Anda di halaman 1dari 32

Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia

Tinjauan Ekonomi dan Keuangan


Volume 2 | Nomor 10 | Oktober 2012 | ekon.go.id

Menata Energi bagi Pertumbuhan Ekonomi

Arah dan Kebijakan Energi Nasional Subsidi BBM dan Alternatif Solusi

ISSN 2088-3157

Pertumbuhan Ekonomi dan Energi Listrik | Aglomerasi Manufaktur | Realisasi Penyaluran KUR | Stabilisasi Harga Pangan Pokok | Ketenagakerjaan

KREDIT USAHA RAKYAT (KUR) DAN UKM

28

Realisasi Penyaluran KUR September 2012

ENERGI NASIONAL

11

Arah & Kebijakan Energi Nasional | Menakar Kebutuhan dan Kapasitas Energi Masa Depan | Subsidi BBM dan Altenatif Solusi | Pertumbuhan Ekonomi dan Energi Listrik | KOORDINASI KEBIJAKAN EKONOMI 2 Stabilisasi Harga Pangan Pokok EKONOMI INTERNASIONAL Meneropong Energi Minyak Tahun 2012-2013 EKONOMI DOMESTIK EKONOMI DAERAH 9 6 Inflasi dan Ekspor & Impor Aglomerasi Manufaktur

OPINI PAKAR

20

Dr. Ir. Arsegianto, M.Sc,


Pengamat Perminyakan ITB

FISKAL DAN REGULASI EKONOMI 22 Subsidi Energi dalam RAPBN 2013 MP3EI 23 26 Infrastruktur Energi KEUANGAN

Penerapan PSAK 62

KETENAGAKERJAAN

25

Pembina : Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Pengarah : Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Deputi Ekonomi Makro dan Keuangan Koordinator : Bobby Hamzar Rafinus Editor : Edi Prio Pambudi, M. Edy Yusuf Analis : Rista Amallia, Windy Pradipta, Sandra Kurniawati, Fauzia Suryani Puteri, Masyitha Mutiara, Fitria Faradila, Insani Sukandar, Alexcius Winang, Andi Distribusi : Chandra Mercury Kontributor : Gede Edy Prasetya, Tim Pemantauan dan Pengendalian Inflasi, Komite Kebijakan KUR Tinjauan Ekonomi dan Keuangan dapat diunduh pada situs: www.ekon.go.id

Pengantar Redaksi
Keterbatasan energi yang saat ini dialami oleh India serta kesungguhan Amerika Serikat, Cina dan banyak negara lain dalam mempersiapkan sediaan energi menjadi indikasi tersebut. TEK kali ini fokus pada ketersediaan energi setelah memperhatikan semakin ketatnya Bobby H. Rafinus persaingan antar-negara dalam memperolehnya saat ini maupun masa depan. Pergerakan harga minyak bumi yang dinamis Oktober merupakan bulan yang penting dalam perjalanan negara Republik Indonesia setelah bulan Agustus. Ada tiga kejadian yang senantiasa diperingati setiap tahun, yaitu hari Kesaktian Pancasila 1 Oktober 1965, hari lahirnya Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) 5 Oktober 1966, dan Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928. Perayaan tersebut seakan melanjutkan pesan dari generasi terdahulu kepada generasi kini untuk menjaga perjalanan negara yang telah diperjuangkan melalui episode kesatuan, kemerdekaan, dan keteguhan pada nilai-nilai dasar pembentukan negara. Peningkatan kesejahteraan masyarakat merupakan medan perjuangan generasi abad ke 21 . Kesejahteraan ditentukan oleh seberapa kuat daya saing suatu negara, demikian menurut Michael Porter (2004). Menurutnya kebijakan makro ekonomi yang baik dan stabilitas lembaga politik dan hukum memang diperlukan namun tidak memadai untuk memastikan naiknya kesejahteraan ekonomi. Daya saing bertumpu pada fundamental ekonomi mikro, yaitu kemampuan operasi dan strategi perusahaan, serta kualitas lingkungan persaingan usaha, yang selanjutnya tercermin dari tingkat produktivitasnya. Salah satu prasyarat penting bagi peningkatan produktivitas perusahaan adalah ketersediaan energi yang terjangkau secara ekonomis. dan begitu luas pengaruh yang ditimbulkannya mencerminkan kondisi persaingan tersebut. Prof. Rinaldy dari Dewan Energi Nasional mengingatkan pentingnya berfikir starting from the end dalam penyediaan energi. Pengembangan energi terbarukan, seperti matahari, air, dan biofuel, yang potensinya sangat besar di tanah air, disarankan menjadi prioritas menghadapi harga bahan bakar fosil yang semakin mahal. Kelalaian kita dalam meletakkan prioritas tersebut antara lain tercermin dari temuan studi Michael T. Rock (Juni, 2012) berjudul Indonesia: learning from Chinas industrial saving energy?. Ada empat hal yang penulis sarankan untuk Indonesia dan negara lain pelajari dari pelaksanaan kebijakan pengurangan emisi CO2 di China, yaitu: a) mendorong penggunaan semua energi pada harga keekonomiannya, b) mensyaratkan industri untuk mengurangi intensitas konsumsi energi, c) membuka kesempatan investasi dan perdagangan yang luas bagi investor asing serta berkompetisi dengan usaha domestik sehingga mendorong kemajuan teknologi perusahaan setempat, dan d) menerapkan kebijakan penguasaan teknologi lintas sektor yang agresif. Keempat saran tersebut memang tidak mudah, mungkin itulah medan perjuangan yang setara dengan yang dihadapi generasi terdahulu. Ayo maju tak gentar!

Koordinasi Kebijakan Ekonomi

Menjelang Hari Raya Idul Adha 1433 H, diperkirakan harga pangan pokok akan stabil
Fitria Faradila

ada bulan September 2012, bahan makanan cenderung mengalami penurunan harga. Penurunan harga bahan makanan merupakan koreksi pasca hari raya Idul Fitri. Secara umum, bahan makanan mengalami deflasi sebesar 3,65% dibandingkan bulan lalu (mtm) dan inflasi sebesar 9,03% dibandingkan bulan yang sama di tahun lalu (yoy). Oleh karena itu, dari inflasi bulan September yang sebesar

0,01% (mtm), bahan makanan menyumbang deflasi sebesar 0,23%. Komponen bahan makanan yang mengalami deflasi tertinggi adalah cabe merah. Harga cabe merah menurun sebesar 19,59% (mtm) akibat terlambatnya masa panen di daerah sentra produksi. Sebaliknya, komponen bahan makanan yang mengalami inflasi tertinggi adalah kedelai sebesar 0,59% (mtm). Kekeringan di negara

produsen, Amerika Serikat, menyebabkan penurunan produksi kedelai yang mendorong kenaikan harga kedelai di pasar internasional. Harga pangan pokok menjelang hari raya Idul Adha diperkirakan akan relatif stabil. Berdasarkan kondisi tahuntahun sebelumnya, mendekati hari raya Idul Adha harga pangan pokok cenderung menurun. Pasokan bahan makanan pokok yang

mencukupi akan mendorong harga menjadi lebih stabil. Sementara, produksi komoditas kedelai belum mencukupi kebutuhan. Berdasarkan prognosa neraca kebutuhan dan ketersediaan BKP, kedelai akan mengalami defisit produksi sebesar 712,6 ribu ton pada akhir tahun 2012. Penyebab utama yang defisit produksi kedelai adalah keterlambatan masa panen dan dapat berpotensi memicu kenaikan harga. Untuk menjaga harga kedelai di pasar domestik, pemerintah melalui Kementerian Perdagangan akan melakukan impor mengikuti beberapa ketentuan sebagai berikut: (i) Bulog dan BUMN lain melakukan impor harus melalui Importir Terdaftar (IT) (ii) Perusahaan swasta melakukan impor harus

melalui IT dan memperoleh surat persetujuan impor dengan lampiran bukti serap 10% dari total yang diimpor. Ketentuan impor kedelai ini akan dibahas lebih lanjut pada Inpres. Hingga akhir tahun ini pemerintah juga akan melakukan impor beras sebesar 1 juta ton untuk mengamankan pasokan hingga tahun 2013 dan mencapai target surplus beras 10 juta ton pada tahun 2014. Namun, masih terdapat kendala untuk mendukung program surplus beras 10 juta ton yaitu masalah lahan. Untuk itu, BPN akan berusaha menyelesaikan masalah lahan, khususnya pemanfaatan lahan yang terlantar. Upaya lain untuk menjaga inflasi dengan memperlancar distribusi pasokan bahan

pangan pokok. Kementerian Perhubungan akan menyiapkan fasilitas prioritas sandar di pelabuhan khusus untuk bahan pangan pokok. Dengan pemerataan distribusi, pemerintah mengharapkan terjadi penurunan kesenjangan harga dan tersedia pasokan yang cukup antar daerah di Indonesia. Untuk melakukan stabilisasi harga, pemerintah akan menggunakan dana cadangan ketahanan pangan. Penggunaan dana ini diarahkan antara lain untuk: (i) mendukung program surplus beras 10 juta ton pada tahun 2014; (ii) melakukan stabilisasi harga kedelai; (iii) mengatasi masalah tunggakan Kredit Usaha Tani (KUT); dan (iv) melakukan revitalisasi peran Bulog.

Ekonomi Internasional

Seiring dengan proyeksi permintaan yang meningkat, IMF memperkirakan harga rata-rata minyak mencapai USD106,18/barel pada tahun 2012 dan USD105,1/barel pada tahun 2013.
Rista Amallia

emerintah dalam Nota Keuangan RAPBN 2013 menetapkan asumsi harga minyak ICP USD 100/barel. Harga minyak dalam negeri sangat dipengaruhi oleh tren pergerakan harga minyak di pasar internasional. Meskipun kini harga minyak di pasar internasional sangat dipengaruhi oleh sentimen pasar, pergerakan harga minyak juga tidak terlepas dari faktor fundamental permintaan dan penawaran. Selama tahun 2012, sisi suplai minyak banyak dipengaruhi perkembangan isu geopolitik. Mulai dari demokratisasi di beberapa negara Kawasan Timur Tengah yang mempengaruhi kelancaran produksi minyak di negara tersebut. Isu utama pada sisi suplai terkait dengan pengenaan sanksi dari negara-negara barat atas dugaan program nuklir Iran, salah satu negara pemasok minyak dunia. Hingga yang terkini konflik antara anggota NATO, Turki dengan Syria yang dinilai sekutu Rusia. Berbagai isu tersebut mempengaruhi ekspektasi pasar terhadap pasokan minyak di pasar internasional.

Pada kenyataannya, berdasarkan catatan Lembaga Energi Internasional (EIA) selama triwulan II-2012 pasokan minyak dunia tumbuh 3,7% (yoy) lebih tinggi dari triwulan sebelumnya 2,7% (yoy). Laju pertumbuhan tersebut seiring dengan pertumbuhan produksi baik di negara OPEC maupun non-OPEC khususnya kawasan Amerika Utara. Meskipun sejak memasuki semester II-2012 pertumbuhan tersebut diperkirakan melambat. Pada sisi permintaan, selama tahun 2012 permintaan minyak dipengaruhi oleh perekonomian negara-negara maju yang masih berjuang untuk pulih. Sehingga berdasarkan EIA, permintaan minyak cenderung datar selama triwulan I-2012, yaitu tumbuh 0,5% (yoy). Meskipun demikian, permintaan tercatat merangkak naik pada triwulan selanjutnya sekitar 1,5% (yoy) seiring dengan pertumbuhan permintaan dari negara-negara pusat pertumbuhan ekonomi baru di Asia khususnya Cina.

EIA memperkirakan selama tahun 2012 permintaan energi akan tumbuh sekitar 0,9% (yoy) yaitu dari 89,8 juta barel/hari dari 88,9 juta barel/ hari. Sedangkan seiring dengan pemulihan ekonomi dunia yang diperkirakan tumbuh 3,3%-3,6% (yoy) selama tahun 2012-2013, permintaan energi diperkirakan akan terus meningkat hingga mencapai 90,6 barel/hari pada tahun 2013. Selama periode 2010-2013 pertumbuhan permintaan minyak dunia terutama didorong oleh permintaan dari negara-negara non-OPEC yaitu dari 41,1 juta barel/hari hingga 44,7 juta barel/hari. Sebaliknya permintaan dari negara-negara OPEC menurun dari 46,9 juta barel/hari hingga 45,9 juta barel/hari. Berbagai isu sisi penawaran dan permintaan minyak dunia mempengaruhi pergerakan harga

minyak selama tahun 2012. Harga rata-rata minyak (Brent, WTI, dan Dubai) yang berdasarkan catatan IMF sempat menurun tajam hingga USD 61,78/barel pada puncak krisis global tahun 2009 dari level USD 97,04/barel pada tahun sebelumnya terus meningkat hingga USD104,01/barel pada tahun 2011. Pada September 2012, berdasarkan data EIA harga rata-rata minyak Brent USD 113,03/barel dan WTI USD 94,56/barel. Seiring dengan proyeksi permintaan yang meningkat, IMF memperkirakan harga ratarata minyak mencapai USD 106,18/barel pada tahun 2012 dan USD105,1/barel pada tahun 2013. Kenaikan harga minyak di pasar internasional diharapkan masih terkendali dan tidak mendorong kenaikan harga minyak ICP di atas asumsi pemerintah yang dapat menyebabkan beban APBN 2013 membengkak.

Ekonomi Domestik

Fitria Faradila

nflasi bulan September 2012 tercatat sebesar 0,01% dibandingkan

menyumbang deflasi adalah daging ayam, telur ayam, cabe merah, cabe rawit, bawang merah dan bawang putih, sedangkan komponen yang menyumbang inflasi antara lain beras, jeruk, wortel, dan tomat. Memasuki masa paceklik, harga beras cenderung meningkat walaupun tidak signifikan. Untuk mengantisipasi lonjakan harga, pemerintah akan melakukan operasi pasar dan penyaluran raskin yang intensif. Sementara itu, gangguan pasokan merupakan faktor yang mempengaruhi tekanan inflasi pada jeruk, wortel dan tomat.

Tidak adanya kebijakan strategis dan terdapat koreksi tarif angkutan, khususnya kereta api menyebabkan inflasi administered prices cenderung stabil. Pada bulan September 2012, inflasi administered prices tercatat sebesar 0,28% (mom) atau 2,74% (yoy), lebih rendah dari bulan sebelumnya yang mencapai 0,35% (mom) atau 2,78% (yoy). Dari 66 kota IHK, 21 kota diantaranya mengalalami inflasi, sedangkan 45 kota mengalami deflasi. Inflasi tertinggi terjadi di kota Pangkal Pinang yang

bulan Agustus 2012 (mtm) dan 4,31% dibandingkan bulan September 2011 (yoy). Nilai ini lebih rendah dari tingkat inflasi bulan Agustus 2012 yang mencapai 0,95% dibandingkan bulan Juli 2012 (mtm) dan 4,58% dibandingkan bulan Agustus 2011 (yoy). Penurunan ini terutama didorong oleh menurunnya tekanan inflasi inti, koreksi harga pada kelompok volatile food, dan stabilnya inflasi administered price. Inflasi inti pada bulan September 2012 tercatat 0,34% (mtm) dan 4,12% (yoy). Meredanya tekanan musiman, terutama koreksi tarif transportasi dan rendahnya sumbangan inflasi biaya pendidikan mampu menahan dampak kenaikan harga pangan internasional dan emas. Inflasi volatile food pada bulan September 2012 tercatat -1,17% (mtm) dan 6,71% (yoy). Komponen volatile food yang

mencatatkan inflasi sebesar 0,74% (mtm) dan inflasi terendah terjadi di kota Dumai dengan inflasi sebesar 0.01% (mtm). Sementara itu, deflasi tertinggi terjadi di kota Singkawang sebesar 2,18% (mtm) dan terendah di kota Medan, Cirebon, Kediri, dan Cilegon. Keempat kota tersebut mencatatkan deflasi sebesar 0,02% (mtm). Tekanan inflasi di sisa tahun 2012 diperkirakan bersumber dari kelompok

volatile food yang pada akhir tahun ini akan memasuki masa paceklik. Selain itu juga terdapat risiko terbatasnya pasokan impor terkait pengaturan tata niaga hortikultura mulai akhir September 2012. Pada tahun 2013, adanya rencana kenaikan TTL sebesar 15% dan kenaikan harga gas industri diperkirakan dapat menyebabkan tingkat inflasi yang lebih tinggi. Untuk mengantisipasi tekanan inflasi di masa yang

akan datang, Tim Pengendali Inflasi (TPI) pusat dan daerah akan melakukan koordinasi untuk menjaga ekspektasi inflasi masyarakat. Selain itu, TPI dan TPID akan terus berupaya mendorong kelancaran pasokan dan distribusi barang, khususnya bahan pokok melalui kerjasama antar daerah. Referensi: Analisis Inflasi September 2012-Tim Pemantau dan Pengendalian Inflasi

Sandra Kurniawati

Nilai ekspor dan impor Indonesia mengalami penurunan selama bulan Agustus 2012, dibandingkan bulan Juli 2012. Nilai ekspor pada bulan Agustus 2012 mencapai US$14,12 miliar atau turun 12,27% dibanding ekspor Juli 2012. Sementara nilai impor sebesar US$13,87 miliar atau turun 15,21% dibanding impor Juli 2012. Dengan perkembangan tersebut neraca perdagangan periode Agustus 2012 mencatat surplus sebesar US$248,5 juta, sedangkan secara akumulasi JanuariAgustus 2012 juga surplus sekitar US$496,7 juta.

Perkembangan nilai ekspor Agustus 2012 tersebut bila dibanding Agustus 2011 mengalami penurunan sebesar 24,30%. Penurunan ekspor Agustus 2012 disebabkan oleh menurunnya ekspor nonmigas sebesar 14,49%, demikian juga

ekspor migas yang turun sebesar 2,30%. Dengan perkembangan tersebut maka nilai ekspor selama JanuariAgustus 2012 mencapai US$127,17 miliar atau turun 5,58% dibanding periode yang sama tahun

2011. Sementara itu, nilai impor mencapai US$126,67 miliar atau meningkat 10,28% jika dibanding periode yang sama tahun sebelumnya (US$114,86 miliar). Menurut negara tujuan, penurunan ekspor nonmigas Agustus 2012 terjadi ke semua negara tujuan utama, khususnya Jepang, Singapura, Malaysia, Korea Selatan, dan Cina. Walaupun mengalami penurunan, ekspor nonmigas ke Cina pada Agustus 2012 mencapai angka terbesar yaitu US$1,31 miliar, disusul Jepang US$1,28 miliar dan Amerika Serikat US$1,16 miliar, dengan kontribusi ketiganya mencapai 33,31%. Sementara ekspor ke Uni Eropa (27 negara) sebesar US$1,42 miliar. Dilihat dari kontribusi sektor ekonomi, kontribusi ekspor produk industri mendominasi sebesar 60,34% terhadap ekspor keseluruhan Januari Agustus 2012. Ekspor hasil industri periode Januari

Agustus 2012 turun sebesar 6,20% dibanding periode yang sama tahun 2011, demikian juga ekspor hasil tambang dan lainnya turun 4,53%, sedangkan ekspor hasil pertanian naik sebesar 2,48%. Impor pada Agustus 2012 jika dibanding impor Agustus 2011 (US$15,08 miliar) turun 8,02%. Sementara itu, selama Januari Agustus 2012 nilai impor mencapai US$126,67 miliar atau meningkat 10,28% jika dibanding impor periode yang sama tahun sebelumnya (US$114,86 miliar). Penurunan nilai impor Agustus 2012 disebabkan oleh penurunan impor nonmigas sebesar 22,35%, sebaliknya impor migas mengalami peningkatan sebesar 19,97%. Peningkatan impor migas disebabkan oleh naiknya impor minyak mentah, hasil minyak dan gas. Nilai impor nonmigas terbesar Agustus 2012 adalah golongan barang mesin dan peralatan mekanik dengan nilai

US$2,14 miliar atau turun 21,33% dibanding bulan sebelumnya. Negara pemasok barang impor nonmigas terbesar selama JanuariAgustus 2012 masih ditempati oleh Cina dengan pangsa 19,37%, diikuti Jepang (15,61%) dan Thailand (7,72%). Impor nonmigas dari ASEAN mencapai 21,54%, sementara dari Uni Eropa sebesar 9,08%. Neraca perdagangan Indonesia kembali surplus pada Agustus 2012 setelah empat bulan sebelumnya mengalami defisit. Namun, surplus tersebut lebih disebabkan oleh penurunan impor dan belum terlihat perbaikan dari sisi kinerja ekspor. Belum pulihnya krisis perekonomian global merupakan tantangan yang akan sangat mempengaruhi kinerja ekspor Indonesia, khususnya yang ditujukan ke negara tujuan utama seperti Cina, Jepang, Amerika Serikat, India, dan negara-negara ASEAN.

Ekonomi Daerah

Fitria Faradila Aglomerasi kerap terjadi di sektor manufaktur Indonesia. Pembentukan aglomerasi baru biasanya dilakukan di luar area manufaktur lama. Hal ini didasari oleh adanya dorongan dari pasar. Akan tetapi, sektor manufaktur tersebut lebih berkonsentrasi di kota-kota besar, seperti Jakarta, Bandung, dan Surabaya. Wilayah pinggiran kota cenderung mempunyai biaya kongesti yang tinggi bagi perusahaan. Biaya kongesti ini mencakup biaya tenaga kerja, infrastruktur, dan biaya perizinan. Biaya-biaya ini kerap mengurangi daya tarik wilayah tradisional di Indonesia. Padahal aglomerasi berkontribusi pada peningkatan jumlah aneka ragam industri yang diikuti peningkatan diversifikasi produk. Hal ini mendorong peningkatan produktifitas di kawasan aglomerasi. Dalam membentuk aglomerasi baru di wilayah pinggiran kota, peran pemerintah daerah sangatlah penting. Kebijakan dan aturan pemerintah daerah mempunyai pengaruh yang besar bagi perusahaan

dalam memilih lokasi pembentukan sektor manufaktur baru. Program pembentukan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) dirasakan baik untuk memfasilitasi pembentukan aglomerasi baru di sektor manufaktur. Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi dalam KEK diantaranya pemberian insentif, ketersediaan energi, dan kemudahan perizinan. Dengan kemudahan seperti itu diharapkan akan mendorong masuknya perusahaan (investor) baru yang tentunya akan menggairahkan perekonomian wilayah tersebut. Program MP3EI sendiri sebenarnya dapat mendorong pembentukan aglomerasi dengan beberapa aksi yang harus dilakukan. Beberapa aksi tersebut diantaranya (i) memperbaiki konektivitas (ii) penyederhanaan proses perizinan (iii) memberikan kebijakan yang jelas mengenai sektor manufaktur; dan (iv) membangun kapasitas wilayah. Dengan aksi-aksi ini, pada akhirnya MP3EI juga dapat mendorong revitalisasi sektor manufaktur di Indonesia.
Referensi: Executive Summary World Bank Picking up the pace: Reviving Growth in Indonesias Manufacturing Sector

Gede Edy Prasetya

Hampir dapat dipastikan sumber daya energi minyak bumi yang saat ini digunakan untuk memenuhi kebutuhan energi transportasi, industri, dan kelistrikan akan semakin menipis. Kondisi tersebut menunjukkan ketersediaan energi menjadi persoalan utama nasional sehingga pemanfaatan potensi energi alternatif menjadi sangat diperlukan. Disisi lain, Indonesia merupakan negara dengan potensi mega biodiversity terbesar kedua di dunia setelah Brazil. Potensi ini perlu disadari dan mulai dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan energi domestik. Akan tetapi, kesuksesan penggunaan energi di Indonesia membutuhkan perubahan paradigma masyarakat bahwa sumber energi minyak bumi saat ini sudah sangat terbatas.

Perpres Nomor 5 Tahun 2006 mengamanatkan untuk mewujudkan energi (primer) mix yang optimal dengan menurunkan pemakaian BBM Indonesia dari sekitar 55% menjadi 15%-20%. Hal ini akan selaras dengan pengembangan energi terbarukan di setiap daerah. Energi terbarukan yang dikembangkan adalah energi yang sudah tidak dapat diperdebatkan lagi seperti energi panas bumi, shale gas, biofuel, angin, dan air. Pengembangan energi terbarukan ini mempunyai ciri mudah, murah, aman, dan memiliki potensi yang besar. Dalam upaya pengembangan energi terbarukan di daerah, Pemerintah Daerah memiliki peran yang penting. Pemerintah dapat membantu mendorong perkembangan energi terbarukan dengan memberikan insentif fiskal

yang memadai baik pada saat pengembangan (research and development) maupun pada saat produksi. Insentif ini diharapkan akan menarik minat masyarakat, akademisi, dan dunia usaha untuk ikut berpartisipasi. Pengembangan energi alternatif dapat disesuaikan dengan keunggulan komparatif daerah masingmasing. Pengembangan ini dapat memberikan manfaat pada perekonomian masyarakat di daerah, antara lain kenaikan pendapatan masyarakat, penyerapan tenaga kerja, dan kelestarian lingkungan hidup. Di samping itu, pengembangan energi terbarukan tersebut dapat disinergikan dengan program kemandirian pangan. Salah satu energi alternatif terbarukan yang potensial untuk dikembangkan di daerah adalah bahan bakar nabati (BBN) yang terdiri dari biodiesel dan bioetahanol. Bahan baku pembuatan Biodisesel dan Bioethanol dapat tumbuh subur dan relatif mudah dikembangkan di Indonesia. Bahan tersebut antara lain minyak kelapa, jarak pagar, kapuk dan nyamplung. Sedangkan Bioethanol berasal dari tetes tebu, nira sorgum, nira nipah, singkong, ganyong, ubi jalan dan tumbuhan lain yang jumlahnya berlimpah di Indonesia. Kesuburan tanah merupakan salah satu faktor utama yang mendukung majunya perkembangan BBN di Indonesia.

Namun, upaya pengembangan energi terbarukan khususnya yang berasal dari sumber daya nabati perlu memperhatikan beberapa potensi masalah yang mungkin dihadapi berupa: Belum ada kebijakan harga bahan baku BBN dan harga produk BBN Belum optimalnya koordinasi pengembangan BBN didaerah oleh instansi terkait dari Pusat, Propinsi dan Kabupaten/Kota. Belum maksimalnya pemanfaatan bantuan dan kesinambungan pemanfaatan BBN yang terintegrasi antara program Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota penerima bantuan. Luas tanaman jarak pagar di daerah sebagian besar belum memenuhi jumlah yang dipersyaratkan dalam memenuhi kapasitas alat sehingga masih perlu dioptimalkan penanamannya pada program selanjutnya. Harga biji jarak masih relatif tinggi dan cenderung dijual sebagai bibit. Melihat kondisi pasar energi saat ini, Pemerintah Pusat dan Daerah perlu terus mengajak masyarakat, dunia pendidikan dan dunia usaha untuk memahami pentingnya konservasi energi fosil yang disertai dengan diversifikasi energi.

10

| Laporan Utama

Menata Energi

bagi Pertumbuhan Ekonomi


Bijak mengelola Sumber daya Energi bagi kelangsungan generasi mendatang

Bagaimanakah proyeksi kebutuhan dan kapasitas energi hingga tahun 2025 mendatang?
Fauzia Suryani P. bara, dan 2 juta BOEPD energi baru terbarukan (EBT). Pemakai energi terbanyak di masa depan adalah sektor industri. Dalam rangka mengarahkan upaya-upaya mewujudkan keamanan pasokan energi nasional sesuai dengan tujuan kebijakan energi nasional, pemerintah mencanangkan blueprint pengelolaan energi nasional pada tahun 2025 yaitu berdasarkan Perpres 5/2006. Pasokan energi ke depan akan bersumber dari pemanfaatan minyak bumi sebesar 20%, gas bumi 30%, batubara 30%, dan EBT 17%. Hal ini berbeda dengan komposisi sumber energi saat ini yaitu minyak bumi sebesar 49,7%, gas bumi 20,1%, batubara 24,5%, dan EBT 5,7%. Alokasi pengelolaan energi tersebut menunjukkan adanya shifting dari dominasi minyak bumi ke pemanfaatan gas bumi, batubara, dan EBT. Upaya shifting tersebut sudah menjadi pertimbangan yang matang apabila melihat potensi dan produksi energi nasional saat ini. Pada tahun 2011, rasio cadangan minyak

etahanan energi merupakan salah satu poin penting dalam mendorong pertumbuhan ekonomi suatu negara, sehingga negara berkewajiban memenuhi ketersediaan energi sebagai prasyarat utama. Untuk menakar bagaimana ketahanan energi nasional masa depan, dua hal yang menjadi pertimbangan utama yaitu kebutuhan serta kapasitas sumber daya energi. Rida Mulyana menyatakan bahwa kebutuhan energi nasional meningkat setiap tahunnya mengikuti pertumbuhan ekonomi. Proyeksi kebutuhan energi nasional pada tahun 2025 meningkat 13,9% dari tahun 2010 sebesar 3,23 juta BOEPD (Barrels of Oil Equivalent per Day/Barel Ekuivalen Minyak Per Hari) menjadi 7,72 juta BOEPD di tahun 2025. Komposisi pemenuhan kebutuhan energi di tahun 2025 diproyeksikan sebesar 1,83 juta BOEPD dari minyak bumi, 1,52 juta BOEPD gas bumi, 2,4 juta BOEPD batu

Rida Mulyana Kepala Biro Perencanaan dan Kerja Sama Kementerian ESDM

bumi nasional sebesar 14%, sementara gas bumi nasional masih memiliki cadangan sebesar 46% dan batu bara sebesar 17%. Secara umum, produksi minyak bumi dan gas bumi tahun 2011 lebih rendah dibandingkan tahun 2010. Di sisi lain, produksi batubara mengalami peningkatan dari tahun 2010 sebesar 6%. Namun, apabila energi fosil dilihat sebagai satu kesatuan (as single commodity), produksi energi fosil 2011 mengalami peningkatan sebesar 1,6% dari 5,68 juta BOEPD tahun 2010 menjadi 5,77 BOEPD di tahun 2011.

12

Melihat pada peningkatan kebutuhan serta kapasitas energi nasional saat ini, maka beberapa kebijakan yang dilakukan pemerintah dalam upaya peningkatan ketahanan energi di masa depan diantaranya: Pertama, pengurangan subsidi BBM dan subsidi listrik, antara lain melalui program peningkatan pemanfaatan gas untuk transportasi (pembangunan SPBG), peningkatan pemanfaatan gas untuk rumah tangga (jaringan distribusi gas kota), dan substitusi bahan bakar pembangkit listrik. Kedua, peningkatan rasio elektrifikasi antara lain melalui perluasan jaringan dan gardu distribusi di perdesaan, penyediaan listrik murah dan hemat untuk masyarakat

daerah tertinggal dan nelayan, serta pembangunan pembangkit EBT (Energi Baru Terbarukan). Ketiga adalah peningkatan produksi/ lifting dan cadangan minyak bumi dan gas bumi melalui evaluasi cadangan migas dan CBM (Coal Bed Methane), eksplorasi dalam upaya mencari cadangan migas baru, serta peningkatan kontrak kerja sama migas dan CBM. Keempat, diversifikasi energi melalui pengembangan energi berbasis sumber daya lokal (Desa Mandiri Energi/DME), pengembangan panas bumi, dan pengembangan pemanfaatan gas bumi. Kelima, konservasi energi melalui audit energi bagi industri, edukasi dan sosialisasi konservasi energi.

Keenam, peningkatan infrastruktur energi antara lain melalui lanjutan pembangunan pembangkit listrik, jaringan transmisi dan gardu induk, pembangunan SPBG, pembangunan jaringan distribusi kota, dan pembangunan Mini LPG Plant. Terakhir, peningkatan pembinaan dan pengawasan mineral dan batubara, antara lain melalui peningkatan pengawasan produksi dan pemasaran mineral dan batubara, inventarisasi dan penyusunan produksi mineral dan batubara nasional, serta inventarisasi potensi PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak) pertambangan umum.

Alexcius Winang Sandra Kurniawati Chandra Mercury

Pada tahun 2030, diperkirakan akan terjadi perpotongan antara harga energi fosil yang semakin mahal dengan harga energi terbarukan yang semakin murah. Prof. Rinaldy

alam menentukan kebijakan energi nasional dibutuhkan pandangan ke depan yang mempertimbangkan berbagai hal termasuk kondisi saat ini yang menjadi acuan. Demikian pendapat Prof. Rinaldy Dalimi, selaku anggota Dewan Energi Nasional (DEN). Saat ini kondisi teknologi energi domestik masih terbatas dan peraturan yang

berlaku lebih mengutamakan kemajuan sektor masingmasing. Sebagai akibatnya maka tak terhindarkan benturan kepentingan antarsektor. Misalnya peningkatan penjualan produksi mobil pribadi merupakan prestasi di bidang industri, namun menimbulkan dampak bagi membengkaknya subsidi BBM yang mayoritas dikonsumsi oleh mobil pribadi.

13

Prof. Rinaldy Dalimi Anggota Dewan Energi Nasional (DEN) | Guru Besar Fakultas Teknik Universitas Indonesia (UI)

insentif sebelum tahun 2030 agar energi terbarukan banyak digunakan dan kebijakan yang mendukung pengembangan industri energi terbarukan yang memenuhi kebutuhan pasar domestik. Dengan demikian potensi pasar domestik yang besar dapat dipenuhi oleh industri energi dalam negeri. Sementara itu, hingga tahun 2030, kebutuhan energi cukup dipenuhi oleh batubara, minyak, dan gas bumi. Potensi energi fosil, seperti batubara sebesar 104 Miliar Ton dan gas bumi sebesar 384,7 Trillion Standard Cubic Feet (TSCF), saat ini produksinya sebagian besar diekspor sebagai sumber pendapatan negara. Dalam penyusunan Kebijakan Ekonomi Nasional, DEN memberikan pertimbangan bahwa penurunan ekspor energi fosil harus dilakukan dan harus ditetapkan waktu dimana Indonesia berhenti mengekspor energi fosil. Kedepannya potensi energi terbarukan yang besar harus dimanfaatkan secara optimal. Indonesia memiliki profil besaran potensi energi terbarukan sebagai berikut : (a) Tenaga air: 75,67 Giga Watt (GW); (b) Panas bumi: 28,00 GW; (c) Biomassa: 49,81 GW; (d) Energi laut (Hydrokinetic Energi): 240,00 GW dan (e) Matahari (6-8 jam/hari): 1200,00 GW.

Terkait dengan kebijakan pembangunan PLTN, Prof. Rinaldy mengemukakan bahwa hal itu merupakan pilihan terakhir karena kebutuhan energi nasional dapat dipenuhi melalui optimalisasi potensi energi yang ada di Indonesia. Saat ini krisis energi listrik yang terjadi di beberapa daerah bukan disebabkan tidak adanya sumber daya energi primer, melainkan karena belum dilakukannya tata kelola energi yang tepat untuk memenuhi kebutuhan energi tersebut. Dari sisi regulasi Undangundang Ketenagalistrikan memberikan kewenangan bagi Pemda dan DPRD untuk menentukan tarif listrik di daerahnya. Kebijakan ini akan mendorong Pemerintah Daerah, DPRD dan PLN melakukan efisiensi dengan memanfaatkan potensi energi listrik setempat, dibanding membeli energi listrik dari daerah lain. Selain itu, Pemda dan DPRD memiliki tanggung jawab terhadap pemenuhan kebutuhan energi listrik di daerahnya. Dengan tata kelola yang baik dan kebijakan yang memberikan kemudahan bagi pengembangan energi terbarukan, Indonesia akan dapat memenuhi kebutuhan energi nasionalnya di masa mendatang.

Prof. Rinaldy berpendapat, dalam merencanakan pemenuhan kebutuhan energi di masa depan harus dengan pola pikir starting from the end, yakni berpikir dimulai dari akhir. Menurutnya, kita harus berpikir ke depan bahwa penggunaan energi di masa depan akan semakin efisien dan didominasi oleh energi terbarukan dengan menggunakan solar cell atau biofuel. Pada tahun 2030, diperkirakan harga energi terbarukan akan sama dengan harga bahan bakar fosil karena akan terjadi perpotongan antara harga energi fosil yang semakin mahal dengan harga energi terbarukan yang semakin murah. Kebijakan yang dikeluarkan oleh Pemerintah saat ini sebaiknya mencakup dua hal yaitu kebijakan memberikan

14

Masyitha Mutiara R. Fitria Faradila

alam RAPBN-2013 porsi subsidi energi mencapai Rp 202,3 triliun. Angka tersebut tidak tergolong kecil. Kepala Pusat Kebijakan APBN, Badan Kebijakan Fiskal, Rofyanto menjelaskan bahwa penentuan besarnya subsidi BBM didasarkan pada beberapa parameter. Parameter tersebut antara lain perkembangan harga minyak dunia, nilai tukar Rupiah terhadap dolar AS, volume konsumsi BBM bersubsidi dan nilai alpha BBM.

Pergerakan harga minyak dunia akan mempengaruhi harga keekonomian minyak dalam negeri. Kenaikan harga minyak domestik tidak dapat dihindari apabila harga minyak dunia terus merangkak naik. Dalam UU APBN-P 2012 diatur bahwa Pemerintah dapat menaikan harga BBM apabila harga rata-rata minyak menyimpang 15% dari asumsi selama enam bulan berturut-turut. Asumsi harga minyak dalam APBN-P 2012 sebesar US$105/ barel. Kenaikan harga BBM dapat dilakukan jika harga minyak naik 15% atau mencapai US$ 120,75 per barel. Kenaikan harga akan disesuaikan oleh kemampuan fiskal pemerintah dengan

kisaran 500-1500/ liter. Berdasarkan kajian yang dilakukan oleh beberapa universitas, kenaikan harga BBM sebesar Rp 500 tidak akan terlalu memberatkan masyarakat, dampaknya terhadap inflasi juga akan terkontrol. Akan tetapi, apabila kenaikan harga BBM di atas Rp 500 maka perlu ada kompensasi kepada masyarakat agar daya beli mereka tetap terjaga, jelas Rofy. Pemerintah telah melakukan berbagai upaya untuk mengurangi konsumsi BBM bersubsidi. Mulai dari pelarangan pemakaian BBM bersubsidi pada kendaraan dinas, penghematan listrik di instansi pemerintah, bahkan dengan diversifikasi sumber

15

energi alternatif. Dari segi fuelmix, Pertamina akan segera mengganti komponen genset yang menggunakan diesel dengan sumber energi lain seperti batu bara, gas bumi, dan PLTA. Pemerintah juga akan melakukan program konversi minyak ke gas untuk angkutan umum. Angkutan umum dijadikan fokus utama karena sudah memiliki rute yang tetap sehingga peninjauan kebutuhan gas dan penempatan SPBG mudah untuk dilakukan. Pemerintah akan memasang konverter minyak ke gas pada angkutan umum secara

gratis sebagai langkah awal pelaksanaan program ini. Selain itu, pemerintah akan membenahi mekanisme pendistribusian BBM. Selama ini, pendistribusian BBM bersubsidi ke daerah hanya berdasarkan data historis saja. Untuk tahun 2013, pendistibusian BBM bersubsidi akan diberikan sesuai dengan kebutuhan daerah masing-masing. Pemerintah telah melakukan pemetaan dan kajian untuk mengetahui besarnya kebutuhan BBM berdasarkan aktivitas ekonominya, seperti jumlah industri, jumlah mobil, dan jumlah rumah tangga. Harapannya, subsidi

Rofyanto Kurniawan Kepala Pusat Kebijakan APBN Badan Kebijakan Fiskal (BKF), Kementrian Keuangan

BBM akan lebih tepat sasaran dan dapat menekan penyelundupan minyak ke luar negeri,tutur Rofy.

Dari Mengubah Visi hingga Cara Pandang Pengguna Energi


Masyitha Mutiara R. Pertamina kemudian mengubah visinya dari Perusahaan Minyak Kelas Dunia menjadi Perusahaan Energi Kelas Dunia dan telah disahkan dalam AD/ART Pertamina pada awal tahun 2012 lalu. Yang perlu diubah adalah cara pandang pengguna dalam melihat energi sebagai sesuatu yang harus dipergunakan secara bijaksana. Dengan begitu pemenuhan kebutuhan energi tidak hanya dari sisi penyediaan, tetapi juga dari sisi penggunaan. tutur Humas Pertamina kepada TEK. Secara alami, produksi di lapangan akan terus menurun. Pertamina berupaya untuk terus mencari lapangan baru baik di dalam maupun di luar negeri supaya produksi meningkat. Selain itu, Pertamina juga terus mengkaji berbagai kemungkinan sumber energi yang dimiliki Indonesia, seperti gas, panas bumi (geothermal) dan Coal Bad Methane (CBM).

eningkatan permintaan atas BBM dan energi secara luas merupakan konsekuensi dari pertumbuhan ekonomi. Sebagai perusahaan minyak terbesar di Indonesia, Pertamina menempuh berbagai upaya untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Tidak hanya semata untuk mencukupi kebutuhan energi dalam bentuk BBM, tetapi juga pengusahaan sumber-sumber energi lainnya.

16

Pertamina kini gencar untuk menjadi backbone bagi penyediaan gas di tanah air melalui berbagai pengembangan infrastruktur. Misalnya, pembangunan unit penampungan dan regasifikasi terapung (Floating Storage and Regasification Unit) di teluk Jawa Tengah, terminal penerima LNG di Arun, pipa trans Sumatera dan Jawa, serta penerima LNG mini di kawasan Indonesia Timur. Pertamina melalui anak perusahaan Pertamina Hulu Energy juga tengah melakukan pengembangan coal bad methane (CBM) yang diharapkan dapat menjadi salah satu tumpuan sumber energi Indonesia di masa depan karena cadangan CBM di Indonesia tergolong besar.

Di luar energi fosil tersebut, Pertamina telah lama mengembangkan energi panas bumi untuk tenaga listrik dengan kapasitas terpasang saat ini 292 MW dan diharapkan meningkat menjadi 2.000 MW pada 2015. Bersama dengan PT LEN Industri, Pertamina menjadi pionir bersama untuk mengembangkan energi panel surya secara integratif dari hulu ke hilir. Program ini diharapkan mampu mengurangi impor komponen panel surya untuk tenaga listrik. Pertamina juga tengah menjajaki pembagunan PLTS dengan kapasitas 120 MW di TPST Bantargebang, Bekasi. Teknologi ini memungkinkan pengelolaan sampah menjadi sumber energi listrik hingga zero waste.

Pertamina telah berkomitmen untuk tetap menjaga ketersediaan dan kelancaran pasokan BBM nasional dalam waktu 20 hari secara periodik. Untuk menunjang hal itu, Pertamina telah memiliki 130 depot penyimpanan BBM dan 5000 SPBU yang tersebar diseluruh Indonesia. Untuk daerah yang tidak memiliki SPBU, disediakan APMS atau Agen Premium, Minyak Tanah dan Solar. Dalam upaya menekan konsumsi BBM bersubsidi, Pertamina memberikan insentif kepada SPBU berupa margin penjualan yang lebih tinggi untuk BBM non-subsidi dibandingkan dengan BBM bersubsidi. Margin paling tinggi diberikan untuk setiap penjualan Pertamina Dex yang pasarnya relatif baru tumbuh.

17

Pemanfaatan gas untuk pembangkit listrik harus lebih dominan di masa mendatang

Andi Windy Pradipta

ertumbuhan ekonomi dan kebutuhan energi memiliki korelasi yang positif. Hal ini terlihat dari adanya kenaikan konsumsi energi seiring dengan peningkatan aktivitas ekonomi. Untuk itu, dibutuhkan penyediaan yang lebih besar dalam upaya memacu pertumbuhan ekonomi lebih cepat.

Monty Girianna, Direktur Sumber Daya Energi, Mineral, dan Pertambangan, Bappenas menegaskan kondisi tersebut dengan menggunakan elastisitas energi, khususnya listrik. Beliau menjelaskan, sebelumnya tingkat elastisitas energi sebesar 2%, artinya jika ekonomi ingin tumbuh sebesar 5%, maka tingkat kebutuhan listrik harus

tumbuh sebesar 10%. Saat ini nilai elastisitas listrik cukup membaik, yaitu sebesar 1,2% - 1,3% Kapasitas energi listrik yang tersedia saat ini sebesar 42.000 43.000 MW, namun jika pertumbuhan ekonomi diharapkan di atas 6%, maka energi listrik juga harus naik sebesar 4.000 5.000 MW per tahun. Untuk memenuhi

18

target kapasitas listrik tersebut, pemerintah perlu mengembangkan pola kerjasama melalui PLN dan pihak swasta. Kerja sama tersebut dilakukan melalui skema IPP (Independent Power Producer) yaitu penjualan produksi listrik dari pihak swasta kepada PLN. Selama ini, penyediaan listrik dilakukan dengan skema vertical integrated, dimana seluruh proses produksi dilakukan oleh PLN, ungkap Monty. Monty berpendapat bahwa saat ini pemenuhan kebutuhan listrik berkaitan dengan sumber energi yang tersedia, seperti batu bara yang memasok 40% sumber energi listrik. Di waktu mendatang sumber energi listrik diharapkan lebih bergantung pada pemanfaatan renewable energy seperti geothermal dan panas bumi. Gas dapat digunakan untuk menjadi sumber energi listrik utama dalam waktu lima tahun mendatang. Monty berpendapat bahwa pemanfaatan gas untuk pembangkit listrik (share gas) harus lebih dominan di masa mendatang. Pemanfaatan gas sebagi sumber energi listrik merupakan strategi energy security yang dinilai aman dan cukup memenuhi

kebutuhan energi dasar masyarakat. Hal ini dapat menjadi salah satu pertimbangan dalam penentuan kebijakan energi nasional.

bentuk Peraturan Presiden. Penyediaan energi nasional tersebut sudah memperhitungkan pertumbuhan ekonomi dan peningkatan penduduk. Monty juga menjelaskan upaya penyediaan sumber energi yang dilakukan pemerintah di tengah upaya peningkatan kebutuhan energi listrik yang terus meningkat menghadapi beberapa kendala. Penyediaan minyak bumi terbentur pada masalah subsidi bahan bakar. Sementara penyediaan gas terbentur pada masalah harga yang lebih tinggi di luar negeri, sehingga lebih menarik bagi para produsen untuk menjualnya ke luar negeri daripada untuk memenuhi kebutuhan di dalam negeri. Di saat yang sama batu bara terhimpit isu emisi yang akhir-akhir ini gencar diprotes dengan alasan pelestarian lingkungan hidup. Sementara itu, penyediaan geothermal menghadapi kendala pengembangan lahan di kawasan yang berfungsi sebagai hutan konservasi. Permasalahan lain yaitu keterbatasan sumber daya manusia di daerah pengolahan. Oleh karena itu pemerintah perlu berperan aktif, khususnya terkait dengan Rencana Umum Energi Daerah (RUED).

Monty menerangkan bahwa sesuai dengan proyeksi pembangkit listrik dalam Kebijakan Energi Nasional/KEN tahun 2010 2050, persentase untuk diesel pada tahun 2010 sebesar 7,4% dan diperkirakan menurun menjadi 0,5% pada tahun 2025. Demikian pula dengan penggunaan batu bara dan gas direncanakan juga akan berubah. Pada tahun 2010, porsi batu bara dan gas masing-masing sebesar 42% dan 17,2% berubah menjadi 14,4% dan 52,7% pada tahun 2025. Kebijakan perencanaan energi dari jangka pendek hingga jangka panjang menurut KEN akan segera diatur dalam

19

Opini Pakar

Fauzia Suryani P. Sandra Kurniawati

emerintah menghadapi tantangan dalam upaya meningkatkan ketahanan

salah satu sumber energi yang dapat menggantikan hampir semua sumber pemakaian minyak bumi. Namun, hal ini harus didukung dengan teknologi yang cukup mengingat ketersediaan gas bumi dalam negeri masih sangat memadai. Kita itu mempunyai sekitar 60 basin gas bumi, sedangkan yang diekplorasi baru 15 basin, ungkap Arsegianto. Apabila melihat struktur produksi gas bumi saat ini, maka dapat dikatakan bahwa sebagian besar gas bumi Indonesia justru diekspor, sementara 23-25% untuk konsumsi dalam negeri.

energi dometik berupa produksi dan cadangan minyak bumi dalam negeri yang kian menurun di saat permintaan terus meningkat. Beberapa langkah telah diambil, salah satunya mengembangkan gas bumi sebagai energi alternatif mengurangi konsumsi minyak bumi. Menurut pakar Forum Konsultasi Daerah Penghasil Migas dan pengamat perminyakan Institut Teknologi Bandung (ITB), Arsegianto, pada dasarnya gas bumi merupakan

20

Arsegianto mengingatkan bahwa ekspor gas bumi yang tinggi dibandingkan dengan konsumsi dalam negeri perlu menjadi perhatian. Dengan harga gas di luar negeri relatif lebih mahal, ekspor gas bumi jelas membawa untung lebih besar daripada dipakai dalam negeri. Karena inilah kontraktor lebih suka
Arsegianto Pakar FKDPM | Pengamat Perminyakan Nasional | Dosen Teknik Perminyakan ITB

gas bumi. Hal ini menyulitkan untuk mengarahkan gas bumi ke domestik karena pihak asing punya hak menjual ke luar negeri, walaupun ada yang dialokasikan untuk dalam negeri. Pilihan lain jika pemerintah berkeinginan mengelola sendiri, maka persoalannya adalah teknologi dalam negeri untuk mengeksploitasi gas bumi tersebut belum sepenuhnya siap. Perusahaan asing yang keluar dari industri gas dalam negeri akan berdampak pada penurunan produksi gas bumi, dan akhirnya menyebabkan ekses permintaan dan penerimaan dalam negeri menurun sangat besar. Persoalan berikutnya adalah jaringan infrastruktur yang menghubungkan antara sumber energi dengan pasar. Keterbatasan infrastruktur ini masih menjadi kendala utama hingga saat ini meliputi pipa-pipa dan terminalterminal pengirim dan penerima gas. Gas dari Tangguh, misalnya, butuh waktu lama untuk memasok tambahan gas ke Jawa karena tidak tersedia terminal penerima energi gas. Arsegianto berpendapat bahwa pemerintah perlu ikut berinvestasi dalam realisasi pembangunan tersebut. Yang penting gasnya sudah ada. Di Pulau Jawa kan tidak ada. Gasnya justru ada di Kalimantan dan Papua. Bawa dulu kesini. Karena investor tidak akan mau membangun jaringan, kalau gasnya tidak ada. Jadi, Pemerintah harus ikut investasi, tutur Arsegianto.

melepas gas ke pasar dunia. Padahal, terdapat multiplier effect yang dihasilkan dari konsumsi gas bumi di dalam negeri dan menghasilkan keuntungan jauh lebih besar. Namun, keuntungan yang diterima kontraktor bukan sekedar hasil dari multiplier effect tersebut. Untuk mengatasi ini intervensi pemerintah mutlak diperlukan dengan memberikan insentif agar kontraktor lebih memilih untuk menjual gas bumi di dalam negeri. Di Indonesia, sumber gas bumi sebagian besar tersedia di luar pulau

Dengan harga gas di luar negeri relatif lebih mahal, ekspor gas bumi jelas membawa untung lebih besar daripada dipakai dalam negeri. Padahal, terdapat multiplier effect yang dihasilkan dari konsumsi gas bumi di dalam negeri dan menghasilkan keuntungan jauh lebih besar - Dr. Arsegianto

Jawa, sementara pasar terbesar justru berada di Pulau Jawa. Untuk itu, dukungan infrastruktur yang mampu menghubungkan sumber dengan pasar gas bumi tersebut diperlukan. Dalam hal penyediaan infrastruktur gas bumi, penentuan harga menjadi faktor yang sangat penting. Menurut Arsegianto, apabila investor yang harus membangun infrastruktur gas, maka pertanyaan berikutnya adalah dari mana gas diperoleh? Arsegianto mengatakan bahwa persoalan gas bumi ini memang berasal dari hulu hingga hilir. Persoalan pertama adalah pihak asing menguasai pengelolaan hulu

21

Fiskal dan Regulasi Ekonomi

Masyitha Mutiara R.

enyediaan anggaran subsidi energi dalam beberapa tahun terakhir mengalami peningkatan signifikan. Rata-rata pertumbuhan realisasi anggaran belanja subsidi mencapai 10,3% per tahun dalam kurun waktu 2007-2012. Dari total subsidi energi, subsidi BBM menempati porsi yang paling besar, mencapai 67,9% dari total subsidi energi pada APBN-P 2012. Peningkatan subsidi yang cukup signifikan dalam lima tahun terakhir didasarkan pada beberapa faktor. Pertama, kenaikan subsidi disebabkan oleh peningkatan harga minyak mentah Indonesia (ICP). Pada periode tersebut harga ICP meningkat hampir dua kali lipat. Pada tahun 2007 harga ICP sekitar USD 72,3 per barel dan menjadi USD 105 per barel pada tahun 2012. Kedua, peningkatan subsidi juga disebabkan oleh adanya peningkatan konsumsi BBM bersubsidi. Konsumsi BBM bersubsidi pada tahun 2012 diprediksi mencapai 40 juta kiloliter atau naik sekitar 1,3 juta liter dibandingkan tahun 2007. Peningkatan jumlah kendaraan bermotor dinilai menjadi penyebab utama kenaikan konsumsi BBM dalam negeri. Kenaikan belanja subsidi, khususnya subsidi BBM

tentunya menyebabkan beban fiskal semakin berat. Perlu strategi dan langkah konkrit untuk menekan pembengkakan beban subsidi BBM. Dalam R-APBN 2013, terdapat empat langkah pengendalian yang dilakukan pemerintah, yaitu (i) mengalihkan pemakaian minyak tanah ke LPG; (ii) meningkatkan pemanfaatan energi alternatif dan diversifikasi energi; (iii) melakukan pembatasan kategori pengguna BBM bersubsidi; dan (iv) menggunakan sistem distribusi tertutup untuk mengendalikan penggunaan BBM. Empat langkah tersebut diharapkan mampu menekan volume permintaan BBM bersubsidi sehingga mengurangi beban APBN. Tidak menutup kemungkinan apabila subsidi sudah sangat memberatkan APBN, pemerintah akan menaikan harga BBM dalam negeri. Dalam lima tahun terakhir pemerintah telah melakukan penyesuaian harga BBM sebanyak empat kali. Harga BBM tertinggi terjadi pada periode Mei sampai November 2008, yaitu sebesar Rp 6000 per liter. Sama halnya dengan subsidi BBM, sejak tahun 2007 subsidi listrik tumbuh rata-rata sekitar 14,5% per tahun dan diprediksi mencapai Rp 65 triliun pada tahun 2012. Untuk itu, agar kesehatan fiskal tetap terjaga, pemerintah dan DPR sepakat untuk menurunkan subsidi listrik secara bertahap. Pemerintah telah menyesuaikan tarif tenaga listrik (TTL) rata-rata 10% per tahun. Akan tetapi, agar tidak mengorbankan masyarakat berpenghasilan rendah, kenaikan tarif TTL tidak berlaku bagi pelanggan listrik dengan daya 450 dan 900 watt. (Sumber: Nota Keuangan dan RAPBN Tahun Anggaran 2013)

% subsidi Energi dalam APBN

Sumber: Kementerian Keuangan

22

Kolom MP3EI

Insani Sukandar

ndonesia merupakan negara yang penyediaan sumber energinya sangat

Ketergantungan ini telah memperbesar porsi subsidi BBM dan mengakibatkan tekanan terhadap APBN Indonesia. Untuk mengurangi ketergantungan minyak bumi, dibutuhkan diversifikasi secara konsisten dalam waktu singkat dan pengembangan infrastruktur yang dapat menunjang distribusi. Diversifikasi dapat dilakukan dengan cara memperbesar pangsa pengguna sumber-

sumber non-BBM seperti gas bumi, bata bara, dan panas bumi (geothermal). Sebagai realisasinya, Pemerintah, diwakili oleh Komite Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi (KP3EI), telah mengembangkan Master Plan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi (MP3EI) agar pengembangan infrastruktur energi mampu dilakukan secara terintegrasi.

tergantung pada minyak bumi. Selain itu, sekitar 70% konsumsi minyak bumi nasional digunakan di Pulau Jawa. Studi Gas Transportation Project through Public-Private Partnership (2005) memperkirakan permintaan gas bumi di Pulau Jawa pada tahun 2005-2025 tumbuh sekitar 1.000-1.500 MMCFD (juta kaki kubik per hari).

23

pipa gas. Proyek pembangunan ini akan disinergikan dengan kondisi dan kebutuhan di setiap KPI. Sebagai salah satu prinsip keberhasilan pembangunan, kebijakan energi didasarkan kepada manajemen resiko dari kebutuhan dan ketersediaan energi di Indonesia, meliputi: (1) manajemen resiko melalui peraturan komposisi energi
Edib Muslim Kepala Divisi Humas dan Promosi Sekretariat KP3EI.

fiskal maka Pemerintah harus lebih memaksimalkan skema Public Private Partnership (PPP) dalam pembangunan infrastruktur energi. Lebih lanjut, Pemerintah juga akan mendorong penerapan skema Independent Power Producer (IPP) yang telah diberlakukan untuk pembangkit tenaga listrik. Saat ini sudah terdapat 18 proyek infrastruktur energi MP3EI yang sudah groundbreaking. Edib Muslim menjelaskan dua kendala utama yang dihadapi dalam pembangunan infrastruktur energi pada MP3EI, yaitu: (1) ketersediaan lahan dan (2) tumpang tindih kawasan. Seringkali pembangunan infrastruktur energi terhambat oleh pembebasan lahan sehingga konstruksi infrastruktur terhambat. Selain itu, tumpang tindih lahan tambang dan hutan seringkali menghambat investor yang sudah memiliki ijin usaha dalam melaksanakan proyeknya, dimana lokasi proyek yang masih berstatus hutan lindung.

yang mendukung pembangunan ekonomi secara berkelanjutan, (2) revisi peraturan perundangundangan yang tidak mendukung iklim usaha, serta perbaikan konsistensi antar peraturan, (3) pembatasan ekspor komoditas energi untuk pengolahan lebih lanjut di dalam negeri guna meningkatkan nilai tambah ekspor, dan (4) tata kelola penambangan untuk meminimalkan kerusakan lingkungan. Mengenai rencana pembiayaan pembangunan infrastruktur energi, Edib Muslim menerangkan bahwa dengan keterbatasan ruang

MP3EI mengembangkan konsep Kawasan Perhatian Investasi (KPI) yang merupakan kumpulan sejumlah sentra produksi pada suatu wilayah. Pada setiap KPI telah dirancang sejumlah infrastruktur yang dibutuhkan untuk menunjang pembangunan dan operasionalisasi dari setiap sentra produksi. Edib Muslim selaku Kepala Divisi Humas dan Promosi Sekretariat KP3EI menjelaskan bahwa salah satu jenis infrastruktur yang dibangun adalah pembangkit listrik dan

24

Ketenagakerjaan

Insani Sukandar

enerapan UU No. 13 Tahun 2003 telah melegalkan kembali sistem pekerja outsourcing (alih daya), sebagai salah satu alternatif untuk mengurangi tingkat pengangguran di Indonesia. Dewasa ini, tidak sedikit pekerja yang merupakan tenaga outsourcing. Namun, para pekerja tersebut merasa bahwa banyak dari hak-haknya yang diabaikan. Puncaknya pada awal Oktober ini, mereka melakukan demo besar-besaran dengan tuntutan utama yaitu penghapusan outsourcing. Outsourcing sendiri sebenarnya sudah diatur secara gamblang pada pasal 64-66 UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Dalam pasal 64 disebutkan bahwa Perusahaan dapat menyerahkan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lainnya melalui perjanjian pemborongan pekerjaan atau penyediaan jasa pekerja/ buruh yang dibuat secara tertulis.

Terdapat tiga pelanggaran yang dilakukan oleh perusahaan outsourcing. Pertama, adanya pengalihdayaan pekerjaan inti (utama). Padahal sudah jelas bahwa pekerjaan yang diijinkan untuk dialihdayakan hanya pekerjaan tambahan, seperti: cleaning service,

untuk pekerja alih daya dan tetap memiliki sistem pengupahan yang sama. Ketiga, adanya ketidak adilan jaminan kesehatan bagi pekerja alih daya. Lebih tepatnya tingkat iuran untuk para pekerja agar benarbenar bersifat adil, dimana semua warga negara akan masuk di dalam penanganan BPJS sebagai pengganti Jamsostek tahun 2015. Aturan baru ini akan diterapkan kurang lebih dalam satu tahun kedepan dan secepatcepatnya enam bulan semenjak ditetapkan, dengan koordinasi dari Kementrian Kesehatan. Untuk mengatasi hal ini, Pemerintah akan: (1) memperketat pengawasan dan pendaftaran ulang ijinijin perusahaan alih daya. Dimana semua perusahaan yang masih mempekerjakan keperja alih daya untuk pekerjaan inti (utama) harus meninjau ulang status pegawai dan (2) mencabut ijin usaha perusahaan penyalur pekerja alih daya yang masih melakukan penyimpangan, termasuk tidak memberikan hak-hak pekerja sesuai dengan aturan yang ada.

keamanan, transportasi, catering, dan pekerjaan penunjang pertambangan. Hal ini jelas melanggar UU Ketenagakerjaan.

Kedua, perusahaan melanggar aturan terkait dengan pemberian upah.


Pasal 88-98 UU No. 13 Tahun 2003 menyebutkan bahwa Setiap pekerja kontrak berhak mendapatkan hak yang sama dengan pekerja tetap dalam hal upah, upah lembur, upah jika tidak masuk kerja, serta tunjangan hari raya (THR). Dengan kata lain,

25

Keuangan

Alexcius Winang

Implikasi dari kebijakan pencatatan transaksi premi berdasarkan entitas adalah akan terjadi penurunan nilai pendapatan premi yang tercatat di laporan keuangan disebabkan pemisahan jenis premi tersebut.

adan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan mengisyaratkan tidak

Konsekuensinya, pencatatan transaksi premi pada laporan keuangan tidak berdasarkan entitas, melainkan membedakan antara transaksi premi proteksi dan investasi. Dengan perubahan pencatatan ini premi industri asuransi lebih mudah teridentifikasi, antara perolehan premi proteksi dengan premi investasi. Implikasi dari kebijakan tersebut adalah akan terjadi penurunan nilai pendapatan premi yang tercatat di laporan keuangan yang disebabkan karena pemisahan jenis premi tersebut. Dampak penurunan nilai pendapatan premi akan terasa secara signifikan pada perusahaan yang banyak

melakukan ekspansi pada produk unit link, yakni produk yang mengkombinasikan proteksi dan investasi. Kebijakan ini juga akan mempengaruhi perencanaan produk asuransi, yaitu menahan minat perusahaan untuk memperluas produk unit link. Perusahaan akan mengarahkan ekspansinya ke produk yang didominasi premi proteksi, dimana pendapatannya dicatat secara utuh dalam laporan keuangan. Meskipun perusahaan tetap mengeluarkan produk unit link, namun target yang ditetapkan cenderung lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya.

akan menunda pelaksanaan penerapan Pernyataan Sistem Akuntansi Keuangan (PSAK) nomor 62 untuk menjaga industri asuransi tetap berpegang prinsip kehatihatian (prudent). Saat ini pencatatan perolehan premi sesuai dengan PSAK 28 dan PSAK 36 belum membedakan antara premi murni dan premi investasi. Ke depan, apabila PSAK 62 yang mengadopsi International Financial Resulting Standards (IFRS) diterapkan, premi investasi tidak lagi dicatatkan sebagai pendapatan premi dalam laporan keuangan.

26

Menurut Ketua Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI), Kornelius Simanjuntak, pada tahun pertama penerapan PSAK 62, akan terlihat perbedaan kinerja yang signifikan. Yang harus diwaspadai adalah ketika kinerja perusahaan terlihat menurun secara berlebihan. Hal ini akan menurunkan kepercayaan masyarakat pada perusahaan asuransi, oleh karena itu perusahaan perlu mengelola dengan baik kemungkinan dampak kebijakan ini. Sedangkan menurut Widyawati, Ketua Bidang Keuangan, Akuntansi & Perpajakan AAUI, terdapat beberapa hambatan dalam penerapan IFRS pada Industri Asuransi, yakni: (1) kesiapan sumber daya manusia industri pada penyediaan tenaga aktuaria karena jumlahnya sangat sedikit, (2) terdapat kemungkinan terjadi penurunan ekuitas yang signifikan dari tahun 2011 ke 2012 karena koreksi penggunaan PSAK yang baru, (3) kurangnya kesadaran perusahaan asuransi terhadap

konsekuensi penerapan IFRS. Secara resmi Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) telah meminta penundaan 12 tahun penerapan standar laporan keuangan internasional atau International Financial Resulting Standards (IFRS) dalam PSAK 62 pada laporan keuangan. Industri asuransi dirasa belum siap dan diperkirakan akan memperlihatkan kinerja industri terlihat seolah-olah menurun, padahal penurunan tersebut disebabkan perubahan metode pencatatan laporan keuangan. Sementara itu dalam kesempatan terpisah, Isa Rachmatarwata, Kepala Biro Perasuransian Bapepam-LK, mengungkapkan bahwa saat ini pihaknya akan melihat hasil simulasi penerapan

PSAK 62 dari industri yang berakhir pada bulan Oktober 2012, lebih lanjut diungkapkan bahwa Pemerintah akan menetapkan masa transisi dalam pelaksanaan kebijakan tersebut, penerapannya tidak harus 100% sesuai dengan PSAK namun penerapannya dapat dilakukan secara bertahap yakni 70% atau 80%. Dengan perkembangan peraturan dan kebijakan dalam rangka menjaga prinsip kehati-hatian, perusahaan dituntut untuk memberikan informasi yang mudah teridentifikasi dan transparan, namun di sisi lain perusahaan juga tetap menjaga kondisi keuangannya agar dapat menjaga kepercayaan masyarakat. Industri Asuransi sebagai sistem proteksi risiko dari kerugian yang bersifat finansial membutuhkan profesionalisme dan komitmen dalam pengelolaannya.

27

KUR dan UKM

Semakin optimis mencapai target KUR 2012 sebesar Rp 30 trilliun.


Windy Pradipta provinsi Jawa sebesar Rp 13,4 triliun. Sebaliknya penyaluran KUR di luar Jawa masih sangat rendah, penyaluran terendah pada provinsi Maluku Utara sebesar Rp 356 miliar. Secara sektoral, pada bulan September 2012 penyaluran terbesar pada sektor perdagangan sekitar 57% dari total plafon KUR. Sedangkan untuk urutan kedua pada sektor pertanian 16%. Sementara laporan KUR TKI saat ini terus mengalami peningkatan, tercatat realisasi pada September 2012 mencapai Rp 21,9 miliar dengan jumlah debitur mencapai 2.219 TKI. Mayoritas KUR TKI diberikan kepada pekerja yang ditempatkan di Korea Selatan dan Malaysia masing-masing sebesar Rp 14,6 miliar dan Rp 3,5 miliar. Di saat yang sama, plafon KUR sebagian besar disalurkan ke lapangan kerja manufaktur yaitu sebesar Rp 14,8 miliar. Pada Agustus 2012, Kepala BNP2TKI telah mengeluarkan surat tentang pelaksanaan KUR TKI. Surat tersebut ditujukan kepada kepala BP3TKI/UPTP3TKI untuk mendorong Pelaksana Penempatan TKI Swasta (PPTKIS) memanfaatkan KUR TKI sebagai sumber pembiayaan penempatan TKI. Langkah ini dilakukan tidak hanya untuk optimalisasi penyaluran KUR melainkan juga sebagai instrumen perlindungan bagi TKI dari sumber-sumber pembiayaan yang ilegal dan memberatkan.

ada September 2012, realisasi KUR tercatat Rp 2,57 triliun. Dengan demikian penyaluran KUR selama tahun 2012 telah mencapai Rp 22,3 triliun. Secara agregat realisasi KUR sejak November 2007 sebesar Rp 87,5 triliun disalurkan kepada 7,1 juta debitur. Ratarata tiap debitur menerima kredit sebesar Rp 12,3 juta dengan tingkat NPL 3,7%. Penyaluran KUR dilakukan oleh tujuh bank penyalur dan BPD yang tersebar di seluruh Indonesia. Dari ketujuh bank penyalur, BRI merupakan bank penyalur KUR terbesar. Realisasi KUR Mikro BRI pada September 2012 mencapai Rp 1,4 triliun. Pada saat yang sama KUR Ritel BRI sebesar Rp 206 miliar. Di sisi lain, penyaluran KUR oleh BPD masih perlu terus ditingkatkan. Realisasi penyaluran KUR oleh BPD pada bulan September 2012 mencapai Rp 239 M yang disalurkan kepada 2.592 debitur. Diantara BPD penyalur, Bank Jatim dan Jabar Banten merupakan penyalur KUR tertinggi. Hal ini sekaligus mencerminkan masih terpusatnya sebaran KUR pada pulau Jawa. Secara akumulatif sejak November 2007 penyaluran KUR terbesar pada

Sumber: Komite Kebijakan KUR

28

Indikator Ekonomi
Indikator Inflasi (% yoy) Indeks Harga Saham Gabungan Harga Minyak ICP (USD per barel) Indeks Harga Perdagangan Besar Cadangan Devisa* (USD milyar) Nilai Tukar Petani Nilai Tukar (Rp/USD) Pertumbuhan Ekonomi Tw.I12012 (%) Tingkat Pengangguran (Feb. 2012) (%) Sept 2012 4,31 4262,56 111,02 192,11 110,17 105,41 9.588 6,40 6,32 Aug 2012 4,58 4.060,33 112,02 191,81 108,99 105,26 9.560 Indikator Utang Pemerintah* (USD milyar) Ekspor (USD miliar) Impor (USD miliar) Wisatawan Mancanegara (ribu orang) Suku Bunga Kredit Modal Kerja Bank (%) Belanja Negara Realisasi Semester I-2012 (Rp. Tr)* Pendapatan Negara Realisasi Semester I2012 (Rp. Tr)* Tingkat Kemiskinan (Maret, 2012) (%) Neraca Keseluruhan NPI Tw II-2012 (USD miliar) Aug 2012 204,73 14,12 13,87 634,2 11,74 629,4 593,3 11,96% -2,8 Juli 2012 205,60 16,2 16,3 701,2 11,78

Untuk informasi lebih lanjut hubungi : Redaksi Tinjauan Ekonomi dan Keuangan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Gedung Sjafruddin Prawiranegara (d.h. Gd. PAIK II) Lantai 4 Jalan Lapangan Banteng Timur No. 2-4 Jakarta, 10710 Telepon. 021-3521843, Fax. 021-3521836 Email : tinjauan.ekon@gmail.com Tinjauan Ekonomi dan Keuangan dapat didownload pada website www.ekon.go.id

ISSN 2088-3153

Anda mungkin juga menyukai