Anda di halaman 1dari 15

SINDROMA KESULITAN PERNAPASAN RESPIRATORY DISTRESS SYNDROME (RDS)

PENDAHULUAN
Periode setelah lahir merupakan awal kehidupan yang tidak menyenangkan bagi bayi. Hal itu disebabkan oleh lingkungan kehidupan sebelumnya (intrauterus) dengan kehidupan sekarang (ekstrauterus) yang sangat berbeda. Bayi yang dilahirkan prematur ataupun bayi yang dilahirkan dengan penyulit/komplikasi,tentu proses adaptasi kehidupan tersebut menjadi lebih sulit untuk dilaluinya. Bahkan sering kali menjadi pemicu timbulnya komplikasi lain yang menyebabkan bayi tersebut tidak mampu melanjutkan kehidupan ke fase berikutnya (meninggal). Bayi seperti ini yang disebut dengan istilah bayi resiko tinggi. Salah satu dari bayi resiko tinggi adalah bayi dengan sindroma gawat nafas(SGN/RDS). Respiratory distress syndroma (RDS) didapatkan sekitar 5-10% pada bayi kurang bulan, 50% pada bayi dengan berat 501-1500 gram . Angka kejadian berhubungan dengan umur gestasi dan berat badan. Persentase kejadian menurut usia kehamilan adalah 60-80% terjadi pada bayi yang lahir dengan usia kehamilan kurang dari 28 minggu; 15-30% pada bayi antara 32-36 minggu dan jarang sekali ditemukan pada bayi yang cukup bulan. Insiden pada bayi prematur kulit putih lebih tinggi dari pada kulit hitam dan lebih sering terjadi pada bayi laki-laki dari pada perempuan . Selain itu kenaikan frekuansi juga sering terjadi pada bayi yang lahir dari ibu yang menderita gangguan perfusi darah uterus selama kehamilan, misalnya ibu menderita penyakit diabetes, hipertensi, hipotensi, seksio sesarea serta perdarahan antepartum

DEFINISI
Respiratory Distress Syndrome adalah gangguan pernapasan yang biasanya diderita oleh bayi yang lahir premature namun tidak menutup kemungkinan bayi yang dilahirkan matur, dimana pada kelahiran prematur disebabkan oleh karena paru-paru yang belum berkembang secara sempurna sehingga surfaktan tidak terbentuk atau produksinya tidak mencukupi. Surfaktan adalah cairan yang melapisi bagian dalam paru-paru, yang menjaga alveoli agar tetap terbuka sehingga bayi dapat bernapas diudara segera setelah lahir. Tanpa surfaktan, paru-paru akan kolaps dan menyebabkan bayi harus bekerja keras untuk dapat bernapas.

ETIOLOGI
1. Bayi lahir premature 2. Pernah melahirkan bayi dengan RDS 3. Infeksi perinatal 4. Ibu menderita diabetes 5. Sectio Caesaria 6. Bayi dengan patent ductus arteriosus 7. Penyakit membrane hialin

MANIFESTASI KLINIS Gejala klinis biasanya mulai terlihat beberapa menit pertama setelah lahir, walaupun kadang tanda-tanda ini tidak dapat dikenali hingga beberapa jam. Tanda- tanda klinis yang ditemukan pada penderita sindroma kesulitan bernapas : 1. Takipnu, napas cepat dan dangkal dengan frekuensi >60x/menit. 2. Retraksi interkostal, epigastrium, dan suprasternal pada saat inspirasi.
3. Merintih (grunting) pada saat ekspirasi. Glotis menutup sebagian sehingga bayi dapat

mempertahankan udara agar tidak cepat keluar, dengan demikian alveoli tidak cepat kolaps. Keras dan lemahnya rintihan dapat sebagai pemantau berat ringannya gawat napas. 4. Napas cuping hidung. 5. Sianosis 6. Menurunnya suhu tubuh 7. Apneu dan pernafasan tidak teratur

Puncak dari timbulnya tanda- tanda klinis dari sindroma kesulitan bernapas biasanya muncul pada hari ketiga, setelah itu keadaan bayi mungkin memburuk atau mengalami perbaikan.

EVALUASI GAWAT NAPAS DENGAN SKOR DOWNES

Pemeriksaan

Skor 0 1 60-80/menit 2 >80/menit

Frekuensi napas Retraksi

< 60/menit

Tidak retraksi

ada

Retraksi ringan

Retraksi berat

Sianosis

Tidak sianosis

ada

Sianosis hilang dengan O2

Sianosis

menetap

walaupun diberi 02

Air entry

Udara masuk

Penurunan ringan udara masuk

Tidak ada udara masuk

Merintih

Tdak merintih

Dapat didengar dengan steteskop

Dapat didengar tanpa alat bantu

Penyakit Membran Hialin


Etiologi penyakit ini sampai sekarang belum diketahui dengan pasti. Kelainan yang terjadi dianggap karena faktor pertumbuhan atau karena pematangan paru belum sempurna. Penyakit ini biasanya mengenai bayi prematur, terutama bila ibu menderita gangguan perfusi darah uterus selama kehamilan, misalnya ibu yang menderita diabetes melitus, toksemia gravidarum, hipotensi, seksio sesar dan perdarahan antepartum. Kelainan ini sering menjadi penyebab utama kematian bayi prematur (50-70%).

Patofisiologi.
Berbagai teori telah dikemukakan sebagai penyebab kelainan paru. Pembentukan substansi surfaktan paru yang tidak sempurna daiam paru, merupakan salah satu teori yang banyak dianut. Surfaktan ialah zat yang memegang peranan dalam pengembangan paru dan merupakan suatu kompleks yang terdiri dari protein, karbohidrat dan lemak. Senyawa utama zat tersebut ialah lesitin. Zat ini mulai dibentuk pada kehamilan 22 - 24 minggu dan mencapai maksimum pada minggu ke35. Peranan surfaktan ialah untuk merendahkan tegangan permukaan alveolus sehingga tidak terjadi kolaps dan mampu untuk menahan sisa udara fungsionil pada akhir ekspirasi. Defisiensi substansi surfaktan yang ditemukan pada penyakit membran hialin menyebabkan kemampuan paru untuk mempertahankan stabilltasnya terganggu. Alveolus akan kembali kolaps setiap akhir ekspirasi, sehingga untuk pernafasan berikutnya dibutuhkan tekanan negatif intratoraks yang lebih besar yang disertai usaha inspirasi yang lebih kuat. Kolaps paru ini akan menyebabkan terganggunya ventilasi sehingga terjadi hipoksia, retensi CO 2 dan asidosis. Hipoksia akan menimbulkan : 1. Oksigenasi jaringan menurun, sehingga akan terjadi metabolisme anaerobik dengan penimbunan asam laktat dan asam organik lainnya yang menyebabkan terjadinya asidosis metabolik pada bayi, 2. Kerusakan endotel kapiler dan epitel duktus alveolaris yang akan menyebabkan terjadinya transudasi ke dalam alveoli dan terbentuknya fibrin dan selanjutnya fibrin bersama-sama

dengan jaringan epitel yang nekrotik membentuk suatu lapisan yang disebut membran hialin. Asidosis dan atelektasis juga menyebabkan terganggunya sirkulasi darah dari dan ke jantung. Demikian pula aliran darah paru akan menurun dan hal ini akan mengakibatkan berkurangnya pembentukan substansi surfaktan.

Secara singkat dapat diterangkan bahwa daiam tubuh terjadi lingkaran setan yang terdiri dari : atelektasis hipoksia asidosis transudasi penurunan aliran darah paru hambatan pembentukan substansi surfaktan atelektasis. Hal ini akan berlangsung terus sampai terjadi penyembuhan atau kematian bayi

GAMBARAN KLINIS.
Penyakit membran hialin ini mungkin terjadi pada bayi prematur dengan berat badan 1.000 2.000 gram atau masa gestasi 30 - 36 minggu. Jarang ditemukan pada bayi dengan, berat badan lebih dan 2500 gram. Sering disertai dengan riwayat asfiksia pada waktu lahir atau tanda gawat bayi pada akhir kehamilan. Tanda gangguan pernafasan mulai tampak dalam 6-8 jam pertama setelah lahir dan gejaia yang karakteristik mulai terlihat pada umur 24 - 72 jam, Bila keadaan membaik, gejaia akan menghilang pada akhir minggu pertama.

Gangguan pernafasan pada bayi terutama disebabkan oleh atelektasis dan perfusi paru yang menurun. Keadaan ini akan memperlihatkan gambaran klinis seperti dispnu atau hiperpnu, sianosis karena saturasi O2 yang menurun dan karena pirau vena-arteri dalam paru atau jantung, retraksi suprasternal, epigastrium, interkostal dan 'expiratory grunting'. Selain tanda gangguan pernafasan, ditemukan gejala lain misalnya bradikardia (sering ditemukan pada penderita penyakit membran hialin berat), hipotensi, kardiomegali, 'pitting oedema' terutama di daerah dorsal tangan/kaki, hipotermia, tonus otot yang menurun, gejala sentral dapat terlihat bila terjadi komplikasi.

PEMERIKASAAN PENUNJANG
Gambaran radiologis. Diagnosis yang tepat hanya dapat dibuat dengan pemeriksaan foto Rontgen toraks. Pemeriksaan ini juga sangat penting untuk menyingkirkan kemungkinan penyakit lain yang diobati dan mempunyai gejala yang mirip penyakit membran hialin, misalnya pneumotoraks, hernia diafragmatika dan lain-lain.

Gambaran klasik yang ditemukan pada foto Rontgen paru ialah adanya bercak difus berupa infiltrat retikulogranuler ini, makin buruk prognosis bayi. Beberapa sarjana berpendapat bahwa

pemeriksaan radiologis ini dapat dipakai untuk mendiagnosis dini penyakit membran hialin, walaupun manifestasi klinis belum jelas.

Gambaran laboratorium. Kelainan yang ditemukan pada pemeriksaan laboratorium di antaranya ialah: Pemeriksaan darah. Kadar asam laktat dalam darah meninggi dan bila kadarnya lebih dari 45 mg%, prognosis lebih buruk. Kadar bilirubin lebih tinggi bila dibandingkan dengan bayi normal dengan berat badan yang sama. Kadar PaO2 menurun disebabkan berkurangnya oksigenasi di dalam paru dan karena adanya pirau arten-vena. Kadar PaO2 meninggi, karena gangguan ventilasi dan pengeluaran CO2 sebagai akibat atelektasis paru. pH darah menurun dan defisit basa meningkai akibat adanya asidosis respiratonk dan metabolik dalani tubuh. Pemeriksaan fungsi paru. Pemeriksaan ini membutuhkan alat yang lengkap dan pelik. Frekuensi pernafasan yang meninggi pada penyakit ini akan memperlihatkan pula perubahan pada fungsi paru lainnya seperti 'tidal volume' menurun, 'lung compliance' berkurang, 'functional residual capacity' merendah disertai 'vital capacity' yang terbatas. Demikian pula fungsi ventilasi dan perfusi paru akan terganggu. Pemeriksaan fungsi kardiovaskular.

Penyelidikan dengan kateterisasi jantung memperlihatkan beberapa perubahan dalam fungsi kardiovaskular berupa duktus arteriosus paten, pirau dari kiri ke kanan atau pirau kanan ke kiri (bergantung pada lanjutnya penyakit), menurunnya tekanan arteri paru dan sistemik. Gambaran patologi/histopatologi. Pada otopsi, gambaran dalam paru menunjukkan adanya atelektasis dan membran hialin di dalam alveolus atau duktus alveolaris. Di samping itu terdapat pula bagian paru yang mengalami emfisema. Membran hialin yang ditemukan terdiri dari fibrin dan sel eosinofilik yang mungkin berasal dari darah atau sel epitel alveolus yang nekrotik. Pemeriksaan maturitas paru Penilaian pematangan paru sederhana dapat dilakukan dengan shake test. Sebaiknya dilakukan pada bayi berusia kurang dari 1 jam, diambil dari cairan amnion yang tertelan di lambung. Cairan amnion 0,5 cc ditambah garam faal 0,5 cc, kemudian ditambah 1 cc alcohol 95% dicampur dalam tabung, kemudian dikocok 15 detik, setelah itu didiamkan 15 menit dengan tabung tetap berdiri. Interpretasi hasil : Tidak ada gelembung atau gelembung sebanyak permukaan, artinya paruparu belum matang, resiko RDS 60% Gelembung 1/3 2/3 permukaan, resiko RDS 20-50% Gelembung > 2/3 permukaan, artinya paru-paru telah matang, resiko RDS sangat kecil.

KASUS RUJUKAN

Hal ini terjadi bila sudah dilakukan penanganan pada bayi dengan RDS dengan gejala gangguan napas berat, tapi bayi tidak menujukkan respon yang baik, bahkan gangguan napasnya semakin berat dan sianosis menetap walaupun sudah diberikan O2 100%. Bila ini terjadi maka bayi dapat dirujuk ke Rumah Sakit rujukan atau yang memiliki fasilitas ventilator mekanik.

PENATALAKSANAAN
Dasar tindakan pada penderita adalah mempertahankan penderita dalam kondisi fisiologik yang sebaik- baiknya, agar bayi mampu melanjutkan perkembangan paru dan organ lain, sehingga ia dapat mengadakan adaptasi sendiri terhadap sekitarnya.

Tindakan- tindakan yang dilakukan : 1. Memastikan jalan napas tetap bebas, dengan memasang endotracheal tube.

2. Mencegah hipotermia Menjaga suhu tubuh bayi tetap normal (36,5o 37oC) dengan meletakan bayi didalam incubator, sedangkan humiditas lingkungan bayi juga dipertahankan antara 70-80%.

3. Mencegah hipoglikemia. Bayi diberikan cairan intravena yang sesuai dengan kebutuhan kalorinya. Pemberian cairan ini bertujuan untuk memberikan kalori yang cukup, menjaga agar bayi tidak mengalami dehidrasi, mempertahankan pengeluaran cairan melalui ginjal, dan mempertahankan keseimbangan asam basa tubuh.

4. Mencegah hipoksia dan asidosis.

Setiap penderita RDS hamper selalu membutuhkan oksigen tambahan. Pemberian O2 harus disertai dengan pemeriksaan berkala tekanan O2 arterial (PaO2). Konsentrasi O2 yang diberikan harus dijaga agar cukup untuk mempertahankan PaO2 antara 80100 mmHg, sehingga kadang- kadang diperlukan konsentrasi oksigen sampai 100%. O2 diberikan dengan sungkup. Pada penderita yang sangat berat kadang- kadang diperlukan ventilasi mekanis, dimana O2 diberikan dengan respirator. Tindakan ini dilakukan apabila bayi yang telah mendapat O2 dengan konsentrasi 100% masih memperlihatkan PaO2 < 40 mmHg, pCO2 > 70 mmHg, pH darah < 7,20; atau masih ada serangan apnea berulang.

5. Menjaga keseimbangan cairan, asam basa dan elektrolit. Asidosis metabolic yang selalu dijumpai pada penderita RDS membuat penderita memerlukan pemeriksaan teratur keseimbangan asam basa tubuh. Natrium Bikarbonat yang diberikan sebaiknya disesuaikan dengan hasil pemeriksaan defisit basa yang ditemukan pada penderita, sesuai dengan rumus ; Kebutuhan NaHCO3 = Defisit basa x 0,3 x BB (kg) Konsentrasi NaHCO3 yang diberikan biasanya antara 7,5 8,4%. Pemberian NaHCO3 ini bertujuan pH darah antara 7,30 7,40.

6. Memberikan Antibiotik Pemberian antibiotik bertujuan untuk mengindarkan kemungkinan infeksi sekunder yang dapat memperberat penyakit. Antibiotik yang diberikan ialah penisilin (50.000100.000 u/kgBB/hari) atau ampisilin (100 mg/kgBB/hari) dikombinasi dengan gentamisin (3-5 mg/kgBB/hari).

TEMPAT RUJUKAN

Rujukan ditujukan kepada rumah sakit yang ada fasilitas dan mampu memakai ventilator mekanik

PROGNOSIS
Prognosis penderita berbeda-beda tergantung dari beratnya penyakit. Pada penderita yang ringan penyembuhan dapat terjadi pada hari ke 3 atau ke 4, dan pada hari ke 7 terjadi penyembuhan sempurna. Pada penderita yang lanjut, mortalitas diperkitakan 20-40%. Dengan perawatan yang intensif dan cara pengobatan terbaru mortalitas dapat menurun. Prognosis jangka panjang sulit diramalkan. Kelainan yang timbul dikemudian hari lebih condong disebabkan komplikasi pengobatan yang diberikan.

Sindrom Aspirasi Mekonium


Pneumonia Aspirasi
Hal ini terjadi bila cairan amnion yang mengandung mekonium terinhalasi oleh bayi atau susu yang diberikan. Keadaan ini lebih dikenal sebagai sindrom aspirasi mekonium. Cairan amnion sendiri sampai saat ini belum dibuktikan dapat membahayakan paru bayi. Cairan amnion yang

mengandung mekonium dapat terjadi bila bayi dalam kandungan menderita gawat janin. Kejadian ini merupakan 10 - 20% dari seluruh kehamilan.

Gambaran klinik
Pneumonia aspirasi sering terjadi pada bayi dismaturitas (kecil untuk masa kehamilan); neonatus lebih bulan atau bayi yang menderita gawat janin pada kehamilan atau persalinan. Biasanya bayi lahir dengan asfiksia disertai riwayat resusitasi aktif. Tanda sindrom gangguan pernafasan mulai tampak dalam 24 jam pertama setelah lahir. Kadangkadang terdengar pula ronki pada kedua paru, Bergantung kepada jumlah mekonium yang terinhalasi, mungkin terlihat emfisema atau atelektasis.

Diagnosis ditegakkan dengan pemeriksaan foto Rontgen toraks yang menunjukkan gambaran infiltrasi kasar di kedua paru disertai dengan bagian yang mengalami emfisema.

Kematian dapat terjadi pada hari-hari pertama karena kegagalan pemafasan atau asidosis berat Pada bayi yang mengalami perbaikan, biasanya gejala hiperpnu baru dapat menghilang setelah beberapa hari dan kadang-kadang sampai beberapa minggu.

Pengobatan

1. Perawatan umum berupa: (a) pengaturan secara adekuat suhu dan kelembaban lingkungan, (b) pembersihan jalan nafas sebaik-baiknya dan bila perlu dilakukan intubasi, (c)seluruh cairan lambung harus segera dikeluarkan untuk menghindarkan kemungkinan aspirasi ulangan. Tindakan tersebut di atas seharusnya dikerjakan pada setiap bayi yang lahir dengan cairan amnion yang mengandung mekonium. 2. Pemberian oksigen dan mengatur keseimbangan asam-basa. Oksigen diberikan sampai sianosis menghilang. Pemberian NaHCO3 untuk mengatur keseimbangan asam-basa tubuh seperti pada pengobatan penyakit membran hialin, yaitu dengan tujuan mempertahankan pH darah dalam batas normal 3. Antibiotika diberikan karena diagnosis banding antara pneumonia aspirasi dengan pneumonia bakterial sulit dibedakan dan penyelidikan menunjukkan bahwa infeksi sekunder pada penderita ini sering ditemukan. Antibiotika yang diberikan ialah kombinasi Penisilin atau Ampisilin dengan Gentamisin.

Anda mungkin juga menyukai