Anda di halaman 1dari 11

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Kelapa Sawit Nama ilmiah : Elaeis guinensis Jack

Kelapa sawit berasal dari Nigeria dan Afrika Barat, tetapi ada juga yang menyatakan bahwa kelapa sawit berasal dari Amerika Selatan yaitu Brazil. Hal itu dikarenakan kelapa sawit lebih banyak ditemukan di hutan Brazil dibandingkan dengan Afrika. Pada kenyataannya tanaman kelapa sawit hidup subur di luar daerah asalnya, seperti Malaysia, Indonesia, Thailand, dan Papua Nugini (Fauzi, 2002).

2.1.1 Klasifikasi dan Morfologi Kelapa Sawit Kerajaan Divisi Kelas Ordo Famili Genus Species : Plantae : Magnoliophyta : Liliopsida : Arecales : Arecaceae : Elaeis : Elaeis guineensis dan Elaeis oleifera

Kelapa sawit berbentuk pohon. Tingginya dapat mencapai 24 meter. Akar serabut tanaman kelapa sawit mengarah ke bawah dan samping. Selain itu juga

Universitas Sumatera Utara

terdapat beberapa akar napas yang tumbuh mengarah ke samping atas untuk mendapatkan tambahan aerasi (Wikipedia, 2011).

Daun kelapa sawit tersusun majemuk menyirip dan berwarna hijau tua serta memiliki pelepah berwarna sedikit lebih muda. Penampilannya agak mirip dengan tanaman salak, hanya saja dengan duri yang tidak terlalu keras dan tajam. Batang tanaman diselimuti pelepah hingga umur 12 tahun. Setelah umur 12 tahun, pelapah akan mengering dan terlepas sehingga penampilannya menjadi mirip dengan kelapa (Wikipedia, 2011).

Bunga jantan dan betina terpisah namun berada pada satu pohon (monoecious diclin) dan memiliki waktu pematangan berbeda sehingga sangat jarang terjadi penyerbukan sendiri. Bunga jantan memiliki bentuk lancip dan panjang sementara bunga betina terlihat lebih besar dan mekar (Wikipedia, 2011).

2.1.2 Kandungan Minyak Kelapa Sawit

Minyak sawit memiliki banyak keunggulan dibandingkan dengan minyak nabati lainnya. Dari aspek ekonomi, harganya relatif murah, selain itu komponen yang terkandung di dalam minyak sawit lebih banyak dan beragam. Dari aspek kesehatan yaitu kandungan kolesterolnya rendah. Saat ini, telah banyak pabrik yang memproduksi minyak goreng yang berasal dari kelapa sawit dengan kandungan kolesterol yang rendah (Fauzi, 2002).

Universitas Sumatera Utara

Minyak sawit yang digunakan sebagai produk pangan dihasilkan dari minyak sawit maupun minyak inti sawit melalui proses fraksinasi, rafinasi, dan hidrogenesis. Produk Crude Palm Oil (CPO) Indonesia sebagian besar di fraksinasi sehingga dihasilkan fraksi olein cair dan fraksi stearin padat (Fauzi, 2002). Minyak sawit digunakan dalam bentuk minyak goreng, margarine, butter, vanaspati, shortening, dan bahan untuk membuat kue-kue. Sebagai bahan pangan, minyak sawit mempunyai beberapa keunggulan dibandingkan minyak goreng lainnya, yaitu mengandung karotein yang diketahui berfungsi sebagai anti kanker dan tokoferol sebagai sumber vitamin E. Di samping itu, kandungan asam linoleat dan linolenatnya rendah sehingga minyak goreng yang terbuat dari minyak sawit memiliki kestabilan kalor (heat stability) yang tinggi dan tidak mudah teroksidasi. Oleh karena itu, minyak sawit sebagai minyak goreng bersifat lebih awet dan makanan yang digoreng dengan menggunakan minyak sawit tidak cepat tengik (Fauzi, 2002). Lemak dan minyak termasuk dalam kelompok senyawa yang disebut lipida, yang pada umumnya mempunyai sifat yang sama yaitu tidak larut dalam air. Pada umumnya, lemak berbentuk padat pada suhu kamar, sedangkan minyak dalam suhu kamar bentuk cair, tetapi keduanya terdiri dari molekul-molekul trigliserida (Winarno, 1982). Lemak merupakan bahan berbentuk padat pada suhu kamar hal ini disebabkan tingginya kandungan asam lemak jenuh yang secara stuktur tidak mengandung ikatan rangkap sehingga mempunyai titik lebur yang lebih tinggi.

Universitas Sumatera Utara

Contoh asam lemak jenuh yang banyak terdapat di alam adalah asam palmitat dan asam stearat. Sedangkan minyak merupakan bahan cair pada suhu kamar, hal ini disebabkan rendahnya kandungan asam lemak jenuh dan tingginya kandungan asam lemak tak jenuh, yang memiliki satu atau lebih ikatan rangkap diantara atom-atom karbonnya, sehingga memiliki titik lebur yang rendah (Winarno, 1982).

2.2

Minyak Goreng Minyak dapat digunakan sebagai medium penggoreng bahan pangan,

misalnya keripik kentang, kacang dan dough nut yang banyak dikonsumsi di restoran dan hotel (Ketaren, 1986). Bahan pangan yang digoreng merupakan sebagian besar dari menu manusia. Kurang lebih 290 juta lemak dan minyak dikonsumsi tiap tahun untuk kripik kentang saja. Banyak jumlah permintaan akan bahan pangan digoreng, merupakan suatu bukti yang nyata mengenai betapa besar jumlah bahan pangan di goreng yang dikonsumsi oleh lapisan masyarakat dari segala tingkat umur (Ketaren, 1986). Minyak goreng berfungsi sebagai medium penghantar panas, menambah rasa gurih, menambah nilai gizi, dan kalori dalam bahan pangan (Ketaren, 1986). Menurut SNI 01-3741-2002, minyak goreng memiliki beberapa persyaratan mutu. Adapun parameter persyaratan mutu minyak goreng dapat dilihat pada tabel 1.

Universitas Sumatera Utara

Tabel 1. Parameter Syarat Mutu Minyak Goreng menurut SNI 01-3741-2002 Persyaratan No Jenis Uji Satuan Mutu I 1. Keadaan : 1.1. Bau 1.2. Rasa 1.3. Warna normal normal Putih, kuning pucat sampai kuning 2. Kadar air % b/b maks 2 Normal Normal Putih, kuning pucat sampai kuning maks 0,3 Mutu II

3.

Bilangan Asam

mg KOH/g

maks 0,6

maks 2

4.

Asam Linolenat ( C18:3) dalam komposisi asam lemak minyak % maks 0,1 maks 2

5.

Cemaran logam : 5.1. Timbal (Pb) 5.2. Timah (Sn) 5.3. Raksa (Hg) 5.4. Tembaga (Cu) mg/kg mg/kg mg/kg mg/kg mg/kg maks 0,1 maks 40,0/250 maks 0,05 maks 0,1 maks 0,1 negatif maks 0,1 maks 40,0/250 maks 0,05 maks 0,1 maks 0,1 Negatif

6. 7.

Cemaran arsen (As) Minyak pelikan

Universitas Sumatera Utara

2.3

Pembuatan Minyak Goreng Kelapa Sawit Minyak sawit mengandung asam lemak jenuh dan asam lemak tidak jenuh

yang ikatan molekulnya mudah dipisahkan dengan alkali, sehingga mudah dibentuk menjadi produk untuk berbagai keperluan, seperti untuk pelumas mesin dalam berbagai proses industri. Dengan kandungan kadar karotein yang tinggi, minyak sawit merupakan sumber provitamin A yang murah dibanding dengan bahan baku lainnya. Minyak sawit paling banyak digunakan sebagai bahan baku industri pangan yang meliputi sekitar 12 macam bahan dari kelapa sawit, seperti karotein, tokoferol, asam lemak, olein, mentega, sabun, dan sebagainya. Minyak sawit dihasilkan dari proses ekstraksi bagian kulit atau sabut buah tersebut disebut minyak mentah atau dikenal dengan Crude Palm Oil (CPO) dan dari bagian biji buah disebut Palm Kernel Oil (PKO). Kedua jenis minyak mentah tersebut masih mengandung bahan ikutan seperti asam lemak bebas, pospat, pigmen, bau, air dan sebagainya. Biasanya proses ekstraksi minyak kelapa sawit ini dilanjutkan dengan proses bleching (pemutihan) dan deodorizing (penghilang bau) agar minyak tersebut menjadi jernih, bening dan tak berbau atau biasa disebut refined, bleached and deodorized (RBD) stearin dan olein. (Amang, 1996). Pada dasarnya proses produksi dari bahan baku CPO menjadi minyak goreng melalui 2 (dua) tahap yakni proses rafinasi dan fraksinasi, dimana antara keduanya merupakan satu kesatuan proses untuk menghasilkan minyak goreng yang berkualitas. Rafinasi (Refining) atau proses pemurnian adalah proses untuk menghilangkan zat-zat yang tidak di kehendaki yang ada dalam CPO, sehingga minyak bebas dari bau, FFA (rendah), dan residu lainnya (Amang, 1996).

Universitas Sumatera Utara

Proses pemurnian secara basah dapat digolongkan menjadi 4 kelompok proses yaitu proses pemurnian yang menggunakan alkali, pemutihan (bleaching), penghilang bau (deodorizing) dan penguapan. Pemurnian dengan alkali mempunyai tujuan untuk menghilangkan atau menetralisasi pospat dengan cara memberi soda api. Pemutihan (bleaching) adalah proses untuk menghilangkan bahan-bahan warna yang terlarut dalam minyak. Deodorizing (penghilang bau) adalah proses terakhir dari proses pemurnian minyak yang mempunyai tujuan untuk menghilangkan bau yang keras maupun bau yang tidak normal (Amang, 1996). Proses pemurnian secara kering adalah proses pemurnian dengan cara penguapan, yaitu pertama dilakukan netralisasi menggunakan alkali seperti soda api dan kemudian diikuti dengan penguapan dengan menggunakan uap panas untuk menghilangkan bau. (Amang, 1996). Fraksinasi adalah proses pemisahan antara fraksi-fraksi yang ada dalam minyak goreng. Seperti diketahui bahwa minyak nabati memiliki karakteristrik terdiri dari bermacam-macam trigliserida, dimana trigliserida ini tersusun dari asam-asam lemak dengan komponen karbon yang berbeda satu sama lain dan berbeda pula titik didihnya (Amang, 1996). Adapun proses produksi minyak goreng sendiri dapat dibedakan menjadi 2 cara, yaitu proses produksi cara kering dan cara basah. Sebagian besar pabrik minyak goreng di Indonesia menggunakan cara kering yaitu dengan pemanasan atau proses non kimia. Melalui proses ini CPO dirafinasi untuk menjernihkan dan

Universitas Sumatera Utara

menghilangkan bau. Dari proses ini didapatkan FFA (4-5 persen) dan RBDPO (94 persen), sedangkan 1-2 persen lainnya tidak dapat diketahui (Amang, 1996). Disamping cara kering diatas, terdapat juga cara basah, dimana dalam proses ini minyak sawit ditambah suatu campuran pembasah yang terdiri dari 30 persen MgSO4 dan 4,4 persen Na(NH4)SO4. Dengan proses ini CPO langsung

difraksinasi untuk memperoleh crude olein dan crude stearine yaitu melalui proses pencucian, pemutihan dan kemudian disaring. Proses secara basah tersebut dapat diperoleh sekitar 65-70 persen olein ( minyak makan/goreng) dan 30 persen stearin (Amang, 1996).

2.4

Penentuan Mutu Minyak Menurut Sudarmadji (1989), penentuan mutu minyak atau lemak antara

lain: angka asam, angka peroksida, angka TBA dan kadar air (Sudarmadji, 1989).

2.4.1 Penentuan Bilangan Asam Bilangan asam adalah jumlah milligram KOH/NaOH yang dibutuhkan untuk menetralkan asam-asam lemak bebas dari satu gram minyak atau lemak. Bilangan asam digunakan untuk mengukur jumlah asam lemak bebas yang terdapat dalam minyak atau lemak. (Ketaren, S. 1986). Bilangan asam yang besar menunjukkan asam lemak bebas yang besar pula. Asam lemak bebas tersebut dapat berasal dari hidrolisa minyak, ataupun karena proses pengolahan yang kurang baik. Terkadang bilangan asam juga

dinyatakan sebagai derajat asam yaitu banyaknya mililiter KOH/NaOH 0,1 N

Universitas Sumatera Utara

yang diperlukan untuk menetralkan 100 gram minyak atau lemak (Sudarmadji, 1989).

2.4.1.1 Asam Lemak Asam lemak adalah asam organik yang terdapat sebagai ester trigliserida atau lemak, baik berasal dari hewan atau tumbuhan.Asam ini adalah asam karboksilat yang mempunyai rantai karbon panjang (Poedjiadi, 2006). Asam lemak alamiah selalu mengandung jumlah atom karbon genap, dengan rumus umum CnH2nO2, dengan n=4,6,8 dan seterusnya sampai 13. Deretan asam-asam lemak ini termasuk deretan asam-asam lemak jenuh. Anggota deretan ini yang mempunyai jumlah karbon terkecil (n=4) ialah asam butyrat, yang terdapat di dalam mentega susu dengan kadar 6 persen. Asam lemak jenuh yang mempunyai karbon terbanyak ialah asam stearat (n=18)

(Sediaoetama, 1983). Asam lemak jenuh dengan jumlah karbon sampai 6 buah, disebut asam lemak rantai pendek, sedangkan yang mempunyai jumlah karbon 8-12 termasuk asam lemak rantai intermediate dan sisa nya mempunyai jumlah atom karbon lebih dari 12, disebut asam lemak rantai panjang. Makin pendek rantai karbonnya, semakin mudah larut dalam air dan semakin sukar larut dalam zat-zat pelarut lemak (Sediaoetama, 1983). Asam miristat, asam palmitat , dan asam stearat, terdapat dalam sebagian besar lemak nabati maupun hewani. Asam lemak tak jenuh yang terbanyak ialah asam oleat. Lemak yang semakin banyak mengandung asam lemak tak jenuh

Universitas Sumatera Utara

konsistensinya semakin lunak dan dapat pula berbentuk cair, sehingga disebut minyak. Lemak nabati pada umumnya berbetuk minyak ( Sediaoetama, 1985).

2.4.1.2 Asam Lemak Bebas Asam lemak bebas diperoleh dari proses hidrolisa, yaitu penguraian lemak atau trigliserida oleh molekul air yang menghasilkan gliserol dan asam lemak bebas. Kerusakan minyak atau lemak dapat juga diakibatkan oleh proses oksidasi, yaitu terjadinya kontak antara sejumlah oksigen dengan minyak atau lemak , yang biasanya dimulai dengan pembentukan peroksida dan hidroperoksida. hidroperoksida

Selanjutnya, terurainya asam-asam lemak disertai dengan

menjadi aldehid dan keton serta asam-asam lemak bebas (Ketaren, 1986). Asam lemak bebas yang dihasilkan oleh proses hidrolisa dan oksidasi biasanya bergabung dengan lemak netral dan pada konsentrasi sampai 15%, belum menghasilkan rasa yang tidak disenangi (Ketaren, 1986). Lemak dengan kadar asam lemak bebas lebih dari 1%, jika dicicipi akan terasa membentuk film pada permukaan lidah dan tidak berbau tengik, namun intensitasnya tidak bertambah dengan bertambahnya jumlah asam lemak bebas (Ketaren, 1986).

2.4.2 Penentuan Angka Peroksida Kerusakan lemak atau minyak yang utama adalah karena peristiwa oksidasi dan hidrolitik, baik enzimatik maupun non enzimatik. Diantara kerusakan minyak yang mungkin terjadi ternyata kerusakan karena autoksidasi yang paling besar

Universitas Sumatera Utara

pengaruhnya terhadap cita rasa. Hasil yang diakibatkan oksidasi lemak antara lain peroksida, asam lemak, aldehid dan keton. Bau tengik atau ransid terutama disebabkan oleh aldehid dan keton. Untuk mengetahui tingkat kerusakan minyak dapat dinyatakan sebagai angka peroksida atau angka asam thiobarbiturat (TBA) (Sudarmadji, 1989).

2.4.3 Penentuan Asam Thiobarbiturat (TBA) Lemak yang tengik mengandung aldehid dan kebanyakan sebagai malonaldehid. Banyak molonaldehid ditentukan dengan jalan didestilasi terlebih dahulu. Molonaldehid kemudian direaksikan dengan tiobarbiturat sehingga terbentuk kompleks berwarna merah. Intensitas warna merah sesuai dengan jumlah malonaldehid dan absorbansi dapat ditentukan dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 528 nm (Sudarmadji, 1989).

2.4.4 Penentuan Kadar Air pada Minyak Penentuan kadar air minyak dapat ditentukan dengan cara oven dan destilasi (Sudarmadji, 1989; Anonim (2002).

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai