelajaran matematika model pembelajaran think-talk-write dikelas VIII SMP Negeri 1 Inderalaya.

3.3 Definisi Operasional Variabel Definisi operasional variabel pada penelitian ini dijelaskan sebagai berikut:

a. Aktivitas siswa pada proses pembelajaran matematika dengan model think-talk-write adalah tingkat keaktifan siswa selama proses belajar mengajar, yang dilhat dari hasil observasi. Aktivitas siswa pada proses pembelajaran matematika model think-talk-write tercakup empat buah indikator, antara lain: siswa membaca teks dan membuat catatan dari hasil bacaan secara individu untuk dibawa keforum diskusi, berinteraksi dan berkolaborasi dengan teman satu grup untuk membahas isi catatan, mengkonstruksi sendiri pengetahuan yang memuat pemahaman dan komunikasi matematika dalam bentuk tulisan, membuat refleksi dan kesimpulan atas materi yang dipelajari (mengkomunikasikan hasil penemuan mereka)

b. Kemampuan penalaran siswa adalah kemampuan menarik kesimpulan melalui langkah-langkah formal yang didukung oleh argumen matematis berdasarkan pernyataan yang diketahui benar atau yang telah diasumsikan kebenarannya, yang dilihat dari hasil tes siswa dalam mengerjakan soal-soal tipe penalaran. Indikator penalaran yang diperhatikan dalam penelitian ini adalah : (a) Kemampuan menyajikan pernyataan matematika secara lisan, tertulis, gambar dan diagram; (b) Kemampuan mengajukan dugaan; (c) Kemampuan melakukan manipulasi matematika; (d) Kemampuan menyusun bukti, memberikan alasan/bukti terhadap kebenaran solusi; (e) Kemampuan menarik kesimpulan dari pernyataan; (f) Memeriksa kesahihan suatu argumen; (g) Menemukan pola atau sifat dari gejala matematis untuk membuat generalisasi. Data kemampuan penalaran ini dikumpulkan melalui tes tertulis yang dinilai menggunakan teknik analisis dokumen.

3.4 Subjek Penelitian Subjek pada penelitian ini adalah siswa kelas VIII.5 SMP Negeri 1 Inderalaya tahun ajaran 2009/2010 yang berjumlah 35 orang. Pemilihan subjek penelitian ini karena di SMP Negeri 1 Inderalaya pembagian kelas berdasarkan kemampuan yang dimiliki oleh siswa. Sehingga dalam penelitian ini diambil kelas VIII.5 yang kemampuan penalaran siswanya tidak terlalu baik.

3.5 Prosedur Penelitian

1.

Tahap Persiapan

a.

Menentukan subjek penelitian.

b.

Membuat rencana pelaksanaan pembelajaran berdasarkan model pembelajaran think-talk-write.

c.

Menyiapkan bahan ajar.

d.

Menyiapkan sumber dan media pembelajaran seperti teks bacaan.

e.

Menyiapkan perangkat soal-soal tes.

2.

Tahap Pelaksanaan

a.

Pendahuluan

Guru menyampaikan tujuan pembelajaran dan menginformasikan pembelajaran yang digunakan.

Guru mengingatkan kembali sifat-sifat balok, serta rumus luas pemukaan balok.

Guru membagi siswa ke dalam beberapa kelompok yang terdiri dari 5-6 siswa.

b.

Kegiatan Inti

Guru membagi teks bacaan berupa lembaran aktivitas siswa yang memuat situasi masalah bersifat open-ended dan petunjuk serta prosedur pelaksanaannya .

Soal : Sebuah tangki berbentuk balok dengan alas berukuran 60 cm x 35 cm diisi air setinggi 14 cm. Apabila 3,507 liter air ditambahkan kedalam tangki tersebut. Hitunglah kenaikan air dalam yangki tersebut!

Siswa membaca materi yang sedang dipelajari dan membuat catatan dari hasil bacaan secara individual. (think dan write)

Siswa memperkirakan hasil atau jawaban yang mereka dapatkan dari soal yang diberikan sacara individu. (think)

Siswa berinteraksi dan berkolaborasi dengan teman satu grupnya untuk membahas hasil yang mereka dapatkan masing-masing.(talk dan write)

Siswa mengkaji hasil dari tiap kelompok melalui presentasi dan diskusi antar kelompok.(talk)

Siswa merumuskan sendiri hasil temuan mereka sebagai hasil dari kolaborasi dan diskusi antar kelompok. Secara verbal maupun tertulis. (write)

c.

Penutup

Guru membimbing siswa menyimpulkan hasil yang diperoleh selama proses pembelajaran dan memberikan soal-soal untuk dikerjakan dirumah.

3.

Tahap Analisis Data

Setelah proses pembelajaran selesai, pada pertemuan keempat peneliti mengadakan tes kemampuan penalaran yang soal-soalnya berupa soal penalaran.selanjutnya peneliti mengolah data yang telah diperoleh dari tes untuk mengetahui kemampuan penalaran siswa.

3.6 Teknik Pengumpulan Data Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan alat pengumpul data yaitu tes dan observasi. 3.6.1 Observasi

Observasi dilakukan untuk melihat aktivitas siswa pada pembelajaran matematika menggunakan model pembelajaran think-talk-write. Dalam pelaksanaan observasi ini, digunakan indikator dan deskriptor aktivitas siswa pada pdroses pembelajaran matematika menggunakan model pembelajaran think-talk-write.

Berikut adalah indikator dan deskriptor aktivitas siswa pada proses pembelajaran matematika menggunakan model pembelajaran think talk write yang digunakan:

1. Indikator : Siswa membaca teks dan membuat catatan dari hasil bacaan secara individu untuk dibawa ke forum diskusi

Deskriptor :

a.

Memperlihatkan kesungguhan untuk belajar

b.

Mengajukan atau menanggapi pertanyaan

2.

Indikator : Siswa berinteraksi dan berkolaborasi dengan teman satu grup untuk membahas isi catatan

Deskriptor :

a. b. 3.

Memperlihatkan kesungguhan untuk belajar Berunding atau berdiskusi baik dengan teman kelompok maupun dengan guru mengenai isi catatan Indikator : Siswa mengkonstruksi sendiri pengetahuan yang memuat pemahaman dan komunikasi matematika

dalam bentuk tulisan Deskriptor: a. b. Memperlihatkan pemahaman terhadap materi yang dipelajari; Menyusun bukti, memperlihatkan alasan/bukti terhadap kebenaran solusi;

4. Indikator : Siswa membuat refleksi dan kesimpulan atas materi yang dipelajari (mengkomunikasikan hasil penemuan mereka), deskriptor : a. Mengekspresikan hasil pemikiran mereka melalui berbagai cara baik dalam bentuk gambar, laporan, grafik dan lainnya. b. Mengungkapkan secara lisan atau menuliskan ide-ide penting yang telah mereka temukan. (Dimodifikasi dari Silver dan Smith, 1996) 3.6.2 Tes

Tes yang disajikan berbentuk uraian. Soal yang disajikan merupakan soal penalaran. Tes diberikan untuk melihat bagaimana kemampuan kognitif siswa dalam menyelesaikan kemampuan penalaran secara formal. Soal penalaran yang diberikan berupa soal uraian yang dibedakan menjadi atas dua tipe, yaitu : 1. Quesion at lower level of cognitif domain ( tipe soal pada tingkatan kognitif yang lebih rendah ), yaitu tipe soal yang bersifat hapalan/ingatan atau prosedure tanpa koneksi secara matematis. Soal pada level ini melibatkan pengingatan atau pengulangan kembali terhadap fakta atau masalah rutin sebelumnya yang telah dipelajari, umumnya tidak bersifat ambigu, tidak memiliki koneksi terhadap banyak konsep, dan penjelasannya hanya berkisar kepada prosedur penyelesaian yang biasa digunakan. 2. Question at higher level of cognitif domain (tipe soal pada tingkatan kognitif yang lebih tinggi),

yakni tipe soal yang menggunakan prosedur dengan koneksi secara matematis. Soal pada level ini membutuhkan penggunaan prosedur yang sangat erat kaitannya dengan konsep-konsep dasar, dapat melibatkan beberapa cara untuk menemukan penyelesaiannya, memerlukan upaya kognitif, serta pemikiran kompleks dan nonalgoritmik (Arbaugh dan Brown dalam Thompson, 2006: 4).

3.7 Tehnik Analisis Data 3.7.1 Observasi

Data yang diperoleh melalui kegiatan observasi kemudian diberi skor. Adapun pemberian skor sebagai berikut:

Tabel 3 Penyekoran Data Observasi Skala Penyetoran 0 1 2 Indikator Tidak satupun deskriptor yang nampak Satu deskriptor yang nampak Dua deskriptor yang nampak

Dengan empat indikator kemungkinan skor terbesar adalah 8 dan skor terkecil adalah 0. Jadi interval skor rata-rata 0-8. Peneliti membagi interval ini menjadi lima kelas dengan jarak masing-masing = 1,6. Rentangnya adalah sebagai berikut:

Tabel 3 Nilai Keaktifan Siswa Nilai 6,5 – 8 4,9 – 6,4 3,3 – 4,8 1,7 – 3,2 0 – 1,6 Kategori Aktivitas Sangat Aktif Aktif Cukup Aktif Kurang Aktif Sangat Kurang Aktif

3.7.2 Tes Data tes diperoleh dengan memeriksa lembaran tes yang kemudian dianalisis untuk melihat kemampuan penalaran siswa. Model analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah model analisis data deskriptif kualitatif. Adapun

langkah-langkah yang dilakukan untuk menganalisis data hasil tes adalah sevagai berikut:

1. Membuat pedoman penskoran dan memeriksa skor masing-masing jawaban soal. Adapun pedoman penskoran yang digunakan adalah sebagai berikut:

Tabel 4 Kriteria Penskoran Soal Penalaran Skor 4 3 Kriteria Respon (penyelesaian) diberikan secara lengkap dan benar. Respon (penyelesaian) diberikan dengan satu kesalahan/ kekurangan yang signifikan. Respon (penyelesaian) benar secara parsial dengan lebih dari satu kesalahan/kekurangan yang signifikan. Respon (penyelesaian) tidak terselesaikan secara keseluruhan namun mengandung sekurang-kurangnya satu argumen yang benar. Respon (penyelesaian) berdasarkan pada proses atau argumen yang salah, atau tidak ada respon sama sekali.

2. 3.

Memeriksa jawaban siswa. Memberikan skor sesuai dengan ketentuan langkah-langkah penyelesaian. Skor siswa yang diperoleh dibuat bentuk nilai dengan rentang ( 0 – 100 )

menggunakan aturan sebagai berikut:

N=

Keterangan :

N = Nilai yang diperoleh siswa

4.

Menentukan rata-rata nilai siswa dengan rumus :

Keterangan :

= Rata-rata nilai siswa

= Jumlah seluruh nilai siswa

= Jumlah seluruh siswa

5. Untuk menentukan kategori tingkat kemampuan penalaran siswa dalam menyelesaikan soal-soal. Rata-rata nilai kemampuan siswa dikonversikan ke bentuk kualitatif dengan memperhatikan pedoman penilaian Tim Penyusun Buku Pedoman Unsri (2008:25) seperti ditunjukkan tabel 6 berikut.

Tabel 5 Nilai Kualitatif Kemampuan Penalaran Siswa No 1 2 3 4 5 Jangkauan 86 – 100 71 – 85 56 – 70 41 – 55 0 – 40 Nilai Kualitatif Sangat Tinggi Tinggi Cukup Kurang Sangat Kurang

( Dimodifikasi dari Arikunto, 2009:245)

Setelah nilai kemampuan penalaran siswa dikonversi ke dalam nilai kualitatif, diperoleh gambaran kemampuan penalaran siswa dalam pembelajaran matematika dengan menggunakan model pembelajaran think-talk-write.

3.8 Indikator Keberhasilan Keberhasilan model pembelajaran think talk write ini dilihat dari ketercapaian indikator keberhasilan yaitu nilai kemampuan penalaran siswa menunjukkan bahwa 70 % siswa dari seluruh subyek penelitian memiliki kemampuan penalaran baik atau sangat baik. Jika indikator tersebut berhasil dipenuhi, maka dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran think-talk-write baik diterapkan dalam pembelajaran matematika untuk melatih kemampuan penalaran siswa di SMP Negeri 1 Inderalaya.

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1

Deskripsi Pelaksanaan Pembelajaran Matematika Model Think-Talk-Write

Kegiatan penelitian berlangsung dari tanggal 17 Maret 2010 sampai dengan tanggal 26 Maret 2010 di SMP N 1 Inderalaya. Sampel pada penelitian ini adalah siswa kelas VIII.5 SMP N 1 Inderalaya tahun ajaran 2009/2010 yang seluruhnya berjumlah 35 orang. Penelitian dilaksanakan dalam 5 kali pertemuan. Rincian kegiatan tiap pertemuan dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 6

Rincian Pelaksanaan Kegiatan penelitian

Pertemuan ke-

Tanggal

Kegiatan Pelaksanaan pembelajaran matematika model Think-Talk-Write dengan materi luas permukaan kubus.

Waktu

17 Maret 2010

Evaluasi

2 x 40 menit

Pelaksanaan pembelajaran matematika model Think-Talk-Write dengan materi luas permukaan balok. 2 23 Maret 2010 Evaluasi Pelaksanaan pembelajaran matematika model Think-Talk-Write dengan materi volume kubus dan balok. Evaluasi 2 x 40 menit

24 Maret 2010

2 x 40 menit

25 Maret 2010

Pelaksanaan pembelajaran matematika model Think-Talk-Write dengan materi perubahan volum kubus dan balok Evaluasi 2 x 40 menit

26 Maret 2010

Pelaksanaan tes kemampuan penalaran matematika

2 x 40 menit

Pada penelitian kali ini, peneliti bertindak sebagai guru. Sedangkan untuk kegiatan observasi, peneliti dibantu oleh tiga orang observer yang merupakan mahsiswa dari Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sriwijaya. Setiap observer mengamati tiga kelompok belajar yang masing-masing tiap kelompok terdiri dari 3-4 orang.

Sebelum penelitian dilaksanakan peneliti sudah membagi siswa ke dalam sembilan kelompok. Pembagian kelompok ini tidak dilakukan secara acak melainkan sesuai tempat duduknya. Misalnya siswa yang duduk di meja nomor satu akan

sekelompok dengan siswa yang duduk di nomor dua. Masing-masing kelompok terdiri dari empat orang. Peneliti juga telah mempersiapkan soal diskusi kelompok yang akan didiskusikan di tiap kelompok. Setiap kelompok memiliki soal yang sama.

Pertemuan pertama pembelajaran matematika model think-talk-write dilaksanakan pada tanggal 17 Maret 2010 dengan materi luas permukaan kubus. Kegiatan pembelajaran yang dilakukan memerlukan persiapan, berikut ini ada beberapa hal yang perlu dipersiapkan:

1. Sebelum melaksanakan pembelajaran di kelas, peneliti mempersiapkan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan soal diskusi kelompok.

2. Selanjutnya, merupakan pendahuluan dimana peneliti membagi siswa kedalam beberapa kelompok yang terdiri 3-4 orang, mengkomunikasikan tujuan pembelajaran dan mengecek kemampuan prasyarat siswa dan mengingatkan kembali materi sebelumnya yang berkaitan dengan luas permukaan kubus.

Gambar 1. Siswa duduk secara perkelompok

3.

Tahap awal dari kegiatan inti ini yaitu peneliti menjelaskan tahap-tahap pembelajaran model think-talk-write.

Setelah lingkungan kelas telah dikondisikan dengan baik, guru melaksanakan kegiatan pembelajaran seperti yang tertera dalam prosedur pelaksanaan kegiatan pembelajaran matematika model think-talk-write. Adapun prosedur pelaksanaan kegiatan pembelajaran matematika model think-talk-write pertemuan pertama, yaitu:

1. Proses pembelajaran think-talk-write- dimulai dengan memberikan pertanyaan yang dalam hal ini berupa soal yang memuat suatu permasalahan yang berkaitan dengan materi yang terkait dalam hal ini adalah luas pemukaan kubus.

2. Meminta siswa menyelesaikan soal yang telah diberikan. Pengerjaan untuk pertama soal tersebut dilakukan secara individu. Selama kegiatan belajar berlangsung peneliti berkeliling untuk mengamati kegiatan siswa.

3. Siswa diminta untuk mendiskusikan jawaban masing-masing siswa kekelompoknya sehingga didapat satu jawaban yang tepat menurut kelompok masing-masing.

Gambar 2. Siswa berdiskusi dengan kelompoknya

4. Setelah soal dikerjakan secara kelompok, guru meminta beberapa siswa untuk mempresentasikan jawaban kelompok mereka di depan kelas.

Gambar 3. Salah satu siswa mempresentasikan hasil kerja kelompoknya

5. Guru memberikan kesempatan kepada kelompok lain untuk menanggapi hasil diskusi kelompok yang di depan kelas. Apabila ada jawaban kelompok yang berbeda guru mempersilahkan kelompok yang lainnya untuk mempresentasikan jawaban mereka serta memberikan penjelasan kepada yang lainnya bahwa jawaban mereka yang lebih tepat.

6. Guru memberikan penjelaskan kepada siswa jawaban mana yang paling tepat dan menunjukkan cara penyelesaian yang tepat serta memberikan waktu kepada siswa untuk mencatat hasil yang diperoleh dari diskusi antar kelompok.

Gambar 4. Guru memberikan penjelasan

7. Setelah proses pembelajaran think-talk-write, berikutnya dilanjutkan dengan pelaksanaan evaluasi. Siswa diberikan soal yang berkaitan dengan materi luas permukaan balok. Jumlah soal keseluruhan sebanyak lima butir berbentuk uraian. Tipe soal yang diberikan sudah merupakan tipe soal penalaran. Siswa diberikan waktu 30 menit untuk menyelesaikan soal evaluasi. Kegiatan pembelajaran diakhiri dengan pembahasan yang menurut siswa sangat sulit.

Gambar 5. Siswa mengerjakan soal evaluasi

8. Pada kegiatan akhir peneliti menutup pelaksanaan pembelajaran dengan membimbing siswa menyimpulkan langkah-langkah yang dapat digunakan dalam penyelesaian soal yang telah dibahas bersama

4.2

Deskripsi Data

4.2.1

Deskripi Data Observasi

Dilakukannya Kegiatan observasi dilakukan selama proses pembelajaran berlangsung untuk mengetahui tingkat aktivitas siswa pada pembelajaran matematika model pembelajaran think-talk-write. Kegiatan observasi dilaksanakan pada tanggal 17 maret 2010 -25 Maret 2010 ( pertemuan pertama sampai pertemuan keempat). Lembar observasi terdiri dari empat indikator dan masing-masing indikator memiliki dua deskriptor. Data skor onservasi yang diperoleh dari aktivitas siswa selengkapnya dapat dilihat pada lampiran. Berikut adalah tabel distribusi frekuensi nilai aktivitas siswa pada pembelajaran matematika model pembelajaran think-talk-write.

Tabel 7 Distribusi Frekuensi Nilai Aktivitas Siswa Pada Pembelajaran Matematika Model Think-Talk-Write Frekuensi (f) Nilai Pertemuan I 6,5 – 8 4,9 – 6,4 3,3 – 4,8 1,7 – 3,2 0 – 1,6 17 12 6 0 0 20 11 3 1 0 20 10 5 0 0 19 11 5 0 0 Pertemuan II Pertemuan III Pertemuan IV

4.2.2

Deskripsi Data Tes

Data mengenai kemampuan penalaran matematika siswa diperoleh dari hasil tes dengan tipe soal penalaran. Pemberian tes dilaksanakan pada pertemuan kelima. Pada saat pelaksanaan seluruh siswa hadir sehingga banyak siswa yang ikut serta tes sebanyak 35 orang. Tes dilakukan secara individu untuk melihat gambaran kemampuan penalaran siswa setelah pembelajaran dengan model think-talk-write. Penskoran tes didasarkan kepada indikator kemampuan penalaran siswa yang sudah ada di lampiran pedoman penskoran. Adapun hasil tes dapat dilihat dalam tabel 9 berikut"

Tabel 8 Persentase Kemampuan Penalaran Matematika Siswa pada Pembelajaran Model Think-Talk-Write Nilai Siswa 86 – 100 71 – 85 56 – 70 41 – 55 0 – 40 Frekuensi 8 13 11 3 0 Persentase 22,8 % 37.0% 31,4% 8,8% 0

Jumlah Rata – Rata

35 73,80

100%

Dari hasil tes juga dapat dibuat tabel frekuensinya untuk melihat ketinggian belajar yang diperoleh untuk materi ini. Berikut tabel frekuensi hasil tes kemampuan penalaran matematika siswa.

4.3 4.3.1

Analisis Data Analisis Observasi Data observasi yang telah diperoleh melalui kegiatan observasi kemudian dikonversikan ke dalam data kualitatif

untuk menentukan kategori keaktifan siswa selama proses pembelajaran matematika model think-talk-write daapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 9 Kategori Keaktifan Siswa pada Pembelajaran Matematika Model Think-Talk-Write di Setiap Pertemuan Pertemuan I Nilai F 6,5 – 8 4,9 – 6,4 17 12 % 48,6% 34,3% F 20 11 % 57,1% 31,4% f 20 10 % 57,1% 28,6 % f 19 11 % 54,3 % 31,4 % 54,28 % 31,43 % Pertemuan II Pertemuan III Pertemuan IV % Rata-rata

3,3 – 4,8 1,7 – 3,2

6 0

17,1% 0

3 1

8,6 % 2,9%

5 0

14,3 % 0

5 0

14,3 % 0

13,57 % 0,72 %

0 – 1,6 Jumlah

0 35

0 100%

0 35

0 100%

0 35

0 100%

0 35

0 100%

Berdasarkan tabel diatas, dapat dilihat bahwa terdapat 29 sampai 31 siswa yang mencapai nilai aktivitas minimal 4,9 pada pertemuan pertama, kedua, ketiga dan keempat. Jika dilihat dari persentase rata-rata pada keempat pertemuan, terdapat 85,71 % siswa telah memenuhi kriteria pencapaian nilai aktivitas pada pembelajaran matematika model think-talk-write dengan kategori aktif dan sangat aktif. Untuk rata-rata kelas, nilai rata-rata aktivitas siwa sebesar 19,46%.

Selain data keaktivan siswa, berikut ini juga diberikan data persentase tiap-tiap deskriptor yang muncul saat

pembelajaran matematika model think-talk-write berlangsung. Berikut tabel persentase kemunculan tiap-tiap deskriptor. Tabel 10 Persentase kemunculan Tiap-Tiap Deskriptor Selama Proses Pembelajaran Matematika Model Think-talk-write Berlangsung Indikator dan Deskriptor Pertemuan I Pertemuan II Pertemuan III Pertemuan IV

f 1. Indikator :

Siswa membaca teks dan membuat catatan dari hasil bacaan secara individu untuk dibawa ke forum diskusi Deskriptor : a. Memperlihatkan kesungguhan untuk belajar b. Mengajukan atau menanggapi pertanyaan 35 100% 35 100% 35 100% 35 100%

29

82,8%

24

68,6%

26

74,3%

25

71,4%

2.

Indikator :

Siswa berinteraksi dan berkolaborasi dengan teman satu grup untuk membahas isi catatan Deskriptor : a. Memperlihatkan kesungguhan untuk belajar b. Berdiskusi baik dengan teman kelompok maupun dengan guru mengenai isi catatan 35 100% 35 100% 35 100% 35 100%

29

82,8%

30

85,7%

31

88,6%

31

88,6%

3.

Indikator :

Siswa mengkonstruksi sendiri pengetahuan yang memuat pemahaman dan komunikasi matematika dalam bentuk tulisan Deskriptor: a. Memperlihatkan pemahaman terhadap materi yang dipelajari b. Menyusun bukti, memperlihatkan alasan/bukti terhadap kebenaran solusi.

27

77,1%

25

71,4%

27

77,1%

25

71,4%

18

51,4%

24

68,6%

24

68,6%

24

68,6%

4. :

Indikator

Siswa membuat refleksi dan kesimpulan atas materi yang dipelajari (mengkomunikasikan hasil penemuan mereka) Deskriptor : a. Mengekspresikan hasil pemikiran mereka melalui berbagai cara baik dalam bentuk gambar, laporan, grafik dan lainnya. b. Mengungkapkan secara lisan atau menuliskan ide-ide penting yang telah mereka temukan.

27

77,1%

31

88,6%

20

57,1%

29

82,8%

21

60%

25

71,4%

21

60%

21

60%

Dari tabel diatas, terlihat bahwa deskriptor dengan persentase tertinggi adalah deskriptor 1.a dan 2.a yaitu siswa memperlihatkan kesungguhan belajar. Persentase kemunculan deskriptor di pertemuan 1 sampai pertemuan 4 adalah 100%. Dari sini dapat dilihat bahwa siswa kelas VIII.5 memiliki kesungguhan belajar dan berdiskusi bersama teman sekelompoknya. Sementara itu untuk deskriptor dengan persentase terendah adalah deskriptor 3.2 pada pertemuan pertama yaitu siswa menyusun bukti, memperlihatkan alasan/bukti terhadap kebenaran solusi. Persentase kemunculan deskriptor 3.2 pada pertemuan pertama yaitu 51,4 %.

4.3.2

Analisis Data Tes

Analisis data tes dilakukan perbutir soal dan setiap soal kemudian diberi skor. Pedoman penskoran tes kemampuan penalaran siswa tiap soal selengkapnya dapat dilihat di lampiran. Setelah dilakukan penskoran, diperoleh nilai tes kemampuan penalaran beserta kategori ketinggiannya. Berikut tabel kategori nilai tes kemampuan penalaran siswa. Tabel 11 Persentase Kemampuan Penalaran Matematika Siswa pada Pembelajaran Model Think-Talk-Write Nilai Siswa 86 – 100 71 – 85 56 – 70 41 – 55 0 – 40 Jumlah Rata – Rata Frekuensi 8 13 11 3 0 35 73,80 Persentase 22,8 % 37.2% 31,4% 8,8% 0 100%

Dari tabel kategori nilai tes kemampuan penalaran siswa diatas, terdapat 21 siswa yang masuk dikategori kemampuan penalarannya tinggi dan sangat tinggi. Dengan adanya 21 siswa yang tinggi, itu artinya terdapat 60% dari keseluruhan siswa kelas VIII.5 yang yang memiliki kemampuan penalaran tinggi dan 31,4% yang termasuk kedalam kategori penalarannya cukup. Nilai rata-rata yang diperoleh siswa untuk tes kemampuan penalaran ini adalah 73.89 yang temasuk kategori tingkat penalarannya tinggi.

Selain data mengenai ketinggian belajar siswa, berikut ini juga akan disajikan tabel persentase skor ketercapaian untuk tiap-tiap butir soal.

Tabel 12 Persentase Ketercapaian Setiap Butir Soal Tipe Soal Tipe soal pada tingkat kognitif yang lebih rendah (Quesion at lower level of cognitif domain) Nomor Soal 1 Persentase Ketercapaian 81,90 % 83,57 % 2 Tipe soal pada tingkt kognitif yang lebih tinggi (Question at higher level of cognitif domain) 3 4 5 Rata-Rata 85,24 % 71,43 % 84,76 % 43,33 % 75,04 % 66,51 % Rata-rata

Tabel 12 menunjukkan persentase ketercapaian setiap butir soal dan ternyata 83,57% siswa lebih mampu

menyelesaikan soal penalaran dengan tipe soal pada kognitif rendah dibandingkan dengan tipe soal pada tingkat kognitif yang lebih yang hanya mencapai 66,51 %. Akan tetapi, rata-rata skor ketercapaian siswa secara klasikal atau keseluruhan untuk soal tes kemampuan penalaran ini adalah 75,04 % yang masuk ke dalam kategori "baik".

4.4

Pembahasan

Pada pembelajaran dengan model think-talk-write ini, guru mengarahkan siswa untuk mencari atau menyelidiki dan membuktikan sendiri kebenaran suatu konsep matematika yang dibutuhkan untuk menyelesaikan suatu masalah matematika. Dalam pelaksanaannya, siswa dilatih untuk bernalar, bekerjasama, mengkomunikasikan, dan merumuskan kesimpulan sendiri dari hasil diskusi atau penyelidikannya. Kelebihan dari pelaksanaan pembelajaran matematika model think-talk-write adalah pemahaman siswa mengenai konsep yang dipelajarai menjadi lebih baik.

Kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal tipe penalaran termasuk dalam kategori tinggi secara klasikal. Hal ini dapat dilihat dari hasil analisis data yang telah dilakukan. Persentase siswa yang memenuhi kriteria tinggi atau nilai mencapai 62 sebesar 82,86 %.. keaktivan siswa menggunakan model think-talk-write juga telah memenuhi kriteria pencapaian yang diharapkan, yaitu terdapat 31,4 % siswa berada pada kategori aktif dan54,3 % siswa berada pada kategori sangat aktif atau 85,7 % siswa berada dikategori aktif dan sangat aktif.

Meskipun secara klasikal siswa telah masuk pada kategori aktif dan sangat aktif, ternyata tidak semua deksriptor yang ada semuanya tercapai. Deskriptor yang memiliki persentase terendah setiap pertemuan berbeda-beda. Pada pertemuan pertama deskriptor 3.2 yaitu siswa menyusun bukti, memperlihatkan alasan/bukti terhadap kebenaran solusi hanya mencapai 51,4 %. Hali ini diakibatkan karena siswa masih belum menguasai materi yang dipelajari dan masih lemahnya kemampuan penalaran siswa. Pada pertemuan kedua deskriptor 3.2 menunjukkan peningkatan yaitu 68,6 %. Dari sini tampak bahwa model pembelajaran think-talk-write dapat melatih kemampuan penalaran siswa.

Sedangkan dalam menyelesaikan soal tes kemampuan penalaran, masih terdapat 8,5 % dari seluruh siswa yang termasuk kategori tingkat penalarannya rendah. Setelah dilakukan analisis terhadap jawaban siswa ternyata kesalahan siswa adalah lemahnya dalam melakukan manipulasi. Padahal kemampuan melakukan manipulasi merupakan salah satu hal yang sangat penting untuk mengerjakan soal tipe penalaran. Selain itu, kesalahan yang sering dilakukan siswa adalah masih kurangnya siswa untuk menyajikan pernyataan matematika secara tertulis dan gambar. Berikut ini merupakan contoh kekeliruan yang dibuat oleh siswa.

1.

Soal dan Penyelesaian

2.Perhatikan gambar di bawah ini!

5 cm

cm

5 cm

18cm

Berapa panjang kawat yang diperlukan untuk membuat model kerangka seperti gambar diatas?

Jawaban Siswa

Kemampuan memanipulasi

Gambar 6. Contoh jawaban siswa

Berdasarkan contoh jawaban siswa di atas kesalahan yang terjadi adalah menentukan jumlah rusuk pada balok kecil dan itu termasuk pada kemampuan memanipulasi. Kesalahan ini terjadi karena pada saat mengerjakan soal proses think siswa tidak berjalan maksimal sehingga pada saat pengerjaan soal yang memerlukan kemampuan memanipulasi siswa kurang mampu. Berikut adalah jawaban siswa yang benar:

perumusan ha

mendukung kesimpulan dangan m Gambar 7. Contoh jawaban siswa yang benar

Contoh jawaban di atas adalah salah satu contoh jawaban siswa yang benar. Dari jawaban diatas dapat dilihat bahwa siswa sudah menggunakan konsep mengenai banyak rusuk dalam balok dan jumlah seluruh rusuk pada balok. Selain itu, dari jawaban siswa yang benar dapat dilihat bahwa kemampuan siswa untuk memanipulasi dan merumuskan hasil akhir dan kesimpulan terpenuhi.

2. Soal dan penyelesaian

2. Sebuah kubus dengan panjang rusuk S cm. Setelah rusuk kubus diperbesar kali dari panjang rusuk semula, volum kubus tersebut menjadi 512 cm3. Hitunglah Volume kubus semula !

Penggunaan konsep sudah tepat

Manipulasi yang dilakukan salah. Seharusnya,

512 = (4/3 s)3

Gambar 8. Contoh jawaban siswa

Dari data yang diperoleh nampak bahwa siswa sudah mampu menggunakan konsep mana yang tepat untuk digunakan pada soal no 5. Akan tetapi, siswa kurang bisa memanipulasi sehingga bukti yang sudah didapat bukanlah kesimpulan atau jawaban yang tepat sehingga skor yang diperoleh hanya 3. Dari pembahasan diatas tampak bahwa kemampuan siswa memanipulasi suatu data masih sangat kurang. Padahal kemampuan memanipulasi suatu data sudah dilatih pada saat proses pembelajaran terutama saat proses think dan talk berlangsung. Pada proses diskusi seharusnya siswa sudah menggunakan think nya untuk memahami konsep secara benar. Selain itu, pada proses diskusi kelompok juga berlangsung talk. Sehingga, apabila siswa mengalami suatu kesulitan dalam memecahkan masalah atau soal siswa bisa bertanya dengan teman satu kelompoknya. Seperti yang diketahui pembelajaran think-talk-write siswa bekerja dan belajar bersama-sama dalam kelompok untuk menyelesaikan atau menemukan solusi yang tepat untuk soal yang diberikan. Walaupun demikian masih ada anggota kelompok yang kurang serius dalam diskousi kelompok ( proses think-talk ) dan pengerjaan soal latihan. Sehingga saat tes siswa tidak mengerti permasalahan yang ada pada soal. Akan tetapi jika dilihat nilai latihan keenam siswa yang hasil tesnya belum tinggi, nilai latihannya juga kurang. Dari sini dapat dilihat bahwa memang kemampuan siswanya yang kurang. Dari data yang diperoleh, dapat dilihat implikasi model think-talk-write dalam menyelesaikan soal-soal penalaran formal adalah penggunaan konsep secara benar oleh siswa sehingga kesimpulan atau jawaban bisa diperoleh. Pembelajaran matematika model think-talk-write memerlukan proses bernalar terutama saat menemukan konsep matematika ataupun konsep yang benar. Kesulitan siswa dalam menyelesaikan soal-soal penalaran akan muncul ketika soal tersebut merupakan tipe tingkat kognitif yang tinggi. Hal ini dapat dilihat dari rata-rata persentase skor ketercapaian untuk soal tipe kognitif tinggi yaitu 66,51 % dibandingkan dengan skor ketercapaian untuk tipe kognitif rendah yang sebesar 83,57%. Kesalahan lain yang banyak dilakukan siswa adalah saat siswa harus memanipulasi soal atau solusi yang ada.

Setiap langkah dalam pembelajaran think-talk-write dalam dilihat keberhasilannya mengembangkan kemampuan penalaran siswa, berikut adalah analisisnya: 1. Think

Pada saat proses Think kemampuan penalaran siswa dilatih atau dikembangkan melalui pengerjaan soal tipe penalaran yang diberikan. Tabel 15 Hasil Evaluasi Siswa Setiap Pertemuan Nilai Pertemuan I (f) 62 62 Rata-Rata Rata-Rata keseluruhan 8 27 70,88 3 32 67,77 10 25 71,26 6 29 72,91 Pertemuan II (f) Pertemuan III (f) Pertemuan IV (f)

72,37

Dari data diatas nampak bahwa proses think yang dilakukan dalam pembelajaran berjalan dengan baik. Kemampuan penalaran yang ada pada siswa menjadi lebih baik. Karena lebih dari 70% siswa sudah bisa mengerjakan soal tipe penalarannya disetiap pertemuan.

2.

Talk

Proses talk terjadi pada saat siswa berdiskusi dalam kelompoknya dan pada saat siswa menjelaskan kebenaran solusi yang mereka dapatkan sebelumnya. Dari deskriptor yang menilai kemampuan talk siswa dalam melatih kemampuan penalarannya dapat dilihat dalam tabel berikut:

Tabel 14 Hasil Observasi Aspek Talk Siswa

Deskriptor

Pertemuan I

Pertemuan II

Pertemuan III

f 1.b Mengajukan atau menanggapi pertanyaan 29

% 82,8%

F 24

% 68,6%

f 26

% 74,3%

2.b Berdiskusi baik dengan teman kelompok maupun dengan guru mengenai isi catatan 29 82,8% 30 85,7% 31 88,6%

3.b Menyusun bukti, memperlihatkan alasan/bukti terhadap kebenaran solusi.

18

51,4%

24

68,6%

24

68,6%

4.b Mengungkapkan secara lisan atau menuliskan ide-ide penting yang telah mereka temukan.

21

60%

25

71,4%

21

60%

Rata-Rata

75,7%

Salah satu indikator kemampuan penalaran adalah kemampuan menyajikan pernyataan matematika secara lisan dan kemampuan mengajukan dugaan. Semua indikator tersebut akan tercapai jika kemampuan Talk siswa sudah berkembang. Dari data tabel 15 dapat dilihat bahwa kemampuan talk siswa sudah menunjang atau melatih kemampuan penalaran siswa. 3. Write

Kemampuan penalaran siswa juga dilatih atau dikembangkan pada tahap write terutama pada saat siswa menyusun bukti dari kebenaran solusi yang ditemukan dan menyajikan pernyataan matematika dalam bentuk tulisan. Dari hasil penelitian diperoleh bahwa 24 siswa atau sebesar 68,8% sudah bisa memperlihatkan alasan / bukti terhadap kebenaran solusi dalam bentuk tulisan. Selain itu kemampuan penalaran siswa pada tahap write dapat dilihat juga pada jawaban tes siswa. Dari 3 tahap tersebut rata-rata talk memiliki persentase terbesar. Hal ini menunjukkan bahwa siswa sudah mampu

mengutarakan hasil penemuannya atau solusi penyelesaian untuk soal yang diberikan. Selain itu, berdiskusi dengan teman sekelompok merupakan salah satu suasana belajar yang nyaman untuk para siswa sehingga kemampuan penalarannya pun berkembang. Dari seluruh kegiatan penelitian yang telah dilakukan, peneliti merangkum beberapa hal yang menghambat pencapaian hasil yang optimal dalam kegiatan pembelajaran antara lain sebagai berikut: 1. Penggunaan alokasi waktu yang banyak. Dalam pelaksanaan kegiatan pembelajaran, guru perlu mempertimbangkan penggunaan waktu secara efirien sehingga seluruh langkah-langkah pembelajaran dapat terlakasana dengan baik. 2. Masih perlunya pengarahan atau bimbingan dari guru saat mencari ide untuk menyelesaikan masalah yang ada. Sehingga keberhasilan kegiatan belajar mengajar. 3. Penguasaan materi prasyarat yang masih kurang. Untuk itu, guru sebaiknya mempersiapkan kegiatan apersepsi sebaik mungkin sehingga siswa lebih mudah memahami materi selanjutnya dan menyelesaikan soal-soal yang diberikan secara baik. 4. Sebaiknya didalam soal tes selalu dituliskan "Buat gambarnya!"

Dengan demikian, dari hasil tes dan observasi yang dilaksanakan maka dapat disimpulkan bahwa kemampuan penalaran siswa pada pembelajaran matematika model think-talk-write masuk kategori baik. Begitu juga data observasi yang didapat disimpulkan bahwa bahwa siswa kelas VIII.5 masuk kategori Sangat Aktif.

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1

Simpulan

Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan bab sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa:

1. Kemampuan penalaran matematika siswa pada pembelajaran matematika model think-talk-write di kelas VIII.5 SMP Negeri 1 Inderalaya dilihat dari tingkat kemampuan penalarannya secara klasikal tergolong tinggi, dengan persentase siswa yang masuk kategori tinggi 37,2% dan sangat tinggi sebesar 22,8 %.

2. Aktivitas siswa kelas VIII.5 SMP Negeri 1 Inderalaya selama proses pembelajaran matematika model think-talk-write dilihat dari segi keaktifan secara klasikal termasuk dalam kategori aktif dan sangat aktif, dengan persentase siswa yang berada pada kategori aktif dan sangat aktif sebesar 54,28 % untuk sangat aktif dan 31,43 % untuk aktegori aktif.

5.2

Saran

1.

Bagi Guru

Pembelajaran dengan model think-talk-write dapat menjadi solusi untuk guru sebagai alternatif pembelajaran dalam dalam meningkatkan kemampuan penalaran matematika siswa.

2.

Bagi siswa

Dalam meningkatkan penguasaan materi, hendaklah siswa mengulang kembali materi sebelumnya yang telah dipelajari dan memperbanyak latihan pengerjaan soal-soal khususnya soal jenis penalaran.

Daftar Pustaka

Ansari, Bansu Irianto. Menumbuhkembangkan Kemampuan Pemahaman dan Komunikasi Matematik Siswa SMPMelalui Strategi Think Talk Write. Tersedia pada : http://yourfavorite.com. Diakses pada 15 april 2009 Arikunto, Suharsimi.2009. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.

Catharina, Reviea.2004. Model-Model Pembelajaran Efektif. Tersedia pada : http://catharina.blogspot.com/Model-Model-Pembelajaran-Efektif.pdf. diakses pada 20 april 2009. Depdiknas. 2006. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Matematika SMP. Jakarta : Balitbang Depdiknas. Fadjar. 2008. Matematika Mengapa Penting?. Tersedia pada : http://fadjarp3g.files.wordpress.com/2008/07/matematikamengapapenting.pdf. diakses pada 29 september 2009. Lehmann, S. 2001. A Quick Introduktion to Logic. Tersedia pada http://www.ucc.ucon.edu/~wwwphil/logic.pdf. diakses pada tanggal 29 september 2009. Nizard, A.. 2009. Kontribusi Matematika dalam Membangun Daya Nalar dan Komunikasi Siswa. Tersedia pada http://jurnaljpi.files.wordpress.com/2009/09/vol-2-no-2-achmad-nizar.pdf. Diakses pada tanggal 13 desember 2009. Oktaviani. 2007. Keefektifan Pembelajaran Kontekstual dalam Pencapaian Kemampuan Penalaran dan Komunikasi Kompetensi Dasar Segi Empat Siswa SMP Negeri 36 Semarang Kelas VII Tahun 2006/2007 (Skripsi S1 Universitas Negeri Semarang). Tersedia pada http://www.mitrariset.com/2009/03/download-skripsi-gratisss-f-e.html. Diakses pada 14 Juni 2009. Rochmad. 2008. Penggunaan Pola Pikir Induktif-Deduktif dalam Pembelajaran Matematika Beracuan Konstruktivisme. Tersedia pada http://rochmad.unnesblogspot.com/2008/01/penggunaan-pola-pikir-induktif-deduktif.html. Diakses pada 14 juni 2009. Shadiq, F. 2007. Penalaran atau Reasoning: Mengapa Perlu Dipelajari Para Siswa di Sekolah? Tersedia pada

http://fadjarp3g.files.wordpress.com/2007/09/ok-penalaran_gerbang_.pdf. Diakses pada tanggal 14 januari 2010. Shadiq, F. 2007. Penalaran Mengapa Penting Dipelajari? Tersedia pada http://fadjar3p.wordpress.com/2007/08/penalaran-mengapa-penting-dipelajari/. Diakses pada tanggal 14 januari 2010. Subekti, D.K.2009. Kemampuan Penalaran Matemaika Siswa Pada Pembelajaran Matematika Berbasis Inkuiri di Kelas VII SMP Negeri 1 Inderalaya. Skripsi S1. FKIP UNSRI: Inderalaya Sugiyono.2008.Model Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta.

Suherman, Erman dkk. 2003. Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Malang: IMSTEP JICA. Suhitno.2003. Model Pembalajaran Matematika. Makalah Disampaikan pada Workshop Guru Bidang Studi Matematika Tanggal 27 Juli s.d 1 Agustus 2003 di PPPG Matematika Semarang. Semarang: Departemen Pendidikan Nasional Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Pusat Pengembangan Penataran Guru Matematika Semarang.

Suyitno, Amin. 2004. Dasar-Dasar Dan Proses Pembelajaran Matematika I. Semarang: Jurusan Matematika UNNES Thompson, J. 2006. Assessing Mathematical Reasoning; An Action Research Project. Tersedia pada http://www.msu.edu/~thomp603/assess%20reasoning.pdf. Diakses pada tanggal 10 mei 2009 Tim MKPBM Universitas Pendidikan Indonesia. 2001. Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung : Universitas Pendidikan Indonesia. Unsri. 2006. Buku Pedoman Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Inderalaya: Universitas Sriwijaya. Wardhani, S. 2004. Penilaian Pembelajaran Matematika Berbasis Kompetensi. Makalh Disampaikan pada Diklat Instruktur/Pengembangan Matematika SMK tanggal 7 s.d 20 Juli 2004 di PPPG Matematika Yogyakarta. Yogyakarta: Departemen Pendidikan Nasional Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Pusat Pengembangan Penataran Guru (PPPG) Matematika Yogyakarta. Yamin, M. 2008. Taktik Mengembangkan Kemampuan Individual Siswa. Jakarta: Gaung Persada Press.

Anda mungkin juga menyukai