Anda di halaman 1dari 7

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Stroke atau CVA (Cerebro Vaskular Accident) merupakan penyakit atau gangguan fungsional otak berupa kelumpuhan saraf (defisit neurologic) akibat terlambatnya aliran darah ke otak. Secara sederhana stroke akut didefinisikan sebagai penyakit otak akibat terhentinya suplai darah ke otak karena sumbatan (stroke iskemik) atau perdarahan (stroke hemoregik). Stroke iskemik merupakan suatu penyakit yang diawali dengan terjadinya serangkaian perubahan dalam otak yang terserang yang apabila tidak ditangani dengan segera berakhir dengan kematian bagian otak tersebut (Junaidi, 2012). Menurut Public Health Corner Stroke (2009) setiap tahun, kurang lebih 15 juta orang di seluruh dunia terserang stroke. Di Amerika Serikat sekitar 5 juta orang pernah mengalami stroke. Sedangkan di Inggris sekitar 250.000 orang. Di Indonesia, stroke menyerang 35,8 % pasien usia lanjut dan 12,9 % pada usia yang lebih muda. Jumlah total penderita stroke di Indonesia diperkirakan 500.000 setiap tahun. Dari jumlah itu, sekitar 2,5% atau 250.000 orang meninggal dunia, dan sisanya cacat ringan maupun berat. Pada tahun 2020 diperkirakan 7,6 juta orang akan meninggal karena stroke. Peningkatan tertinggi akan terjadi di negara berkembang, terutama di wilayah Asia Pasifik (Junaidi, 2012).

Dari studi pendahuluan yang dilakukan peneliti pada tanggal 22 Oktober 2012 di Ruang Unit Stroke RS Militer Malang, didapatkan data bulan Agustus 2012 sebanyak 49 orang. Penyakit stroke merupakan kelainan otak akibat proses patologi pada sistem pembuluh darah otak. Proses ini dapat berupa penyumbatan lumen pembuluh darah oleh trombosis atau emboli, pecahnya dinding pembuluh darah otak, perubahan permeabilitas dinding pembuluh darah dan perubahan viskositas maupun kualitas darah sendiri (Rhezvolution Corner, 2009). Stroke juga menyebabkan berbagai defisit neurologik, bergantung pada lokasi lesi (pembuluh darah mana yang tersumbat), ukuran area perfusinya tidak adekuat, dan jumlah aliran darah kolateral (sekunder atau sensori). Stroke biasanya diakibatkan dari salah satu dari tempat kejadian yaitu trombosis (bekuan darah di dalam pembuluh darah otak atau leher), embolisme serebral (bekuan darah atau material lain yang dibawa ke otak dari bagian tubuh yang lain), iskemia (penurunan aliran darah ke area otak) dan hemoragi serebral (pecahnya pembuluh darah serebral dengan peredaran ke dalam jaringan otak atau ruang sekitar otak) (Brunner dan Suddarth, 2002). Stroke mungkin

menampakkan gejala, mungkin juga tidak (stroke tanpa gejala disebut silent stroke), tergantung pada tempat dan ukuran kerusakan. Gejala stroke dapat bersifat fisik, psikologis, dan/atau perilaku. Gejala paling khas adalah paralisis, kelemahan, hilangnya sensasi di wajah, lengan, atau tungkai di salah satu sisi tubuh, kesulitan berbicara atau memahami(tanpa gangguan pendengaran), kesulitan menelan, dan hilangnya sebagian di

satu sisi. Hampir 80 % pasien mengalami penurunan parsial dan kekuatan lengan atau tungkai di salah satu sisi tubuh (kelemahan parsial dan paralisis). Kemudian disusul 30 % mengalami cacat sendi dan kontraktur dalam tahun pertama setelah stroke (Valery Feigin, 2004). Berkurangnya suplai darah pada pasien stroke salah satunya diakibatkan oleh arteriosklerosis. Dinding pembuluh akan kehilangan elastisitas dan sulit berdistensi sehingga digantikan oleh jaringan fibrosa yang tidak dapat meregang dengan baik. Dengan menurunnya elastisitas terdapat tahanan yang lebih besar pada aliran darah (Potrer & Perry, 2005). Mobilisasi atau rehabilitasi dini di tempat tidur merupakan suatu program rehabilitasi yang segera dilakukan, khusunya selama beberapa hari sampai minggu setelah terkena stoke. Tujuannya adalah untuk mencegah terjadinya kekakuan otot (kontraktur), mengoptimalkan

pengobatan sehubungan masalah medis dan menyediakan bantuan psikologis pasien dan keluarganya. Bila usaha ini dilakukan dengan segera, maka kekakuan otot dapat berkurang secara cepat per hari sekitar 3%. Pengrelaksasian kekakuan otot (dekondisioning) mulai dilakukan dalam waktu 24-48 jam pertama (Junaidi, 2011). Dari latar belakang diatas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul Pemberian Rom pasif sebagai salah satu intervensi meningkatkan kekuatan otot pada pasien stroke iskemik dengan parese.

1.2

Rumusan Masalah stroke iskemik dengan

1. Bagaimanakah pengkajian pada pasien parese di Rumkit Tk. II dr. Soepraoen?

2. Apa sajakah diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada pasien stroke iskemik dengan parese di Rumkit Tk. II dr. Soepraoen? 3. Bagaimanakah intervensi keperawatan pada pasien stroke iskemik dengan parese di Rumkit Tk. II dr. Soepraoen? 4. Bagaimanakah tindakan keperawatan pada pasien stroke iskemik dengan parese di Rumkit Tk. II dr. Soepraoen? 5. Bagaimanakah evaluasi keperawatan pasein stroke iskemik dengan parese di Rumkit Tk. II dr. Soepraoen? 6. Bagaimanakah efektifitas pemberian ROM pasif sebagai salah satu intervensi meningkatkan kekuatan otot pada pasien dengan stroke iskemik dengan parese di Rumkit Tk. II dr. Soepraoen?

1.3 1.3.1

Tujuan Tujuan Umum

Menyusun asuhan keperawatan dan mengidentifikasi pemberian ROM pasif sebagai salah satu intervensi meningkatkan kekuatan otot pada pasien stroke iskemik dengan parese di Ruang Unit Stroke RS. Tk II dr. Soepraoen Malang. 1.3.2 Tujuan Khusus

1. Melakukan pengkajian pada pasien dengan stroke iskemik dengan parese di Rumkit Tk. II dr. Soepraoen. 2. Merumuskan diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada pasien dengan stroke iskemik dengan parese di Rumkit Tk. II dr. Soepraoen. 3. Menyusun rencana tindakan keperawatan pada pasien dengan stroke iskemik dengan parese di Rumkit Tk. II dr. Soepraoen. 4. Melaksanakan tindakan keperawatan pada pasien dengan stroke iskemik dengan parese di Rumkit Tk. II dr. Soepraoen. 5. Melakukan evaluasi keperawatan dengan pasein stroke iskemik dengan parese di Rumkit Tk. II dr. Soepraoen. 6. Mengidentifikasi efektifitas pemberian ROM pasif sebagai salah satu intervensi meningkatkan kekuatan otot pada pasien dengan stroke iskemik dengan parese di Rumkit Tk. II dr. Soepraoen.

1.4

Manfaat Penelitian

1.4.1 Bagi Prefesi Keperawatan Diharapakan studi kasus ini dapat memberikan masukan bagi profesi keperawatan melalui asuhan keperawatan pada pasien stroek iskemik dnengan parese dengan menerapkan ROM pasif sebagai salah satu intervensi umeningkatkan kekuatan otot. 1.4.2 Bagi Institusi Pendidikan

Diharapakan studi kasus ini dapat memberikan pengetahuan baru dan pengembangkan ilmu keperawatan sebagai sumber referensi tentan proses keperawatan pemberian ROM pasif sebagai salah satu intervensi meningkatkan kekuatan otot dengan pasien stroke iskemik dengan parese. 1.4.3 Bagi Rumah Sakit Diharapkan studi kasus ini dapat meningkatkan pelayanan berkualitas dengan standart, serta visi dan misi rumah sakit Tk. II dr. Soepraoen Malang. 1.4.4 Bagi Subjek Diharapkan studi kasus ini dapat memberikan informasi tentang pemberian ROM pasif sebagai salah satu intervensi meningkatkan kekuatan otot sehingga pasien bisa mengaplikasikannya. 1.4.5 Bagi Peneliti Diharapkan studi kasus ini dapat menambah keterampilan dalam memberikan asuhan keperawatan tentang ROM pasif sebagai salah satu intervensi meningkatkan kekuatan otot pada pasien dengan stroke iskemik dengan parese.

1.5

Batasan Studi Kasus

Oleh karena begitu banyak aspek dan ruang lingkup yang dapat ditemukan dari masalah diatas serta keterbatasan penulis dalam hal

tenaga, kemampuan, pengalaman, keterampilan, waktu dan pengetahuan, maka penulis membatasi permasalahannya hanya pada pemberian

Rom pasif sebagai salah satu intervensi meningkatkan kekuatan otot pada pasien stroke iskemik dengan parese. 1. Asuhan keperawatan dilakukan selama 3 hari tidak berturut-turut. 2. Ditujukan pada pasien X penderita stroke iskemik yang memiliki masalah mobilisasi fisik. 3. Stroke yang diderita adalah stroke iskemik dengan parese. 4. Asuhan keperawatan dilakukan di rumah sakit.

Anda mungkin juga menyukai