Anda di halaman 1dari 42

Kelompok 2

Wow.., BIBIR SOBEK, DARAH MENGUCUR, TULANGNYA RETAK, HII.. NGERI

Tutor : drg. Priyawan R, PhD

Rizki Yulita Rahmah Ahmad Fadhillah Basuni Ringga Setiawan Muhsinah Noor Hamidah Putri Dwi Andriyani Gerda Marty Sura Rima Permata Sari Valdina Najifa Parimata

Wow.., BIBIR SOBEK, DARAH MENGUCUR, TULANGNYA RETAK, HII.. NGERI


Gubraakk di depan rumahku terjadi kecelakaan, hiii ngeri melihatnya, darah mengucur dari bibir korban yang sobek, tulang rahangnya retak dan kelihatan dari luar karena kulitnya terbuka, tetesan darah dimana-mana. Korban segera dibaa ke Rumah Sakit. Setelah dilakukan pemeriksaan, kata dokter, korban mengalami komplikasi luka trauma, sehingga belum bisa langsung pulang, masih perlu perawatan di Rumah Sakit dan penyembuhannya lama.

Problem tree
Tatalaksana

Pemeriksaan
Perawatan

Trauma

Fraktur Tulang Rahang

Klasifikasi

Prognosis

Sasaran Belajar
1. 2. 3. 4.

Menjelaskan definisi dan klasifikasi fraktur Menjelaskan definisi dan klasifikasi luka Menjelaskan penanganan dini terhadap perdarahan Menjelaskan pemeriksaan yang dilakukan pada kasus di skenario 5. Menjelaskan penanganan terhadap kasus 6. Menjelaskan peran dokter gigi pada penatalaksanaan kasus pada skenario 7. Menjelaskan proses penyembuhan luka dan faktorfaktor yang mempengaruhinya 8. Menjelaskan macam-macam medikamentosa yang diberikan pada pasien 9. Menjelaskan macam komplikasi luka trauma 10. Menjelaskan prognosis dari kasus di skenario

1. Definisi dan klasifikasi fraktur


Fraktur adalah rusaknya kontinuitas tulang yang disebabkan oleh keadaan patologis ataupun trauma secara langsung atau tidak langsung, baik yang bersifat total maupun parsial dan dapat berakibat fatal bila tidak ditangani dengan benar

Thapliyal C. G, et all ; 2007

Menurut Penyebab terjadinya fraktur :


1. Fraktur traumatik Trauma langsung (direct) Trauma tidak langsung (indirect) Fraktur fatik atau stress Fraktur patologis 2. Umum (general) 3. Lokal
Tamara, 2012

Menurut Hubungan dengan Jaringan Ikat Sekitarnya 1. Fraktur simpel Disebut juga fraktur tertutup, oleh karena kulit di sekeliling fraktur sehat dan tidak sobek. 2. Fraktur terbuka Kulit di sekitar fraktur sobek sehingga fragmen tulang berhubungan dengan dunia luar (bone expose) dan berpotensi untuk menjadi infeksi. Fraktur terbuka dapat berhubungan dengan ruangan di tubuh yang tidak steril seperti rongga mulut. 3. Fraktur komplikasi Fraktur tersebut berhubungan dengan kerusakan jaringan atau struktur lain seperti saraf, pembuluh darah, organ visera atau sendi.

Tamara, 2012

Menurut Bentuk Fraktur


1. Fraktur komplit Garis fraktur membagi tulang menjadi dua fragmen atau lebih. Garis fraktur bisa transversal, oblik atau spiral 2. Fraktur inkomplit Kedua fragmen fraktur terlihat saling impaksi atau masih saling tertancap 3. Fraktur komunitif Fraktur yang menimbulkan lebih dari dua fragmen 4. Fraktur kompresi Fraktur ini umumnya terjadi di daerah tulang kanselus
Tamara, 2012

fraktur sederhana : linear yang tertutup misalnya pada kondilus,koronoideus, korpus dan mandibula yang tidak bergigi fraktur compound : fraktur yang lebih luas dan terbuka atau berhubungan dengan jaringan lunak dan lingkungan fraktur comminuted : fraktur akibat benturan langsung yang sangat keras seperti peluru yang mengakibatkan tulang menjadi berkeping yang kecil atau remuk fraktur patologis: disebabkan oleh keadaan tulang yang lemah oleh karena adanya penyakitpenyakit tulang, seperti osteomielitis, tumor ganas, kista yang besar dan penyakit tulang sistemis sehingga dapat menyebabkan fraktur spontan
Miloro M, 2004

Berdasarkan ada tidaknya gigi


Fraktur kelas 1 : gigi terdapat di 2 sisi fraktur, penanganan pada fraktur kelas 1 ini dapat melalui interdental wiring (memasang kawat pada gigi). Fraktur kelas 2 : gigi hanya terdapat di salah satu fraktur Fraktur kelas 3 : tidak terdapat gigi di kedua sisi fraktur, pada keadaan ini dilakukan melalui open reduction, kemudian dipasangkan plate and screw, atau bisa juga dengan cara intermaxillary fixatio
Tamara, 2012

klasifikasi fraktur maksila menurut Mathog


1. Fraktur Maksila Le Fort I (fraktur Guerin) meliputi fraktur horizontal bagian bawah antara maksila dan palatum atau arkus alveolar kompleks 2. Fraktur Maksila Le Fort II (fraktur piramid) berjalan melalui tulang hidung dan diteruskan ke tulang lakrimalis, dasar orbita, pinggir infraorbita dan menyebarang ke bagian atas dari sinus maksila juga ke arah lamin pterigoid sampai ke fossa pterigopalatina 3. Fraktur Le Fort III (craniofacial dysjunction) Garis fraktur melalui sutura zygomatiko-frontal, maxillofrontal, dan naso-frontal. Garis fraktur terus ke tlg ethmoid dan sphenoid. Pd fraktur ini maksila hanya terikat oleh jaringan lunak thdp tulang-tulang dsr tengkorak
Soepardi AE, et all; 2007

.. Lanjutan fraktur maksila


Fraktur Procesus alveolaris Mengenai 1 atau lebih gigi geligi, masih terikat oleh jaringan lunak / alveolar mukosa Fraktur Vertical/ Unilateral maksila Fraktur median line, unilateral, mengenai septum nasalis satu sisi

Bakar A, 2012

Le Fort I

Le Fort II

Le Fort III http://emedicine.medscape.com/article/1283568-overview#a0104

Lanjutan klasifikasi fraktur


Berdasarkan tipe fraktur mandibula: 1. 2. 3. 4. Fraktur Unilateral Fraktur Bilateral Fraktur Multipel Fraktur Berkeping-keping (Comminuted)

Tamara, 2012

2. Definisi dan klasifikasi luka


Luka adalah rusaknya kesatuan/komponen jaringan, dimana secara spesifik terdapat substansi jaringan yang rusak atau hilang. Ketika luka timbul, beberapa efek akan muncul : 1. Hilangnya seluruh atau sebagian fungsi organ 2. Respon stres simpatis 3. Perdarahan dan pembekuan darah 4. Kontaminasi bakteri 5. Kematian sel
Dudley HAF, et all; 2000

Berdasarkan sifatnya: a. Luka Akut Luka yang sembuh sesuai dengan periode waktu yang diharapkan / sesuai dengan konsep penyembuhan. Ex. insisi, eksisi b. Luka Kronis Luka yang proses penyembuhannya mengalami keterlambatan atau bahkan kegagalan. Ex.luka diabetes Berdasarkan Kehilangan Jaringan: a. Superfisial: luka hanya terbatas pada lapisan epidermis b. Parsial (partial-thickness): luka meliputi lapisan epidermis dan dermis c. Penuh (full-thickness): luka meliputi epidermis, dermis dan jaringan subcutan dapat juga melibatkan otot, tendon, dan tulang
Baroroh, 2011

Berdasarkan Stadium: a. Stage I Lapisan epidermis utuh, namun terdapat eritema atau perubahan warna b. Stage II Kehilangan kulit superfisial dengan kerusakan lapisan epidermis dan dermis. Eritema di jaringan sekitar yang nyeri, panas, dan edema. Exudate sedikit sampai sedang. c. Stage III Kehilangan jaringan sampai dengan jaringan sub cutan, dengan terbentuknya rongga (cavity), exudate sedang sampai banyak. d. Stage IV Hilangnya jaringan sub cutan dengan terbentuknya rongga (cavity) yang melibatkan otot, tendon dan atau tulang. Exudat sedang sampai banyak
Baroroh, 2011

3. Penanganan dini terhadap perdarahan


1. Luka harus tetap ditutup hingga pasien tiba di kamar bedah 2. Segera berikan antibiotik, dilanjutkan hingga bahaya infeksi terlewati 3. Berikan kombinasi benzilpenisilin dan flukloksasilin setiap 6 jam selama 48 jam 4. Jika luka sangat terkontaminasi, cegah organisme gram negatif tambahkan metronidazol dilanjutkan selama 4-5 hari

Apley AG, et all; 2012

4. Pemeriksaan
Pemeriksaan Fisik Umum : Sadar Kesakitan Lokal : Look-Feel-Move - e.o Palpasi utk memeriksa kegoyangan abnormal pada rahang, krepitasi dan step akibat deformitas rahang - i.o Dijumpai perdarahan/ ekimosis, ditemukan pergerakan abnormal gigi yang bersebelahan dengan regio fraktur, kegoyangan gigi, fraktur gigi, dan periksa oklusi.
Black & Hawk, 2005 ; Thapliyal C. G, et all ; 2007

..lanjutan pemeriksaan

Pemeriksaan Diagnostik Rontgen (panoramic) CT-Scan

Thapliyal C. G, et all ; 2007

5. Tatalaksana kasus
Kedaruratan : jalan nafas (airway), pernafasan, sirkulasi darah termasuk penanganan syok, penanganan jar. Lunak & imobilisasi sementara serta evaluasi terhadap kemungkinan cidera otak Tahap kedua : penanganan fraktur secara definitif, yaitu reduksi/ reposisi fragmen fraktur, fiksasi fragmen fraktur & imobilisasi, sehingga fragmen tulang yang telah dikembalikan tidak bergerak sampai fase penyambungan & penyembuhan tulang selesai

Hupp JR,et all; 2008, Sjamsuhidajat R, 2010 Tamara, 2012

INTERMAXILLARY FIXATION

OPEN REDUCTION AND INTERNAL FIXATION

OTOLARYNGOLOGY - HEAD & NECK SURGERY

Panorex showing two fractures of the mandible, one running obliquely across the symphysis and the other from the sigmoid notch to the angle.

OTOLARYNGOLOGY - HEAD & NECK SURGERY

Intermaxillary fixation screw. Two screws in the maxilla and two in the mandible are joined with wires

An incison is made in the lower gingivolabial sulcus and the mental nerve is isolated and preserved. The fracture is reduced and stabilized with a compression plate and screws

An external incison is made below the angle of the mandible and the ascending ramus fracture is also reduced and stabilized with a metal plate and screws.

6. Peran dokter gigi pada penatalaksanaan kasus


Dokter gigi membantu mendeteksi dan melakukan perawatan lebih lanjut tentang: Gejala yang timbul dapat berupa dislokasi perubahan posisi rahang maloklusi tidak berkontaknya RB dan RA Jika penderita mengalami pergerakan abnormal pada rahang dan sakit jika menggerakkan rahang Pembangkakan pada posisi fraktur juga dapat menetukan lokasi fraktur pada penderita. Krepitasi suara pada saat pemeriksaan akibat pergeseran dari ujung tulang yang fraktur bila rahang digerakkan, laserasi yang terjadi pada daerah gusi, mukosa mulut dan daerah sekitar fraktur, tidak sesuainya warna dari perubahan warna pada daerah fraktur akibat pembengkaan
Tamara, 21012

Lanjutan peranan dokter gigi


Gangguan fungsional berupa penyempitan pembukaan mulut, hipersalivasi dan halitosis, hilangnya efek self cleansing karena gangguan fungsi pengunyahan Kelumpuhan dari bibir bawah, akibat terjadinya fraktur di bawah nervus alveolaris

Tamara, 2012

7. Proses penyembuhan luka


Fase I (Koagulasi dan Inflamasi) 0-3 hari Koagulasi (respon yang pertama terjadi sesaat setelah luka terjadi) melibatkan platelet pengeluaran platelet menyebabkan vasokonstriksi untuk homeostatis mencegah perdarahan lebih lanjut. Fase inflamasi selanjutnya terjadi beberapa menit setelah luka dan berlanjut hingga sekitar 3 hari Fase inflamasi memungkinkan pergerakan leukosit (utamanya neutrofil) memfagosit dan membunuh bakteri dan masuk ke matriks fibrin dalam persiapan pembentukan jaringan baru
Udjianti, 2007

Fase II ( Proliferasi atau Rekonstruksi) 2-24 hari Tujuan utama fase ini adalah: - Proses granulasi (untuk mengisi ruang kosong pada luka) - Angiogenesis (pertumbuhan kapiler baru) Secara klinis tampak kemerahan pada luka Terjadi bersamaan dengan fibroplasia Tanpa proses angiogenesis sel-sel penyembuhan tidak dapat bermigrasi, replikasi, melawan infeksi dan pembentukan atau deposit komponen matrik baru - Proses kontraksi (untuk menarik kedua tepi luka agar saling berdekatan) Menurut Hunt (2003): kontraksi peristiwa fisiologi terjadinya penutupan pada luka terbuka, yang terjadi bersamaan dengan sintesis kolagen. ukuran luka semakin mengecil / menyatu
Udjianti, 2007

Fase III (Remodelling atau Maturasi) 24 hari-1tahun


Fase terakhir dan terpanjang pada proses penyembuhan luka Aktifitas sintesis dan degradasi kolagen berada dalam keseimbangan serabut-serabut kolagen meningkat secara bertahap dan bertambah tebal disokong oleh proteinase untuk perbaikan sepanjang garis luka Serabut kolagen menyebar dengan saling terikat dan menyatu berangsur-angsur menyokong pemulihan jaringan Akhir dari penyembuhan parut luka yang matang kekuatan 80 % dibanding kulit normal
Udjianti, 2007

Tipe penyembuhan luka


1. Primary Intention Healing Jaringan yang hilang minimal, tepi luka dapat dirapatkan kembali melalui jahitan 2. Delayed Primary Intention Healing Terjadi ketika luka terinfeksi atau terdapat benda asing yang menghambat penyembuhan 3. Secondary Healing Proses penyembuhan tertunda dan hanya bisa terjadi melalui proses granulasi, kontraksi dan epitelisasi menghasilkan scar.

Udjianti, 2007

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penyembuhan Luka


Lokal : 1. Penurunan suplai pembuluh darah 2. Infeksi 3. Suture materials 4. Teknik bedah General: 1.Usia 2. Malnutrisi 3.DM 4. Defisiensi vit C - gangguan pembentukan kolagen, luka mudah terinfeksi, gangguan proses inflamasi 5. Defisiensi vit A - Proses re-epitelialisasi lambat 6. Defisiensi vit K - Gangguan hemostasis pada fase inflamasi 7. Defisiensi Zinc - Gangguan proliferasi sel dan sintesa kolagen

Perdanakusuma DS, 2007

8. Medikamentosa yang diberikan pada pasien


Pasca reposisi mandibula : obat analgetika serta roburantia (misalnya Methampyron 500mg 3x1, ditambah dengan vit C 500 mg 1x1) Analgesik Parasetamol 600-900mg setiap 4 jam Ibuprofen 400-600 mg setiap 6 jam

Dapat juga diberikan sedasi (misalnya benzodiazepin) dan profilaksis tetanus


Grace PA, et all; 2007 Juniper, et all; 2011; Bakar A, 2012

Jenis analgesik

Efek Samping Nekrosis hati pada dosis besar

Non Opioid
Paracetamol OAINS Salisilat Asam asetat Asam propionat Opioid Iritasi lambung dan ulserasi, gangguan hemostasis, toksisitas SSP, gangguan ginjal, asma

Morfin
Diamorfin Petidin Fentanil Jenis Analgesik Kodein Tramadol Ajuvan Antidepresan Antikonvulsan Efek Samping Nausea and vomitting, konstipasi, mengantuk, ketergantungan

1. Infeksi Gejalanya berupa infeksi termasuk adanya purulent, peningkatan drainase, nyeri, kemerahan dan bengkak disekeliling luka, peningkatan suhu, dan peningkatan jumlah sel darah putih. 2. Perdarahan sulit membeku pada garis jahitan, infeksi, atau erosi dari pembuluh darah oleh benda asing (seperti drain). perdarahan berlebihan terjadi, penambahan tekanan balutan luka steril mungkin diperlukan. 3. Dehiscence terbukanya lapisan luka partial atau total. 4. Eviscerasi keluarnya pembuluh melalui daerah irisan.
Baroroh, 2011

9. Komplikasi

..lanjutan komplikasi
Emboli paru DVT (Deep Venous Trombosis) Gagal Ginjal Sindrome Kompartemen Non-union Delayed union Malunion Pertumbuhan terlambat Artritis Distrofi simpatik (refleks) pascatrauma
Hupp JR, 2008

10. Prognosis
Jika terapi dan operasi perbaikan untuk memulihkan bentuk dilakukan dalam waktu 1 minggu setelah cedera/ trauma maka prognosis dapat baik. Jika penderita mempunyai penyakit kronik atau osteoporosis maka penyembuhannya bisa jadi masalah
Sudjatmiko G, 2007

TERIMA KASIH

Daftar Pustaka
Thapliyal C. G, Sinha C. R, Menon C. P, Chakranarayan S. L. C. A. (2007). Management of Mandibular Fractures. Available at http://medind.nic.in/maa/t08/i3/maat08i3p218.pdf. last update 12 Desember 2010 Dudley HAF, Eckersley JRT, Paterson-Brown S, Pedoman Tindakan Medik dan Bedah, EGC Jakarta 2000 Apley AG, Solomon L. Buku Ajar Ortopedi dan Fraktur Sistem Apley. 7th ed. Jakarta: EGC. 2012 David S Perdanakusuma (2007): Anatomi fisiologi dan penyembuhan luka. Short Course wound care update. JW Marriot. Surabaya Huda Nuh. Pengaruh Hiperbarik Oksigen (HBO) Terhadap Perfusi Perifer

Luka Gangreng Pada Penderita DM di RSAL Dr. Ramelan Surabaya. 74-78. Yayasan Khasanah Kebajikan

Universitas Indonesia, Depok, 2010 Sudjatmiko, G. 2007. Petunjuk Praktis Ilmu Bedah Plastik Rekonstruksi. P

Suriadi (2007): Manajemen Luka. STIKEP Muhammadiyah. Pontianak David S Perdanakusuma (2007): Anatomi fisiologi dan penyembuhan luka. Short Course wound care update. JW Marriot Surabaya Wajan Juni Udjianti (2007): Pengkajian pasien dan luka. Short course wound care update. JW Marriot Surabaya Idral Darwis, Widasari Sri Gitarja (2008): Indonesia enterostomal therapy education programme. Bogor-Indonesia Juniper, Richard P, Brian j, Parkins. Kedaruratan dalam Praktik Dokter Gigi. Alih Bahasa. Cornella Hutauruk: Jakarta. Hipokrates. 2011 Bakar, Abu. Kedokteran Gigi Klinis. Quantum Sinergis Media. Yogyakarta. 2012. hal 197-199 Michael Miloro. Petersons Principles of Oral and Maxillofacial Sugery.

BC Decker Inc. Hamilton. London. 2004

Soepardi AE., Iskandar N., Bashiruddin J., Restuti RD. Trauma Muka dalam

Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung Tenggorok Kepala & Leher. Ed 6. 2007. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Baroroh, DB. Konsep Luka. PSIK FIKES UMM. 2011. Tamara, MR. Penatalaksaan Anastesi Fraktur Mandibula. STIKES Bhakti Kencana. Bandung. Indonesia. 2012 Sjamsuhidajat R. Buku Ajar Ilmu Bedah. Ed 3. Jakarta: EGC. 2010 Hupp JR, Ellis E, Tucker MR. Oral and Maxillofacial Surgery. 5th Ed. 2008 Grace PA, Borley NR. Ilmu Bedah. Ed 3. 2007

Anda mungkin juga menyukai