Anda di halaman 1dari 15

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Mahkota Dewa 2.1.1 Sekilas tentang tanaman mahkota dewa Mahkota dewa (Phaleria macrocarpa Boerl) merupakan tanaman obat yang

sudah dikenal dan saat ini semakin diminati oleh masyarakat. Tanaman yang berasal dari Papua berkhasiat untuk mengobati luka, diabetes, lever, flu, alergi, sesak nafas, desentri, penyakit kulit, diabetes, jantung, ginjal, kanker, darah tinggi, asam urat, penambah stamina, ketergantungan narkoba, dan pemicu kontraksi rahim. Tanaman mahkota dewa mempunyai zat aktif seperti alkaloid, saponin, flavonoid, dan polifenol. Masing-masing zat aktif tersebut mempunyai manfaatnya sendiri. Alkaloid bersifat detoksifikasi yang dapat menetralisir racun di dalam tubuh. Saponin mempunyai manfaat sebagai sumber anti bakteri dan anti virus, untuk meningkatkan sistem kekebalan tubuh, untuk meningkatkan vitalitas, untuk mengurangi kadar gula dalam darah, untuk mengurangi penggumpalan darah. Flavonoid bermanfaat untuk melancarkan peredaran darah ke seluruh tubuh dan mencegah terjadinya penyumbatan pada pembuluh darah, untuk mengurangi kandungan kolestrol serta mengurangi penumbuhan lemak pada dinding pembuluh darah, untuk mengurangi kadar risiko penyakit jantung koroner, membantu mengurangi rasa askit terjadi perdarahan atau pembengkakan dan berfungsi sebagai antioksidan. Polifenol berfungsi sebagai anti histamin atau anti alergi. Buah mahkota dewa mengandung alkaloid, saponin, flavonoid dan polifenol dan ekstrak daunnya dapat memberikan efek antihistamin. Biji buah mahkota dewa mengandunng tiga asam lemak yang terdiri dari asam palmitat, asam oleat, dan asam linoleat. Daging buah mahkota dewa mempunyai efek hipoglikemik (dapat menurunkan kadar gula dalam darah). Daun serta buah mahkota dewa mengandung saponin dan flavonoid yang mempunyai efek antihistamin. Mahkota dewa juga memberikan efek terhadap uterus, efek sitosik pada sel kanker rahim, efek hipoglikemik, hepatoprotektor, antiinflamasi, histopatologik pada hati, ginjal, lambung, ovarium, uterus, pangkreas, serta antibakteri.

2.1.2 Morfologi tanaman mahkota dewa Tumbuhan berbentuk pohon, berumur panjang (perenial), tinggi 1 - 2,5 m. Akar tunggang. Batang berkayu, silindris, tegak, warna cokelat, permukaan kasar, percabangan simpodial, arah cabang miring ke atas. Daun tunggal, bertangkai pendek, tersusun berhadapan (folia oposita), warna hijau tua, bentuk jorong hingga lanset, panjang 7 - 10 cm, lebar 2 - 2,5 cm, helaian daun tipis, ujung dan pangkal runcing, tepi rata, pertulangan menyirip (pinnate), permukaan licin, tidak pernah meluruh Bunga tunggal, muncul di sepanjang batang dan ketiak daun, bertangkai pendek, mahkota berbentuk tabung (tubulosus) - berwarna putih Buah bulat, panjang 3 - 5 cm, buah muda berwarna hijau setelah tua menjadi merah, bentuk dengan biji bulat, keras - berwarna cokelat, daging buah berwarna putih - berserat dan berair Perbanyaan Generatif (biji).

2.1.3 Klasifikasi tanaman mahkota dewa Kingdom : Plantae (Tumbuhan)

Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh) Super Divisio : Spermatophyta (Menghasilkan biji) Divisio Classis Subclassis Ordo Familia Genus Species : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga) : Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil) : Rosidae : Myrtales : Thymelaeaceae : Phaleria : Phaleria macrocarpa (Scheff) Boerl.

2.2 Senyawa Flavonoid Senyawa flavonoida sebenarnya terdapat pada semua bagian tumbuhan termasuk daun, akar, kayu, kulit, tepung sari, bunga, buah, dan biji. Kebanyakan flavonoida ini berada di dalam tumbuh tumbuhan kecuali alga. Namun ada juga flavonoida yang terdapat dalam hewan, misalnya dalam kelenjar bau berang berang dan sekresi lebah. Dalam sayap kupu kupu dengan anggapan bahwa flavonoida berasal dari tumbuh tumbuhan yang menjadi makanan hewan tersebut dan tidak dibiosintesis di dalam tubuh mereka. Penyebaran jenis

flavonoida pada golongan tumbuhan yang tersebar yaitu angiospermae, klorofita, fungi, briofita (Markham, 1988).

Kerangka dasar senyawa flavonoida 2.2.1 Struktur dasar senyawa flavonoida Senyawa flavonoida adalah senyawa yang mengandung C15 terdiri atas dua inti fenolat yang dihubungkan dengan tiga satuan karbon. Struktur dasar flavonoida dapat digambarkan sebagai berikut :

Cincin A adalah karakteristik phloroglusinol atau bentuk resorsinol tersubstitusi Namun sering terhidroksilasi lebih lanjut :

Cincin B adalah karakteristik 4-, 3,4-, 3,4,5- terhidroksilasi

R = R = H, R = OH R = H, R = R = OH R = R = R = OH (juga, R = R = R = H) (Sastrohamidjojo, 1996).

2.2.2

Klasifikasi senyawa Flavonoida Flavonoida mengandung sistem aromatik yang terkonjugasi sehingga menunjukkan pita serapan kuat pada daerah spektrum sinar ultraviolet dan spectrum sinar tampak, umumnya dalam tumbuhan terikat pada gula yang disebut dengan glikosida (Harbone, 1996). Menurut Robinson (1995), flavonoida dapat dikelompokkan berdasarkan keragaman pada rantai C3 yaitu :

2.2.2.1 Flavonol Flavonol paling sering terdapat sebagai glikosida, biasanya 3-glikosida, dan aglikon flavonol yang umum yaitu kamferol, kuersetin, dan mirisetin yang berkhasiat sebagai antioksidan dan antiimflamasi. Flavonol lain yang terdapat di alam bebas kebanyakan merupakan variasi struktur sederhana dari flavonol. Larutan flavonol dalam suasana basa dioksidasi oleh udara tetapi tidak begitu cepat sehingga penggunaan basa pada pengerjaannya masih dapat dilakukan.

Flavonol 2.2.2.2 Flavon Flavon berbeda dengan flavonol dimana pada flavon tidak terdapat gugusan 3hidroksi. Hal ini mempunyai serapan UV-nya, gerakan kromatografi, serta reaksi warnanya. Flavon terdapat juga sebagai glikosidanya lebih sedikit daripada jenisglikosida pada flavonol. Flavon yang paling umum dijumpai adalah apigenin dan luteolin. Luteolin merupakan zat warna yang pertama kali dipakai di Eropa. Jenis

yang paling umum adalah 7-glukosida dan terdapat juga flavon yang terikat pada gula melalui ikatan karbon-karbon. Contohnya luteolin 8-C-glikosida. Flavon dianggap sebagai induk dalam nomenklatur kelompok senyawa flavonoida.

Flavon 2.2.2.3 Isoflavon Isoflavon merupakan isomer flavon, tetapi jumlahnya sangat sedikit dan sebagai fitoaleksin yaitu senyawa pelindung yang terbentuk dalam tumbuhan sebagai pertahanan terhadap serangan penyakit. Isoflavon sukar dicirikan karena reaksinya tidak khas dengan pereaksi warna manapun. Beberapa isoflavon (misalnya daidzein) memberikan warna biru muda cemerlang dengan sinar UV bila diuapi amonia, tetapi kebanyakan yang lain tampak sebagai bercak lembayung yang pudar dengan amonia berubah menjadi coklat.

Struktur Isoflavon 2.2.2.4 Flavanon

Flavanon terdistribusi luas di alam. Flavanon terdapat di dalam kayu, daun dan bunga. Flavanon glikosida merupakan konstituen utama dari tanaman genus prenus dan buah jeruk ; dua glikosida yang paling lazim adalah neringenin dan hesperitin, terdapat dalam buah anggur dan jeruk.

Struktur Flavonon 2.2.2.5 Flavanonol Senyawa ini berkhasiat sebagai antioksidan dan hanya terdapat sedikit sekali jika dibandingkan dengan flavonoida lain. Sebagian besar senyawa ini diabaikan karena konsentrasinya rendah dan tidak berwarna.

Struktur Flavononol 2.2.2.6 Katekin Katekin terdapat pada seluruh dunia tumbuhan, terutama pada tumbuhan berkayu. Senyawa ini mudah diperoleh dalam jumlah besar dari ekstrak kental Uncaria gambir dan daun teh kering yang mengandung kira-kira 30% senyawa ini. Katekin berkhasiat sebagai antioksidan.

Struktur Katekin 2.2.2.7 Leukoantosianidin Leukoantosianidin merupakan senyawa tan warna, terutama terdapat pada tumbuhan berkayu. Senyawa ini jarang terdapat sebagai glikosida, contohnya melaksidin, apiferol.

Struktur Leukoantosianidin 2.2.2.8 Antosianin Antosianin merupakan pewarna yang paling penting dan paling tersebar luas dalam tumbuhan. Pigmen yng berwarna kuat dan larut dalam air ini adalah penyebab hampir semua warna merah jambu, merah marak , ungu, dan biru dalam daun, bunga, dan buah pada tumbuhan tinggi. Secara kimia semua antosianin merupakan turunan suatu struktur aromatik tunggal yaitu sianidin, dan semuanya terbentuk dari pigmen sianidin ini dengan penambahan atau pengurangan gugus hidroksil atau dengan metilasi atau glikosilasi.

Struktur Antosianin 2.2.2.9 Khalkon Khalkon adalah pigmen fenol kuning yang berwarna coklat kuat dengan sinar UV bila dikromatografi kertas. Aglikon flavon dapat dibedakan dari glikosidanya, karena hanya pigmen dalam bentuk glikosida yang dapat bergerak pada kromatografi kertas dalam pengembang air (Harborne, 1996).

Struktur Khalkon 2.2.2.10 Auron Auron berupa pigmen kuning emas yang terdapat dalam bunga tertentu dan briofita. Dalam larutan basa senyawa ini berwarna merah ros dan tampak pada

kromatografi kertas berupa bercak kuning, dengan sinar ultraviolet warna kuning kuat berubah menjadi merah jingga bila diberi uap amonia (Robinson, 1995).

Stuktur Auron

Prazat utama flavonoida sendiri sudah diketahui tanpa keraguan sebagai hasil dari banyak percobaan, tetapi masih banyak pertanyaan yang belum terjawab Prazat utama flavonoida sendiri sudah diketahui tanpa keraguan sebagai hasil dari banyak percobaan, tetapi masih banyak pertanyaan yang belum terjawab mengenai jalur rinci yang diikuti. Sering teramati bahwa dalam spesies tumbuhan tertentu semua flavoida yang berbeda-beda mempunyai pola hidroksilasi cincin yang sama, perbedaan hanya terdapat asetilasi, glikosilasi, dan struktur bagian C-3. Pengamatan ini menunjukkan bahwa terdapat senyawa antara C-15 yang umum diubah menjadi berbagai senyawa flavonoida setelah pola hidroksilasi cincin terbentuk. Akan tetapi, tampaknya berbagai gugus hidroksil ini sesungguhnya dimasukkan pada tahap yang berlainan dalam sintesis. Misalnya, jika hidroksil-7 harus terdapat pada produk akhir (misalnya sianidin), gugus ini harus terdapat pada cincin A kalkon. Pemasukan gugus hidroksil-3 ke dalam molekul yang sudah mengandung hidroksil-4 dapat terjadi bahkan pada tahap akhir jalur, dan jika telah ditambahkan tidak dapat dihilangkan. Hidroksil-3 ini terjadi dalam sistem bebas sel. Gugus hidroksil-2 yang tidak begitu lazim sering kali ditambahkan pada tahap flavonol dan jika telah ditambahkan biasanya tidak dihilangkan. Hidroksil-3 yang menjadi ciri flavonol dan antosianidin tampaknya juga ditambahkan pada tahap flavanonol. Hidroksilase-3 adalah oksigenase mikrosom, tetapi hidriksilasi-3 dikatalisis oleh enzim yamg larut. Pada flavonoida C-glikosida, gula terikat pada atom karbon flavonoida dan dalam hal ini gula tersebut terikat langsung pada inti benzene dengan suatu ikatan karbon-karbon yang tahan asam (Robinson,1995).

Menurut Harborne (1996), dikenal sekitar sepuluh kelas flavonoida dimana semua flavonoida, menurut strukturnya, merupakan turunan senyawa induk flavon dan semuanya mempunyai sejumlah sifat yang sama yakni: Golongan flavonoida Antosianin Penyebaran Ciri khas

pigmen bunga merah marak, larut dalam air, maks 515dan biru juga dalam daun dan 545 nm, jaringan lain. bergerak dengan

BAA pada kertas. antosianidin diekstraksi

Proantosianidin

terutama tan warna, dalam menghasilkan daun tumbuhan berkayu. (warna dapat

dengan amil alkohol) bila jaringan dipanaskan dalam

HCl 2M selama setengah jam. Flavonol Terutamako-pigmen tanwarna Setelah dalam bunga sianik hidrolisis, berupa

dan bercak kuning mirip pada Forestal bila sinar

asianik; tersebar luas dalam kromatogram daun. disinari

dengan

UV;maksimal spektrum pada 330-350 nm.

Flavon

seperti flavonol

Setelah bercak

hidrolisis, coklat redup

berupa pada

kromatogram

forestal;

maksimal spektrum pada 330350nm. Biflavonil tanwarna; hampir seluruhnya Pada terbatas pada gimnospermae. kromatogram BAA

berupa bercak redup dengan Rf tinggi. Dengan amonia berwarna merah

Khalkon dan auron

pigmen

bunga

kuning, Maksimal

spektrum

370-

kadang-kadang terdapat juga 410nm.

dalam jaringan lain Flavanon tanwarna; dalam daun dan Berwarna merah kuat dengan buah ( terutama dalam Citrus ) Isoflavon Mg/HCl; sangat pahit. kadang-kadang

tanwarna; sering kali dalam Bergerak pada kertas dengan akar; hanya terdapat dalam pengembang air; tak ada uji satu suku,Leguminosae warna yang khas. Mengandung gula yang terikat melalui ikatan C-C; bergerak dengan pengembang air, tidak seperti flavon biasa.

Glikoflavon

Seperti Flavonol

2.2.3

Sifat kelarutan Flavonoida Aglikon flavonoida adalah polifenol dan karena itu mempunyai sifat kimia senyawa

fenol, yaitu bersifat agak asam sehingga dapat larut dalam basa. Tetapi harus diingat, bila dibiarkan dalam larutan basa, dan di samping itu terdapat oksigen, banyak yang akan terurai. Karena mempunyai sejumlah gugus hidroksi, atau suatu gula, flavonoida merupakan senyawa polar, maka umumnya flavonoida cukup larut dalam pelarut polar seperti Etanol (EtOH), Metanol (MeOH), Butanol (BuOH), Aseton, Dimetilsulfoksida (DMSO), Dimetilformamida (DMF), Air dan lain-lain. Adanya gula yang terikat pada flavonoida (bentuk yang umum ditemukan) cenderung menyebabkan flavonoida lebih mudah larut dalam air dan dengan demikian campuran pelarut yang disebut diatas dengan air merupakan pelarut yang lebih baik untuk glikosida. Sebaliknya, aglikon yang kurang polar seperti isoflavon, flavanon dan flavon serta flavonol yang termetoksilasa cenderung lebih mudah larut dalam pelarut seperti Eter dan Kloroform (Markham, 1988).

2.3 Antioksidan Antioksidan adalah substansi yangdiperlukan tubuh untuk menetralisir radikal bebas dan mencegah kerusakan yang ditimbulkan oleh radikal bebas terhadap sel normal, protein, dan lemak. Antioksidan menstabilkan radikal bebas dengan melengkapi kekurangan elektron yang dimiliki radikal bebas, dan menghambat terjadinya reaksi berantai dari

pembentukan radikal bebas yyang dapatt menimbulkan stress oksidatif.

Ada beberapa

bentuk antioksidan, di antaranya vitamin, mineral, dan fitokimia. Berbagai tipe antioksidan bekerja bersama dalam melindungi sel normal dan menetralisir radikal bebas. Arti antioksidan adalah suatu inhibitor yang bekerja menghambat oksidasi dengan cara bereaksi dengan radikal bebas reaktif membentuk radikal bebas tak reaktif yang relative lebih stabil. Radikal bebas adalah atom atau molekuler yang tidak stabil dan sangat reaktif karena memilikisuatu atau lebih elektron. Reaksi ini akan akan berlangsung terus menerus dalam tubuh dan bila tidak dihentikan akan menimbulkan berbagai penyakit seperti kanker, jantung, katarak, pennuaan dini, serta penyakit degenerative lainnya. Oleh karena itu tubuh memerlukan substansi penting yaitu antioksidan yang mampu menangkap radikal bebas tersebut sehingga tidak dapat menginduksi suatu penyakit. Dari sejumlah penelitian pana tanaman obat dilaporkan bahwa banyak tanaman obat yang mengandung antioksidan dalam jumlah besar. Efek antioksidan terutama disebabkan karena adanya senyawa fenol sperti flavonoid, asam fenolat. Biasanya senyawa-senyawa yang memiliki aktivitas antioksidan adalah senyawa fenol yang mempunyai gugus hidroksi yang tersubstiitusi pada posisi orto dan para terhadap gugus OH dan OR.

2.4 Kromatografi Lapisan Tipis Kromatografi lapisan tipis (KLT) dapat dipakai dengan dua tujuan. Yang pertama, dipakai selayaknya sebagai metode untuk mencapai hasil kualitatif, kuantitatif, dan preparative.Kedua dipkai untuk menjajaki sistem pelarut dan sistem penyangga yang akan dipakai dalam kromatografi kolom atau kromatografi cair kinerja tinggi. Pada hakikatnya Kromatografi lapisan tipis melibatkan dua sifat fase : sifat fasa diam atau sifat lapisan dan sifat fase gerak atau campuran pelarut pengembang .Fasa diam dapat berupa serbuk halus yang berfungsi sebagai permukaan penyerap (kromatografi cair padat ) atau berfungsi sebagai penyangga untuk lapisan zat cair (kromatografi cair-cair).Fasa diam pada KLT sering disebut penyerap, walaupun sering berfungsi sebagai penyangga untuk lapisan zat cair di dalam sistem kromatogarafi cair-cair . Hampir segala macam serbuk dapat dipakai sebagai penyerap pada KLT , yaitu : silika gel (asam silikat). Alumina (aluminium oksida),kiselgur (tanah diatome), dan selulosa. Fasa gerak dapat berupa hampir segala macam pelarut atau campuran pelarut (Sudjadi, 1986).

2.4.1

Harga Rf (Retension Factor) Mengidentifikasi noda noda dalam lapisan tipis lazim menggunakan harga Rf yang

diidentifikasi sebagai perbandingan antara jarak perambatan suatu zat dengan jarak perambatan pelarut yang dihitung dari titik penotolan pelarut zat. Jarak yang ditempuh oleh tiap bercak dari titik penotolan diukur dari pusat bercak. Untuk mengidentifikasi suatu senyawa, maka harga Rf senyawa tersebut dapat dibandingkan dengan harga Rf senyawa pembanding (Sastrohamidjojo, 1991).

dengan jarak perambatan pelarut yang dihitung dari titik penotolan pelarut zat. Jarak yang ditempuh oleh tiap bercak dari titik penotolan diukur dari pusat bercak. Untuk mengidentifikasi suatu senyawa, maka harga Rf senyawa tersebut dapat dibandingkan dengan harga Rf senyawa pembanding (Sastrohamidjojo, 1991). 2.5 Ekstraksi Ekstraksi dapat dilakukan dengan metode maserasi, sokletasi, dan perkolasi. Sebelum ekstraksi dilakukan, biasanya serbuk tumbuhan dikeringkan lalu, dihaluskan dengan derajat kehalusan tertentu, kemudian diekstraksi dengan salah satu cara diatas. Ekstraksi dengan metode sokletasi dapat dilakukan secara bertingkat dengan berbagai pelarut berdasarkan kepolarannya, misalnya n-heksana, eter, benzena, kloroform, etil asetat, metanol, etanol, dan air. Ekstraksi dianggap selesai bila tetesan terakhir memberikan reaksi negatif terhadap senyawa yang diekstraksi. Untuk mendapatkan larutan ekstrak pekat biasanya pelarut ekstrak diuapkan dengan menggunakan alat rotari evaporator (Harbone, 1996).

2.6 Pelarut Yang Digunakan 2.6.1 n-heksana 1. Informasi produk Grade Rumus kimia ACS C6H14

Formulasi kimia Kode HS Nomor EC Massa molar Nomor indeks EC Nomor CAS

CH3(CH2)4CH3 2901 10 00 203-777-6 86.18 g/mol 601-037-00-0 110-54-3

2. Data fisika dan kimia Temperatur penyalaan Kelarutan di dalam air Titik leleh Massa molar Densitas Angka pH Titik didih Tekanan uap Batasan ledakan Titik nyala Indeks refraktif Viskositas kinematis 240oC 0.0095 g/L (20oC) - 94.3oC 86.18 g/mol 0.66 g/cm3 (20oC) (H2O) tiidak berlaku 69oC (1013 hPa) 160 hPa (20oC) 1.0 8.1 % (V) -22oC 1.375 0.50 mm2/s (20oC)

2.6.2 n-butanol 1. Chemical nature n-butanol, n-butyl alcohol,1-butanol Rumus molekul Molecular formula Molar mass CAS-Number EC-Number 2. Physical data Boiling range at 1013 hPa 116 118 C : CH3CH2CH2CH2OH : C4H10O : 74.12 g/mol : 71-36-3 : 200-751-6

(DIN 53171; 95 Vol.-%; 2 97 ml) Density at 20 C (DIN 51757) 0.809 0.811 g/cm3 Refractive index n20 D (DIN 53491) 1.398 1.400 Solidification point at 1013 hPa 89.3 C T [ C]
o

Density [g/cm3] 0.8518 0.8414 0.8233 0.8166 0.8096 0.8022 0.7946 0.7866 0.7783 0.7608 0.7419 T

Viscosity [mPa.s] 34.5 14.8 5.2 3.9 2.9 2.3 1.8 1.4 1.1 0.8 0.5 Specific heat

Surface tension [mN/m]

Refractive indeks nD

Dlelectric constant

-50 -30 0 10 20 30 40 50 60 80 100

26.3 25.5 24.7 23.9 23.0 22.2

1.4073 1.4033 1.3992 1.3950 1.3908 1.3865

20.6 19.1 17.7 16.5 15.4 14.4

[ C]

Cp [kj/(kg K)]

0 2.264 10 2.318 20 2.372 30 2.426 40 2.480 50 2.534 60 2.589 80 2.589 100 2.808 110 117.7 Heat of combustion (D Hc) 36111 kJ/Kg Heat of vaporisation (D Hv) 592 kJ/kg Heat of fusion 125 kJ/kg

Thermal conductivity [mW/(m K)] 170.0 168.5 167.0 165.6 164.4 163.2 162.2 160.4 159.0

Vapour prassure P (hPa) 0.96 2.4 5.6 11.9 23.7 44.3 78.7 217.0 517.9 764.5 1013

Evaporation rate (DIN 53170; ether = 1) 33 Solubility Mass fraction of n-Butanol in water at 20 C 7.7 % at 30 C 7.1 % water in n-Butanol at 20 C 20.1 % at 30 C 20.6 % Hansen solubility parameter at 25 C: dd = 16.0 (MPa)1/2 dp = 5.7 (MPa)1/2 dh = 15.8 (MPa)1/2 dt = 23.1 (MPa)1/2 Conversion factor: 1 (cal/cm3)1/2 = 2,0455 (MPa)1/2 2.6.3 asam asetats

2.6.4 metanol 2.6.5 amoniak 2.6.6 standar rutin dari produk E.Merck

Anda mungkin juga menyukai