Anda di halaman 1dari 5

Hidup selaras dengan Merapi Choiri Askolani (disampaikan dalam sarasehan masyarakat lereng merapi, FKDM Sleman)

Refleksi 2 Tahun paska Erupsi merapi Erupsi merapi 2010 merupakan erupsi terbesar sejak beberapa puluh tahun terakhir. Tidak seperti letusan-letusan Merapi sebelumnya, selang beberapa hari setelah letusan pertama (26 Oktober), Merapi kembali meletus pada tanggal 3 November, bahkan dengan intensitas yang lebih besar. Awan panas letusan ini mencapai Kecamatan Cangkringan yang terletak lebih dari 10 km dari puncak Merapi, menghancurkan wilayah yang selama ini dianggap aman oleh masyarakat. Letusan Merapi yang sebelumnya diperkirakan hanya berdampak pada penduduk di kawasan berjarak 10 km dari puncak Merapi, ternyata telah melebar ke kawasan yang lebih luas. Pemerintah dengan rekomendasi BPPTK telah menetapkan kawasan awas Merapi sejauh 20 km dari puncak. Karakter letusan Merapi yang berubah ini tidak terantisipasi oleh berbagai pihak, termasuk penyediaan dana tanggap darurat dan usaha-usaha bantuan kemanusiaan bagi ratusan ribu masyarakat di sekeliling Merapi yang harus diungsikan untuk cukup lama. Berikut sedikit data tentang erupsi merapi : 1. 2. 3. Erupsi Merapi Oktober November 2010 Wilayah terdampak : Magelang, Boyolali, Klaten dan Sleman Kerusakan signikan menimpa : 53.315 keluarga di 57 desa dalam 11 kecamatan di 4 kabupaten tersebut. 4. Tercatat 275 orang meninggal, 576 sakit, dan 303.233 jiwa mengungsi.

Kerugian yang timbul akibat erupsi merapi 2010 : 1. Di sektor pertanian mengalami kerugian mencapai Rp.1 trilyun, meliputi kerusakan tanaman pangan, holtikultura dan tanaman perkebunan. Luasan lahan pertanian yang mengalami kerusakan mencapai lebih dari 33.000 ha.

2.

Di sektor peternakan, sebanyak 188.765 ekor (sapi perah, kerbau, dan kambing), selain kesulitan pakan ternak, harga jual ternak-ternak itupun menurun tajam, misalnya, sapi dewasa yang biasanya berharga Rp 5-6 juta per ekor merosot sampai hanya Rp 3 juta.

3. 4.

Di sektor kehutanan, 33% (2.400 ha) kawasan hutan mengalami kerusakan. Di sektor pemukiman, 45.677 unit rumah hancur atau rusak berat dan ringan, terdiri dari 11.517 unit di Jawa Tengah dan 34.160 unit di Yogyakarta.

5.

Di sektor prasarana dasar (infrastruktur), kerusakan berat dan ringan menimpa sejumlah sumber dan jaringan air bersih, irigasi, jalan, jembatan, pasar dan infrastruktur lain.

Kondisi saat ini Sampai saat ini, dampak erupsi merapi 2 tahun yang lalu masih terasa. Di sektor Ekonomi, pertanian, peternakan dan perdagangan kondisinya belum 100% Pulih. Di sektor hunian, telah terbangun 1.675 unit huntap (79 %) dari rencana 2.129 unit Huntap yang akan dibuat di kabupaten Sleman (data BNPB Oktober 2012). Di sektor Infrastruktur/ Sarana dan Prasana, sampai saat ini perbaikan dan pembangunan infrastruktur yang rusak akibat erupsi masih belum sepenuhnya selesai seluruhnya dan masih terus berjalan

Hidup Selaras dengan Merapi Merapi merupakan berkah dan sekaligus ancaman bagi masyarakat yang tinggal disekitarnya. Kesuburan tanah, sumber air yang melimpah dan pemandangan yang indah merupakan berkah yang tak terkirakan karena keberadaan gunung merapi. Disisi lain yang tak boleh kita lupakan, Gunung merapi setiap saat dapat meletus mengeluarkan lava, awan panas dan abu vulkanin sebagai ancaman utama. Ancaman lainnya adalah banjir lahar hujan yang setiap saat dapat menerjang dan meluluh lantakkan apa saja. Maka, masyarakat disekitar gunung merapi harus pandai-pandai menyelaraskan hidup dengan kondisi alam yang ada. Kita harus sadari bersama bahwa kekuatan alam tak mungkin kita lawan. Satu-satunya jalan adalah kita harus beradaptasi dan menyelaraskan hidup dengan kondisi yang ada.

Beribu tahun hidup dilereng merapi, sebenarnya ada banyak pengalaman dan kearifan lokal masyarakat dalam kebencanaan yang berkembang. Namun sayangnya, kebudayaan dan kearifan lokal ini tidak terawat sehingga tidak terwariskan dengan baik dari generasi ke generasi. Saat ini kita telah banyak kehilangan ingatan dan kearifan untuk membaca tanda-tanda alam yang terjadi.

Mengelola ancaman Dalam kebencanaan, Bencana selalu berbanding lurus dengan ancaman dan keentanan dan berbanding terbalik dengan kapasitas. Jadi bencana dapat terjadi jika kapasitas tidak sebanding dengan ancaman dan kerentanan yang ada. Dengan kata lain, bencana dapat diminimalisir dan direduksi jika kapasitas lebih besar dari ancaman dan kerentanan yang ada. Meskipun ancaman kebanyakan bersifat natural atau kodrati, kerentanan lebih bersifat sosial. Dengan meyakini hal ini, maka bencana dapat dihindari dengan mengelola ancaman, mengurangi kerentanan dengan meningkatkan kapasitas. Ancaman dapat dikelola dengan mengenali jenis, karakter dan skala dampaknya. Dengan menemu kenali ancaman maka langkah pengurangan risiko dapat dilakukan sehingga dampak ancaman dapat direduksi seminimal mungkin. 1. Jenis ancaman Jenis-jenis ancaman yang mungkin terjadi disekitar karena kondisi alam, pemakaian teknologi maupun sosial (kerawanan konflik)

2. Karakter - Tanda-tanda sebelum terjadi - Kecepatan terjadinya - Sejarh dan Siklus - Durasi kejadian - Luas daerah terdampak - Skala dampak

Memetakan kerentanan dan kapasitas Kerentanan dan kapasitas bagaikan 2 sisi mata uang yang tak dapat dipisahkan. karena keduanya selalu berkaitan dengan aspek asset-asset penghidupan baik perorangan, rumah tangga dan masyarakat. Ada 6 aspek kerentanan/kapasitas yang harus dipetakan, yaitu : 1. Manusia Kesadaran, Sikap, Kebiasaan dan Motivasi 2. Sosial Keluarga, Ikatan sosial, Kelembagaan 3. Politik Akses, Partisipasi, Peran, Kontrol terhadap Kebijakan 4. Ekonomi Asset penghidupan, Pasar, Akses keuangan dan perbankan 5. Alam Bentang alam, sumberdaya 6. Fisik/ Infrastruktur Jalan, Jembatan, bangunan dan sarana umum lainnya

Jika jenis dan karakter ancaman dapat dikenali serta kerentanan dan kapasitas dapat dipetakan, maka kemudian dapat dilakukan langkah-langkah Pengurangan Resiko Bencana (PRB). Perlu diingat bahwa PRB tidak dapat dilakukan secara sektoral karena PRB Menyangkut berbagai macam aspek. Dengan demikian perlu sinergi dari berbagai pihak yang bersangkutan. Integrasi PRB dalam setiap sendi kehidupan perlu dilakukan untuk menjadikan PRB menjadi sebuah budaya, juga dalam setiap perencanaan dan pembangunan baik dilevel desa maupun level yang lebih atas. Pada dasarnya, masyarakat yang tangguh adalah masyarakat yang mampu mengelola dan mengamankan asset-asset penghidupan dari kerusakan karena bencana. Menjadikannya sebagai modal dasar untuk bertahan dan memulihkan diri paska bencana.

Pointer Diskusi 1. Apa saja kerentanan dan kapasitas yang ada dan dapat dikenali di masyarakata..??

Manusia (Kesadaran, Sikap, Kebiasaan dan Motivasi) Sosial (Keluarga, Ikatan sosial, Kelembagaan) Politik (Akses, Partisipasi, Peran, Kontrol terhadap Kebijakan) Ekonomi (Asset Penghidupan, Pasar, Akses keuangan dan perbankan) Alam (Bentang alam, sumberdaya alam) Fisik/ Infrastruktur (Jalan, Jembatan, bangunan)
2. Siapa saja yang dapat berperan dalam Pengurangan Risiko Bencana (PRB) dan apa peran yang dapat mereka lakukan dalam PRB..?? 3. Bagaimana integrasi PRB dalam Perencanaan dan Pembangunan..?? 4. Rencana tindak dari masing-masing Pemangku kepentingan dan Masyarakat No 1 Aspek Manusia Kerentanan Kapasitas

Sosial

Politik

Ekonomi

Alam

Fisik/ Infrastruktur

Anda mungkin juga menyukai