Anda di halaman 1dari 30

IKTERUS 1.

Definisi Ikterus adalah perubahan warna kulit, sklera mata atau jaringan lainnya (membran mukosa) yang terjadi kuning karena pewarnaan oleh bilirubin yang meningkat kadarnya dalam sirkulasi darah. Buku Ajar IPD Jilid 1 edisi 4 Menguningnya sclera, kulit atau jaringan lain akibat penimbunan bilirubin dalam tubuh. Ilmu Kesehatan Anak.Bagian IKA FKUI.1985

2. Klasifikasi dan etiologi Klasifikasi berdasarkan patogenesisnya: Ikterus prehepatik/ hemolitik: penyakit rhesus, kelainan herediter ( anemia hemolitik congenital), toksik eksogen dan endogen, transfuse darah,infeksi ( plasmodium falcifarum, clostridium perfringens), obat-obatan. Ikterus hepatic: konsentrasi baik biirubin terkonjugasi maupun tak terkonjugasi didalam serum akan meninggi tetapi terdapat lebih banyak bilirubin terkonjugasi. Penyebabnya hepatitis virus, bakteri, parasit, alcohol, obat dan racun (parasetamol,PTU,INH),leptospirosis sindrom gilbert.

Ikterus post hepatic/kolestasis : disebabkan oleh obstruksi aliran getah empedu didalam subtansi hati atau bagian ekstrahepatik saluran biliaris. Penyababnya: obat-obatan (OHO,garam empedu,tumor emas,obat pancreas,tumor KB,benzodiazepine), ductus batu

choledocus,sirosis

biliarprimer dan sekunder.

Klasifikasi patofisiologis Produksi bilirubin berlebihan Gangguan uptake hati dan transport bilirubin dalam hati Gangguan konjugasi bilirubin dalam hati Gangguan ekskresi bilirubin kedalam empedu Berdasarkan tipe hiperbilirubinemia Hiperbilirubinemia unconjugated Peninggi produksi bilirubin: hemolisis Gangguan transport bilirubin : sindrom gilber Campuran : obat-obatan, hiperbilirubin neonatus Hiperbilirubinemia conjugated

Gangguan Johnson

transport

bilirubin

primer:

sindrom

dubbin

Kerusakan hepato seluler: obat-obatan,alcohol,neoplasma Obstruksi bilier Ekstrahepatik : batu kandung empedu, pancreatitis Intrahepatik: alcohol, parasit,obat-obatan. PENATALAKSANAAN TERBARU IKTERUS. Badan penerbiatan undip Macam2 ikterus:

Ikterus hemolitikfungsi ekskresi hati hanya terganggu sedikit, tapi sel darah merah dihemolisis sangat cepat dan sel hati tidak dapat mengekskresi bilirubin secepat

pembentukannya. Oleh karena itu, konsentrasi plasma bilirubin bebas meningkat di atas nilai normal. Juga, kecepatan pembentukan burobilinogen dalam usus sangat meningkat, dan sebagian besar urobilinogen di absorpsi ke dalam darah dan akhirnya di ekskresikan ke dalam urin.

Ikterus Obstruktif disebabkan oleh obstruksi duktus biliaris (Batu empedu aatu kanker menutupi duktus koledokus) atau kerusakan sel hati (hepatitis), kecepatan pembentukan bilirubin adalah normal, tapi bilirubin yang di bentuk tidak dapat lewat

dari darah ke dalam usus. Bilirubin bebas biasanya masih masuk ke sel hati dan dikonjugasi dengan cara yang biasa. Bilirubin terkonjugasi ini kemudian kembali ke dalam darah, ungkin karena pecahnya kanalikuli biliaris yang terbendung dan pengosongan langsung ke saluran limfe yang meninggalkan hati. Dengan demikian, kebanyakan bilirubin dlam plasma menjadi bilirubin terkonjugasi dan bukan bilirubin bebas. Fisiologi Kedokteran Guyton & Hall 1. ikterus prahepatik akibat produksi bilirubin yang meningkat, yang terjadi pada hemolisis sel darah merah ( ikterus hemolitik ). Kapasitas sel hati untuk mengadakan konjugasi terbatas apalagi bila disertai oleh adanya disfungsi sel hati. Akibatnya bilirubin indirec akan meningkat. Dalam batas tertentu bilirubin direk juga meningakt dan akan segera diekskresikan kedalam saluran pencernaan, sehingga akan didapatkan peninggian kadar urobilinogen didalam feses dan urine. 2. ikterus pascahepatik ( obstruktif ) bendungan dalam saluran empedu akan menyebabkan

peninggian bilirubin konjugasi yang larut dalam air. Sebagai akibat bendungan, bilirubin ini akan mengalami regurgitasi kembali kedalam sel hati dan terus memasuki peredaran darah. Selanjutnya akan masuk ke ginjal dan diekskresikan oleh ginjal sehingga kita akan menemukan bilirubin dalam urine. Karena adanya bendungan, maka pengeluaran bilirubin

kedalam saluran pencernaan berkurang, sehingga akibatnya feses akan berwarna dempul karena tidak mengandung strekobilin. Urobilinogen dalam feses dan urine akan menurun. Akibat penurunan bilirubin direc, maka kulit dan sklera akan berwarna kuning kehijauan. Kulit akan terasa gatal 3. iketrus hepatoseluler kerusakan sel hati akan menyebabkan konjugasi bilirubin terganggu, dalam hati sehingga sehingga kedalam bilirubin bilirubin sel hati direc darah yang akan akan meningkat. mengalami akan Kerusakan sel hati juga akan menyebabkan bendungan di regurgitasi kemudian

menyebabkan peninggian kadar bilirubin konjugasi di dalam aliran darah. Bilirubin direc ini larut dalam air sehingga mudah diekskresikan oleh ginjal. Adanya sumbatan intrahepatik akan menyebabkan penurunan ekskresi bilirubin dalam saluran pencernaan yang kemudian akan menyebabkan feses berwarna pucat, karena sterkobilinogen menurun. Ilmu Kesehatan Anak.Bagian IKA FKUI.1985

Gambaran Warna Kulit

Obstruktif Kuning hijau muda atau tua Warna Urine Normal ( atau Gelap ( bilirubin Gelap gelap dengan Terkonjugasi ) ( bilirubin

Hemolitik Kuning Pucat

Hepatoseluler Oranye-kuning mudaatau tua

Terkonjugasi ) Warna Feses Normal atau Pucat ( lebih Warna gelap ( lebih sedikit Dempul banyak Sterkobilin ) ( Tidak ada sterkobilin ) strkobilin ) Pruritus Tidak ada Tidak menetap Biasanya menetap Bilirubin Meningkat Meningkat Meningkat serum indirek atau tak terkonjugasi Bilirubin Normal Meningkat Meningkat Serum direk atau terkonjugasi Bilirubin Tidak ada Meningkat Meningkat Urine Uriobilinogen Meningkat Sedikit Menurun Urin Meningkat Buku ajar Patology ,Silvia A . Price 3. Patogenesis 1. ikterus prahepatik akibat produksi bilirubin yang meningkat, yang terjadi pada hemolisis sel darah merah ( ikterus hemolitik ). Kapasitas sel hati untuk mengadakan konjugasi terbatas apalagi bila disertai oleh adanya disfungsi sel hati. Akibatnya bilirubin

urobilin)

indirec akan meningkat. Dalam batas tertentu bilirubin direk juga meningakt dan akan segera diekskresikan kedalam saluran pencernaan, sehingga akan didapatkan peninggian kadar urobilinogen didalam feses dan urine. 2. ikterus pascahepatik ( obstruktif ) bendungan dalam saluran empedu akan menyebabkan

peninggian bilirubin konjugasi yang larut dalam air. Sebagai akibat bendungan, bilirubin ini akan mengalami regurgitasi kembali kedalam sel hati dan terus memasuki peredaran darah. Selanjutnya akan masuk ke ginjal dan diekskresikan oleh ginjal sehingga kita akan menemukan bilirubin dalam urine. Karena adanya bendungan, maka pengeluaran bilirubin kedalam saluran pencernaan berkurang, sehingga akibatnya feses akan berwarna dempul karena tidak mengandung strekobilin. Urobilinogen dalam feses dan urine akan menurun. Akibat penurunan bilirubin direc, maka kulit dan sklera akan berwarna kuning kehijauan. Kulit akan terasa gatal 3. iketrus hepatoseluler kerusakan sel hati akan menyebabkan konjugasi bilirubin terganggu, dalam hati sehingga sehingga kedalam bilirubin bilirubin sel hati direc darah yang akan akan meningkat. mengalami akan Kerusakan sel hati juga akan menyebabkan bendungan di regurgitasi kemudian

menyebabkan peninggian kadar bilirubin konjugasi di dalam aliran darah. Bilirubin direc ini larut dalam air sehingga mudah diekskresikan oleh ginjal. Adanya sumbatan intrahepatik akan menyebabkan penurunan ekskresi bilirubin

dalam saluran pencernaan yang kemudian akan menyebabkan feses berwarna pucat, karena sterkobilinogen menurun. Ilmu Kesehatan Anak.Bagian IKA FKUI.1985

HEPATITIS 1. Definisi Hepatitis adalah suatu proses inflamasi dan nekrosis yang mengenai sel-sel hepatosit (sel-sel hati). 2. Klasifikasi Berdasarkan Virus: Virus Hepatitis A (HAV) Virus Hepatitis B (HBV) Virus Hepatitis C (HCV) Virus Hepatitis D (HDV) Virus Hepatitis E (HEV) Virus Hepatitis F (HFV) Virus Hepatitis G (HGV) Virus TT (TTV) 3. Etiologi Etiologi hepatitis dapat disebabkan: berbagai macam virus (virus Hepatotropik), alkohol, obat-obatan, bahan kimia, bakteri, parasit, proses autoimun, ischemia misalnya karena shock.

Hepatitis biasanya terjadi karena virus, terutama salah satu dari kelima virus hepatitis, yaitu A, B, C, D atau E. Hepatitis juga bisa terjadi karena infeksi virus lainnya, seperti mononukleosis infeksiosa, demam kuning dan infeksi

sitomegalovirus. Penyebab hepatitis non-virus yang utama adalah alkohol dan obat-obatan. www.medicastore.com
Virus yang menginfeksi hati secara primer adalah virus hepatitis A, B, C, D, dan E. Hepatitis juga terjadi oleh karena sebagian infeksi virus sistemik pada demam kuning, mononukleosis infeksiosa ( virus Ebstein-Barr ), infeksi sitomegalovirus, herpes simplek, dan infeksi varisela-zoster Ringkasan Patologi Anatomi, Parakrama Chandrasoma & Clive R. Taylor, 2006 Penyakit ini disebabkan oleh karena virus hepatitis A, B, C, D, dan E. Selain itu juga disebabkan oleh bakteri ( pneumococcus, Escherichia coli, Salmonella typhi ), konsumsi alkohol, obat obatan, parasit ( amoeba, malaria ), reaksi hati terhadap penyakit infeksi umum ( demam typhoid, bronchopneumonia, tuberkulosis ) Patologi, FK UI

Karakteristik Virus Penyebab Hepatitis Sifat


Ms aa t ns ua P n laa eu rn K o it s r na C r ie ar r ko ik rn Pnea eybb

VHA
1 -4 h r 5 5 ai F k l -o a ea r l T a id k T a id k P on ic r a Vu ir s ( N) RA

VHB
4 -8 h r 0 0 ai P r nea ae t r l Y a Y a Vu ir s Hp d a ean ( N) DA

VHC
5 2m -1 g P r nea ae t r l Y a Y a

VHD
4 0h r -2 ai/ 3 m -6 g P r nea ae t r l Y a Y a

VHE
1 -4 h r 5 0 ai F k l -o a ea r l T a id k T a id k C lic a i vu ir s ( N) RA

VHG
? P r nea ae t r l Y a Y a P r mx aa y o Vu ir s ( N) RA

VTT
? P r nea ae t r l ,f k l-o a ea r l Y a Y a DA N

F v ir s D f c iv la i-v u ee t e vu ir s vu ir s ( N) RA d ui ilip t Hs g BA ( N) RA

S e ig joS e o ad , o w n o m h r jo

19 99
5

4. Cara Penularan Hepatitis A: Melalui minuman atau makanan terkontaminasi tinja penderita ( buah-buahan, sayur yang tidak dimasak) Es batu yang diposesnya tidak higienis Higiene individu/ masyarakat dan sanitasi lingkungan yang jelak. Hepatitis B: Hubungan sex tanpa pengaman Injeksi/infus/jarum obat Kontak dengan darah atau luka terbuka dari penderita Gigitan serangga Kontak erat serumah dengan penderita Pemakaian bersama pisau cukur, sikat gigi, pencucuian pakaian dengan penderita Jatum tidak steril: tindik, tato, akupunktur,penyalah dunaan obat

Jarum imunisasi dipakai berulang Pemberian makanan yang dikunyah pada bayi atau makanan permen gantian.

5. Patogenesis 6. Manifestasi klinis 1. Fase

inkubasi

merupakan

waktu

diantara

masuknya virus dan saat timbulnya gejala atau ikterus. Fase ini berbeda-beda lamanya untuk setiap virus hepatitis. Panjang fase ini tergantung pada inokulum yang ditularkan dan jalur penularan., makin besar dosis inokulum, makin pendek fase inkubasi ini.
2.

Fase prodromal (pra ikterik) Fase diantar pertama dan gejala timbulnya

timbulnyakeluhan-keluhan

ikterus. Awitannya dapat singkat atau insidious ditandai dnegan malaise umum, mialgia, atralgia, mudah lelah, gejala saluran napas atas dan anoreksia. Mual muntah dan anoreksia

berhubungan dengan perubahan penghidu dan rasa kecap. Diare atau konstipasi dapat terjadi. Serum sickness dapat terjadi pada hepatitis B akut di awal infeksi. Demam derajat rendah umumnya terjadi pada hepatitis A akut. Nyeri abdomen biasanya ringan dan menetap di kuadran kanan atas dan

epigastrium, kadang diperberat dengan aktivitas akan tetapi jarang menimbulkan kolesistitis.
3.

Fase ikterus Ikterus muncil setelah 5-10 hari,

tetapi dapat juga muncul bersamaan dengan munculnya gejala. Pada banyak kasus fase ini tidak terdeteksi. Setelah timbul ikterus jarang terjadi perburukan gejala prodromal, tetapi justru akan terjadi perbaikan klinis yang nyata.
4.

Fase konvalesen (penyembuhan) Diawali dengan

menghilangnya ikterus dan keluhan lain, tetapi hepatomegali dan abnormalitas fungsi hati tetap ada. Munculnya perasaan sudah lebih sehat, kembalinya nafsu makan. Keadaan akut biasanya membaik dalam 2-3 minggu. Pada hepatitis A perbaikan klinis dan laboratorium lengkap terjadi dalam 9 minggu dan 16 minggu untuk Hepaitis B. Pada 5%-10% kasus perjalanan klinisnya mungkin lebih sulit ditangani, hanya < 1% yang menjadi fulminan. Buku Ajar IPD Jilid 1 edisi 4

7. DD Hepatitis Virus Akut Diferensial Diagnosis : Penyakit hati oleh karena obat atau toksin Hepatitis iskemik Hepatitis autoimun Hepatitis alkoholik

Obstruksi akut traktus biliaris. Buku Ajar IPD Jlid 1 edisi 4 Diagnosis Banding Hepatitis Virus Akut Infeksi Virus: mononukleosis infeksiosa, sitomegalovirus, herpes simpleks, coxsackie virus, dan toksoplasmosis, druginduced hepatitis; hepatitis aktif kronis; hepatitis alkoholik, kolesistitis akut,kolestasis, gagal jantung kanan dengan kongesti hepar, kanker metastasis, dan penyakit hati genetik/metabolik ( penyakit Wilson,defisiensi alfa-1 antitripsin). Hepatitis B dan C Kronis Diagnosis ditegakkan berdasarkan abnormalitas faal hati, persistensi virus hepatits B dalam darah, dan gambaran histopatologi. Pada sediaan terlihat infiltrasisel radang pada daerah porta, ke daerah lobulus hati, dan nekrosis peace meal. KAPITA SELEKTA KEDOKTERAN jilid 2 edisi 3

8. Diagnosis Secara serologis: Transmisi infeksi secara enteric o HAV IgM anti HAV dapat dideteksi selama fase akut dan 3-

6 bulan setelahnya

Anti

HAV

yang

positif

tanpa

IgM

anti

HAV

mengindikasikan infeksi lampau HEV

oBelum tersedia Px serologi komersial yang telah disetujui FDA oIgM dan IgG anti HEV baru dapat dieteksi oleh Px untuk riset oIgM anti HEV dapat bertahan selama 6 minggu setelah puncak dari penyakit oIgG anti HEV dapat tetap terdeteksi selam 20 bulan Infeksi melalui darah HBV serologis telah tersedia dengan mendeteksi

oDiagnosis

keberadaan dari IgM antibody terhadap Ag core hepatitis (IgM anti HBcdan HBs Ag) Keduanya ada saat gejala muncul HBsAg mendahului IgM anti HBc HBsAg merupakan petanda yang pertama kali diperiksa secara rutin HBsAg dapat menghilang biasanya dalam beberapa minggu sampai bulan setelah kemunculannya, sebelum hilangnya IgM anti HBc

oHBeAg dan HBV DNA HBV DNA serum merupakan petanda yang pertama muncul, akan tetapi tidak rutin diperiksa HBeAg biasanya terdeteteksi setelah kemunculan HBsAg Kedua petanda tersebut menghilang setelah beberapa minggu atau bulan pada infeksi yang sembuh sendiri. Selanjutnya akan muncul anti HBs dan anti HBe menetap Tidak diperluakn untuk diagnosis rutin oIgG anti HBc Menggantikan IgM antiHBc pada infeksi yang sembuh Membedakan infeksi lampau atau infeksi yang berlanjut Tidak muncul pada pemberian vaksin HBV oAntibodi terhadap HBsAg (anti HBs) Antibodi terakhir yang muncul Merupakan antibody penetral Secara umum mengindikasikan kesembuhan dan

kekebalan terhadap reinfeksi HDV oPasien HBsAg positif dengan: Dimunculkan dengan vaksinasi HBV

Anti HDV atau HDV sirkulasi (Px belum mendapat persetujuan) IgM anti HDV dapt muncul sementara oKoinfeksi HBV/ HDV HBsAg positif IgM anti HBc positif Anti HDV dan atau HDV RNA oSuperinfeksi HDV HBsAg positif IgG anti HBc positif Anti HDV dan atau HDV RNA HCV oDiagnosis serologis Deteksi anti HCV Anti HCV dapat dideteksi pada 60% pasien selam fase akut dari penyakit, 35% sisanya akan terdeteksi pada beberapa minggu atau bulan kemudian Anti HCV tidak muncul pada <5% pasien yang terinfeksi (pada pasien HIV, Anti HCV tidak muncul dalm persentase yang lebih besar)

Secara umum Anti HCV akan tetap terdeteksi pada periode yang panjang, baik pada pasien yang mengalami kesembuhan spontan maupun yang berlanjut menjadi kronik oHCV RNA Merupakan petanda yang paling awal muncul pad infeksi akut hepatitis C Muncul setelah beberapa minggu infeksi Pemeriksaan yang mahal. Untuk mendiagnosis tidak rutin dilakukan, Kecuali pada keadaan dimana dicurigai adanya infeksi pada pasien dengan anti HCV negative Ditemukan pada infeksi kronik HCV. Buku Ajar IPD Jlid 1 edisi 4

Diagnosis secara serologis pemeriksaan enzim SGOT, SGPT Alanin Transaminase (ALT) / SGPT Enzim yg dihasilkan di hati, yg dilepaskan ke dalam darah jika sel hati mengalami luka Aspartat Transaminase (AST) / SGOT Enzim yg dilepaskan ke dalam darah jika hati, jantung, otot atau otak mengalami luka Kadar transaminase dalam serum diukur dengan menggunakan metode kolometrik / yg lebih teliti dg metode spektrofotometrik. Kenaikan enzim2 ini terdapat pada kerusakan sel2 hati oleh karena virus, obat

obatan / toksin yg menyebabkan bepatitis, karsinoma metastasis, kegagalan jantung dan penyakit hati granulomatus dan yg disebabkan oleh alcohol. Harga normal :
-

SGOT 40 U Karmen ( 17 mU/cc ) SGPT 35 U Karmen ( 13 mU/cc )

HbsAG + + +

Interpretasi uji serologis petanda virus hepatitis IgM Anti HAV IgM Anti HBV Konklusi _ + + _ _ Hepatitis B akut Hepaitis B kronik Hepatitis B akut pada hepatitis B kronik Hepatitis A dan B akut Hepatitis A akut Hepatitis A dan B akut Heptitis B akut

+ _ _ _

+ + + _

+ _ + +

_ www.medicastore.com IPD, jilid I

Non-A dan Non-B

9. Pencegahan Pencegahan dengan imunoprofilaksi 1. Imunoprofilaksi sebelum paparan a. Vaksin HAV yang dilemahkan Efektivitas tinggi, (angka proteksi 94-100%) Sangat imunogenik (hamper 100% pada subyek sehat) Antibody protektif terbentuk dalam 15 hari pada 8590% subjek Aman, toleransi baik Efektifitas proteksi selama 20-50th Efek samping utama adalah nyeri di tempat penyuntikan b. Dosis & jadwal Umur > 19 th; 2 dosis dengan interval 6-12 bln Anak> 2 th; 3 dosis c. Indikasi: pengunjung ke daerah risiko tinggi, homoseks & biseksual, IVDU, anak dan dewasa muda pada daerah yang pernah mengalami kejadian luar niasa luas, anak pada daerah dimana angka kejadian HAV lebih tinggi dari angka nasional, pasien yang rentan dengan penyakit hati kronik, pekerja laboratorium yang menangani HAV, pramusaji, pekerja pembuangan air.

2. Imunoprofilaksi paska paparan - Keberhasilan vaksin HAV pada panca paparan belum jelas - Keberhasilan Imunoglobulin sudah nyata akan tetapi tidak sempurna - Dosis 0.02 ml/kg suntikan pada daerah deltoid sesegera mungkin setelah paparan. - Toleransi baik, nyeri pada daerah suntikan - Indikasi : pada kontak erat atau kontak dalam RT dengan infeksi HAV akut Buku Ajar IPD Jlid 1 edisi 4 & KULIAH INTEGRSI Dr. Nur ANNA

10.

Penatalaksanaan Infeksi yang sembuh spontan Rawat jalan, kecuali pasien mual atau anoreksia berat

1.

dehidrasi 2. Mempertahankan asupan kalori & cairan adekuat Tidak ada rekomendasi diet khusus Makan pagi dengan porsi cukup besar Menghindari konsumsi alkohol 3. Aktivitas fisik berlebihan dan berkepanjangan dihindari 4. Pembatasan aktivitas sehari-hari tergantung derajad kelelahan & malaise

5. Tidak ada pengobatan spesifik. Interferon alfa pada hepatitis C akut dapat menurunkan risiko kejadian infeksi kronis. Peran lamivudin pada hepatitis B belum jelas. Kortikosteroid tidak bermanfaat. 6. Obat-obat tidak perlu harus dihentikan Gagal hati akut 1. Perawatan di RS Segera setelah diagnosis ditegakkan Penanganan terbaik dpt dilakukan pada RS menyediakan

program transplantasi hati 2. Belum ada terapi yang terbukti efektif 3. Tujuan Sementara menunggu perbaikan infeksi spontan dan

perbaikan fungsi hati dilakukan Monitoring kontinyu & terapi suportif Pengendalian dini thd komplikasi & fatalitas Mempertahankan fungsi vital Persiapan transplantasi bila tak terdapat perbaikan 4. Angka survival mencapai 65 75 % bila dilakukan

transplantasi dini Hepatitis kolestasis

Perjalanan

penyakit

dapat

dipersingkat

dengan

pemberian jangka pendek prednisone atau ursodioksikolat. Hasil penelitian masih belum tersedia. Pruritus dapat dikontrol dengan kolestiramin. Hepatitis relaps. Penangan serupa dengan hepatitis

yang sembuh spontan. Buku Ajar IPD Jlid 1 edisi 4

11. Komplikasi Hepatitis virus akut Dapat terjadi komplikasi ringan misalnya. Kolestasis berkepanjangan, relapsing hepatitis atau hepatitis kronis persisten dengan gejala asimtomatik dan AST fluktuatif. Komplikasi berat: hepatitis kronik aktif, sirosis hati, hepatitis fulminan atau karsinoma hepatoselular. Selain itu, dapat pula terjadi anemia aplastik, glomerulonefritis, necrotizing vasculitis atau mixed cryoglobulinemia. KAPITA SELEKTA KEDOKTERAN jilid 2 edisi 3 komplikasi tersering adl perjalanan klinis yg lebih lama 2 8 bln ( hepatitis kronik persisten, terjadi pada 5 10 % pasien. Walupun pemulihan terlambat, penderita hepatitis kronik persisten hampir seluruhnya sembuh 5 10 % pasien hepatitis virus mengalami kekambuhan setelah sembuh dari serangan awal. Terjadii karena individu berada dalam faktor resiko tinggi ( penyalahgunaan zat, penderita kanker ) Setelah hepatitis virus akut, sebagian kecil pasien mengalami hepatitis kronis aktif bila terjadi kerusakan hati seperti

digerogoti dan terjadi sirosis. Prognosisnya buruk, kematian biasanya terjadi dlm 5 th pd lebih dari separuh pasien2 ini akibat gagal hati/komplikasi sirosis. Komplikasi lanjut hepatitis yang cukup bermakna adl berkembangnya karsinoma hepatoseluler primer. Faktor penyebab utamanya adl infeksi HBV kronis dan sirosis terkait Patofisiologi, Sylvia A Price & Lorraine M. Wilson, 2006

12.

Prognosis Hepatitis Virus Akut

Dengan berkembangnya alternatif pengobatan maka diharapkan prognosis hepatitis menjadi lebih baik. Hepatitis A biasanya mempunyai prognosis baik kecuali yang fulminan, sedangkan hepatitis B prognosisnya semakin buruk bila infeksi terjadi semakin dini. Hepatitis B kronik Keberhasilan terapi ditandai oleh eliminasi HbeAg bersirkulasi dan HBV DNA serta serokonversi menjadi HbeAb. Indikasi terapi ini adalah peningkatan SGOT/SGPT yang persisten, adanya HbsAg,HbeAg, dan terdeteksinya HBV DNA dalam serum, dan gambaran hepatitis kronis pada biopsi hati. Dengan pengobatan anti virus, kebrhasilan terapi 25-40%. KAPITA SELEKTA KEDOKTERAN jilid 2 edisi 3

Asites

Asites adalah penimbunan cairan yang abnormal di rongga peritoneum. Asites dapat disebabkan oleh berbagai penyakit, namun yang terutama adalah sirosis hati dan hipertensi porta. Patofisiologi asites belum sepenuhnya dipahami dan diduga melibatkan beberapa mekanisme sekaligus. Teori yang diterima saat ini ialah teori vasodilatasi perifer.

Sirosis (pembentukan jaringan parut) di hati akan menyebabkan vasokonstriksi dan fibrotisasi sinusoid. Akibatnya terjadi peningkatan resistensi sistem porta yang berujung kepada hipertensi porta. Hipertensi porta ini dibarengi dengan vasodilatasi splanchnic bed (pembuluh darah splanknik) akibat adanya vasodilator endogen (seperti NO, calcitone gene related peptide, endotelin dll). Dengan

adanya vasodilatasi splanchnic bed tersebut, maka akan menyebabkan peningkatan aliran darah yang justru akan membuat hipertensi porta menjadi semakin menetap. Hipertensi porta tersebut akan meningkatkan tekanan transudasi terutama di daerah sinusoid dan kapiler usus. Transudat akan terkumpul di rongga peritoneum dan selanjutnya menyebabkan asites.

Selain menyebabkan vasodilatasi splanchnic bed, vasodilator endogen juga akan mempengaruhi sirkulasi arterial sistemik sehingga terjadi vasodilatasi perifer dan penurunan volume efektif darah (underfilling relatif) arteri. Sebagai respons terhadap perubahan ini, tubuh akan meningkatkan aktivitas sistem saraf simpatik dan sumbu sistem renin-angiotensin-aldosteron serta arginin vasopressin. Semuanya itu akan meningkatkan reabsorbsi/penarikan garam (Na) dari ginjal dan diikuti dengan reabsorpsi air (H20) sehingga menyebabkan semakin banyak cairan yang terkumpul di rongga tubuh.

Penyakit yang mendasari asites Asites dapat terjadi pada peritoneum yang normal atau peritoneum yang mengalami kelainan patologis. Jika peritoneum normal (tidak ada kelainan), maka penyebab asites adalah hipertensi porta dan hipoalbuminemia. Sedangkan pada peritoneum yang mengalami kelainan patologis, penyebab asites antara lain infeksi (peritonitis bakterial/TBC/fungal, peritonitis terkait HIV dll), keganasan/karsinoma peritoneal dll. Diagnosa asites Dalam menegakkan suatu diagnosa selalu meliputi tiga hal yaitu anamnesis, pemeriksaan fisik, serta pemeriksaan penunjang. Pada anamnesis dapat digali halhal sebagai berikut: Pasien mengeluh adanya pertambahan ukuran lingkar perut

Konsumsi alkohol, adanya riwayat hepatitis, penggunaan obat intravena, lahir/hidup di lingkungan endemik hepatitis, riwayat keluarga, dll Obesitas, hiperkolesterolemia, diabetes melitus tipe 2, atau penyakitpenyakit yang dapat berkembang menjadi sirosis dll. Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan hal-hal sebagai berikut: Adanya kelainan/gangguan di hati dapat dilihat dari jaundice, eritema palmaris atau spider angioma Adanya hepatosplenomegali pada saat dipalpasi Shifting dullnes, pudle sign Peningkatan tekanan vena jugularis, dll.

Pada pemeriksaan penunjang, dapat digunakan metode pencitraan (USG) atau parasentesis (pengambilan cairan). Apabila dilakukan parasentesis, selain dapat mendiagnosa adanya asites, juga bermanfaat untuk melihat penyebab asites. Pada cairan yang diambil tersebut dapat dilakukan pemeriksaan sbb: Gambaran makroskopik: cairan yang hemoragik dihubungkan dengan keganasan, warna kemerahan dapat dijumpai pada ruptur kapiler peritoneum dll. Gradien nilai albumin serum dan asites: gradien tinggi (>1.1 gr/dl) terdapat pada hipertensi porta pada asites transudat, dan sebaliknya pada asites eksudat. Konsentrasi protein yang tinggi (>3 gr/dl) menunjukkan asites eksudat, sebaliknya (<3 gr/dl) menunjukkan asites transudat. Hitung sel: peningkatan jumlah lekosit menunjukkan adanya inflamasi. Untuk menilai asal infeksi dapat digunakan hitung jenis sel. Biakan kuman dan pemeriksaan sitologi.

Tatalaksana asites Dalam menatalaksana asites transudat (akibat hipertensi porta) terdapat beberapa hal yang dapat dilakukan yaitu: Tirah baring untuk memperbaiki efektifitas diuretika. Tirah baring akan menyebabkan aktivitas simpatis dan sistem renin-angiotensin-aldosteron menurun. Pada tirah baring, pasien tidur telentang dengan kaki sedikit diangkat selama beberapa jam setelah minum diuretika Diet rendah garam ringan sampai sedang untuk membantu diuresis.

Pemberian diuretika yang bekerja sebagai antialdosteron, misalnya spironolakton. Dengan pemberian diuretika diharapkan berat badan dapat turun 400-800 gr/hari.

Terapi parasentesis, yaitu mengeluarkan cairan asites secara mekanis. Untuk setiap liter cairan asites yang dikeluarkan sebaiknya diikuti dengan substitusi albumin sebanyak 6-8 gram. Pengobatan terhadap penyakit yang mendasari terjadinya asites seperti penyakit hati dll Komplikasi Asites yang jika tidak dikelola dengan baik dapat berdampak komplikasi yaitu peritonitis (mengancam nyawa), sindrom hepatorenal (vasokonstriksi renal akibat aktivitas penarikan garam dan cairan dari ginjal), malnutrisi, hepatik-ensefalopati, serta komplikasi lain yang dikaitkan dengan penyakit penyebab asites.

Referensi Gentilini P, Laffi G. Ascites in liver diseases. Ann Ital Med Int. 1991 Jan-Mar;6(1 Pt 2):148-55. Hirlan. Asites. Dalam: Sudoyo et.al. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1. 5th ed. Jakarta: Interna Publishing; 2009. Mercure KB. Transjugular Intrahepatic Portosystemic Shunt in the Management of Refractory Ascites. [Online]. 2004 Apr 6 [cited 2010 Mar 2]; Available from: URL: http://intmedweb.wfubmc.edu/grand_rounds/2003/tipsdoc.html#PATHOPHYSIOL OGY OF ASCITES Schrier RW, Arroyo V, Bernardi M, Epstein M, Henriksen JH, Rods J. Peripheral arterial vasodilation hypothesis: a proposal for the initiation of renal sodium and water retention in cirrhosis. Hepatology. 1988 Sep-Oct;8(5):1151-7. Shah R, Fields J. Ascites. [Online]. 2009 May 8 [cited 2010 Mar 2]; Available from: URL: http://emedicine.medscape.com/article/170907-overview Sheerwood L. Fisiologi manusia dari sel ke sistem. 2nd ed. Jakarta: EGC; 2001. p. 307.

Anda mungkin juga menyukai