Anda di halaman 1dari 32

AEC 2015

KONDISI DAN UPAYA PENINGKATAN DAYA SAING KETENAGAKERJAAN INDONESIA DALAM MENGHADAPI AEC 2015

Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian - Republik Indonesia KREDIT USAHA RAKYAT (KUR) & UKM
Realisasi Penyaluran KUR Mei 2013

24

UPAYA MEMBANGUN PERLINDUNGAN SOSIAL 8

Kondisi dan Kesiapan Ketenagakerjaan Indonesia menghadapi AEC 2015 | Siapkah Indonesia menghadapi Brain Drain Pasca Penerpan AEC 2015? | Menuju ASEAN Economic Community 2015 | Strategi Peningkatan Daya Saing Tenaga Kerja Indonesia Menjelang AEC 2015 | Penerapan Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Indonesia dalam rangka Peningkatan Produktivitas Kerja |

OPINI PAKAR 18 KEUANGAN BUMN 19

Rekomendasi Kebijakan dalam Mendorong Daya Saing Tenaga Kerja Indonesia | Potensi BUMN dalam Pinjaman dalam Negeri | Kesiapan BUMN Menghadapi AEC |

20

FISKAL & REGULASI EKONOMI MP3EI 23

Perkembangan Devolusi PBB Perdesaan dan Perkotaan | Menjawab Kebutuhan Sumber Daya Manusia Nasional: Pembangunan ITK |

21

KOORDINASI KEBIJAKAN EKONOMI EKONOMI INTERNASIONAL 4 EKONOMI DOMESTIK EKONOMI DAERAH 5

Kebijakan Stabilitas Harga dan Pasokan Komoditas Pangan | Kebijakan Abenomics: Solusi Pemulihan Ekonomi Jepang | Perkembangan Inflasi dan Neraca Pembayaran Mei 2013 Kesiapan Daerah Menjelang AEC 2015 |

KAJIAN PEMBANGUNAN 25 Transformasi Kebijakan Penanggulangan Kemiskinan di Indonesia | LAPORAN KEGIATAN 26 Propaganda Model Baru Pertumbuhan Global Penyesuaian Harga BBM dan Program Kompensasi |

Pembina : Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Pengarah : Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Deputi Fiskal & Moneter Koordinator : Bobby Hamzar Rafinus Editor : Edi Prio Pambudi, Puji Gunawan, Ratih Kania Purbasari Analis : Alexcius Winang, Alisa Fatimah, Dara Ayu Prastiwi, Fitria Faradila, Insani Sukandar, Masyitha Mutiara Ramadhan, Oktya Setya Pratidina, Riski Raisa Putra, Windy Pradipta Distribusi : Chandra Mercury Kontributor : Adji Dharma, Ahmad Rifa'i Sapta, Erns Saptenno, Ninasapti Triaswati, Selly Galvani, Predi Muliansyah, Komite Kebijakan KUR, Tim Koordinasi Kebijakan Stabilisasi Harga Pangan Pokok.
Tinjauan Ekonomi dan Keuangan diterbitkan dalam rangka meningkatkan pemahaman pimpinan daerah terhadap perkembangan indikator ekonomi makro dan APBN, sebagai salah satu Direktif Presiden pada retreat di Bogor, Agustus 2010

Editorial
Plt. Deputi Koordinasi Fiskal dan Moneter
Pelaksanaan skema kerjasama Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) semakin dekat, sekitar 18 bulan lagi. Peningkatan kerjasama antar-negara ASEAN ini perlu disambut dengan kesiapan yang paripurna. MEA bertujuan mewujudkan ASEAN sebagai pasar dan basis produksi yang tunggal, berdaya saing tinggi, serta mampu mewujudkan pembangunan ekonomi yang merata. Persiapannya tidak terbatas pada konektivitas prasarana dan sarana ekonomi, namun juga konektivitas faktor-faktor produksi agar Indonesia memperoleh manfaat dari berlangsungnya transformasi arus barang, jasa, tenaga ahli, serta modal menjadi lebih bebas di ASEAN. Proses transformasi tersebut sejatinya akan meningkatkan keterkaitan kegiatan ekonomi antarnegara ASEAN pada berbagai sektor yang berlangsung selama ini. Migrasi pekerja Indonesia ke negara tetangga, Singapura dan Malaysia, telah berlangsung masif. Sementara itu perusahaan Indonesia mulai banyak berinvestasi di Vietnam. Demikian pula sebaliknya semakin banyak perusahaan Malaysia dan Singapura memperluas usaha di Indonesia. Perkembangan arus faktor produksi ini akan berperan penting dalam menciptakan pemerataan pembangunan antar negara ASEAN. Masalah pemerataan tersebut membawa kita pada pentingnya membangun sumberdaya manusia yang berkualitas pada sektor produksi dalam jangka menengah. Struktur neraca perdagangan kita menunjukkan ketergantungan yang semakin besar pada ekspor komoditas sumberdaya alam, sementara impor barang antara, barang modal, serta jasa-jasa terus meningkat. Kalangan dunia usaha telah memberikan sinyal salah satu penyebab utamanya yaitu kekurangan tenaga manajerial dan ahli teknik pada sektor pertambangan, pertanian, perikanan dan industri. Kondisi defisit tenaga berkualitas dan jumlah penganggur berpendidikan sarjana dan menengah yang masih besar menunjukkan belum terkaitnya output dunia pendidikan dengan kebutuhan pasar tenaga kerja. Selain itu juga mencerminkan belum efektifnya kebijakan insentif fiskal dan moneter mengangkat kegiatan pengembangan teknologi dan pembiayaan pada sektor produksi sementara dukungan infrastruktur dan sistem logistik belum memadai. Menimbang besaran masalah sumberdaya manusia tersebut maka strategi pembangunan '' pick-up the winner" kiranya perlu ditempuh dengan tuntutan daya saing yang makin tinggi. Program seperti ' certified farmers' di Jepang dapat dicontoh. Dunia usaha yang unggul terus didorong untuk membangun jaringan produksi di dalam negeri dan luar negeri. Upaya tersebut jika diiringi dengan bertambahnya sediaan pekerja Indonesia yang makin berkualitas dan keseimbangan neraca perdagangan, akan mendorong perubahan pola fikir masyarakat dari kompetisi menjadi kolaborasi terhadap MEA. Semoga.

Bobby Hamzar Rafinus

Indikator Ekonomi, per Juni 2013

Tinjauan Ekonomi dan Keuangan Juni 2013

Koordinasi Kebijakan Ekonomi

Kebijakan Stabilitas Harga dan Pasokan Komoditas Pangan

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, pada minggu III Juni 2013 komoditas cabe merah, cabe rawit, daging ayam dan telur ayam mengalami peningkatan harga di atas 5% masingmasing sebesar 23,3%, 10%, 5,6% dan 5,5% bila dibandingkan dengan rata-rata harga pada bulan Mei 2013. Rakortas kali ini merupakan lanjutan

erdasarkan hasil prakiraan cuaca Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG), sampai dengan akhir bulan Agustus 2013 iklim Indonesia cenderung tidak menentu dengan potensi curah hujan diatas normal. Selain itu, pemerintah harus bersiap menghadapi adanya kenaikan permintaan pangan pada semester II 2013, khususnya saat memasuki bulan Puasa dan Idul Fitri (periode JuliAgustus), Idul Adha (Oktober 2013) serta Natal dan Tahun Baru (Desember-Januari). Pemerintah pun harus menjamin ketersediaan pangan yang cukup dengan harga yang wajar pasca kenaikan harga BBM/ solar bersubsidi. Demikian sejumlah tantangan dalam upaya menciptakan stabilisasi pasokan dan harga pangan yang menjadi agenda pembahasan dalam Rapat Koordinasi Terbatas (Rakortas) Bidang Perekonomian di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian (20/6). dari Rakortas Pemerintah dengan Kamar Dagang dan Industri (KADIN) di Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian pada tanggal 12 Juni 2013 dan Rakor Pemerintah dengan asosiasi-asosiasi dan dinas perdagangan seluruh Indonesia di Kementerian Perdagangan tanggal 19 Juni 2013 yang telah menghasilkan sejumlah kebijakan antara lain, (i) stok pangan pada umumnya cukup, (ii) Kementerian Perhubungan termasuk

ASDP telah melaksanakan langkahlangkah pengamanan jalur distribusi pangan dengan menambah dan membentuk POSKO untuk memantau distribusi bahan pokok dan BBM, dan (iii) jenis komoditi bahan pokok yang diusulkan mendapat prioritas kelancaran jalur distribusi adalah BBM, gas, ternak dan produk ternak, telur, sayur mayur (termasuk cabe merah dan bawang merah), pupuk, susu, air mineral dalam kemasan, serta kiriman antar pos. Target inflasi dalam APBN-P 2013 telah ditetapkan sebesar 7,2%, dan untuk mencapai target tersebut diperlukan sejumlah kebijakan khususnya untuk mengendalikan inflasi kelompok bahan makanan diantaranya dengan menjaga inflasi volatile food sebesar 9,4%. Oleh karena itu, ketersediaan pasokan dan kelancaran distribusi pangan harus dijamin oleh pemerintah. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, pada minggu III Juni 2013 komoditas cabe merah, cabe rawit, daging ayam dan telur ayam mengalami peningkatan harga di atas 5% masingmasing sebesar 23,3%, 10%, 5,6% dan 5,5% bila dibandingkan dengan ratarata harga pada bulan Mei 2013. Sementara komoditas yang mengalami peningkatan harga kurang dari 1% adalah minyak goreng curah, beras umum, beras termurah, kedelai dan tepung terigu. Beberapa komoditi lain justru mengalami penurunan harga,

Tinjauan Ekonomi dan Keuangan Juni 2013

seperti bawang ....dalam rangka menjaga stok akhir Bulog sekaligus untuk Kementerian merah (turun 8,1%), Perhubungan dan menjaga stabilitas harga beras sebagai antisipasi dari bawang putih Kementerian kebijakan penyesuaian harga BBM, maka pemerintah telah (turun 7,8%), Dalam Negeri memutuskan untuk melakukan tambahan impor beras telah ditugaskan minyak goreng kemasan (turun untuk melakukan sejumlah 800.000 ton sampai dengan 1 juta ton. 0,6%) dan daging pembahasan sapi (turun 0,3%). penyesuaian tarif akan mulai melaksanakan Program Secara keseluruhan, bahan angkutan dengan pemangku Stabilisasi Harga Kedelai tanggal 1 makanan memberikan andil deflasi kepentingan dengan tujuan untuk Juli 2013. Program ini merupakan sebesar 0,2% dalam pembentukan memastikan agar inflasi dapat tetap tindak lanjut dari penerbitan deflasi Mei 2013 sebesar 0,03%. terkendali sesuai target yang Peraturan Menteri Perdagangan ditetapkan dalam APBN-P. Untuk tentang Ketentuan Impor dan Selama bulan Juni diperkirakan mengantisipasi padatnya arus Penetapan Harga Beli Petani yang harga beras akan cenderung naik transportasi di pelabuhan ditetapkan sebesar Rp7.000 per kg setiap minggu meskipun dengan penyeberangan Merak-Bakauheuni, dan Harga Jual Perajin Tahu Tempe presentasi yang relatif kecil. sejumlah armada kapal feri yang yang ditetapkan sebesar Rp7.450 Kecenderungan kenaikan harga beroperasi di jalur Lamonganper kg. Program tersebut perlu beras tersebut disebabkan oleh Makassar, akan dialihkan ke jalur didukung dengan kebijakan adanya penurunan pasokan dari penyeberangan feri Merakpenetapan masa panen raya oleh sentra-sentra produksi. Dengan Bakauheuni. Kebijakan ini ditujukan Kementerian Pertanian, penetapan demikian, dalam rangka untuk mengatasi adanya lonjakan kebutuhan kedelai bagi pengrajin mengantisipasi terjadinya inflasi, antrian penggunaan feri di jalur tahu/tempe oleh Kementerian maka perlu secepatnya diambil Merak tersebut. Perindustrian atas rekomendasi langkah-langkah pengendalian Kementerian Koperasi dan Usaha mengingat kenaikan harga beras Pemerintah memandang perlu Kecil dan Menengah, serta berpengaruh langsung terhadap untuk mengendalikan isu kenaikan penetapan kebutuhan kedelai masyarakat berpendapatan rendah. harga-harga pangan di berbagai nasional. media dengan cara penerbitan Dengan memperhatikan telah secara rutin data/informasi Untuk komoditas daging sapi, telah terpenuhinya dua dari pemicu perkembangan harga pangan yang ditetapkan alokasi impor daging kondisi yang memungkingkan sapi/karkas sebesar 3.000 ton untuk bersumber dari BPS agar pedagang pemerintah untuk dapat melakukan dan masyarakat dapat memperoleh Perum BULOG yang nantinya akan impor, maka dalam rangka menjaga digunakan dalam rangka stabilisasi informasi perkembangan harga stok akhir Bulog sekaligus untuk yang sebenarnya. harga melalui operasi pasar yang menjaga stabilitas harga beras direncanakan untuk dilakukan sebagai antisipasi dari kebijakan sampai dengan bulan Desember penyesuaian harga BBM, maka 2013. Sebagai bagian dari upaya pemerintah telah memutuskan stabilisasi harga daging di dalam untuk melakukan tambahan impor negeri, Pemerintah telah bekerja beras sejumlah 800.000 ton sampai sama dengan PT. PELNI terkait dengan 1 juta ton. upaya percepatan distribusi sapi/daging dari sentra produksi Erns Saptenno Stok kedelai dalam negeri untuk sapi NTB dan NTT. kebutuhan industri diperkirakan cukup untuk memenuhi kebutuhan Terkait dengan proses transportasi 2-3 bulan ke depan. Pemerintah bahan kebutuhan pokok,

Tinjauan Ekonomi dan Keuangan Juni 2013

EKONOMI INTERNASIONAL

Kebijakan Abenomics : Solusi Pemulihan Ekonomi Jepang

encana tsunami yang melanda Jepang pada tahun 2011 lalu, membuat perekonomian Jepang mengalami kondisi terburuk dalam dua tahun belakangan. Degradasi ekonomi Jepang terlihat dari GDP (yoy) yang terus menurun. Pada kuartal III tahun 2010, GDP Jepang (yoy) sebesar 6,0 persen, menurun secara signifikan pada kuartal II tahun 2011 yang tumbuh negatif atau sebesar -1,6 persen (bloomberg). Begitu juga dengan Consumer Price Index (CPI) yang terus mengalami deflasi selama beberapa dekade. Kondisi deflasi tersebut menyebabkan real wages di Jepang menjadi sangat tinggi. Oleh karena itu, perusahaan-perusahaan di Jepang enggan menaikkan upah para pekerjanya. Hal ini mendorong penduduk Jepang menjadi lebih suka menabung daripada membelanjakan uangnya. Rendahnya belanja konsumen itulah yang berkontribusi terhadap perlambatan pertumbuhan ekonomi di Jepang. Melihat kinerja ekonomi negaranya yang semakin menurun, Shinzo Abe, Perdana Menteri Jepang melakukan kebijakan pelonggaran moneter, yang dikenal dengan

Abenomics. Kebijakan tersebut

merupakan reformasi moneter, fiskal, dan struktural secara agresif yang diarahkan untuk memacu inflasi dan meningkatkan pertumbuhan GDP tahunan, yang saat ini berada di -0.7 persen menjadi 2 persen dalam dua tahun ke depan. Kebijakan Abenomics memiliki tiga sasaran utama, yaitu: (1) Kebijakan moneter yang agresif yakni inflasi sebesar 2 persen dan depresiasi Yen; (2) Kebijakan fiskal yakni meningkatkan pengeluaran fiskal Jepang hingga 2 persen dari total GDP Jepang; (3) Reformasi struktural untuk mendorong pertumbuhan Jepang yakni termasuk negosiasi bersama untuk Kemitraan Trans-Pasifik (TPP) yang akan memberikan liberalisasi perdagangan dan deregulasi yang lebih besar, untuk mendorong investasi di sektor privat. Pemerintah Jepang melakukan beberapa langkah untuk mendongkrak kembali perekonomiannya, yakni: (i) pemberian stimulus jangka pendek sebesar 10,3 triliun yang fokus pada pembangunan infrastruktur; (ii) pembelian obligasi milik negara maupun asing oleh Bank of Japan ;

(iii) promosi investasi dan (iv) penciptaan sejumlah lapangan pekerjaan untuk mendorong tingkat partisipasi angkatan kerja. Pemerintah Jepang meyakini Abenomics sebagai satu-satunya jalan keluar bagi kondisi perekonomian Jepang. Namun, jika tidak diimplementasikan dengan tepat sasaran dan hati-hati justru akan berdampak lebih buruk bagi perekonomian Jepang. Adanya resiko hiperinflasi dan capital outflow sebagai reaksi kepanikan investor terhadap kondisi yang belum pasti dari pemulihan ekonomi Jepang. Kondisi tersebut menjadi konsekuensi negatif bagi perekonomian Jepang jika mungkin melanda Jepang jika implementasi kebijakan ini tidak dilakukan dengan hati-hati.

Alisa Fatimah

Tinjauan Ekonomi dan Keuangan Juni 2013

Ekonomi Domestik

Perkembangan Inflasi dan Neraca Perdagangan Mei 2013


Pada bulan Mei 2013, ekspor tercatat sebesar US$16,07 miliar atau meningkat sebesar 8,9% dari bulan April 2013 (mtm). Namun, angka tersebut menurun sebesar 4,49% dari bulan Mei 2012 (yoy). Sementara itu, impor Indonesia tercatat US$ 16,66 miliar pada bulan Mei 2013, meningkat 1,22% (mtm) dan menurun 2,19% (yoy). Walaupun peningkatan ekspor secara bulanan jauh lebih tinggi dibandingkan peningkatan impor, namun hal ini belum berhasil mengatasi defisit neraca pembayaran. Defisit neraca perdagangan terbesar terjadi pada minyak dan gas (migas) sebesar US$ 568,6 juta. Berdasarkan komponennya, defisit neraca perdagangan migas terutama berasal dari komoditas minyak mentah. Defisit neraca perdagangan minyak mentah tercatat US$ 1,84 miliar. Masih tingginya konsumsi BBM di masyarakat mendorong impor yang tinggi pada komoditas hasil minyak. Oleh karena itu, pemerintah perlu menyesuaikan harga BBM bersubsidi untuk mengurangi tekanan defisit neraca perdagangan akibat impor migas. Selain migas, defisit neraca perdagangan nonmigas juga mengalami defisit sebesar US$ 21.8 juta. Kondisi ini menurun dibandingkan bulan sebelumnya yang mencapai US$ 525,2 juta. Dari 13 negara mitra dagang utama, Indonesia mengalami defisit neraca perdagangan nonmigas dengan 9 negara, yaitu Singapura, Thailand, Jerman, Perancis, Cina, Jepang, Australia, Korea Selatan dan Taiwan. Indonesia mengalami defisit neraca perdagangan nonmigas tertinggi dengan negara China sebesar US$ 1,08 miliar. Sebaliknya, Indonesia mencatatkan surplus neraca perdagangan nonmigas dengan 4 negara, antara lain Malaysia, Inggris, Amerika Serikat dan India. Indonesia mencatatkan surplus neraca perdagangan nonmigas terbesar dengan negara India yaitu sebesar US$ 984,7 juta.
Referensi: Analisis Inflasi Mei 2013-Tim Pemantauan dan Pengendalian Inflasi (TPI), Berita Resmi Statistik: Perkembangan Ekspor dan Impor Indonesia Mei 2013

ingkat inflasi bulan Mei 2013 tercatat -0,03% (mtm) dan 5,47% (yoy). Secara spasial, 43 kota dari 66 kota pemantauan IHK menunjukkan deflasi. Deflasi tertinggi terjadi di Mataram sebesar 1,03% (mtm). Sementara itu, 23 kota IHK yang mengalami inflasi. Kota yang mengalami inflasi tertinggi yaitu Ambon sebesar 2,25% (mtm). Berdasarkan komponen, inflasi inti dan inflasi volatile food cenderung menurun, sedangkan inflasi administered price meningkat tipis. Inflasi inti tercatat 0,06% (mtm) dan 3,99% (yoy). Rendahnya tingkat inflasi inti berasal dari tekanan eksternal maupun domestik. Tekanan eksternal berasal dari harga komonditas global yang menurun serta nilai tukar yang terkendali, sedangkan tekanan domestik berasal dari permintaan yang relatif moderat dan sisi penawaran yang masih memadai. Selanjutnya, komponen volatile food tercatat mengalami deflasi sebesar 1,10% (mtm). Sementara jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya, komponen ini mengalami inflasi sebesar 12,06% (yoy). Perbaikan pasokan pangan baik domestik maupun impor mendorong deflasi pada inflasi volatile food. Penambahan pasokan domestik bersumber dari panen produk pertanian di daerah sentra produksi, seperti bawang merah dan cabe rawit. Selain itu, penyempurnaan kebijakan importasi hortikultura juga berkontribusi pada rendahnya inflasi volatile food bulan Mei 2013. Sementara itu, inflasi administered price bulan Mei 2013 sebesar 0,96% (mtm) dan 3,62% (yoy), meningkat tipis dibandingkan bulan sebelumnya yang mencapai 2,72% (yoy). Kenaikan tarif beberapa kebutuhan rumah tangga, seperti listrik dan air menyebabkan meningkatnya inflasi administered price. Inflasi diperkirakan akan meningkat karena penetapan kenaikan BBM bersubsidi pada tanggal 22 Juni 2013. Oleh karena itu, pemerintah telah menyiapkan upaya migitasi untuk meminimalisir dampak kebijakan BBM serta merencanakan kebijakan untuk menstabilkan harga pangan. Berbeda dengan inflasi yang memberikan sinyal positif pada perekonomian Indonesia, neraca perdagangan justru memberikan sinyal negatif. Pada bulan Mei 2013, neraca perdagangan kembali mengalami defisit sebesar US$ 590,4 juta. Pada bulan sebelumnya, defisit neraca perdagangan Indonesia mencapai US$ 1,7 miliar.

Fitria Faradila

Tinjauan Ekonomi dan Keuangan Juni 2013

Ekonomi Daerah

Kesiapan Daerah Menjelang ASEAN Economic Community 2015

K
...Seperti di Sumatera Utara, tiga SKPD mengakui belum banyak mengetahui AEC 2015...

urang dari dua tahun ke depan, kesepakatan Asean Economic Community (AEC) akan segera diberlakukan. Dengan berlakunya AEC, Indonesia sebenarnya memiliki peluang yang besar untuk menarik lebih banyak investor sehingga akan mendorong pertumbuhan ekonomi. Namun, kompetisi antar negara ASEAN juga akan semakin meningkat, khususnya pasar tenaga kerja. Hal yang perlu kita waspadai adalah dengan bebasnya aliran modal, barang dan tenaga kerja di ASEAN belum tentu sepenuhnya akan memiliki dampak yang positif bagi Indonesia jika tidak ada persiapan yang matang. Dalam rangka persiapan menuju AEC 2015 khususnya kesiapan dari sisi tenaga kerja, dilakukan kajian untuk mengetahui tingkat kesiapan pasar dan kondisi tenaga kerja. Kajian dilakukan pada sembilan provinsi pada enam koridor ekonomi termasuk untuk mengetahui seberapa besar penyerapan tenaga kerja dari investasi proyek yang sedang berjalan. Tiga dari sembilan provinsi yang dikaji adalah Sumatera Utara, Jawa Barat dan Sulawesi Selatan. Pada daerah tersebut diketahui pemahaman mengenai AEC 2015 belum merata dan sangat bergantung pada inisiatif lokal untuk mempersiapkan tenaga kerjanya, Artinya, belum ada arahan standar untuk membangun program kegiatan persiapan tenaga kerja menghadapi AEC 2015, dimana level pengetahuan daerah terkait adanya program tersebut sangat bergantung sekali kepada tingkat keinisiatifan daerah. Seperti di Sumatera Utara, tiga SKPD mengakui belum banyak mengetahui AEC 2015, kecuali Bidang Ekonomi. Bahkan, belum ada penyebaran informasi kepada SKPD teknis untuk mempersiapkan program kegiatan,

khususnya Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi serta BKPMD yang akan berkaitan langsung dengan implementasi AEC 2015. Secara umum, belum ada program persiapan ketenagakerjaan yang sistematis untuk menghadapi AEC 2015 di Sumatera Utara. Alokasi anggaran untuk pelatihan tenaga kerja relatif kecil dan pengawasan perijinan tenaga kerja masih sangat longgar. Kelonggaran pengawasan tersebut terbukti dari adanya tenaga kerja asing Cina yang memiliki ijin kerja sebagai operasional namun pada faktanya bekerja sebagai kuli panggul di daerah Langkat. Dari sisi investasi, jumlah realisasi investasi domestik maupun asing di Sumatera Utara tergolong tinggi dan memenuhi target. Namun lokasi dari investasi tersebut tidak menyebar secara merata di seluruh wilayah Sumatera Utara karena infrastruktur yang menjadi kebutuhan investor terutama sumber energi belum merata. Sumatera Utara perlu segera membangun infrastruktur pendukung seperti energi dan air bersih untuk meningkatkan pertumbuhan investasi. Sumatera Utara termasuk pusat pertumbuhan ekonomi di koridor ekonomi Sumatera. Faktanya, pasokan listrik di Sumatera Utara masih kurang dibandingkan dengan pertumbuhan kebutuhan. Padahal, pasokan energi sangat dibutuhkan dalam pengembangan suatu kawasan atau lokasi investasi. Lain halnya dengan Sumatera Utara, Provinsi Jawa Barat dan Provinsi Sulawesi Selatan relatif lebih siap dalam menghadapi AEC 2015, bahkan dinas terkait telah memahami AEC 2015. Upaya memahami AEC 2015 merupakan inisiatif daerah dan belum pernah dilakukan sosialisasi ataupun arahan resmi dari pemerintah pusat

Upaya memahami AEC 2015 merupakan inisiatif daerah dan belum pernah dilakukan sosialisasi ataupun arahan resmi dari pemerintah pusat terkait membangun program kegiatan persiapan menghadapi AEC

Tinjauan Ekonomi dan Keuangan Juni 2013

terkait membangun program kegiatan persiapan menghadapi AEC 2015. Dalam pengembangan ketrampilan tenaga kerja, ketiga daerah tersebut sama-sama mengeluh keterbatasan dana, meskipun sebenarnya hal ini terkait dengan bagaimana penempatan program prioritas dan alokasi belanja. Jika program pengembangan kemampuan tenaga kerja dipandang prioritas untuk menghadapi AEC 2015, alokasi belanja dapat diarahkan pada program tersebut. Provinsi Jawa Barat dan Sulawesi Selatan sama-sama sudah mempersiapkan program peningkatan kompetensi tenaga kerja. Sayangnya, alokasi dana yang ada tidak memadai untuk membiayai kegiatan dan penerbitan sertifikasi tenaga kerja. Padahal dalam menghadapi persaingan tenaga kerja saat AEC kelak, keberadaan sertifikasi tenaga kerja sangat dibutuhkan untuk membuktikan seberapa baik kualifikasi seorang tenaga kerja tersebut. Program pengembangan investasi di Jawa Barat dan di Sulawesi Selatan sendiri sangat baik. Jawa

Barat merupakan pelopor pelayanan satu pintu untuk perijinan investasi di Indonesia. Nilai total investasi di Jawa Barat memperoleh peringkat pertama untuk PMDN dan ke dua untuk PMA dalam skala nasional, sehingga realisasi investasi di daerah tersebut secara kuantitas tidak mengkuatirkan. Pemerataan infrastruktur masih menjadi persoalan, baik di Sumatera Utara maupun di Jawa Barat. Infrastruktur di Jawa Barat terkonsentrasi di bagian utara, sehingga bagian selatan mengalami kekurangan infrastruktur dan berakibat pada minat investasi yang rendah. Sulawesi Selatan merupakan pintu gerbang kawasan timur Indonesia, sekaligus salah satu daerah strategis untuk berinvestasi karena didukung oleh potensi alam yang berlimpah baik dari darat maupun laut. Pemerintah Sulawesi Selatan sangat perhatian kepada pengembangan investasi disana. Dalam rangka meningkatkan daya saing Sulawesi Selatan, pemda Sulawesi Selatan selalu mendorong para investornya khususnya PMDN untuk terus melakukan inovasi dalam memproduksi produk yang menjadi ciri khas Sulawesi Selatan. Dengan

adanya nilai khas tersebut maka pemda yakin Sulsel dapat memperoleh peluang yang baik dengan adanya momentum pengimplementasian AEC pada tahun 2015 nanti. Kesiapan daerah menjelang AEC 2015 kelak nampaknya masih perlu mendapat perhatian lebih dari pemerintah pusat. Walaupun saat ini negara kita sudah berada dalam sistem desentralisasi, masih diperlukan sebuah koordinasi dalam meningkatkan daya saing Indonesia untuk menghadapi AEC hingga level daerah. Kita tidak bisa memungkiri bahwa potensi setiap daerah tentunya berbeda, disinilah peran penting pemerintah pusat untuk membantu mengarahkan daerah yang dirasa kurang mampu untuk mempersiapkan daya saingnya menuju AEC 2015.

Dara Ayu Prastiwi

...masih diperlukan sebuah koordinasi dalam meningkatkan daya saing Indonesia untuk menghadapi AEC hingga level daerah...

Tinjauan Ekonomi dan Keuangan Juni 2013

Laporan Utama

Kondisi dan Upaya Peningkatan Daya Saing Ketenagakerjaan Indonesia dalam Menghadapi AEC 2015

Kondisi dan Kesiapan Ketenagakerjaan Indonesia dalam Menghadapi AEC 2015 Siapkah Indonesia Menghadapi Brain Drain Pasca Penerapan Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015? Menuju ASEAN Economy Community 2015 Strategi Peningkatan Dayasaing Tenaga Kerja Indonesia Menjelang AEC 2015 Penerapan Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Indonesia Dalam Rangka Peningkatan Produktivitas Kerja PP Nomor 33 Tahun 2013: Pedoman Kebijakan Perluasan Kesempatan Kerja Indonesia

Laporan Utama

Kondisi dan Kesiapan Ketenagakerjaan Indonesia dalam Menghadapi AEC 2015

dayasaing ekonomi tinggi, dengan elemen peraturan embentukan AEC 2015 didasari oleh adanya kompetisi, perlindungan konsumen, hak atas kekayaan keinginan untuk mewujudkan pusat perdagangan intelektual, pengembangan infrastruktur, perpajakan, kawasan terintegrasi sebagai komitmen demi dan e-commerce, (iii) ASEAN sebagai kawasan dengan menciptakan dan meningkatkan pembangunan komunitas ASEAN dalam menghadapi tantangan global. pengembangan ekonomi yang merata dengan elemen pengembangan usaha kecil dan menengah dan Khusus di bidang Ketenagakerjaan, kesepakatan yang prakarasa integrasi ASEAN untuk negara-negara CMLV ada dalam AEC memberikan kebebasan bagi siapapun (Cambodia, Myanmar, Laos dan Vietnam), (iv) ASEAN tenaga kerja yang memiliki kualifikasi tertentu untuk sebagai kawasan yang terintegrasi secara penuh masuk dan bekerja secara bebas di negara-negara dengan perekonomian global dengan elemen anggota ASEAN. Dari pendekatan koheren dalam hubungan kesepakatan yang akan ....konsep AEC itu sendiri ekonomi diluar kawasan dan diimplementasikan tersebut, dilandasi oleh 4 pilar yaitu (i) meningkatkan peran serta dalam masih terdapat kendala dan tantangan, seperti menghadapi free movement of goods and jejaring produksi global. berbagai tantangan dan Selanjutnya, seperti yang disebutkan services, (ii) freedom of kendala, seperti adanya blueprint diatas, untuk perbedaan pendapatan per movement for skilled and pada mewujudkan AEC 2015 maka seluruh kapita dan angkatan kerja di talented labours, (iii) freedom negara ASEAN harus melakukan antara anggota ASEAN yang liberalisasi melalui perdagangan menjadi faktor pendorong atau of establishment and barang, jasa, investasi, tenaga kerja penarik migrasi tenaga kerja. provision of services and terampil secara bebas dan arus modal yang lebih bebas. Adapun konsep AEC itu sendiri mutual recognition of dilandasi oleh 4 pilar yaitu (i) diplomas, (iv) free movement Secara umum, kondisi free movement of goods and ketenagakerjaan Indonesia memiliki services, (ii) freedom of of capital. tren yang meningkat namun movement for skilled and cenderung melambat. Data BPS talented labours, (iii) freedom of menyebutkan pada Februari 2013 tercatat 121,9 juta establishment and provision of services and mutual orang tergolong dalam kategori angkatan kerja, dengan recognition of diplomas, (iv) free movement of capital. 114,02 juta orang penduduk yang bekerja dari total angkatan kerja Indonesia. Dari sisi pengangguran terjadi Pada bulan Agustus 2006 di Kuala Lumpur, Malaysia tren yang menurun namun melambat. Pada Februari disepakati untuk mengembangkan ASEAN Economic 2013, tingkat pengangguran Indonesia tercatat sebesar Community 2015 Blueprint, yang digunakan sebagai pedoman bagi negara anggota ASEAN. Dalam blueprint 7,17 juta orang lebih rendah 70 ribu orang dibandingkan bulan Agustus 2012 dan penurunan tersebut dimuat empat kerangka utama yaitu (i) ASEAN sebanyak 440 ribu orang (yoy). sebagai pasar tunggal dan berbasis produksi tunggal yang didukung dengan elemen aliran bebas barang, Berdasarkan penduduk usia kerja dari pendidikan yang jasa, investasi, tenaga kerja terdidik dan aliran modal ditamatkan, terlihat adanya tren yang terus meningkat yang lebih bebas, (ii) ASEAN sebagai kawasan dengan untuk tamatan universitas yang bekerja, tercatat 7,94

Tinjauan Ekonomi dan Keuangan Juni Mei 2013 2013

juta orang. Sementara itu, angka pengangguran untuk tingkat universitas terus mengalami penurunan, pada Februari 2013 tercatat 5,04%. Artinya, terjadi kualitas perbaikan para tenaga kerja dari sisi pendidikan. Dari sisi jumlah tenaga kerja, Indonesia memiliki jumlah penduduk yang sangat besar sehingga dapat menyediakan tenaga kerja yang cukup untuk pasar yang besar dan Indonesia menjadi pusat industri. Namun, terdapat sedikit kekhawatiran melihat minimnya jumlah SDM berkualitas bila dikaitkan dengan AEC 2015. Standarisasi kualitas SDM pada setiap profesi bertujuan untuk mengisi investasi yang akan dilakukan dalam rangka AEC 2015 melalui Mutual Recognition Arrangements (MRAs) yang dapat menfasilitasi pergerakan tenaga kerja tersebut. MRA akan memberikan kebebasan bagi siapapun tenaga kerja yang memiliki kualifikasi tersebut untuk masuk dan bekerja secara bebas di negara-negara ASEAN. Kemudian terdapat 8 bidang profesi yang sudah disepakati dalam MRA negara ASEAN, yaitu Kepariwisataan, Insinyur (Engineering), Arsitek, Praktisi Kesehatan, Dokter Gigi, Keperawatan, Jasa Survey Kualifikasi (Surveying Qualifications) dan Jasa Akuntansi. Sementara, dari hasil laporan BPS penyerapan tenaga

kerja tertinggi berdasarkan sektor utama ekonomi berada pada sektor pertanian, perdagangan dan jasa kemasyarakatan yang masingmasing sebesar 39,96 juta orang, 24,81 juta orang dan 17,53 juta orang. Artinya, tenaga kerja untuk sektor formal khususnya pada program AEC 2015 masih tergolong rendah. Di sisi lain, peluang dengan adanya AEC 2015, yakni memberikan dorongan untuk meningkatkan efisiensi, daya saing dan peluang penyerapan tenaga kerja di kawasan ASEAN serta akan meningkatkan kesejahteraan seluruh negara di kawasan. Indonesia mempunyai jumlah penduduk terbesar di ASEAN semestinya dapat menjadi pemimpin pasar ASEAN di masa depan apabila sebagian besar penduduknya mempunyai ketrampilan dan kompetitif. Namun, apabila kondisi tenaga kerja Indonesia memiliki daya saing dan pendidikan yang rendah terdapat kekhawatiran bahwa sebagian sektor pekerja formal akan di isi oleh tenaga kerja asing, sementara sektor informal akan mempekerjakan pekerja Indonesia. Adanya peningkatkan daya saing SDM tenaga kerja Indonesia baik secara formal maupun informal sangat diperlukan. Kemampuan tersebut diharapkan harus minimal memenuhi ketentuan dalam MRA

yang telah disetujui. Sehingga Indonesia dapat meningkatkan kualitas pekerja di dalam negeri maupun intra-ASEAN. Langkah-langkah strategis yang diperlukan menuju AEC 2015 yaitu (i) peningkatkan SDM dalam birokrasi di dunia usaha atau profesional, (ii) penguatan kemitraan antara sektor swasta dan pemerintah, (iii) menciptkan iklim usaha yang kondusif dan mengurangi ekonomi biaya, (iv) mengembangkan sektor-sektor prioritas yang berdampak luas dan meningkatkan komoditi unggulan, (v) perbaikan infrastruktur fisik melalui pembangunan dan perbaikan infrastruktur seperti transportasi, telekomunikasi, jalan tol, pelabulan, revitalisasi dan restrukturisasi industri. Selain itu, adanya proyek MP3EI diharapkan berjalan sesuai dengan skenario yang telah ada, karena proyek tersebut mampu menyerap tenaga kerja dalam jumlah masif.

Windy Pradipta

10

Tinjauan Ekonomi dan Keuangan Juni 2013

Siapkah Indonesia Menghadapi Brain Drain Pasca Penerapan Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015?

alah satu pilar yang ditetapkan pada kesepakatan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) adalah pasar bebas tunggal yang didukung dengan aliran bebas tenaga kerja terdidik (free flow of skilled labor). Hal ini menjadi tantangan tersendiri bagi Indonesia mengingat ketatnya daya saing antar negara ASEAN, khususnya dalam mempersiapkan tenaga kerja terampil yang kompetitif. Lebih jauh lagi, penerapan MEA 2015 diperkirakan akan mendorong perpindahan penduduk atau tenaga kerja professional secara besar-besaran dari Indonesia ke luar negeri (brain drain ). Fenomena brain drain di Indonesia bukanlah hal yang baru. Walaupun jumlah perpindahannya masih kecil dibandingkan dengan negara lain, semua pihak perlu waspada. Jika hal ini berlarut dan dibiarkan, dalam jangka panjang akan merugikan Indonesia. Risikonya, Indonesia akan kehilangan cendekiawan yang berpotensi membangun ekonomi masa depan. Sementara itu, jumlah pelajar Indonesia yang melanjutkan studi keluar negeri cenderung mengalami peningkatan. Peningkatan jumlah pelajar diluar negeri diharapkan mampu mendorong kualitas pendidikan Indonesia. Akan tetapi tidak sedikit pelajar Indonesia lebih memilih untuk tinggal di luar negeri dibandingkan kembali ke tanah air. Menurut studi BRIC Bussiness Research , faktor utama penyebab hal ini adalah kurangnya lapangan pekerjaan di Indonesia yang sesuai dengan latar belakang studi. Kondisi yang sama juga dihadapi oleh kaum profesional. Kebanyakan dari pekerja profesional Indonesia di luar negeri bekerja sebagai peneliti atau pengajar. Alasan utama yang diutarakan oleh profesional untuk

memilih pekerjaan diluar negeri karena kurangnya fasilitas pendukung yang disediakan oleh pemerintah. Selain itu, adanya tawaran dan insentif yang besar untuk peneliti dan pengajar lebih besar dibandingkan di Indonesia. Joseph Stiglitz, ekonom dari Universitas Colombia menjelaskan bahwa risiko perpindahan pekerja terdidik akan meningkat ke negara maju saat penerapan Masyarakat Ekonomi ASEAN. Stiglitz mengingatkan ASEAN untuk berhati-hati pada arus bebas di sektor tenaga kerja. Stiglitz berpendapat bahwa kondisi ini akan melubangi negara miskin. Untuk itu, Stiglitz menyarankan adanya pendampingan dari negara maju ke negara berkembang untuk memastikan keselarasan ekonomi. Untuk mencegah dampak negatif brain drain , Thailand dan Malaysia telah membentuk suatu program. Khusus untuk Thailand, fenomena perpindahan tenaga kerja medis ke Amerika Serikat telah menjadi masalah yang muncul sebelum diterapkannya MEA. Untuk itu, Thailand merubah strategi dan regulasi pada pendidikan dokter sehingga mampu menyelesaikan masalah brain drain . Sedangkan di Malaysia, pemerintah telah menyediakan program khusus untuk menarik kembali ekspatriat Malaysia sehingga akan pulang dan mampu berkontribusi terhadap kemajuan ekonomi negara. Bagaimana dengan Indonesia?

Joseph Stiglitz, ekonom dari Universitas Colombia menjelaskan bahwa risiko perpindahan pekerja terdidik akan meningkat ke negara maju saat penerapan Masyarakat Ekonomi ASEAN.

Masyitha Mutiara R

Tinjauan Ekonomi dan Keuangan Mei 2013

11 9

Menuju ASEAN Economy Community 2015

tajuk.co

www.indonesiarayanews.com
Community (AEC), ASEAN Security Community dan ASEAN Socio-Cultural Community.

ada era globalisasi seperti sekarang, batasanbatasan yang ada dalam hubungan antarnegara yang dulu pernah ada menjadi semakin samar. Kegiatan perdagangan, investasi, pergerakan tenaga kerja yang dulu terbatas pada satu negara saat ini semakin bebas pergerakannya. Berbagai nota kesepahaman antarnegara baik dalam bidang ekonomi maupun sosial-budaya semakin marak dilakukan dalam rangka memperlancar kerjasama multirateral. Sebut saja Uni Eropa, organisasi yang merupakan kerjasama antar negara di Eropa ini merupakan sebuah bentuk kesepakatan antar negara disana untuk menyatukan Eropa dalam suatu ikatan perekonomian yang kuat. Organisasi yang dulu bernama Masyarakat Ekonomi Eropa ini berdiri pada awal 1957 kemudian berevolusi menjadi Masyarakat Eropa yang kini dikenal dengan nama Uni Eropa. Keberhasilan Uni Eropa dalam memperkuat perekonomian negara-negara disana nampaknya memberikan ide pada negara-negara di kawasan lain untuk melakukan hal yang sama.
Association of South East Asia Nations (ASEAN)

Pada awalnya target pengimplementasian AEC maksimal tahun 2020, namun berdasarkan hasil ASEAN Summit tahun 2007 disepakati untuk percepetan pengimplementasian AEC menjadi tahun 2015. Terdapat empat pilar yang tertuang dalam konsep AEC yaitu : 1. Single Market Production Base yang meliputi free flow
of goods, services,investment, skilled labor and freer flow ofcapital, Priority Integration Sectors, and food,agriculture and forestry 2. Competitive Economic Region yang meliputi competition policy, consumer protection,Intellectual Property Rights (IPR), infrastructure development, energy, taxation, e-commerce 3. Equitable Economic Development yang meliputi SME development, initiative forASEAN integration 4. Full Integration into Global Economy yang meliputi coherent approach toward externaleconomic relations, enhanced participationin global supply networks

merupakan kelompok 10 negara di kawasan Asia Tenggara yang memiliki karakteristik ekonomi dan sosial-budaya yang hampir sama. Potensi kesepuluh negara yang berada di Asia Tenggara ini sangat besar dan cukup diperhitungkan dalam kancah ekonomi internasional, walaupun belum semua anggotanya mampu mengekploitasi potensi ekonomi yang terdapat didalamnya. Pada tahun 1992 terbentuklah AFTA (Asean Free Trade Agreement) yang merupakan sebuah konsep liberasisasi perdagangan antar negara ASEAN. Sejak adanya AFTA maka munculah ide perluasan integrasi ekonomi di ASEAN beberapa tahun kemudian yang dirumuskan saat ASEAN Summit tahun 1997 di Kuala Lumpur yang menghasilkan Visi ASEAN 2020 : tercapainya suatu kawasan yang stabil, makmur, berdaya saing tinggi, dengan pertumbuhan ekonomi yang berimbang serta berkurangnya kemiskinan dan kesenjangan sosial ekonomi. Dalam rangka mencapai visi tersebut maka melalui ASEAN Summit 2003 di Bali ditetapkanlah tiga pilar yaitu ASEAN Economic

Pencapaian keempat pilar tersebut akan dilakukan secara bertahap, dimana fokus utama yang akan dilakukan yaitu untuk terciptanya liberasisasi perdagangan barang, jasa dan investasi sesuai yang tertuang dalam pilar pertama. Dengan tercapainya pilar pertama yang merupakan dasar kuatnya persatuan negara-negara ASEAN maka diharapkan kedepannya pilar-pilar selanjutnya juga dapat terwujus. Dengan demikian ASEAN akan mampu untuk sepenuhnya berintegrasi dengan perekonomian global.

Dara Ayu Prastiwi

12

Tinjauan Ekonomi dan Keuangan Juni 2013

Strategi Peningkatan Dayasaing Tenaga Kerja Indonesia menjelang AEC 2015

B
"Implementasi AEC akan diberlakukan dua tahun lagi, yaitu pada tahun 2015. Kunci menghadapi AEC 2015 adalah komitmen untuk menyiapkan peningkatan dayasaing sumber daya manusia (SDM)"

erkembangnya perdagangan dikawasan ASEAN, mendorong negara-negara ASEAN untuk menjaga sentralitas ASEAN dan memperkuat ASEAN dalam perekonomian internasional. Konsep utama ASEAN Economic Community (AEC), yaitu menjadikan ASEAN sebagai pasar tunggal dan basis produksi regional, kawasan berdayasaing tinggi, kawasan dengan pembangunan ekonomi yang merata, dan integrasi dengan perekonomian dunia. Salah satu implementasi AEC 2015 yaitu akan mendorong terjadinya aliran bebas tenaga kerja terdidik (free flow of skilled labor). Hal ini akan menjadi tantangan tersendiri bagi tenaga kerja Indonesia untuk berkompetisi dengan tenaga kerja asing dari ASEAN. Kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) Indonesia perlu dibangkitkan secepatnya guna meraih peluang pasar tenaga kerja saat AEC 2015 nanti. Apabila AEC terwujud, maka dipastikan akan terbuka kesempatan kerja seluas luasnya bagi warga negara ASEAN. Para warga negara dapat keluar masuk dari satu negara ke negara lain mendapatkan pekerjaan di negara yang dituju. Adapun perjanjian atau kontrak yang mengatur pergerakan tenaga kerja tersebut, yang tercantum dalam Mutual Recognition Arrangement (MRA). MRA dapat diartikan sebagai kesepakatan yang diakui bersama oleh seluruh negara ASEAN untuk saling mengakui beberapa aspek hasil penilaian berupa sertifikat. Tujuan dari pembentukan MRA ini, yaitu untuk menciptakan prosedur dan mekanisme akreditasi untuk mendapatkan kesetaraan serta mengakui perbedaan antarnegara untuk pendidikan,

pelatihan, pengalaman dan persyaratan lisensi untuk para profesional yang ingin berpratek. Adapun 8 profesi yang telah disepakati oleh negara-negara ASEAN dan tercantum dalam MRA, yaitu untuk jasa-jasa engineering, keperawatan, arsitektur, surveying qualification , dokter umum, dokter gigi, akuntan dan pariwisata. Implementasi AEC akan diberlakukan dua tahun lagi, yaitu pada tahun 2015. Kunci menghadapi AEC 2015 adalah komitmen untuk menyiapkan peningkatan dayasaing sumber daya manusia (SDM). Pasalnya, jika kualitas dan standarisasi SDM tak segera disiapkan, Indonesia akan kesulitan menghadapi tantangan di tengah persaingan yang ketat diantara negara ASEAN lainnya. Salah satu strategi peningkatan dayasaing SDM, yaitu penyelenggaraan kurikulum pendidikan yang seiring dengan standar kompetensi kerja pada tingkat internasional. Penyelenggara pendidikan sebaiknya memperhatikan standar kompetensi kerja minimal di tingkat ASEAN. Sehingga tenaga kerja Indonesia dapat mengejar ketertinggalannya dari negara maju di bidang ketenagakerjaan.
Link and match antara pendidikan dan

pasar tenaga kerja menjadi salah satu strategi dalam peningkatan daya saing tenaga kerja. Konsep link and match diarahkan pada paradigma pendidikan yang demand minded agar lulusannya lebih mudah terserap pasar tenaga kerja serta tepat sasaran sehingga perlunya koordinasi antara dunia pendidikan dengan pasar tenaga kerja

Tinjauan Ekonomi dan Keuangan Juni Mei 2013 2013

13 9

mengenai informasi kebutuhan kompetensi tenaga kerja. Dalam link and match antara pendidikan dan pasar tenaga kerja diperlukan kerja sama antara pemerintah, dunia pendidikan serta dunia usaha. Selain itu, penting untuk menyiapkan standar kompetensi kerja, yaitu untuk menghasilkan sumber daya manusia yang kompetitif. Jika tenaga kerja di Indonesia mengantungi standar kompetensi internasional, maka diharapkan Indonesia akan menjadi pusat pertumbuhan di kawasan Asia sehingga tujuan untuk meningkatnya kesejahteraan rakyat dapat segera tercapai. Standar kompetensi kerja juga dapat meningkatkan produktivitas. SDM yang berkompeten harus disiapkan, karena masih banyak industri padat karya yang kekurangan tenaga kerja berkompenten yang berpengaruh pada produktivitas. Keberadaan industri berteknologi tinggi (hightech ) dapat menjadi lahan pekerjaan SDM berkompeten yang nantinya akan mendorong peningkatan produktivitas dan pertumbuhan ekonomi. Produktivitas suatu negara yang baik, akan menjadi daya tarik

investasi dan penciptaan lapangan kerja yang lebih luas. Dua bidang standar kompetensi dari ketenagakerjaan yang sudah dikeluarkan adalah hubungan industrial dan jaminan sosial serta Keselamatan dan kesehatan kerja . Strategi lainnya adalah dengan pelaksanaan program pelatihan. Program pelatihan dibuat untuk mengatasi kesenjangan pengetahuan dan keterampilan serta sikap seseorang untuk memenuhi kualifikasi tertentu. Melalui penguasaan kompetensi diharapkan tenaga kerja siap mengisi kesempatan kerja atau berwirausaha. Program pelatihan diberikan kepada produsen/pelaku usaha pada berbagai sektor. Pemerintah Pusat melalui Direktorat Jenderal Pembinaan Pelatihan dan Produktivitas, Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi mengalokasikan anggaran kegiatan bantuan program pelatihan kepada masyarakat dengan cara swakelola oleh kelompok masyarakat itu sendiri. Diharapkan dengan program tersebut dapat mengatasi permasalahan ketenagakerjaan secara langsung di daerah maupun

sebagai upaya penyiapan kapasitas tenaga kerja Indonesia. Program pelatihan tenaga kerja didaerah dilakukan oleh Dinas Tenaga Kerja Provinsi maupun kabupaten/Kota. Dengan penguatan Balai Latihan Kerja(BLK) telah dilaksanakan pelatihan yaitu program pelatihan beberapa bahasa seperti Bahasa Jepang, Bahasa Korea, serta bahasa Mandarin. Program pelatihan lainnya yang diperuntukan bagi lulusan SMK yaitu program pelatihan welding yaitu pelatihan Las sampai tingkat mahir. Beberapa strategi dalam upaya mendukung daya saing tenaga kerja indonesia tersebut dilaksanakan menjelang AEC 2015. Sehingga diharapkan dapat memperkuat daya saing tenaga kerja Indonesia menuju ASEAN Economic Community (AEC).

Oktya Setya Pratidina

....Produktivitas suatu negara yang baik, akan menjadi daya tarik investasi dan penciptaan lapangan kerja yang lebih luas...

rri.co.id

sosnakertrans.gunungkidulkab.go.id

14

Tinjauan Ekonomi dan Keuangan Juni 2013

Penerapan Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Indonesia Dalam Rangka Peningkatan Produktivitas Kerja

nysmpos.org
pekerja sehingga tercipta tempat kerja yang nyaman, efisien dan produktif. Pelaksanaan K3 sangat penting karena resiko kerja masih tergolong tinggi, seperti kecelakaan kerja, penyakit karena terekspos lingkungan kerja dalam waktu lama. Kondisi ini sering terjadi pada pekerja di lingkungan industri, pertambangan, lalu lintas, dan konstruksi. Pada tahun 2010 jumlah kecelakaan kerja di dalam perusahaan mencapai 70.079 kasus, kecelakaan lalulintas sebanyak 18.472 kasus, serta diluar perusahaan sebesar 10.160 kasus. Tinginya angka kecelakaan kerja berakibat pada penurunan produktivitas serta peningkatan biaya yang harus dikeluarkan perusahaan pada saat terjadi kecelakaan kerja. Perusahaan-perusahaan dari berbagai sektor telah mengimplementasikan SMK3 sebagai salah satu bagian penting dalam sistem manajemen dengan mengacu pada OHSAS 18001 serta PP No.50 tahun 2012. Dengan menerapkan standar baik nasional maupun internasional maka produk yang dihasilkanpun akan diakui secara internasional dan dapat memasuki pasar global karena dalam proses produksi sudah sesuai dengan standar internasional. Penerapan SMK3 perusahaan meliputi: Penetapan kebijakan, Perencanaan K3, Pelaksanaan rencana K3, Pemantauan dan evaluasi kinerjaK3, Peninjauan dan peningkatan kinerja, penilaian penerapan SMK3,Audit dan pelaporan SMK3, Pengawasan SMK3, serta sanksi administratif. Kaitan dengan capacity building SMK3 diperusahaan, kemenakertrans telah memberlakukan sertifikasi Keselamatan dan Kesehatan Kerja bagi safety officer yang berlaku secara nasional dan bisa digunakan di semua perusahaan. Diharapkan dengan adanya sertifikasi K3 dapat meningkatkan skill serta pengetahuan dalam hal pencegahan kecelakan serta penyakit akibat kerja, bahkan dapat mencapai zero accident. Sebagai bentuk peran pemerintah dalam implementasi K3, Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi tingkat provinsi dan Kabupaten/ Kota harus melakukan pembinaan pada perusahaan-perusahaan di daerahnya tentang K3. Aparatur pemerintah yang ada telah diberikan pelatihan SMK3 sehingga mereka dapat melakukan pembinaan serta pengawasan K3 pada perusahaan-perusahaan didaerahnya. Selain itu programprogram mengenai K3 dapat menjadi prioritas dalam perencanaan pembangunan daerah .

enjelang Asean Economic Community (AEC) 201 5, memberikan dampak persaingan sangat ketat dalam segala aspek khususnya ketenagakerjaan yang salah satunya mempersyaratkan adanya perlindungan atas keselamatan dan kesehatan kerja (K3) dalam rangka peningkatan produktivitas. Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi keselamatan dan kesehatan tenaga kerja melalui upaya pencegahan kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja.
Penerapan K3 di berbagai negara telah berkembang melalui pedoman maupun standar. OHSAS 18001 merupakan suatu standar internasional untuk sostem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja diterbitkan tahun 2007 menggantikan OHSAS 18001:1999 yang dimaksudkan untuk mengelola aspek Keselamatan dan Kesehatan Kerja mengenai bahaya-bahaya yang timbul dari keamanan produk. Dalam penerapannya di Indonesia, Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di Pemerintahan maupun Swasta mengacu pada Peraturan Pemerintah No.52 tahun 2012. Pelaksanaannya dilakukan melalui Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) agar menciptakan suatu sistem keselamatan dan kesehatan kerja dengan melibatkan unsur manajemen, pekerja, serta serikat

Ratih Purbasari Kania

Tinjauan Ekonomi dan Keuangan Juni Mei 2013 2013

15 9

PP Nomor 33 Tahun 2013: Pedoman Kebijakan Perluasan Kesempatan Kerja Indonesia

engangguran merupakan masalah nasional yang merupakan tanggung jawab stakeholders Ketenagakerjaan, termasuk Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah dan pelaku usaha. Pembangunan ketenagakerjaan melalui penanggulangan pengangguran harus dilakukan secara bersama, terintegrasi, lintas sektor, dengan cara mengupayakan perluasan kesempatan kerja, baik di dalam maupun di luar hubungan kerja. Tantangan dalam rangka pembangunan ketenagakerjaan sangatlah besar mengingat banyaknya dimensi dan keterkaitan, yang tidak hanya berhubungan dengan kepentingan tenaga kerja pada waktu sebelum, selama dan sesudah masa kerja, tetapi juga dengan upaya perluasan kesempatan kerja.

6,32 persen. Namun persentase ini masih jauh dari target pengangguran Pemerintah sebanyak 5 persen hingga 2014.

Pasal 27 ayat 2 UUD 1945 menyatakan bahwa Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak dan kemanusiaan. Untuk mewujudkannya, Pemerintah selama ini terus melakukan upaya melakukan pembangunan ketenagakerjaan dan memaksimalkan penyerapan tenaga kerja, diantaranya dituangkan dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2013 tentang Ketenagakerjaan. Salah satu upaya terkini adalah dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 33 Tahun 2013 tentang Perluasan Kesempatan Kerja pada tanggal 8 Mei 2013. PP Nomor 33 tahun 2013 meletakkan dasar perluasan kesempatan Tabel 1 Kondisi Ketenagakerjaan Indonesia 2007-2013 kerja sebagai upaya yang dilakukan untuk menciptakan lapangan pekerjaan baru dan/atau mengembangkan lapangan pekerjaan yang tersedia, baik di dalam hubungan kerja (berdasarkan perjanjian kerja, ada unsur perintah, pekerjaan, dan upah) maupun di luar hubungan kerja (tidak berdasarkan perjanjian kerja). Berdasarkan Pasal 2 PP ini, Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah menetapkan kebijakan perluasan kesempatan kerja di setiap sektor sesuai dengan kewenangannya yang diarahkan untuk menciptakan dan mengembangkan perluasan kesempatan kerja. Lebih lanjut berdasarkan Pasal 4 dan penjelasannya, Pemerintah dan Pemerintah Daerah dapat memberi kemudahan investasi dalam rangka menciptakan dan mengembangkan perluasan kesempatan kerja antara lain menyangkut kemudahan dalam hal perpajakan, perbankan, penyediaan infrastruktur, pelayanan, dan peraturan perundang-undangan.

Jika melihat kondisi terkini, jumlah angkatan kerja Indonesia hingga Februari 2013 telah mencapai 121,2 juta, atau telah meningkat 3,1 juta jika dibandingkan jumlah pada bulan Agustus 2012. Di sisi lain, Tingkat penganggurannya sendiri berkurang menjadi 5,29 persen lebih rendah dibanding Februari 2012 sebanyak

16

Tinjauan Ekonomi dan Keuangan Juni 2013

Diversifikasi dan Ekstensifikasi dan Kewirausahaan


Pasal 5 Ayat (3) PP 33 tahun 2013 juga menegaskan bahwa Pemerintah Pusat mendorong agar dunia usaha, baik Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), dan swasta untuk melakukan diversifikasi usaha dan ekstensifikasi usaha dalam rangka mengoptimalkan penyerapan tenaga kerja di Indonesia. Diversifikasi dijelaskan sebagai usaha membentuk keanekaragaman satu jenis usaha menjadi beberapa jenis usaha, sedangkan Ekstensifikasi usaha adalah memperluas usaha yang sudah ada untuk meningkatkan produksi. Mengenai kebijakan perluasan kesempatan kerja di luar hubungan kerja, pasal 6 PP ini menjelaskan landasan penciptaan dan pengembangan kesempatan kerja yang produktif dan berkelanjutan dengan mendayagunakan potensi sumber daya alam, sumber daya manusia, kelembagaan masyarakat, dan teknologi tepat guna. Kelembagaan masyarakat yang dimaksud adalah lembaga yang

bergerak di bidang pemberdayaan ekonomi masyarakat. Berdasarkan pasal 8 Ayat (1), perluasan kesempatan kerja di luar hubungan kerja dilakukan dalam bentuk program kewirausahaan dengan pola pembentukan dan pembinaan tenaga kerja mandiri, sistem padat karya, penerapan teknologi tepat guna, pendayagunaan tenaga kerja sukarela, dan/atau pola lain yang dapat mendorong terciptanya perluasan kesempatan kerja. Dalam rangka mendukung program kewirausahaan tersebut, PP ini mengamanatkan agar Pemerintah dan Pemerintah Daerah untuk memberikan fasilitas melalui kegiatan: (a)Permodalan; (b)Penjaminan; (c)Pendampingan; (d)Pelatihan; (e)Konsultasi; (f)Bimbingan teknis; dan/atau (g) Penyediaan data dan informasi. PP ini juga mengamanatkan agar Lembaga Keuangan dan Lembaga Penjaminan untuk memberikan kemudahan dan fasilitas kepada masyarakat yang dapat menciptakan atau memperluas kesempatan kerja berupa fasilitas kredit dan/atau fasilitas penjaminan kredit.

Secara keseluruhan, bisa dikatakan bahwa program Perluasan kesempatan kerja adalah sebuah program lintas sektor. Keberhasilan program ini tergantung pada ketepatan sasaran program untuk mendorong setiap faktor terkait untuk berkembang secara baik dan simultan. PP No 33 2013 ini sudah menyediakan landasan yang komprehensif bagi pelaksana kebijakan. Namun pertanyaan mendasarnya kedepan adalah apakah setiap stakeholder mampu menurunkannya menjadi program teknis yang berdampak optimal?

Riski Raisa Putra

Tinjauan Ekonomi dan Keuangan Juni Mei 2013 2013

17 9

Opini Pakar

Rekomendasi Kebijakan dalam Mendorong Daya Saing Tenaga Kerja Indonesia


tenaga kerja white collar untuk menciptakan suatu produk, sehingga pada tahap ini akan terjadi pengurangan impor. Secara umum, kebijakan tenaga kerja harus dapat mendorong produktivitas tenaga kerja baik blue collar dan white collar, namun dengan pendekatan yang berbeda.

Sampai dengan Februari 2013, kondisi ketenagakerjaan Indonesia cenderung menunjukan perbaikan. Jika dibandingkan dengan Agustus 2012, jumlah penduduk yang bekerja bertambah sebesar 3,2 juta orang dan jumlah penganggur berkurang sebanyak 70 ribu orang, sehingga tingkat pengangguran terbuka (TPT) tercatat 5,92%.

Terkait AEC 2015, menurut Nina, posisi Walaupun mengalami perbaikan, namun ketenagakerjaan Indonesia relatif tertinggal. tren penyerapan tenaga kerja cenderung Beberapa permasalahan yang mendasari menurun. Pengajar Fakultas Ekonomi ketidaksiapan Indonesia adalah Universitas Indonesia sekaligus anggota ketidakselarasan pertumbuhan tenaga kerja Komite Ekonomi Nasional (KEN), Ninasapti dan industri, serta kondisi pasar tenaga kerja Triaswati, menjelaskan bahwa minat industri khususnya informal yang tidak terjaga. yang lebih memilih menggunakan modal Pertumbuhan industri padat modal yang secara lebih intensif dibandingkan lebih tinggi dibandingkan industri Dr. Ninasapti Triaswati dengan penggunaan tenaga kerja padat karya menyebabkan tidak Pengajar FE UI, Anggota KEN maksimalnya perluasan lapangan mendorong penurunan penyerapan tenaga kerja. Menurut Nina, kerja, sehingga kondisi seharusnya pertumbuhan ekonomi dapat ketenagakerjaan di Indonesia relatif tidak stabil. menyerap tenaga kerja secara optimal. Selain itu, untuk menghadapi era globalisasi kedepan, pemerintah Selain itu, tidak terjaganya sektor informal di seharusnya menyusun strategi untuk angkatan kerja Indonesia mendorong peningkatan tenaga kerja blue spesifik agar tercipta perluasan kesempatan kerja yang collar. Hal ini karena tenaga kerja blue collar yang lebih besar. Pemerintah harus mendorong penciptaan umumnya merupakan tenaga kerja less skilled akan pekerja dengan kualitas yang tinggi agar mampu bersaing lebih mudah untuk masuk ke sektor informal. di pasar global. Berbeda dengan Indonesia, negara maju cenderung mengabaikan sektor informalnya dan lebih fokus Dalam laporan The Global Competitiveness Index tahun pada perlindungan white collar, sehingga tenaga 2012-2013, daya saing Indonesia berada pada peringkat kerja akan lebih terserap di white collar. Sementara 50, atau turun sebesar 4 poin dari tahun sebelumya. itu, sektor informal yang membutuhkan blue collar Menurut Nina, salah satu faktor utama pendorong akan diisi oleh tenaga kerja asing. Oleh karena itu, penurunan ini adalah rendahnya efisiensi pasar tenaga dalam menghadapi AEC 2015, pemerintah perlu lebih kerja di Indonesia. Menurut pandangan pengusaha, membangun pedesaan agar tidak terjadi urbanisasi peraturan terkait tenaga kerja merupakan faktor utama yang akan mendorong peningkatan sektor informal di inefisinesi ini, sehingga keseimbangan antara penawaran perkotaan. Hal ini dapat dilakukan melalui program dan permintaan tenaga kerja tidak tercapai. pembangunan infrastruktur, seperti listrik dan air. Dalam mengatasi ketidakseimbangan ini, Pemerintah perlu: (i) merombak regulasi dari sisi anggaran melalui pengalihan subsidi barang kepada subsidi orang, seperti penurunan subsidi BBM yang dialihkan untuk program jaminan sosial; (ii) menjaga kesejahteraan masyarakat dengan menetapkan upah berdasarkan komponen Kebutuhan Hidup Layak (KHL); (iii) membuat strategi pasar tenaga kerja yang beriringan dengan strategi industri; dan (iv) memperioritaskan antara low to middle skilled dan medium to high skilled. Pendekatan low to middle skilled akan lebih fokus kepada blue collar melalui pembinaan dan pelatihan kerja yang spesifik, sehingga penyerapan tenaga kerja blue collar mempunyai arahan atau target yang tepat. Sementara itu, pada pendekatan medium to high skilled, terdapat dorongan yang kuat bagi Selain itu, pemerintah juga perlu mendorong pembangunan di sektor-sektor primer, seperti pertanian dan pertambangan serta membuat program pelatihan tenaga kerja di sektor tersebut. Dari sisi anggaran, pemerintah juga perlu mengalokasikan dana yang lebih besar untuk pendidikan karena pendidikan merupakan faktor utama yang dapat mendorong kapabilitas tenaga kerja.

Insani Sukandar

18

Tinjauan Ekonomi dan Keuangan Juni 2013

Keuangan Potensi Bank BUMN dalam Pinjaman Dalam Negeri


Pinjaman Dalam Negeri (PDN) sebagai salah satu bentuk pembiayaan pemerintah dapat digunakan untuk membiayai kegiatan tertentu pada Kementerian/ Lembaga, Pemda dan BUMN. Dalam Peraturan Pemerintah nomor 54 tahun 2008 tentang Tata Cara Pengadaan dan Penerusan Pinjaman Dalam Negeri oleh Pemerintah menyebutkan bahwa PDN bersumber dari Pemda, BUMN dan Perusahaan Daerah. Saat ini PDN telah digunakan sebagai pembiayaan dalam pemenuhan alat utama sistem pertahanan dan keamanan. Bank BUMN memiliki kapasitas pendanaan yang cukup tinggi dengan nilai aset yang mencapai lebih dari 30% aset perbankan nasional. Kapasitas yang besar menimbulkan potensi bagi peluang pembiayaan untuk kegiatan PDN. Dari sisi perbankan, PDN termasuk ke dalam kategori portofolio Tagihan Kepada Pemerintah dengan bobot risiko kredit 0%. Hal ini sejalan dengan prinsip kehatihatian yang diterapkan perbankan dalam memberikan kredit. Selain itu dari segi permodalan, melalui Peratuan Bank Indonesia No. 8/13/PBI/2006 tentang Perubahan atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/3/PBI/2005 tentang Batas Maksimum Pemberian Kredit (BMPK), mewajibkan perbankan untuk melakukan penyebaran dan diversifikasi pemberian kredit. Hal ini dilakukan sebagai upaya untuk mengurangi potensi kegagalan bank sebagai akibat dari konsentrasi penyediaan dana. Dalam regulasi tersebut juga mengatur tentang penyediaan dana kepada pemerintah pusat atau daerah yang dijamin oleh Pemerintah Indonesia dikecualikan dari perhitungan BMPK. Sementara untuk penyediaan dana kepada BUMN untuk tujuan pembangunan ditetapkan maksimal 30% dari modal maksimum, dan BMPK untuk non BUMN maksimal 20% untuk individu/ korporasi dan maksimal 25% untuk grup/ kelompok. Pinjaman kepada Pemerintah memiliki perbedaan karakteristik dengan pinjaman yang diberikan kepada swasta. Kredit kepada pemerintah diambil melalui PDN, dinilai sebagai kredit tanpa resiko pengembalian, karena pembayaran dijamin oleh pemerintah. Berangkat dari kondisi tersebut, sesuai dengan prinsip resiko pengembalian tercermin dalam tarif suku bunga kredit, maka seharusnya bunga PDN lebih rendah dibandingkan bunga yang dikenakan pada sektor swasta. Selain itu penggunaan mata uang rupiah juga mengurangi resiko nilai tukar, apabila dibandingkan dengan kredit yang menggunakan mata uang asing. Selain potensi Bank BUMN dan regulasi yang mendukung menurut kajian Direktorat Perencanaan dan Pengembangan Pendanaan Pembangunan, Bappenas yang berjudul Analisis Pemanfaatan Pinjaman Dalam Negeri Untuk Membiayai Kegiatan Pembangunan Nasional menyebutkan beberapa hal yang perlu menjadi perhatian, antara lain : (i) Adanya potensi crowding out effect apabila kredit yang diserap Pemerintah terlalu besar, yang mengakibatkan kecil penyaluran kredit pada sektor swasta. Hal ini pada muaranya akan menyebabkan menurunnya investasi swasta yang pada akhirnya akan memperlambat perekonomian. (ii) Sebagian sumber dana perbankan BUMN berasal dari dana pihak ketiga yang memiliki jangka pendek, yakni tabungan dan deposito, di sisi lain PDN diarahkan untuk pembiayaan infrastruktur yang memiliki jangka waktu yang panjang. Kemungkinan bisa timbul mismatch pendanaan terkait perbedaan jangka waktu pembiayaan. Adanya potensi mismatch ini perlu direspon dengan kebijakan portofolio yang memeberikan proporsi yang tepat antara kredit jangka panjang dan kredit jangka pendek untuk menjaga tingkat likuiditas perbankan. Pemanfaatan potensi perbankan BUMN dalam kegiatan PDN secara lebih luas perlu dilakukan secara bertahap dan terukur serta melibatkan BI dalam melakukan assesment terhadap penarikan PDN.
Referensi : Direktorat Perencanaan dan Pengembangan Pendanaan Pembangunan, Bappenas

Alexcius Winang

Tinjauan Ekonomi dan Keuangan Juni 2013

19

BUMN/ Korporasi

Kesiapan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Menghadapi ASEAN Economic Community 2015

www.riau24.com

Para pemimpin negara-negara ASEAN telah merumuskan kesepakatan bersama berupa pencapaian ASEAN Community yang terdiri dari tiga pilar utama yang saling terintegrasi, yakni ASEAN Security Community, ASEAN Economic Community dan ASEAN
Socio-Culture Community.

Sedangkan penerapan terlebih dahulu yang akan dilaksanakan pada tahun 2015 adalah ASEAN
Economic Community

dieksploitasi oleh BUMN Indonesia. Peluang dari pelaksanaan AEC pada tahun 2015 adalah akan mendorong arus investasi ke dalam negeri yang akan menciptakan multiplier effect, kemudahan untuk melakukan joint venture, terjadinya percepatan perpindahan arus modal dan manusia, dan meningkatnya transfer teknologi. Sedangkan tantangan yang akan dihadapi oleh perusahaan BUMN di Indonesia dengan terjadinya pasar bebas, tanpa ada perlindungan atas barang domestic dan keluar masuk barang maka BUMN harus dapat lebih proaktif menempatkan ASEAN sebagai tujuan ekspor, persaingan perusahaan akan semakin ketat, tuntutan investor asing dan domestik semakin tinggi, konsumen semakin kritis dan memiliki preferensi. Namun dibalik semua itu, beberapa BUMN Indonesia telah melakukan ekspansi terlebih dahulu, seperti PT Wijaya Karya Tbk, PT BNI Tbk, PT Pertamina (Persero) yang sudah membangun kantor perwakilan di Myanmar. Perusahaan BUMN lain pun telah bersiap untuk menyambut pasar tunggal ASEAN ini, misalnya: PT Telkom telah menyiapkan dana Rp 50 miliar untuk mengirim 1000 pegawai keluar negeri guna mempertajam ilmu dan memberikan beasiswa S2 luar negeri. Lain halnya dengan PT Semen Indonesia yang berencana membangun pabrik semen di Vietnam dan Myanmar, pabrik

tersebut direncanakan berkapasitas produksi 1 juta ton dan estmasi biaya yang diperlukan sebesar US$200-250 juta. PT Semen Indonesia juga telah memiliki anak perusahaan di Vietnam dengan proporsi kepemilikan sebesar 70% pada perusahaan Tang Long semen. Bagaimana pun juga masih banyak perusahaan BUMN yang belum siap dalam menghadapi implementasi AEC ini. Ada beberapa hal yang dapat dilakukan perusahaan BUMN dalam menghadapi tantangan ini, adalah: 1. Meningkatkan efisiensi usaha dan kualitas produk 2. Riset pasar dan networking dengan mitra lokal 3. Promosi produk dan mengikuti pameran 4. Mengikuti misi dagang ke negara tujuan ekspor 5. Melakukan sinergitas dengan BUMN lain untuk menjadi Perusahaan yang berdaya saing tinggi Namun diluar hal itu peranan Pemerintah Indonesia harus mampu mengatasi masalah-masalah yang menyebabkan munculnya ekonomi biaya tinggi seperti keterbatasan infrastruktur, biaya atau bunga bank yang masih tinggi, dan banyaknya pungutan liar.

ASEAN Economic Community merupakan wujud nyata dalam rangka menjaga stabilitas politik dan keamanan regional ASEAN, meningkatkan daya saing kawasan secara keseluruhan di pasar dunia, dan mendorong pertumbuhan ekonomi, mengurangi kemiskinan serta meningkatkan standar hidup penduduk Anggota ASEAN. Dengan terwujudnya AEC pada tahun 2015 maka akan terjadi perdagangan bebas antara anggota ASEAN. Tantangan dan hambatan akan semakin komplek namun peluang pasar yang terjadi akan semakin luas dengan potensi ASEAN yang ada. Kawasan ASEAN terdiri dari 10 negara anggota dengan luas total 4,5 juta kilometer persegi dan populasi sekitar 688 juta jiwa, dimana 40% berada di Indonesia. Pertumbuhan ekonomi di kawasan ASEAN mencapai 5-7% per tahun dan total Gross Domestic Product (GDP) sebesar US$ 3,36 triliun. Potensi ASEAN yang begitu besar, harus dapat dimanfaatkan dan

Adji Dharma

20

Tinjauan Ekonomi dan Keuangan Juni 2013

Fiskal dan Regulasi Ekonomi

Perkembangan Devolusi Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) Perdesaan dan Perkotaan

Dalam proses devolusi tersebut, Kementerian Keuangan mengelompokkan daerah menjadi 3 kelompok yaitu kelompok pertama, kelompok kedua, dan kelompok ketiga. Kelompok pertama adalah daerah dengan potensi PBB-P2 yang cukup tinggi, kelompok kedua adalah daerah dengan potensi PBB-P2 yang cukup memadai atau sedang, dan kelompok ketiga adalah daerah dengan potensi PBB-P2 yang kurang memadai atau relatif kecil. Hal ini akan berpengaruh pada semangat dari daerah dalam rangka mempersiapkan proses pemungutan PBB-P2. Kelompok daerah dengan potensi PBB-P2 tinggi akan berusaha memungut PBBP2 dengan segera sementara kelompok dengan potensi Grafik Pertumbuhan PAD Surabaya PBB-P2 rendah akan Devolusi PBB Perdesaan memungut PBB-P2 pada dan Perkotaan didasarkan batas waktu yang pada beberapa dipersyaratkan (1 pertimbangan. Januari 2014) atau Pertimbangan tersebut bahkan sampai saat ini diantaranya adalah karena belum siap sama sekali berdasarkan teori, property dalam pemungutan tax lebih bersifat lokal PBB-P2. (local origin ), visibilitas, objek pajak tidak berpindah-pindah Contoh dari daerah (immobile), dan terdapat yang masuk dalam hubungan erat antara pembayar pajak dan yang kelompok 1 dan juga sebagai pilot project kebijakan menikmati hasil pajak tersebut (the benefit tax-link devolusi PBB-P2 adalah Kota Surabaya. Kota Surabaya principle) . Dengan kondisi tersebut, diharapkan mulai melakukan pemungutan PBB-P2 pada tahun 2011. pemungutan PBB-P2 akan lebih efektif jika dipungut Ketentuan memang membolehkan daerah melakukan oleh daerah karena daerah sebagai pihak yang punya pemungutan PBB-P2 sebelum tahun 2014 jika sudah wilayah tentu lebih memahami karakteristik dan potensi siap. Penerimaan PAD Kota Surabaya meningkat penerimaan PBB-P2. Hal tersebut juga sejalan dengan signifikan dengan adanya devolusi PBB-P2. Sebelum tujuan pemerintah pusat agar PBB-P2 menjadi salah adanya devolusi rata-rata peningkatan PAD adalah satu sumber PAD yang potensial. sebesar 14,03% per tahun. Setahun sebelum devolusi (tahun 2010) PAD Kota Surabaya adalah sebesar ahun 2013 masih menyisakan waktu sekitar beberapa bulan lagi. Sesuai dengan amanah UU Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, 31 Desember 2013 merupakan batas waktu persiapan pengalihan (devolusi) Pajak Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) menjadi pajak daerah. Mulai 1 Januari tahun 2014, Pemerintah Pusat tidak lagi memungut PBB-P2 karena kewenangan pemungutan PBB-P2 telah berpindah pada daerah (Kabupaten/Kota). Jika pada tahun 2014 masih ada daerah yang belum siap melakukan pemungutan, maka potensi penerimaan dari PBB-P2 otomatis akan hilang.

Tinjauan Ekonomi dan Keuangan Juni 2013

21

Masih banyaknya daerah yang bahkan belum menyusun Raperda menandakan bahwa daerah tersebut belum siap untuk memungut PBBP2. Jika dilihat dari potensi penerimaannya yang hanya 1,9 persen......

Rp908.648.000.000,00 dan setelah devolusi (tahun 2011), PAD Kota Surabaya adalah sebesar Rp1.886.514.301.580,72. Hal itu berarti PAD Kota Surabaya meningkat menjadi sekitar 2 kali lipat. Dengan tidak mengesampingkan peran pertumbuhan jenis PAD lainnya, penerimaan PBB-P2 berperan besar dalam menyokong penerimaan Kota Surabaya. Kondisi Kota Surabaya tidak bisa disamaratakan dengan daerah lainnya. Masing-masing daerah mempunyai karakteristik sendiri. Data yang dirilis oleh Direktorat Jenderal Perimbangan keuangan, Kementerian Keuangan menunjukkan gambaran tersebut.

potensi penerimaan PBB-P2 sekitar 1,9 persen dari total penerimaan tahun 2011. Masih banyaknya daerah yang bahkan belum menyusun Raperda menandakan bahwa daerah tersebut belum siap untuk memungut PBB-P2. Jika dilihat dari potensi penerimaannya yang hanya 1,9 persen maka ketidaksiapan tersebut bisa dipahami. Sebelum adanya devolusi, daerah tidak perlu melakukan upaya apapun karena PBB-P2 dipungut oleh pusat dan dibagihasilkan kepada kabupaten/kota dengan prosentase 64,8%. Dengan adanya devolusi, maka daerah mau tak mau harus melakukan upaya untuk melakukan pemungutan sendiri PBB-P2. Dalam hal ini, daerah yang masuk dalam kelompok ketiga dengan potensi penerimaan PBB-P2 yang rendah memang mengalami dilema. Jika dipaksakan justru bisa membuat biaya pemungutan melebihi hasil pemungutan. Pemerintah daerah bukanlah entitas yang berorientasi mencari keuntungan layaknya perusahaan. Dalam pelaksanaan pemungutan pajak, pola pikir perusahaan yang mempertimbangkan untung rugi juga harus diterapkan. Pajak daerah sendiri harus memenuhi kriteria potensi pajak memadai yang artinya hasil penerimaan pajak harus lebih besar dari biaya pemungutan. Namun demikian, jika kita memperhatikan hal yang terjadi pada perusahaan, bukankah banyak perusahaan yang mendapatkan keuntungan setelah beberapa tahun beroperasi? Oleh karena itu, daerah dengan potensi penerimaan PBB-P2 rendah tidak boleh mengabaikan kebijakan devolusi PBB-P2. Segala persiapan tetap harus ditempuh terutama mengenai penyusunan database perpajakan. Jika tahun ini potensinya masih rendah maka perlu dilakukan upaya agar pada masa mendatang potensinya berkembang.
Referensi: Kementerian Keuangan 2010, 2012 dan 2013.

Kesiapan Daerah dalam Memungut PBB-P2 (Posisi 18 Maret 2013)

Sumber: Kementerian Keuangan, 2013

Dari tabel tersebut diatas dapat dilihat bahwa terdapat 284 daerah atau 57,7 persen dari jumlah daerah yang telah menetapkan Perda PBB-P2 dengan rincian 1 daerah memungut pada tahun 2011, 17 daerah daerah memungut pada tahun 2012, 105 daerah pada tahun 2013, dan 161 daerah memungut pada tahun 2014. Potensi PBB-P2 dari 284 daerah tersebut mencakup sekitar 93,9 persen dari total penerimaan PBB-P2 tahun 2011. Sementara itu, terdapat 107 daerah atau 21,8 persen dari jumlah daerah yang masih dalam proses menetapkan Perda PBB-P2 dengan potensi penerimaan PBBP2 sekitar 4,2 persen dari total penerimaan PBB-P2 tahun 2011. Daerah lainnya sebanyak 101 daerah atau 20,5 persen dari jumlah daerah yang belum menyusun Raperda PBB-P2 dengan

Ahmad Rifai Sapta

22

Tinjauan Ekonomi dan Keuangan Juni 2013

Kolom MP3EI

Menjawab Kebutuhan SDM dan IPTEK Nasional: Pembangunan Institut Teknologi Kalimantan (ITK)
perkembangan teknologi di Indonesia sampai saat ini masih berlangsung lambat, sehingga diperlukan pengembangan lembaga pendidikan tinggi teknologi yang ada di Indonesia. Data dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Nasional 2010 menunjukan jumlah pendaftar untuk bidang studi teknik atau teknologi sebanyak 325.156 orang dan jumlah mahasiswa baru yang berhasil diterima sebanyak 140.501 orang. Hal lain yang patut untuk diperhatikan adalah terjadinya krisis lulusan bidang sains dan teknologi di Indonesia. Data Persatuan Insinyur Indonesia (PII) memperlihatkan sedikitnya diperlukan 92.000 lulusan bidang sains dan teknologi baru setiap tahun. Namun dalam kenyataannya, hingga saat ini Indonesia hanya mampu menyetak 42.000 lulusan bidang sains dan teknologi tiap tahunnya. Dalam konteks MP3EI, permasalahan ini menjadi satu hambatan tersendiri karena ketersediaan lulusan bidang sains dan teknologi sangat dibutuhkan dalam berbagai proyek MP3EI. Bahkan Menko Perekonomian, Ir. Hatta Rajasa, sudah mensinyalir program MP3EI memiliki ancaman kelangkaan lulusan bidang sains dan teknologi yang mampu menangani ribuan proyek. Indonesia baru memiliki dua kampus Institut Teknologi Negeri yaitu Institut Teknologi Bandung (ITB) dan Institut Teknologi Sepuluh November (ITS). Dengan menimbang luas wilayah Indonesia, tingginya pertumbuhan penduduk dan pesebarannya, serta tingginya tuntutan bagi pemenuhan pesebaran ilmu pengetahuan dan teknologi di Indonesia maka upaya untuk membangun Kampus Institut Teknologi Negeri di wilayah luar Jawa menjadi hal yang penting. Kesadaran ini mendorong pemerintah untuk membangun Institut Teknologi baru di wilayah Kalimantan. Kalimantan merupakan daerah dengan integrasi ekonomi yang baik dan dapat menjadi modal untuk menjadi basis industri baru dalam negeri. ITK saat ini sedang berada dalam tahap pembangunan. Pada akhirnya, pembangunan Institut Teknologi Kalimantan diharapkan dapat menjadi salah satu jawaban atas kebutuhan SDM dan IPTEK di bidang sains dan teknologi. Terutama sejalan dengan tujuan MP3EI untuk melakukan percepatan pembangunan ekonomi sampai tahun 2025.

Salah satu dari tiga strategi utama pelaksanaan MP3EI adalah peningkatan kemampuan SDM dan IPTEK Nasional, melalui program pembangunan Instistut Teknologi Kalimantan. Sebagai salah satu strategi utama, strategi ini dinilai sangat penting untuk era ekonomi berbasis pengetahuan, mesin pertumbuhan ekonomi sangat bergantung pada kapitalisasi hasil penemuan menjadi produk inovasi. Dengan demikian peran SDM yang berpendidikan menjadi kunci utama dalam mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan. Untuk mendukung hal tersebut maka sistem pendidikan harus mampu menghasilkan tenaga kerja yang unggul, produktif, dan mampu menerapkan IPTEK yang dibutuhkan untuk meningkatkan nilai tambah kegiatan ekonomi yang berkelanjutan. Peningkatan kualitas dapat ditempuh melalui jalur pendidikan tinggi. Pada tahun 2009, Angka Partisipasi Kasar (APK) perguruan tinggi, 22 persen, berada di peringkat bawah dibandingkan dengan negara-negara Asia Tenggara lainnya. Dengan kata lain, hanya 22 persen dari penduduk Indonesia yang berusia 19-24 tahun merasakan pendidikan tinggi. Angka tersebut masih jauh dibawah target dari Kementerian Pendidikan dan Budaya (Kemendikbud) yaitu 30 persen pada tahun 2014, sesuai dengan Rencana Strategis.

Gambar 1 . Perbandingan Angka Partisipasi Kasar Perguruan Tinggi Indonesia, Filipina, Malaysia, dan Thailand, 2009 Sumber: World Bank, 201 2

Dalam rangka mendukung upaya percepatan pembangunan nasional yang sejalan dengan program pemerintah dalam MP3EI, salah satu dukungan SDM dan IPTEK utama adalah bidang sains dan teknologi. Seperti dikatakan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia M. Nuh, Peningkatan nilai tambah terhadap sumber daya alam memerlukan sumber daya sains dan teknologi untuk menghasilkan inovasi produk dan inovasi proses. Selain itu, sains dan teknologi sangat diperlukan sebagai driver dan enabler pengembangan industri(2011). Harus diakui bahwa

Selly Galvani

Tinjauan Ekonomi dan Keuangan Juni 2013

23

KUR dan UKM

Realisasi Penyaluran KUR Periode Mei 2013

"Dilihat dari sektor yang menerima KUR pada bulan Mei 2013, sektor perdagangan mendapatkan KUR terbanyak hingga 65%. Selanjutnya, untuk urutan kedua adalah sektor pertanian yang mencapai 16%"

Penyaluran KUR pada bulan Mei 2013 terjadi peningkatkan hingga Rp 3,8 triliun dibandingkan bulan sebelumnya, sebesar Rp 3,4 triliun dengan jumlah debitur sebanyak 223,519 orang. Sejak bulan November 2007 hingga Mei 2013 total penyaluran KUR mencapai Rp 115 triliun dengan jumlah debitur tercatat sebanyak 8,68 juta orang. Rata-rata setiap debitur mendapatkan kredit sebesar Rp 13,3 juta per orang dengan tingkat NPL 4,5%. Bank BRI merupakan bank penyalur tertinggi, khususnya BRI Mikro yang telah menyalurkan hingga bulan Mei 2013 sebesar Rp 56 triliun. Selanjutnya KUR Ritel BRI telah menyalurkan sebesar Rp 14,4 triliun. Jumlah masing-masing debitur sebesar 7,9 juta orang dan 87.459 orang untuk KUR Ritel BRI. Sementara itu penyaluran KUR melalui BPD bulan Mei 2013 sebesar Rp 34,9 milliar dengan jumlah debitur sebanyak 423 orang. Penyaluran melalui BPD periode November 2007 hingga Mei 2013, penyalur tertinggi adalah Bank Jatim diikuti Bank Jabar Banten masing-masing sebesar Rp 3,54 triliun dan Rp 2,58 triliun

dengan jumlah debitur sebesar 33.830 orang dan 23.610 orang dengan tingkat rata-rata NPL sebesar 8,3%. Dilihat dari sektor yang menerima KUR pada bulan Mei 2013, sektor perdagangan mendapatkan KUR terbanyak hingga 65%. Selanjutnya, untuk urutan kedua adalah sektor pertanian yang mencapai 16%. Berdasarkan sebaran regional penyaluran tertinggi tercatat pada provinsi Jawa Tengah, Jawa Timur dan Jawa Barat dengan penyaluran masing-masing sebesar Rp 17,7 triliun, Rp 17,4 triliun dan Rp 14,7 triliun. Untuk laporan penyaluran KUR TKI juga mengalami peningkatan dari segi debitur dan penyaluran. Pada bulan Mei 2013 tercatat penyaluran KUR TKI mencapai Rp 52.3 miliar dengan jumlah debitur sebanyak 4.489 TKI. Beberapa negara tujuan TKI yang menerima penyaluran KUR TKI diantaranya adalah Korea, Malaysia, Brunei Darussalam dan Hongkong.

Windy Pradipta

24

Tinjauan Ekonomi dan Keuangan Juni 2013

Forum Kajian Pembangunan

Transformasi Kebijakan Penanggulangan Kemiskinan di Indonesia


rawan miskin. Kedua, perlu adanya targeted policy yang menjamin dan mendorong akses pada pendidikan, kesehatan dan pekerja bagi mereka kelompok miskin. Ketiga, program penanggulangan kemiskinan dirancang juga untuk membuat lmereka tahan terhasap gejolak krisis.
Targeted policy ini kemudian diterjemahkan dalam

Kemiskinan masih menjadi prioritas kebijakan di Indonesia. Banyak alasan kenapa topik ini patut menjadi perhatian utama seluruh pihak yang berkepentingan. Pertama, tingkat kemiskinan di Indonesia masih tinggi. Hingga tahun 2012 jumlah penduduk miskin masih 12 persen (29 juta dari 240 juta). Kedua, tingginya jumlah penduduk yang berada di area rawan miskin (vulnerable). Berdasarkan data yang dirilis oleh TNP2K hingga tahun 2012, 40 persen penduduk masih berada di area ini. Ketiga, masih tingginya tingkat ketimpangan antar penduduk di Indonesia. Pada tahun 2008-2012 pertumbuhan ekonomi kelompok miskin hanya 2 persen jauh lebih rendah dibandingkan kelompok kaya yang tumbuh 9 persen. Sudah banyak program yang dilakukan pemerintah dan lembaga terkait lain dalam penanggulangan kemiskinan. Kalau kita lihat dulu hampir tidak ada kebijakan yang langsung ditargetkan pada kelompok miskin. Kebijakan yang banyak dilakukan adalah berfokus pada peningkatan pertumbuhan ekonomi makro secara umum yang dikombinasikan dengan pembangunan infrastruktur di daerah rural. Namun, berdasarkan penelitian TNP2K ditunjukkan bahwa model kebijakan ini tidak signifikan dalam penanggulagan kemiskinan, walau secara statistik kala itu terjadi penurunan angka kemiskinan, terbukti saat terjadi krisis kelompok ini kembali terjun dalam kemiskinan. Secara umum lack of social safety net dan social protection yang menjadi masalahnya.

berbagai model program yang disesuaikan dengan kebutuhan.Pelaksanaan program dibagi menjadi tiga kluster besar. Kluster satu fokus pada program pengembangan rumah tangga miskin, seperti BLT, PKH, BSM, Raskin. Kluster dua ditujukan pada pengembangan komunitas dengan turunan program seperti PNPM. Sedangkan kluster tiga ditargetkan pada perluasan usaha kecil dan kewirausaan.

Tantangan kebijakan

Sejak tahun 2009 model penanggulangan kemiskinan ini dilakukan sudah banyak progres yang dirasakan di Indonesia, penduduk miskin khususnya. Namun demikian masih banyak tantangan yang dihadapi dalam pelaksanaannya. Diantaranya, pertama, buruknya data base kependudukan khsusunya data kemiskinan di Indonesia. Hal ini yang seringkali membuat program yang dirancang dengan baik tidak optimal dalam prakteknya di lapangan. Kedua, masih lemahnya kinerja birokrasi di Indonesia yang seringkali memperlambat proses pelaksanan program. Ketiga, paska desentralisasi terdapat aturan yang memisahkan kewenangan dalam pendanan. Sebagai contoh, dalam penanggulangan kemiskinan salah satu faktor penting adalah ketersediaan infrastruktur dasar sedangkan tidak semua daerah memiliki fokus yang sama dengan program penanggulangan kemiskinan dari pusat. Program yang lebih adaptif dan menggunakan pendekatan keperilakuan (behavioral aproach ) menjadi titik cerah baru penanggulangan kemiskinan di Indonesia. Namun betapapun baiknya rancangan program ini akan tidak optimal bila dalam pelaksanaannya bila salah dalam menurunkan bentuk praktis dan teknisnya di masyarakat dan model pemerintahan Indonesia yang unik. Sehingga, keberhasilan model baru ini sangat bergantung pada banyak pihak yang terkait dan masyarakat miskinnya sendiri.

Era baru penanggulangan kemiskinan

Berdasarkan kondisi aktual dan pengalaman di masa lampau tersebut maka sekarang dibutuhkan metode penanggulangan kemiskinan yang baru lebih adaptif. Metode yang dilakukan dirubah dari pendekatan general economic development menjadi targeted policy. Dalam jangka panjang secara simultan pendekatan social insurance juga perlu terus dikembangkan. Pentingnya pendekatan yang lebih tertaget ini ditujukan untuk mampu mengakomodasi fenomena kemiskinan di Indonesia. Pertama, dynamic poverty. Program kemiskinan harus didisain tidak hanya untuk mendorong penduduk miskin keluar dari kemiskinannya namun juga harus mampu membuat mereka lepas dari kerentanan. Sebagai contoh, pada tahun 2009 terdapat 14,7 juta yang lepas dari kemiskinan. Namun, 13,2 juta orang kembali jatuh ke jurang kemiskinan karena krisis. Hal ini terjadi karena pemerintah tidak mampu memberikan social assistance bagi mereka yang berada di wilayah

Riski Raisa Putra

Tinjauan Ekonomi dan Keuangan Juni 2013

25

Laporan Kegiatan

Propaganda Model Baru Pertumbuhan Global


Laporan Delegasi RI Pada Acara ST. Petersburg International Economic Forum 2013 Rusia, 20 22 Juni 2013

Presiden Putin menegaskan akan mengalihkan fokus investasi Rusia ke Asia dan akan membelanjakan US$13,7 untuk infrastruktur jalan dan kereta cepat trans-Siberia...

Saint Petersburg International Economic Forumke-17 tahun 2013 (SPIEF) tergolong pertemuan diskusi panel bergengsi para pelaku bisnis dan pakar ekonomi kelas dunia sekaligus ajang promosi Pemerintah Rusia. SPIEF ke-17 tahun 2013 mengusung tema utama mencari solusi bagi pembangunan ekonomi global yang baru. Kata baru mengandung arti sebagai upaya promosi Rusia yang memanfaatkan kepemimpinannya dalam G20 untuk mengenalkan pendekatan, pemikiran dan model baru pertumbuhan ekonomi yang lebih stabil dan berkelanjutan dengan basis inovasi, teknologi dan sumber daya manusia yang lebih unggul. Topik diskusi SPIEF 2013 meliputi pengendalian pertumbuhan ekonomi BRICS, percepatan investasi sektor energi dan infrastruktur Rusia, kerjasama ekonomi Rusia dengan Amerika Serikat, Asia Tenggara, Eropa dan India, dan peran bank sentral dalam pertumbuhan ekonomi. Presiden Rusia, Vladimir Putin dan Kanselir Jerman, Angle Merkel turut hadir menjadi pembicara. Pengaruh kuat ekonomi Rusia pada kawasan Eropa berhasil menarik kehadiran pengusahapengusaha besar Eropa,seperti Paul Polman, CEO Unilever dan Randolf Rodenstock, pewaris produsen lensa optik kelas dunia. Rusia mengambil pelajaran penting dari kejatuhan ekonomi Eropa yang berdampak secara langsung pada sektor energi Rusia. Selain itu, Rusia tengah membidik pasar-pasar baru di

kawasan Asia yang lebih menjanjikan.Topik diskusi SPIEF menyentuh kerangka pikir model pertumbuhan ekonomi berbasis energi, inovasi dan infrastruktur .Diskusi dibagi dalam 4 pokok bahasan,terdiri dari: (1) Agenda Pertumbuhan Global bagiandari G-20, (2) Landasan Pertumbuhan Berkelanjutan, (3) Cakrawala Baru Rusiadan (4) Katalisator Baru Perubahan,total membahas 63 topik selama 3 hari perhelatan. Dalam diskusi panel, Presiden Putin menegaskan akan mengalihkan fokus

investasi Rusia ke Asia dan akan membelanjakan US$13,7 untuk infrastruktur jalan dan kereta cepat trans-Siberia. Jalur Trans-Siberia ini akan menjadi arteri koneksi antara kawasan Eropa dan Asia-Pasifik. Pengalihan fokus investasi Rusia sebenarnya terindikasisejak kesepakatan suplai migas Rusia ke China yang akan diikuti pembangunan jaringan pipa gas jarak jauh.

26

Tinjauan Ekonomi dan Keuangan Juni 2013

Kesepakatan ini sebagai respon Rusia setelah Gazprom, suplier Gas terbesar Rusia ke Eropa kehilangan dominasi pasar LNG di Eropa terimbas krisis Eropa Salah satu diskusi panel membahas krisis kapitalisme dengan mengkaji keruntuhan negara berbasis pasar bebas untuk menggali perbedaan pandangan dampak kapitalisme, liberalisasi dan globalisasi serta upaya untuk mengendalikannya. Beberapa panelis menyatakan bahwa kapitalisme memberikan manfaat sekaligus membawa masalah. Manfaat kapitalisme berupa pertumbuhan lapangan kerja yang pesat dan transformasi teknologi, sedangkan masalah yang terjadi berupa ketidakpastian yang timbul sebagai episentrum krisis terstruktur. Era globalisasi membuat aliran kapital semakin bebas bergerak, memicu ketidakpastian dan spekulasi yang menimbulkan ketidakseimbangan pasar. Selain itu, kapitalisme sebenarnya mengajak masyarakat untuk berpikir kompetisi dan berinovasi menghasilkan keunggulan produk. Inovasi dapat membentuk kekuatan penetrasi dan dominasi pasar lalu berevolusi menjadi kekuatan industri dan keuangan untuk menggerakkan kapital. Diskusi lain membahas resiliansi dan kompetisi daerah dalam menarik investasi. Upaya agresif daerah menarik investasi dapat menimbulkan persaingan antar daerah yang mempunyai tujuan

sama, sehingga terjadi tarikmenarik sumber daya antara kawasan yang unggul dengan yang harus bertahan. Resiliansi dan kompetisi wilayah juga terjadi di Rusia. Moscow selama ini menjadi sentral atensi investor dan tujuan migrasi penduduk Rusia karena memiliki prasarana penunjang investasi yang lebih lengkap. Struktur demografi menjadi faktor makro berpengaruh pada aliran investasi yang mengarah pada teritorial. Tetapi kontrol makro saja tidak cukup untuk mengakomodasi minat investasi, sehingga kebijakan harus memiliki target spesifik. Struktur proyek antar teritorial yang kompleks justru membuat kompetisi makin ketat dan tidak ramah investasi, sehingga rancangan pengembangan daerah harus mudah dilakukan dan tidak glamour. Agenda lain membahas rencana rekomendasi perluasan kesempatan kerja tentang prinsip kualitas pemagangan (apprenticeships). B20 dan L20 sepakat mengusung

tenaga kerja usia muda (youth employment) sebagai prioritas paling utama bagi pemberi kerja. Sistem pemagangan diusulkan sebagai kombinasi antara pelatihan di tempat kerja (workplace-based) dan di tempat pelatihan khusus (off-the-job training) karena terbukti berhasil meningkatkan kemampuan dan keahlian tenaga kerja. Sistem pemagangan juga menjadi bagian promosi program pendidikan dan latihan yang menjadi jembatan antara dunia pendidikan dan kerja.

Edi Prio Pambudi

Tinjauan Ekonomi dan Keuangan Juni 2013

27

Laporan Kegiatan
Penyesuaian Harga BBM dan Program Kompensasi
Melalui pertimbangan yang matang, Pemerintah melalui Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 1 8 Tahun 201 3 menyesuaikan harga bensin (gasoline) RON 88 dan minyak solar (gas oil) bersubsidi. Penyesuaian harga ini mulai berlaku pada tanggal 22 Juni 201 3 pukul 00.00 WIB, dengan rincian sebagai berikut:

5) Program Percepatan dan Perluasan Pembangunan Infrastruktur (P4I) , terdiri dari:

a. Program Infrastruktur Permukiman yang mencakup 13.000 desa dan 1.200 kelurahan. b. Program Sistem Penyediaan Air Minum yang mencakup 159 kawasan di 28 provinsi, 341 kawasan perkotaan di 31 provinsi, dan 260 desa rawan air di 29 provinsi. c. Program Infrastruktur Sumberdaya Air di 27 provinsi

dengan membawa identitas pendukung, misalnya Kartu Keluarga (KK), Kartu Tanda Penduduk (KTP), atau Surat Keterangan Domisili. PT. Pos mulai hari Sabtu tanggal 22 Juni 2013 mulai membagikan BLSM di 14 kota besar. Menko Perekonomian Hatta Rajasa memantau langsung menyaluran BLSM di Kantor Pos Mampang Prapatan, Jakarta Selatan, Sabtu pagi 22 Juni 2013. Dalam kesempatan itu, Menko Perekonomian menjelaskan bahwa bantuan yang diberikan pemerintah kali ini sangat berbeda dengan bantuan-bantuan sebelumnya. BLSM yang sekarang ini lebih terkoordinasi dengan baik serta dipantau langsung oleh pemerintah. Menurutnya, kemungkinan penyelewengan dana BLSM itu sangat kecil sekali, karena sistemnya lebih baik dan lebih tertib. Selain itu, Menko Perekonomian, Hatta Rajasa juga mengatakan bahwa BLSM diberikan langsung kepada masyarakat yang membutuhkan sebagai kompensasi atas kebijakan pemerintah yang menaikkan harga BBM bersubsidi.

Seiring dengan penyesuaian harga BBM bersubsidi, pemerintah akan melaksanakan program kompensasi guna menjaga daya beli masyarakat yang rentan dari kemungkinan kenaikan harga kebutuhan dasar.

Program Kompensasi

Pemerintah telah menyiapkan Program Kompensasi yang menyasar Rumah Tangga miskin dan rentan, sebagai berikut:

1) Program Bantuan Langsung

Sementara Masyarakat (BLSM), yaitu bantuan tunai sebesar Rp150.000 selama 4(empat)bulan untuk sekitar 15,5 juta Rumah Tangga miskin dan rentan yang akan dibayarkan sebanyak 2(dua)kali, atau Rp300.000 per pembayaran.

2) Tambahan alokasi beras dari Program RASKIN , sebanyak 15 kg

per Rumah Tangga selama 3 bulan yaitu Juni, Juli, dan September 2013. Sehingga untuk bulan-bulan tersebut alokasi beras per Rumah Tangga menjadi 30 kg.

rawan air. Untuk dapat mengakses Program BLSM, RASKIN, dan BSM, Pemerintah telah menerbitkan Kartu Perlindungan Sosial (KPS) yang dibagikan secara langsung kepada 15,5 juta Rumah Tangga miskin dan rentan secara bertahap. Pengiriman untuk seluruh Rumah Tangga Sasaran diharapkan selesai pada akhir Juni 2013. Cakupan ini merupakan 25% dari seluruh rumah tangga dengan status sosial ekonomi terendah di Indonesia. Mekanisme pemutakhiran daftar Rumah Tangga Sasaran telah disiapkan untuk mengganti Rumah Tangga yang dianggap tidak tepat, melalui Musyawarah Desa/Kelurahan. Rumah Tangga Pengganti hasil Musyarawah Desa/Kelurahan akan mendapat Surat Keterangan Rumah Tangga Miskin (SKRTM) dari Kepala Desa/Lurah dan kemudian akan mendapatkan KPS baru. Masyarakat pemegang KPS secara bertahap dapat mengambil BLSM

3) Tambahan nilai bantuan dan jumlah cakupan siswa penerima Bantuan Siswa Miskin (BSM) ,

sehingga dari cakupan sebelumnya sebesar 8,7 juta anak usia sekolah menjadi 16,6 juta anak usia sekolah.

Referensi: Bagian Hubungan Masyarakat, Kemenko Perekonomian

4) Tambahan nilai bantuan untuk 2,4 juta Rumah Tangga peserta Program Keluarga Harapan (PKH) , dari rata-rata sebesar Rp1,4
Juta per tahun menjadi Rp1,8 Juta per tahun.

Predi Muliansyah

28

Tinjauan Ekonomi dan Keuangan Juni 2013

Selamat Menjalankan Ibadah Puasa Bagi Umat Muslim


Ramadhan 1433 H

Untuk informasi lebih lanjut hubungi : Redaksi Tinjauan Ekonomi dan Keuangan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Gedung Sjafruddin Prawiranegara (d.h. Gd. PAIK II) Lantai 4 Jalan Lapangan Banteng Timur No. 24 Jakarta, 10710 Telepon. 0213521843, Fax. 0213521836 Email : tinjauan.ekon@gmail.com Tinjauan Ekonomi dan Keuangan dapat didownload pada website www.ekon.go.id

Anda mungkin juga menyukai