Anda di halaman 1dari 9

TUGAS ANALISIS KLINIS 1

HIPERGLIKEMIA

Ivan Sutanto KP C

1100921

FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SURABAYA 2012

1. PENDAHULUAN Hiperglikemia atau hiperglikemia, atau gula darah tinggi, adalah suatu kondisi di mana jumlah berlebihan glukosa beredar dalam plasma darah. Kadar glukosa lebih tinggi daripada umumnya (200 mg / dl). Referensi rentang untuk tes darah adalah 11,1 mmol /l, tetapi gejala mungkin tidak terlihat jika belum melampaui 250-300 mg/dl atau 15-20 mmol /l. Namun pada beberapa penelitian, rentang antara 100 dan 126 (American Diabetes Association pedoman) telah dianggap hiperglikemia, sedangkan di atas 126 mg/dl atau 7 mmol/l umumnya disebut Diabetes. Tingkat kronis melebihi 7 mmol/l (125 mg/dl) dapat menghasilkan kerusakan organ. Hiperglikemia menurut definisi berdasarkan kriteria diabetes melitus yang dikeluarkan oleh International Society for Pediatrics and Adolescent Diabetes (ISPAD) adalah KGD sewaktu 11.1 mmol/L (200 mg/dL) ditambah dengan gejala diabetes atau KGD puasa (tidak mendapatkan masukan kalori setidaknya dalam 8 jam sebelumnya) 7.0 mmol/L (126 mg/dL). Definisi lain hiperglikemia menurut World Health Organization (WHO) adalah KGD 126 mg/dL (7.0 mmol/L), dimana KGD antara 100 dan 126 mg/dL (6,1 sampai 7.0 mmol/L) dikatakan suatu keadaan toleransi abnormal glukosa. Pada keadaan normal, glukosa memang diperlukan sebagai stimulator terhadap reseptor sel beta dalam memproduksi insulin. Glukosa ekstraseluler dengan bantuan glucose transporter ( GLUT 2 ) akan memasuki sel beta untuk kemudian akan dimetabolisme, menjalani proses fosforilasi dan glikolisis. Proses ini menghasilkan ATP atau energi yang berguna dalam sekresi insulin dari sel beta. Ini dimulai dari usaha penutupan K channel, berlanjut dengan depolarisasi membran sel, pembukaan Ca channel untuk memungkinkan masuknya Ca ++ yang berguna bagi pelepasan insulin keluar melewati membran. Tapi, keadaan hiperglikemia akan memicu terjadinya peningkatan kadar glukosa intrasel. Suasana kelebihan substrat yang kaya energi intrasel ini, pada gilirannya akan memberi dampak buruk berupa peningkatan produksi superoksida dalam mitochondria serta berpotensi mengaktivasi UCP-2 ( uncoupling protein-2 ) secara berlebihan. Situasi tersebut memediasi terjadinya pemborosan kalori melalui banyaknya bentuk panas yang terbuang. Akibatnya, proses pembentukan ATP jadi terganggu, ATP/ADP ratio menurun, sehingga proses glucose stimulated insulin secretion menurun. Hiperglikemia itu sendiri cukup untuk menyebabkan kerusakan otak, medulla spinalis dan ginjal karena iskhemia, koma, melambatkan pengosongan lambung,melambatkan penyembuhan luka dan kegagalan fungsi sel darah putih , dehidrasiseluler yang berhubungan dengan perubahan-perubahan pada konsentrasi sodium juga hadir. Konsentrasi glukosa

plasma puasa lebih dari 140 mg% maka glukosa akanmulai tampak dalam urin. Apabila ambang batas ginjal untuk glukosa (180 mg%) dilampaui maka terjadilah glukosuria yang akan menyebabkan beban larutan osmolar yang besar pada kedua ginjal (lebih dari 2000 mosmol/hari), menyebabkan kerusakan resorbsi tubulus ginjal terhadap air dan elektrolit, dan penyusutan volume. Penurunan laju filtrasi glomerular yang sekunder terhadap penurunan volume cairan ekstraseluler memperburuk retensi glukosa; fenomena ini berakibat pada peningkatanyang hebat dari hiperglikemia, hiperosmolalitas dan dehidrasi. Beberapa penyebab dari hiperglikemia antara lain diabetes, penggunaan

kortikosteroid, pancreatitis, resistensi insulin, cushings sindrom, penggunaan alkohol. 2. PEMBAHASAN A. Cushings Syndrome Sindrom Cushing adalah penyakit yang disebabkan oleh kelebihan hormon kortisol yang akan menimbulkan banyak dampak di dalam tubuh. Nama penyakit ini diambil dari nama Harvey Cushing, seorang dokter ahli bedah yang mengidentifikasi penyakit ini pada tahun 1912. Hormon kortisol adalah hormon golongan steroid yang berperan dalam pengaturan gula darah. Hormon ini dihasilkan di kelenjar adrenal, yang lokasinya berada di atas ginjal di tubuh dengan adanya perintah dari hipofisis (pusat regulasi hormon). Hormon kortisol akan dikeluarkan ketika seseorang merasa stres, emosi, ketakutan, serta ketika kadar gula darah menurun. Hormon ini juga diregulasi oleh waktu. Pada pagi hari sekitar jam 6, kortisol akan banyak ditemukan di dalam tubuh, dan akan menurun ketika hari mulai gelap. Faktor eksogen yang menyebabkan penyakit ini disebabkan oleh adanya penggunaan obat golongan steroid yang berlebihan. Semua sindroma Cushing endogen disebabkan oleh peningkatan produksi kortisol oleh adrenal apapun etiologinya. Penyebab sindroma Cushing dibagi menjadi tergantung ACTH dan tidak tergantung ACTH. Tipe tergantung ACTH disebabkan oleh kadar ACTH berlebih dan mengakibatkan hiperplasia adrenal bilateral. Tipe ini mempunyai 2 penyebab, yaitu adenoma pituitari dan tumor nonpituitari. Hipersekresi ACTH oleh tumor pituitari disebut Cushings disease, merupakan penyebab utama sindroma Cushing. Kasus ini lebih banyak terjadi pada perempuan dibandingkan laki-laki dengan perbandingan 7 : 1 atau 8 : 1, sebagian besar terjadi pada usia dekade tiga atau empat. Lebih dari 90% pada pasien dengan hiperplasia adrenal tergantung pituitari ditemukan tumor. Kemungkinan lain defek terjadi pada hipotalamus atau sistem saraf yang lebih tinggi yang

menghasilkan CRH tidak sesuai dengan kadar kortisol sirkulasi sehingga dibutuhkan kortisol dengan kadar yang lebih tinggi untuk mengurangi sekresi ACTH menjadi normal. Keadaan tersebut akan meyebabkan hiperstimulasi pituitari selanjutnya menjadi hiperplasia atau pembentukan tumor. Semakin lama tumor ini menjadi tidak tergantung lagi pada kendali regulasi sistem saraf pusat dan kadar kortisol, dengan kata lain tumor tersebut resisten terhadap mekanisme umpan balik kortisol. Pola diurnal sekresi kortisol juga hilang pada kelainan ini. Pada sindroma Cushing tidak tergantung ACTH, kadar ACTH serum rendah karena umpan balik negatif sebagai akibat dari peningkatan produksi kortisol oleh kelainan adrenal primer seperti karsinoma atau adenoma adrenal. Peningkatan sekresi kortisol akan menekan sintesis CRH dan sekresi ACTH, mengakibatkan atropi kelenjar adrenal nontumor. Sindroma Cushing ditandai peningkatan berat badan secara cepat, obesitas sentral, hipertensi, wajah kemerahan (plethora), kelemahan otot proksimal, gangguan toleransi glukosa atau diabetes melitus, penurunan libido atau impotensi, depresi atau psikosis, osteopenia atau osteoporosis, mudah timbul memar (bruising), hiperlipidemia, gangguan menstruasi, striae keunguan dengan luas lebih dari 1 cm, infeksi bakteri atau oportunistik, jerawat dan hirsutism. Glukokotikoid bekerja sebagai hormon katabolik, menyebabkan pemecahan protein dan lemak serta menghambat sintesis protein di otot, jaringan penyangga, jaringan lemak dan sel limfoid. Hormon ini juga mempunyai efek anabolik pada metabolisme di hepar. Pemecahan protein mengakibatkan otot menjadi lemah, struktur tulang menipis dan membuat kulit tidak mampu melawan tahanan yang terjadi pada aktivitas normal sehingga menyebabkan terjadinya striae dan penyembuhan luka yang lama. Pembuluh darah menjadi rapuh sehingga mudah timbul ekimosis. Regangan kulit di atas tempat penimbunan lemak baru ditambah hilangnya elastisitas karena katabolisme protein mengakibatkan ruptur permukaan pembuluh darah. Darah merembes melalui celah yang terjadi akibat katabolisme kolagen sehingga dapat dilihat adanya striae keunguan. Menurut Lucky AW (1994), paparan glukokortikoid yang lama menyebabkan atrofi seluruh kulit. Striae menunjukkan atrofi dermis dan epidermis yang terjadi pada kulit yang teregang. Pembuluh darah subkutan dan dermis terlihat melalui kulit yang atrofi dan translusen sehingga kulit tampak merah hingga kebiruan. Pada pasien ini didapatkan keluhan lemah dan mudah lelah, mudah timbul memar bila terkena benturan, dan pada pemeriksaan ditemukan striaekeunguan di payudara, perut bagian bawah serta hematom luas di bekas tempat suntikan.

Kortisol mempunyai efek antagonis terhadap insulin sehingga meningkatkan konsentrasi glukosa melalui glukoneogenesis di hepar, selain itu kortisol juga mempunyai efek antagonis terhadap kerja insulin dalam uptake glukosa di perifer. Asam amino dan gliserol yang dihasilkan dari pemecahan protein dan lemak akibat efek katabolisme kortisol digunakan sebagai bahan glukoneogenesis. Kortisol meningkatkan sintesis dan aktivitas sejumlah enzim di hepar yang terlibat dalam proses metabolisme glukosa dan asam amino. Resistensi terhadap insulin serta peningkatan glukoneogenesis hepar dapat menyebabkan gangguan toleransi glukosa. Diabetes melitus timbul pada kurang dari 20% penderita dan kemungkinan penderita tersebut telah mempunyai faktor predisposisi. Pada penderita ini didapatkan gangguan toleransi glukosa setelah dibuktikan dengan tes toleransi glukosa dengan beban glukosa 75 g. Efek kortisol terhadap respons imunologis dan inflamasi antara lain menurunkan pembentukan antibodi, menurunkan jumlah limfosit, eosinofil dan monosit sirkulasi, menurunkan produksi dan menghambat kerja interleukin dan interferon, menstabilkan lisosom, menghambat migrasi leukosit dan menghambat fagositosis. Semua efek ini membuat tubuh tidak mampu melokalisir infeksi dan mengakibatkan tingginya angka kematian. Pada penderita ini diduga telah terjadi sepsis dan mengakibatkan syok septik. Diagnosis ini juga didukung adanya leukositosis dan peningkatan suhu pada penderita. Tes supresi deksametason dapat membantu menegakkan diagnosis sindroma Cushing. Tes ini untuk menilai apakah mekanisme umpan balik glukokortikoid-ACTH masih baik. Penderita dengan sekresi ACTH atau kortisol tinggi resisten terhadap supresi deksametason. Tes dilakukan dengan memberikan 1 mg deksametason pada tengah malam selanjutnya kortisol plasma diukur pada jam 8 pagi. Dosis deksametason ini cukup untuk menekan sekresi ACTH atau kortisol pada orang normal, tetapi tidak berlaku pada penderita sindroma Cushing. Pada orang normal kadar kortisol akan tertekan hingga < 5 g/dl sedangkan pada penderita sindroma Cushing kadarnya > 5 g/dl bahkan sering > 10 g/dl. Kadar ACTH dapat digunakan untuk membedakan penyebab sindroma Cuhing, tergantung ACTH atau tidak tergantung ACTH. Sebagian besar tumor adrenal (tipe tidak tergantung ACTH) menyebabkan kadar ACTH rendah atau tidak terukur. Apabila kadar yang terukur < 10 pg/ml berarti sindroma Cushing tidak tergantung ACTH, antara 1020 pg/ml berarti indeterminate dan tes harus diulang. Apabila kadarnya > 20 pg/ml berarti sindroma Cushing tergantung ACTH.

B. Alkohol Glukosa adalah sumber energi utama untuk seluruh jaringan. Glukosa berasal dari tiga sumber: dari makanan, sintesis dalam tubuh, dan dari pemecahan glikogen (bentuk glukosa yang disimpan tubuh di hati). Hormon berfungsi untuk mempertahankan konsentrasi glukosa dalam darah tetap konstan. Hal ini sangat penting untuk otak karena tidak dapat membuat atau menyimpan glukosa, tetapi tergantung pada glukosa disediakan oleh darah. Bahkan dalam waktu singkat, kadar glukosa yang rendah (hipoglikemia) dapat menyebabkan kerusakan otak. Dua hormon yang disekresikan oleh pankreas dan yang mengatur kadar glukosa darah adalah insulin dan glukagon. Insulin menurunkan kadar glukosa dalam darah, glukagon menaikannya. Pada peminum berat terkadang dikaitkan dengan kadar glukosa dalam darah yang berlebihan (hiperglikemia). Hiperglikemia hasil produksi glukosa dari hati dan ginjal meningkat (glukoneogenesis dan glikogenolisis) dan pemanfaatan glukosa di jaringan perifer. Penyalahgunaan alkohol kronis dapat mengurangi respon tubuh terhadap insulin dan menyebabkan intoleransi glukosa pada orang sehat dan sirosis hati. Pada hewan, alkohol kronis juga meningkatkan sekresi glukagon dan hormon lain yang meningkatkan kadar glukosa dalam darah. Alkohol (terutama etanol) sebagian besar dimetabolisme di hati. Di dalam tubuh, alkohol dalam kadar tinggi (kronis) mengalami mekanisme Microsomal Ethanol-Oxidizing System (MEOS).

Pertama, diubah menjadi asetaldehida, yang kemudian diubah menjadi asetat. Asetat yang dibentuk oleh reaksi ini dapat berupa: 1) dilepaskan ke dalam darah dan akhirnya dieliminasi dalam urin, 2) dikonversi menjadi karbon dioksida dan dieliminasi melalui paruparu atau 3) digunakan dalam berbagai reaksi biosintesis. Pada poin terakhir, asetat dikonversi menjadi molekul asetil koenzim A. Asetil koenzim A digunakan dalam sintesis lipid dan asam amino. Selain itu, asetil koenzim A yang digunakan dalam siklus (TCA) asam trikarboksilat, yang menghasilkan molekul oksaloasetat, yang dapat dikonversi menjadi glukosa melalui proses yang disebut glukoneogenesis.

Peningkatan

glukoneogenesis

hasil

dari

ketersediaan

tinggi

dari

substrat

noncarbohydrate (alanin, laktat, dan gliserol dalam hati dan glutamin pada ginjal) dan dari peningkatan aktivitas enzim gluconeogenic (phosphoenol carboxykinase piruvat [PEPCK], fruktosa-1 ,6-bisphosphatase, dan karboksilase piruvat). Dari sudut pandang kuantitatif, peningkatan produksi glukosa hepatik merupakan gangguan patogen utama pada hiperglikemia. Hiperglikemia menyebabkan polyuria dan polydipsia. Kriteria diagnostik hiperglikemia yang disebabkan alkohol, kadar alkohol dalam darah meningkat di atas 100 mg/dl yang dikarenakan mekanisme MEOS. C. Asam lemak Insulin mempengaruhi metabolism lemak. Insulin meningkatkan aktivitas lipoprotein lipase yang terikat membrane sehingga tersedia asam lemak yang berasal dari lipoprotein,

untuk sel. Dalam jaringan lemak, ternyata insulin menghambat pembebasan asam lemak yang disebabkan oleh pemberian epinefrin ataupun glucagon. Mula-mula disangka bahwa hal ini hanya disebabkan oleh bertambahnya glikolisis, sehingga gliserolfosfat yang terbentuk untuk sintesis asam lemak bertambah. Tetapi ternyata penghambatan lipolisis tersebut juga terjadi tanpa adanya glukosa. Insulin mengaktifkan enzim piruvat-dehidrogenase dengan akibat meningkatnya oksidasi piruvat dan perubahan menjadi lemak, sehingga piruvat kurang tersedia untuk proses gluconeogenesis. Katekolamin, hormon pertumbuhan, kortisol, tiroksin dan glucagon semuanya merangsang aktivitas lipase dalam jaringan lemak, sehingga menimbulkan peninggian kadar asam lemak bebas dalam darah. Insulin menghambat aktivitas lipase tersebut. Pada penderita diabetes akibat gangguan metabolisme glukosa, maka protein dan lemak menjadi sumber energi utama. Pada penderita diabetes, memang terdapat peninggian asam lemak bebas di dalam darah, dan kadar asam lemak bebas tersebut paralel atau sejajar dengan naik turunnya kadar glukosa darah. Sehingga kadar asam lemak bebas tersebut dapat dipakai sebagai parameter kemajuan terapi diabetes mellitus disamping kadar glukosa. Pada berbagai percobaan telah dibuktikan bahwa adanya kadar asam lemak bebas yang tinggi dalam darah, mengurangi sensitivitas jaringan terhadap insulin, sehingga kadar glukosa dalam darah juga meningkat (hiperglikemia). Hal ini tidak saja tampak pada penderita diabetes, tetapi juga berlaku pada penderitan non-diabetes. Sehingga ada teori yang mengatakan bahwa salah satu penyebab diabetes melitus ialah kelainan metabolisme lemak yang berakibat pada tingginya kadar asam lemak bebas dalam darah. Diet yang sangat rendah akan lemak jenuh mengurangi risiko resistensi terhadap insulin dan diabetes. Makanan yang kaya minyak nabati, termasuk non-hidrogenasi margarines, kacang-kacangan dan biji-bijian, harus menggantikan makanan yang kaya akan lemak jenuh dari daging dan makanan kaya lemak lainnya. Konsumsi lemak terhidrogenasi sebagian harus diminimalkan

Anda mungkin juga menyukai