Anda di halaman 1dari 28

SEORANG LAKI-LAKI USIA 57 TAHUN DENGAN PPOK DAN CARDIAC LIVER

Oleh : Dedik Hartono J 500080019

Pembimbing : dr. Asna Rosida Sp.PD

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM FAKULTAS KEDOKTERAN UMS / RSUD DR. HARJONO PONOROGO 2012

LAPORAN KASUS I. ANAMNESIS A. IDENTITAS PENDERITA Nama Umur Jenis kelamin Agama Pekerjaan Alamat Tanggal masuk Tanggal pemeriksaan B. DATA DASAR Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis dan alloanamnesis yang dilakukan pada tanggal 20 November 2012 di Ruang Mawar A3. 1. Keluhan Utama : Sesak nafas 2. Riwayat Penyakit Sekarang Pasien datang ke RSUD Ponorogo pada tanggal 07 November 2012 dengan keluhan sesak nafas. Sesak nafas dirasakan pasien sejak 2 minggu yang lalu dan kumat-kumatan. Sesaknya semakin bertambah jika digunakan untuk beraktifitas, berjalan, atau berbaring posisi terlentang mlumah dan berkurang jika digunakan untuk beristirahat atau posisi duduk. Pasien mengatakan sudah menderita batuk yang menahun, batuk dirasakan pasien semakin hari semakin memberat kepingkel-pingkel. Batuk yang dialami pasien berdahak, dahak berwarna putih kehijauan, kental, tidak ada darah. Selama batuk pasien juga sering mengalami keluhan-keluhan penyerta seperti berat badan yang turun, sering keluar keringat malam sumuk, dan nafsu makan berkurang. Akibatnya badan terasa lemas. Pasien mengatakan sudah menjalani pengobatan untuk batuknya tersebut. 2 : Tn. B : 57 tahun : Laki-laki : Islam : Swasta : Kesugihan Pulung : 07 November 2012 : 20 November 2012

Selain itu pasien juga mengeluhkan sering deg-degan, berdebardebar, nyeri dada bagian kiri yang menjalar, perut terasa penuh, kembung, sebah, nyeri pada ulu hati, dan kedua kakinya bengkak. Pasien tidak demam, tidak pusing, mual dan muntah setiap kali pasien minum obat atau dimasukkan obat lewat infus. Pasien mengeluhkan BAB tidak lancar (kecil-kecil), BAK lancar warna kuning pekat, tidak nyeri, tidak panas, tidak anyang-anyangan, dan tidak disertai darah. 3. Riwayat Penyakit Dahulu a. Riwayat diabetes b. Riwayat hipertensi c. Riwayat TB e. Riwayat kencing batu f. Riwayat asma g. Riwayat sakit jantung h. Riwayat sakit ginjal i. Riwayat mondok j. Riwayat operasi 4. Riwayat Penyakit Keluarga a. Riwayat penyakit serupa c. Riwayat diabetes d. Riwayat hipertensi e. Riwayat sakit jantung f. Riwayat sakit ginjal 5. Riwayat Kebiasaan a. Riwayat minum jamu tradisional : disangkal b. Riwayat merokok c. Riwayat olahraga teratur d. Riwayat minum suplemen e. Riwayat konsumsi alkohol 3 : disangkal : disangkal : disangkal : disangkal : disangkal : disangkal : disangkal : disangkal : disangkal b. Riwayat alergi obat & makanan : disangkal : disangkal : disangkal : diakui : disangkal : disangkal : disangkal : disangkal : diakui : disangkal

d. Riwayat alergi obat & makanan : disangkal

f. Riwayat konsumsi makanan tinggi kolesterol g. Riwayat konsumsi obat bebas II. PEMERIKSAAN FISIK

: diakui : disangkal

Pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 20 November 2012. Keadaan Umum Pasien tampak lemah B. Kesadaran Compos Mentis, GCS: E4V5M6 Tanda Vital Tensi Nadi Frekuensi nafas Suhu Kulit Ikterik (-), petechiae (-), acne (-), turgor cukup, hiperpigmentasi (-), bekas garukan (-), kulit kering (-), kulit hiperemis (-), sikatrik bekas operasi (-) E. Kepala Bentuk mesocephal, rambut warna hitam-putih, mudah rontok (-), luka (-) Wajah Simetris, eritema (-), ruam muka (-), moon face (-) Mata Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), perdarahan subkonjungtiva (-/-), pupil isokor dengan diameter 4 mm/4 mm, reflek cahaya (+/+) normal, oedem palpebra (-/-), strabismus (-/-) Telinga Sekret (-), darah (-), nyeri tekan mastoid (-) gangguan fungsi pendengaran (-) Hidung Deviasi septum nasi (-), epistaksis (-), nafas cuping hidung (-), sekret (-), fungsi pembau baik, foetor ex nasal (-) Mulut 4 : 120/90 mmHg berbaring dengan tangan kanan : 60x/menit, irama ireguler, isi dan tegangan cukup. : 32 x/menit, tipe thorakoabdominal : 36,5C per axiler

Sianosis (-), gusi berdarah (-), kering (-), stomatitis (-), pucat (-), lidah tifoid (-), papil lidah atropi (-), luka pada sudut bibir (-) Leher JVP R+2 cm, trakea di tengah, simetris, pembesaran tiroid (-), pembesaran kelenjar getah bening (-). Thoraks 1. Pulmo Inspeksi : normochest, simetris kanan-kiri, sela iga melebar, retraksi intercostae (-), ketinggalan gerak (-) Palpasi : simetris, sela iga melebar, retraksi (-), ketinggalan gerak (-) Depan Belakang -

Fremitus

: getaran fremitus menurun kanan dan kiri Depan Belakang

Perkusi

: sonor kanan/kiri (+/+) Depan S S S S S S S S S Belakang S S S

Auskultasi 2. Jantung :

: Suara dasar vesikuler intensitas normal, suara tambahan

wheezing (-/-), ronchi (+/+) Inspeksi Palpasi Perkusi : Iktus kordis tidak tampak : Iktus kordis tidak kuat angkat : Batas jantung 5

kiri atas kiri bawah kanan atas kanan bawah pinggang jantung Auskultasi M. Abdomen Inspeksi Auskultasi Perkusi

: SIC II linea parasternalis sinistra : SIC V linea midclavicularis sinistra : SIC II linea parasternalis dextra : SIC IV linea parasternalis dextra : SIC II-III parasternalis sinistra

: Bunyi jantung I-II ireguler, bising (-), gallop (-). : dinding perut sejajar dengan dinding dada, venektasi (-), caput medusa (-), distended (-) : peristaltik (+) normal : P P T P T T T T T pekak alih (-), undulasi (-), nyeri ketok kostovertebra (-)

Palpasi

: supel, hepar teraba membesar, kenyal, permukaan rata, lien tidak teraba membesar, defans muskular (-), nyeri tekan epigastrium (+), nyeri tekan suprapubik (-), ballotement (-)

N. Ekstremitas : Superior dekstra : odem (-), sianosis (-), pucat (-), akral hangat (+), eritem palmaris (-), luka (-), ikterik (-), spoon nail (-), kuku pucat (-), jari tabuh (-), nyeri tekan (-), nyeri gerak (-), deformitas (-) Superior sinistra : odem (-), sianosis (-), pucat (-), akral hangat (+), eritema palmaris (-), luka (-), ikterik (-), spoon nail (-), kuku pucat (-), jari tabuh (-), nyeri tekan dan nyeri gerak (-), deformitas (-) Inferior dekstra : pitting odem (+), luka (-), hiperemis (-), nyeri tekan (-), sianosis (-), pucat (-), akral hangat (+), eritema palmaris (-), ikterik (-), spoon nail (-), kuku pucat (-), jari tabuh (-), deformitas (-)

Inferior sinistra : pitting odem (+), hiperemis (-), nyeri tekan (-), sianosis (-), pucat (-), akral hangat (+), eritema palmaris (-), ikterik (-), spoon nail (-), kuku pucat (-), jari tabuh (-), deformitas (-).

III.

PEMERIKSAAN PENUNJANG A. Pemeriksaan EKG

Frekuensi: 150x/menit, Ritme: ireguler, Jenis irama: sinus, Zona

transisi: normal (V3-V4), Aksis : deviasi ke kiri (Lead I (+), aVF (-)), Morfologi gelombang : Gelombang P selalu diikuti gelombang QRS 7

dan T, Interval PR 0,16 detik, Gelombang QRS 0,08 detik, didapatkan Ventricel Ekstra Sistole (VES) uniform B. Laboratorium Darah Keterangan Hematologi rutin Hb Hct AL AT AE Indeks eritrosit MCV MCH MCHC RDW-CV MPV PDW Hitung jenis Limfosit Kimia klinik GDA Ureum Kreatinin Asam urat SGOT SGPT Bil. Total Bil. Direct Albumin Globulin 101 20,65 1,2 11,1 110,9 52,3 1,02 0,43 2,7 5,1 8 mg/dl mg/dl mg/dl Mg/dL u/l u/l mg/dl mg/dl g/dl g/dl < 140 10-50 0,7-1,2 2,4-6,1 0-31 0-31 0-1,2 0-0,35 3,5-5 2-3,9 18 % 20-40 68,0 19,4 28,7 16,9 7,2 16,1 fl pg g/dl % fl % 82-95 27-31 32-36 11,5-14,5 7,2-11,1 15-17 12,0 41,8 9,4 212 6,16 g/dl % 10/l 10/l 10/l 11-16 37-50 4,0-10 100-300 4-5,5 20/6/2012 Satuan Nilai rujukan

Kolesterol total HDL-D LDL-D Trigliserid

170 15 134 104

mg/dl mg/dl mg/dl mg/dl

140-200 45-150 0-190 36-165

C. Pemeriksaan Foto Thorak PA

Interpretasi Kesan

: Pada foto thorak PA didapatkan hiperlusensi, SIC melebar, corakan bronkovaskular berkurang, CTR <50% : cor dalam batas normal, pulmo hiperlusensi

D. Pemeriksaan USG 9

Hasil : didapatkan cholelitiasis E. Pemeriksaan BTA Hasil : spesimen dahak sewaktu negatif IV. RESUME / DAFTAR MASALAH A. Daftar Abnormalitas Anamnesis 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 1. Sesak nafas Batuk berdahak Jantung berdebar-debar, nyeri dada Perut terasa penuh, sebah, dan kembung Bagian ulu hati terasa nyeri Kedua kaki bengkak Berat badan yang turun, sering keluar keringat malam Vital sign Tensi Nadi Frekuensi nafas Suhu 2. kiri atas kiri bawah : 120/90 mmHg berbaring dengan tangan kanan : 60x/menit, irama ireguler, isi dan tegangan cukup. : 32 x/menit, tipe thorakoabdominal : 36,5C per axiler Batas jantung : SIC II linea parasternalis sinistra : SIC V linea midclavicularis sinistra 10

B. Diagnosa Fisik

kanan atas kanan bawah Auskultasi 3. 4. 5. Paru-paru Auskultasi Abdomen

: SIC II linea parasternalis dextra : SIC IV linea parasternalis dextra : Bunyi jantung I-II ireguler : Ronchi (+/+)

Palpasi : Nyeri tekan epigastrium, Hepar teraba membesar Ekstremitas Palpasi : oedem di kedua tungkai C. Pemeriksaan Penunjang o Pemeriksaan EKG: VES bigemini o Pemeriksaan Laboratorium: Parameter Hasil 6,16 68,0 19,4 28,7 16,9 18 11,1 110,9 52,3 0,43 2,7 5,1 15 : hiperlusensi : cholelitiasis : negatif 1. PPOK 2. Cardiac Liver 3. hiperurisemia Rujukan 4-5,5 82-95 27-31 32-36 11,5-14,5 20-40 2,4-6,1 0-31 0-31 0-0,35 3,5-5 2-3,9 45-150 AE MCV MCH MCHC RDW-CV Limfosit Asam urat SGOT SGPT Bil. Direct Albumin Globulin HDL-D o Pemeriksan Foto Thorak PA o Pemeriksaan USG o Pemeriksaan BTA

V. ASSESMENT/ DIAGNOSIS KERJA

11

12

VII. POMR (PROBLEM ORIENTED MEDICAL RECORD) Planning Daftar masalah Problem Assesment Diagnosa Sesak nafas, PPOK emfisema Spirometri batuk menahun, Foto thorax sputum (+), BTA Analisa gas (-), px fisik: darah fremitus , ronchi Sputum gram (+), Rontgen thorax: hiperlusen, SIC melebar dikedua lapang paru, CTR < 50%, lemas

Planning Monitoring Px fisik O2 2 ltr Vital sign Infs PZ 20tpm Cefotaxime 3x1gr BTA Aminophilin 1,5 amp (drip) dalam PZ 500cc Prednisolon 3040mg t.off Inhalasi agonis 2 salbutamol (bronkodilator) Ambroxol 3x1 tab Plannning Terapi Klinis Farsix 20mg LFT 2-1-0 Captopril 3x12,5 EKG ISDN 3x5mg ASA 1x100mg Digoxin 1-0-0 Lansoprasol 0-0-1 Ranitidine 2x1amp

Mual (+), muntah Hepato (+), Nyeri tekan megali epigastrium, edema ekstremitas bawah (+/+), dada sering berdebar,nyeri, perut terasa penuh,mbesesek Leher JVP R+2 Ausk: BJI-II irreguler Hepar teraba membesar, kenyal, panjang pekak 13cm mid clavicula dextra EKG: VES USG: colelitiasis SGOT 110,9 SGPT 52,3 ALB:GLB terbalik UA : 11,1 mg/Dl

Cardiac liver

EKG, USG abdomen, LFT, RFT, HbsAg, biopsi liver

Hiper urisemia

Diet rendah purin Allopurinol (3x100mg/po/hari)

Klinis Urine Lengkap Kimia Darah

13

BAB II PEMBAHASAN A. Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK) 1. Definisi Penyakit Paru Obstruksi kronis (PPOK) adalah penyakit obstruksi jalan napas karena bronkitis kronik atau emfisema (American Thoracic Society 1995). Obstruksi tersebut umumnya bersifat progresif, bisa disertai hiperaktivitas bronkus dan sebagian bersifat reversibel. (Mansjoer, 2007) Penyakit obstruksi saluran nafas kronis dan progresif yang dikarakterisir oleh adanya keterbatasan aliran udara yang bersifat irreversibel, yang disebabkan oleh bronkitis kronis, emphysema atau keduanya. ( Ikawati, 2012) Bronkitis kronik adalah keadaan pengeluaran mukus secara berlebihan ke batang bronchial secara kronik atau berulang dengan disertai batuk, yang terjadi hampir setiap hari selama sekurangnya tiga bulan dalam 1 tahun selama 2 tahun berturut-turut. Emphysema adalah kelainan paru-paru yang ditandai dengan pembesaran jalan nafas yang sifatnya permanen mulai dari terminal bronchial sampai bagian distal (alveoli : saluran, kantong udara dan dinding alveoli) (Ikawati, 2012)). 2. Faktor Resiko a. Kebiasaan Merokok b. Polusi udara c. Paparan debu, asap, dan gas-gas kimiawi akibat kerja d. Riwayat infeksi saluran napas e. Bersifat genetik yaitu defisiensi -1 antitripsin (Mansjoer, 2007) f. Pertumbuhan dan perkembangan paru g. Jenis kelamin, umur, dan status sosio-ekonomi h. Nutrisi dan komorbiditas (USU, 2012) 3. Patogenesis

14

Pada bronkitis kronik maupun emfisema terjadi penyempitan saluran nafas. Penyempitan ini dapat mengakibatkan obstruksi jalan nafas dan menimbulkan sesak. Pada bronkitis kronik, saluran pernapasan kecil yang berdiameter kurang dari 2mm menjadi lebih sempit, berkelok-kelok, dan berobliterasi. Penyempitan ini terjadi karena hipertrofi dan hiperplasi kelenjar mukus. Pada emfisema paru penyempitan saluran nafas disebabkan oleh berkurangnya elastisitas paru-paru. (Mansjoer, 2007)

(Ikawati, 2012) 15

Penyebab Keterbatasan Aliran Udara a. Irreversibel 1) Fibrosis dan penyempitan saluran pernafasan 2) Kehilangan elastic recoil disebabkan kerusakan alveoli 3) Destruksi (kerusakan penyokong) alveoli yang menahan patennya saluran pernafasan b. Reversible 1) Akumulasi sel inflamasi,dahak dan eksudasi plasma di bronkus 2) Kontraksi otot polos di periper dan sentral bronkus 3) Hiperinflasi dinamik selama latihan (Pandia, 2011) 4. Manifestasi klinis Tanda : a. Pernafasan yang cepat ( Takipnoe), b. Nafas bunyi(wheezing), c. Ekspirasi memanjang, d. Diameter antero-posterior >tranversal(Barel chest) karena hiperinflasi, e. Penggunaan otot-otot Bantu pernafasan, f. Mulut seperti bersiul (Pursed lip breathing) Gejala : a. Sesak nafas b. Batuk produktif/tidak produktif c. Batuk darah d. Nyeri dada (Pandia, 2011) 5. Diagnosis Penderita yang datang dengan keluhan klinis dispneu, batuk kronik atau produksi sputum dengan atau tanpa riwayat paparan faktor risiko PPOK sebaiknya dipikirkan sebagai PPOK. Diagnosis PPOK di pastikan melalui pemeriksaan spirometri paksa bronkhodilator. Perasaan rasa sesak nafas dan dada terasa menyempit merupakan gejala non spesifik yang dapat bervariasi seiring waktu yang dapat muncul pada seluruh derajat keparahan PPOK.

16

Pemeriksaan fisik memainkan peranan penting untuk diagnosis PPOK. Tanda fisik hambatan aliran udara biasanya tidak muncul hingga terdapat kerusakan yang bermakna dari fungsi paru muncul, dan deteksi memiliki nilai sensitifitas dan spesifisitas yang rendah. Pada inspeksi dapat di temukan sentral sianosis, bentuk dada barel-shaped, takhipneu, edema tungkai bawah sebagai tanda kegagalan jantung kanan. Perkusi dan palpasi jarang membantu diagnosis PPOK kecuali tanda-tanda hiperinflasi yang akan mengaburkan batas jantung dan menurunkan batas paru-hati. Auskultasi sering memberikan kelemahan saluran nafas, dapat dengan disertai adanya mengi. Uji faal paru dengan spirometri merupakan suatu hal yang wajib di lakukan pada penderita yang memang sudah di curigai PPOK untuk lebih memastikan diagnosa yang ada sekaligus memantau progresifitas penyakit. Perangkat ini merupakan alat bantu diagnosis yang paling objektif, terstandarisasi dan most reproducible akan adanya hambatan aliran nafas. Spirometri akan menilai Kapasitas Vital Paksa (KVP) Paru dan Volume Ekspirasi Paksa 1 detik (VEP1) yang didasarkan pada umur, tinggi badan, jenis kelamin dan ras. Diagnosa PPOK ditegakkan bila didapati nilai paksa paska bronkodilatornya VEP1/KVP < 0,70 dan VEP1 < 80% prediksi, dan berdasarkan penilaian VEP1 tadi, dapat dinilai derajat keparahan dari PPOK. Gambaran foto dada yang abnormal jarang tampak pada PPOK, kecuali adanya bulosa pada paru. Perubahan radiologis yang mungkin adalah adanya tanda hiperinflasi (pendataran diafragma dan peningkatan volume udara pada rongga retrosternal), hiperlusensi paru dan peningkatan corak vaskuler paru. Selain itu radiologis membantu dalam melihat komorbiditas seperti gambaran gagal jantung. Untuk kepentingan operatif, CT Scan paru juga memegang peranan penting. (USU, 2012) 6. Pemeriksaan Pemeriksaan yang diperlukan untuk menilai tingkat keparahan pasien PPOK adalah:

17

a. Tes fungsi paru (mungkin sukar dilakukan untuk pasien yang kondisinya parah). PEF <100 L/menit atau FEV1 <1L mengindikasikan adanya eksaserbasi yang parah. b. Pemeriksaan analisa gas darah 1) PaO2 <8,0 kPa (60mmHg) dan atau Sa O2 <90% dengan atau tanpa PaCO2 >6,7 kPa (50mmHg), saat bernapas dalam udara ruangan, mengindikasikan adanya gagal napas. 2) PaO2 <6,7 kPa (50mmHg), PaCO2 > 9,3 kPa (70mmHg) dan Ph < 7,3 memberi kesan episode yang mengancam jiwa dan perlu dilakukan monitor ketat serta penanganan intensif. c. Foto thorax, dilakukan untuk melihat adanya komplikasi seperti pneumonia d. EKG. Pemeriksaan EKG dapat membantu penegakan diagnosis hipertrofi ventrikel kanan, aritmia dan iskemia. e. Kultur dan sensitivitas kuman Diperlukan untuk mengetahui kuman penyebab serta resistensi kuman terhadap antibiotik yang dipakai. Pemeriksaan ini juga diperlukan jika tidak ada respon terhadap antibiotik yang dipakai sebagai pengobatan pada permulaan penyakit. Kuman penyebab yang paling sering ditemukan adalah Streptococcus pneumoniae, Moraxella catarrhalis dan H. influenza (Riyanto&Hisyam, 2009) 7. Derajat Keparahan PPOK

18

(Ikawati, 2012) 8. Penatalaksanaan PPOK a. Antikolinergik inhalasi: first line therapy, dosis harus cukup tinggi : 2 puff 4 6x/ hari. Jika sulit, gunakan nebulizer 0.5 mg setiap 4-6 jam jika perlu, (ipratropium, oxytropium bromide) b. Simpatomimetik: second line therapy (terbutalin, salbutamol) c. Kombinasi antikolinergik dan simpatomimetik untuk meningkatkan efektifitas d. Metil ksantin: banyak ADR, dipakai jika penggunaan first line dan second line tidak adekuat e. Mukolitik: membantu pengenceran dahak, namun tidak memperbaiki aliran udara f. Kortikosteroid, laporan tentang efektivitasnya masih bervariasi, kecuali jika pasien juga memiliki riwayat asma g. Oksigen untuk pasien hipoksemia, cor pulmonale. Digunakan jika baseline PaO2 turun sampai < 55 mmHg

19

h. Antibiotik digunakan bila ada tanda infeksi, bukan untuk maintenance therapy i. Vaksinasi direkomendasikan untuk high-risk patients: vaksin pneumococcus (tiap 5-10 th) dan vaksin influenza (tiap tahun) j. 1-proteinase inhibitor untuk pasien yang defisiensi 1-antitripsin digunakan per minggu, contoh: Prolastin (Ikawati, 2012)

B. Cardiac Liver 1. Definisi Congestive Heart Failure (CHF)/gagal jantung adalah suatu keadaan patofisiologis berupa kelainan fungsi jantung sehingga jantung tidak mampu memompa darah untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan dan/atau kemampuannya hanya ada kalau disertai peninggian volume diastolik secara normal (Mansjoer, 2007) Gagal jantung sistolik adalah ketidakmampuan kontraksi jantung memompa sehingga curah jantung menurun dan menyebabkan kelemahan, fatik, kemampuan aktivitas fisik menurun dan gejala hipoperfusi lainnya. (Panggabean, 2009)

20

Gagal jantung diastolik adalah gangguan relaksasi dan gangguan pengisian ventrikel. Didefinisikan sebagai gagal jantung dengan fraksi ejeksi lebih dari 50%. (Panggabean, 2009) 2. Etiologi a. Penyakit pada miokard sendiri b. Gangguan mekanik pada miokard: 1) 2) 3) 3. Kelebihan beban tekanan (pressure overload): hipertensi, Kelebihan Hambatan beban pengisian: volume (volume overload): atau stenosis aorta, koartasio aorta insufisiensi/mitral, penyakit jantung bawaan (left to right sign) contrictive pericariditis tamponade (Gray et al, 2009) Klasifikasi fungsional Kelas Keterangan NYHA I Bila pasien dengan aktivitas fisik biasa tidak menyebabkan keletihan, palpitasi, sesak, nyeri, angina II Bila pasien dengan aktivitas fisik biasa menyebabkan kelemahan, palpitasi, sesak, nyeri, angina III Bila pasien dengan aktivitas fisik yang lebih ringan dari biasanya menyebabkan keletihan, palpitasi, sesak, nyeri, angina IV Bila pasien sama sekali tidak dapat melakukan aktivitas apapun dan gejala gagal jantung dapat dialami bahkan saat istirahat (Davey, 2005) 4. Macam Gagal Jantung a. Gagal jantung akut adalah serangan cepat/ rapid/ onset atau adanya perubahan pada gejala-gejala atau tanda-tanda dari gagal jantung yang berakibat diperlukannya tindakan atau terapi secara urgent. Contoh GJA yaitu robekan daun katup secara tiba-tiba akibat endokarditis, trauma atau infark miokard luas. Curah jantung yang menurun secara tiba-tiba Klasifikasi menurut New York Heart Association (NYHA) Penyebab gagal jantung dapat dibagi menjadi dua:

21

menyebabkan penurunan tekanan darah tanpa disertai edema perifer. (Manurung, 2009) b. Gagal Jantung kronis adalah sindrom klinik yang komplek yang disertai keluhan gagal jantung berupa sesak, fatik, baik dalam keadaan istirahat atau latihan, edema dan tanda objektif adanya disfungsi jantung dalam keadaan istirahat. (Ghanie, 2009) c. Gagal jantung kiri, terjadi dyspneu deffort, fatik, ortopnea, dispnea nokturnal paroksismal, batuk, pembesaran jantung, irama derap, ventricular heaving, bunyi derap S3 dan S4, pernapasan Cheyne Stokes, takikardi, pulsus alternans, ronki, dan kongesti vena pulmonalis. (Mansjoer, 2007; Sitompul&Sugeng, 2001) d. Gagal jantung kanan, timbul fatik, edema, liver engorgement, anoreksia dan kembung. Pada pemeriksaan fisik bisa didapatkan hipertrofi jantung kanan, heaving vena jugularis meningkat, bunyi P2 mengeras, asites, hidrotorak, peningkatan tekanan vena, hepatomegali, dan pitting edema. (Mansjoer, 2007; Sitompul&Sugeng, 2001) e. Gagal jantung kongestif, dimana gagal jantung kiri dalam jangka panjang dapat diikuti dengan gagal jantung kanan, demikian juga sebaliknya. Bilamana keduanya terjadi pada saat yang bersamaan disebut gagal jantung kongestif. Dengan klinis sesak nafas, gejala bendungan cairan di vena jugularis, hepatomegali, splenomegali, asites, dan edema perifer. Gagal jantung kongestif biasanya dimulai dengan gagal jantung kiri dan secara lambat diikuti gagal jantung kanan. (Sitompul&Sugeng, 2001) 5. Patofisiologi Berbagai faktor bisa berperan menimbulkan gagal jantung. Faktor-faktor ini kemudian merangsang timbulnya mekanisme kompensasi, yang apanila berlebihan dapat menimbulkan gejala gagal jantung. Gagal jantung paling sering mencerminkan adanya kelainan fungsi kontraktilitas ventrikel (suatu bentuk gagal sistolik) atau gangguan relaksasi ventrikel (suatu bentuk gagal diastolik) (Sitompul&Sugeng, 2001). 22

Vasokonstriksi dan retensi cairan untuk sementara waktu dapat meningkatkan TD, sedangkan peningkatan preload akan meningkatkan kontraktilitas jantung melalui hukum Starling. Apabila keadaan ini tidak segera diatasi, peninggian afterload akan meningkatkan regangan dinding ventrikel melalui hukum Laplace, sedangkan peninggian preload dan hipertrofi/ dilatasi jantung akan lebih menambah beban jantung sehingga terjadi gagal jantung yang tidak terkompensasi. (Kabo, 2011) Peninggian tekanan pengisian (preload) Gagal jantung Disfungsi sistolik dan/atau diastolik

Peninggian beban akhir (afterload) peninggian impedans

Penurunan relatif curah jantung

Peninggian tahanan pembuluh sistemik

Mekanisme kompensasi (Sitompul&Sugeng, 2001)


Aktivitas dari: sistem simpatis, renin angiotensin, sistem adrenal Norepinefrin, aldosteron, kortikosteroid Hormon antidiuretik,intensifikasi o/ ginjal, resorpsi air dan Na di proximal

Penurunan regulasi reseptor adrenergik di miokard 6. Diagnosis

Kriteria framingham a. b. c. d. e. f. g. Major Paroksismal nokturnal dispnea Distensi vena leher Ronki paru Kardiomegali Edema paru akut Gallop S3 Peninggian tekanan vena jugularis 23 i. j. k. l. m. n. Minor Edema ekstremitas Batuk malam hari Dispnea deffort Hepatomegali Efusi pleura Penurunan kapasitas vital 1/3 dari normal

h. Refluks hepatojugular o. Takikardia Diagnosis gagal jantung ditegakkan minimal ada 1 kriteria major dan 2 kriteria minor (Panggabean, 2009) 7. Penatalaksanaan a. Vasodilator: untuk menurunkan after load Dengan ACE-inhibitor, Angiotensin Receptor Blocker (ARB), Calcium Channel Blocker (CCB). Biasanya pengobatan ACE-inhibitor yang short acting seperti kaptopril dosis rendah 3 kali 6.25 mg atau 12.5 perhari, kemudian dosis dinaikkan perlahan. Jika tampak perbaikan dan hemodinamik stabil, obat golongan short acting ini dapat diganti dengan golongan long acting seperti lisinopril atau ramipril. b. Venodilator dan diuretik: untuk menurunkan pre load 1) Furosemid: dosis awal 40 mg IV secara perlahan, dapat meringankan edema paru. 2) Nitrat: dengan dosis sangat kecil dapat menyebabkan venodilatasi sehingga menurunkan preload 3) Morfin: pemberian morfin merupakan pilihan jika pemberian furosemid dan nitrat belum berhasil. Berfungsi sebagai venodilatasi, menurunkan tekanan kapiler pulmonalis dan menghilangkan kecemassan. c. Inotropik: untuk meningkatkan kontraktilitas miokard Melalui pemberian digitalis, ibopamin, beta blockers. Digoksin dapat diberikan 3 kali 1 tablet (0.25 mg) per hari selama 3 hari untuk orang dewasa, kemudian dilanjutkan dengan dosis maintainance 0. 25 mg untuk umur di bawah 70 tahun dan 0. 125 mg untuk umur di atas 70 tahun. Pada pasien dengan gagal ginjal, dapat ditentukan dengan rumus: 14 + creatinin clearance/5 dalam persen. Jika IV dosisnya 8-12ug/kgBB tiap 6 jam (dosis maksimal 1.5 mg/hari) sampai tampak tanda-tanda perbaikan. Kemudian dilanjutkan dosis pemeliharaan 0.5 mg/hari. Ibopamin (inopamil) adalah dopamin-like prodrug. Dosisnya 3 x 100 mg per hari, yang dapat menaikkan cardiac index sebesar 30%. 24

Cara pemberian beta blocker adalah start low go slow dengan dosi awal sangat rendah yaitu 1/8 1/10 dosis target, misalnya dosis target carvedilol adalah 25 mg/hari atau bisoprolol 5 mg/hari, maka dimulai dengan 1/8 tablet/hari. Go slow artinya dosis dinaikkan pelan-pelan dengan supervisi ketat yaitu pada kondisi pasien membaik, maka setiap 12 minggu dosis ditingkatkan1/8 tablet sampai mencapai dosis target. d. Aldosteron antagonis: untuk mencegah hipertrofi ventrikel kiri e. Memperbaiki suplai kardiak: untuk suplai energi pada infark miokard. Dengan Carnitine, Co-enzyme Q10, D-ribose, magnesium, ARB. Fungsi Co-Q10 selain meningkatkan produksi ATP, bersifat antioksidan, mengahambat aktivitas platelet. Dosis: 300-600 mg/hari (Kabo, 2011). C. Hiperurisemia 1. Definisi Hiperurisemia adalah keadaan dimana terjadi peningkatan kadar asam urat di atas normal. Secara biokimiawi akan terjadi hipersaturasi yaitu kelarutan asam urat di serum yang melewati ambang batasnya. Batasan hiperurisemia secara ideal yaitu kadar asam urat di atas 2 standar deviasi hasil laboratorium pada populasi normal. Namun secara pragmatis dapat digunakan patokan kadar asam urat >7mg% pada laki-laki, dan >6mg% pada perempuan, berdasarkan berbagai studi epidemiologi selama ini (Hidayat, 2007). 2. Etiologi a. Produksi asam urat berlebihan b. Penurunan ekskresi asam urat 1) 2) 3) 4) 5) 6) Gagal ginjal kronis Dehidrasi Hiperparatiroid Keracunan berilium Pemakaian obat seperti diuretik, aspirin dosis rendah, pirazinamid, Ketoasidosis

ethambutol 3. Penatalaksanaan 25

a.

Diet rendah purin Tabel 10. Bahan-bahan rendah purin dan tinggi purin Rendah Purin Tinggi Purin Sereal, beras, roti, putih, sagu, Daging, jeroan, bebek, daging tapioka awetan, ikan/hewan laut, sarden, kepiting, kerang, udang Susu, telur, margarin, mentega, Ragi, bir, minuman alkohol buah, kacang (dalam jumlah sedikit) Kubis, sayur hijau Kedelai, bayam, asparagus, bunga kol, jamur, emping Minuman berkarbon

b.

Penghambat xantin oksidase: allopurinol dimulai dengan dosis 100 mg per oral sampai mencapai dosis antara 200-300mg/hari, dosis maksimum 800 mg(dosis disesuaikan dengan fungsi ginjal) (Soeroso, 2007).

DAFTAR PUSTAKA 1. Davey, P. 2005. Gagal Jantung Dalam At A Glance Medicine. Jakarta: Erlanggga Medical Series. pp 150-51. 2. Ghanie, A.2009. Gagal Jantung Kronis Dalam Ilmu Penyakit Dalam Jilid II edisi V. Jakarta : FKUI pp 1596-97 26

3. Gray, H.H., Dawkins, K.D., Morga, J.M., Iain, A.S. 2005. Gagal Jantung dalam Lecture notes kardiologi edisi keempat. Jakarta: EMS Erlangga. pp 80-97. 4. Hidayat R. 2009. Gout dan Hiperurisemia. Medicinus.22(2):47-50. 5. Ikawati, Z. 2012. COPD. http://zulliesikawati.staff.ugm.ac.id/wpcontent/uploads/copd.pdf Download tanggal 21 November 2012 6. Kabo, P. 2011. Bagaimana menggunakan obat-obat kardiovaskuler secara rasional. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Pp 181-208. 7. Mansjoer, A.dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1 edisi ke tiga. Jakarta: FKUI pp 434-37 8. Manurung, D. 2009. g Gagal Jantung Akut Dalam Ilmu Penyakit Dalam Jilid II edisi V. Jakarta : FKUI pp 1586-87 9. Pandia,PS.2011.PPOK.http://www.google.co.id/url? sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=8&cad=rja&ved=0CGUQFjA H&url=http%3A%2F%2Focw.usu.ac.id%2Fcourse%2Fdownload %2F111RESPIRATORYSYSTEM %2Frts_146_slide_ppok_atau_penyakit_paru_obstruksi_kronis.pdf&ei=h T2vUNbvEcXLrQeam4DQDg&usg=AFQjCNFWIqRggFGEGXQVNoCI KEMGyFgR5w&sig2=CKMdKTbuOa-t2fianyYPOg ADownload tanggal 21 November 2012 10. Panggabean, M.M. 2009. Gagal Jantung Dalam Ilmu Penyakit Dalam Jilid II edisi V. Jakarta : FKUI pp 1583-85 11. Rani, A.A, dkk. 2006. Panduan Pelayanan Medik PB PAPDI. Jakarta : FKUI pp 105-07 12. Riyanto, B.S, Hisyam B. 2009. Obstruksi Saluran Pernafasan Akut Ilmu Penyakit Dalam Jilid III. Jakarta: FKUI

27

13. Sitompul, B. Sugeng, J.I. 2001 Gagal Jantung Dalam Buku Ajar Kardiologi. Jakarta: FkUI pp 115-20 14. Soeroso J, Yuliasih. 2007 .Hiperurisemia dan Gout Artritis dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga Rumah Sakit Pendidikan Dr. Soetomo Surabaya. Surabaya: Airlangga University Press. Pp 242-5. 15. Tjokroprawiro, A, dkk. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Surabaya : FKUnair 16. USU.2011.PPOK.http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/23017/4 /Chapter%20II.pdf Download tanggal 21 November 2012

28

Anda mungkin juga menyukai