Anda di halaman 1dari 23

BAB II KAJIAN TEORI

A. Model Pembelajaran Matematika Model dapat diartikan pola (Ruskhan, dkk, 1997), sedangkan model pembelajaran atau Models of teaching menurut Joyce dan Weil (Winataputra, 1997:140) berarti mencoba mamahami suatu kerangka berpikir pengembangan model. Menurut Hilgrad dan Bower (Fudyartanto, 2002), belajar (to learn) memiliki arti: 1. To gain knowledge, comprehension, or mastery of through experience or study. 2. To fix in the mind or memory; memorize; 3. To acquire trough experience 4. To become in forme of to find out. Menurut definisi tersebut, belajar memiliki pengertian memperoleh pengetahuan atau menguasai pengetahuan melalui pengalaman, mengingat, menguasai pengalaman dan mendapatkan informasi atau menemukan. Menurut Bruner (dalam Sudjana, 1999:137), ada tiga proses yang terlibat dalam proses belajar yaitu: 1. Diperolehnya informasi baru 2. Transformasi pengetahuan 3. Pengkajian pengetahuan.

13

14

Sedangkan Suherman, (2003:33) mengatakan bahwa belajar itu adalah hubungan antara panca indera (sense inpresion) dengan impuls untuk bertindak (impuls to action). Dengan kata lain, belajar merupakan pembentukan hubungan antara stimulus dan respon, antara aksi dengan reaksi. Sedangkan menurut pandangan teori pemrosesan-informasi proses belajar merupakan suatu rangkaian yang terdiri atas sejumlah subproses. Jadi yang dimaksud belajar dalam penelitian ini adalah proses dimana seorang siswa aktif untuk melakukan apa yang belum pernah mereka lakukan dan membangun sendiri pengetahuan mereka melalui pemindahan informasi yang dilakukan oleh guru. Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran merupakan bantuan yang diberikan pendidik agar dapat terjadi proses pemerolehan ilmu dan pengetahuan, penguasaan kemahiran , serta pembentukan sikap dan kepercayaan pada peserta didik. Dengan kata lain, pembelajaran adalah proses untuk membantu peserta didik agar dapat belajar dengan baik. (Wikipedia Indonesia, 2007). Sedangkan menurut Mulyasa (2005) pembelajaran merupakan suatu proses yang kompleks dan melibatkan berbagai aspek yang saling berkaitan. Matematika adalah pengetahuan tentang kuantitas dan ruang, salah satu cabang dari sekian banyak cabang ilmu yang sistematis, teratur dan eksak (Suherman dkk, 2003:11). Matematika adalah ilmu tentang logika mengenal berbagai bentuk, susunan, besaran dan konsep-konsep yang berhubungan satu

15

dengan lainnya dengan jumlah yang banyak yang terbagi ke dalam tiga bidang, yaitu aljabar, analisis dan geometri (James dalam Suherman, 2003:18). Matematika timbul karena pikiran-pikiran manusia yang berhubungan dengan ide-ide, proses dan penalaran. Sedangkan matematika mempunyai beberapa definisi berdasarkan sudut pandang terhadap struktur-struktur dalam matematika. Menurut Soedjadi (2000:1) mengungkapkan beberapa definisi atau pengertian matematika, di antaranya: 1. Matematika adalah cabang ilmu pengetahuan eksak dan terorganisir secara sistematik. 2. Matematika adalah pengetahuan tentang bilangan dan kalkulasi. 3. Matematika adalah pengetahuan tentang penalaran logis dan berhubungan dengan bilangan. 4. Matematika adalah pengetahuan tentang fakta-fakta kuantitatif dan masalah tentang ruang dan bentuk 5. Matematika adalah pengetahuan tentang struktur-struktur yang logis. 6. Matematika adalah pengetahuan tentang aturan-aturan yang ketat. Menurut Ebbutt dan Straker (1995:10-63) mendefinisikan matematika sekolah yang selanjutnya disebutkan matematika, sebagai berikut: 1. 2. Matematika sebagai kegiatan penelusuran pola dan hubungan. Matematika sebagai kreativitas yang memerlukan imajinasi, intuisi, dan penemuan. 3. Matematika sebagai kegiatan pemecahan masalah (problem solving). 4. Matematika sebagai alat komunikasi. Dari definisi-definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa matematika merupakan suatu cabang ilmu pengetahuan yang memuat konsep, fakta dan prinsip yang saling berhubungan dan memiliki aturan-aturan yang ketat dalam penggunaannya.

16

Hakekat belajar matematika menurut Hudoyo (dalam Yulis, 1996:5) adalah belajar tentang konsep-konsep dan struktur yang terdapat dalam materi matematika serta mencari hubungan konsep dan antar konsep. Dari definisi model pembelajaran maka model pembelajaran dalam penelitian ini diartikan sebagai suatu pola atau rencana yang digunakan guru dalam mengorganisasikan bahan ajar dan kegiatan belajar siswa, serta pedoman bagi guru mengajar dengan semestinya dikelas dalam mencapai tujuan pembelajaran yang ditetapkan, sehingga terjadinya hubungan interaksi antara guru dan siswa. Dari definisi belajar, definisi model pembelajaran dan definisi matematika dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran matematika adalah suatu proses interaksi antara peserta didik dan pendidik untuk membentuk suatu pertumbuhan dalam diri seseorang dalam mempelajari konsep-konsep dan struktur-struktur matematika yang dinyatakan dengan cara bertingkah laku yang baru berkat adanya pengalaman dan latihan tersebut. Setiap model pembelajaran pasti memiliki kelebihan dan kekurangan. Oleh karena itu guru harus dapat menggunakan model pembelajaran yang tepat dalam proses pembelajaran yang disesuaikan dengan kondisi siswa dan materi yang diberikan, sebab model pembelajaran yang tepat akan membantu tercapainya tujuan pembelajaran yang diinginkan. Pada proses pembelajaran, materi matematika sekolah harus disesuaikan dengan perkembangan psikologis dan fisik, kegunaan, beban belajar dan disiplin

17

keilmuan peserta didik. Dengan kata lain, tujuan pembelajaran matematika di sekolah harus disesuaikan dengan perkembangan intelektual atau pola berpikir siswa, termasuk pada siswa sekolah dasar. Sekolah dasar merupakan titik tolak yang tepat dalam rangka usaha pembangunan pendidikan yang menyangkut mata pelajaran matematika. Hal ini dikarenakan, SD merupakan basis yang sangat menentukan dalam pembentukan sikap, kecerdasan dan kepribadian anak didik. Sifat mendasar inilah yang memerlukan perhatian dalam pengajaran matematika khususnya di sekolah dasar. Pengajaran matematika di SD dapat dimaknai sebagai gejala yang berkenaan dengan kegiatan mengajar matematika yang dilaksanakan di sekolah dasar dan mempunyai tujuan agar peserta didik mendapatkan keterampilan dan kemampuan dalam menguasai konsep-konsep matematika yang abstrak. Tujuan pembelajaran matematika di sekolah dasar menurut kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) antara lain: 1. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan aplilkasi atau algoritma secara luas, akurat dan efisien dengan tepat dalam memecahkan masalah. 2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dengan membuat generalisasi, menyusun bukti atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika. 3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memecahkan masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menampilkan solusi yang diperoleh. 4. Mengkomunikasikan gagasan dengan symbol, tabel, diagram atau media lain untuk menjelaskan keadaan atau masalah. 5. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian dan minat dalam mempelajari matematika serta ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah. (Depdiknas, 2004 : 6-7)

18

Tujuan yang telah dirumuskan di atas menunjukkan bahwa mata pelajaran matematika yang diberikan di sekolah dasar merupakan pengetahuan dasar yang sangat bermanfaat bagi siswa. Oleh karena itu, konsep-konsep matematika yang terdapat di setiap materi harus dikuasai dengan baik.

B. Pembelajaran Model Van Hiele Pembelajaran Model Van Hiele adalah proses pembelajaran yang dilaksanakan berdasarkan kemampuan berpikir siswa dalam belajar geometri yang dikembangkan oleh Pierre Marie Van Hiele dan Dina Van Hiele Geldof sekitar tahun 1950-an dan telah diakui secara internasional serta memberikan pengaruh yang kuat dalam pembelajaran geometri di sekolah. Menurut Van Hiele, seseorang akan melalui lima tahap perkembangan berpikir dalam belajar geometri (Clements & Battista, 2001). Kelima tahap perkembangan berpikir Van Hiele adalah sebagai berikut. Level 0. Tahap Visualisasi Tahap ini disebut juga tingkat pengenalan. Pada tahap ini, siswa memandang sesuatu bangun geometri sebagai suatu keseluruhan. Siswa belum dapat memperhatikan komponen-komponen dari masing-masing bangun datar. Meskipun pada tingkat ini siswa sudah mengenal nama sesuatu bangun, siswa belum mengamati ciri-ciri dari bangun datar tersebut.

19

Level 1. Tahap Analisis Tahap ini dikenal sebagai tingkat deskriptif. Pada tahap ini siswa sudah mengenal bangun-bangun geometri berdasarkan ciri-ciri dari masing-masing bangun. Dengan kata lain, pada tingkat ini siswa sudah terbiasa menganalisis bagian-bagian yang ada pada suatu bangun dan mengamati sifat-sifat serta menentukan besaran yang dimiliki bangun datar tersebut. Level 2. Tahap Deduksi informal Tahap ini disebut juga tahap pengurutan atau relasional. Pada tahap ini, siswa dapat memahami hubungan antara sifat-sifat suatu bangun datar dengan bangun datar yang lainnya. Level 3. Tahap Deduksi Formal Pada tahap ini siswa sudah memahami definisi, aksioma dan teorema dalam geometri. Pada tahap ini siswa sudah mulai mampu menyusun bukti-bukti secara formal. Ini berarti bahwa pada tingkat ini siswa sudah memahami proses berpikir yang bersifat deduktif-aksiomatis dan mampu menggunakan proses berpikir tersebut. Level 4. Tahap Rigor Tahap ini disebut juga tahap metamatematis. Pada tahap ini, siswa mampu melakukan penalaran secara formal tentang sistem-sistem matematika (termasuk sistem-sistem geometri), tanpa membutuhkan model-model yang konkret sebagai acuan. Pada tingkat ini, siswa memahami bahwa dimungkinkan adanya lebih dari satu geometri.

20

There are four characteristics of these levels of thought: 1. The Van Hiele levels of geometric reasoning are sequential. Students must pass through all prior levels to arrive at any specific level. 2. Geometric experiences have the greatest influence on advancement through the levels. 3. Instruction and language at a level higher than the level of the student may inhibit learning. Van Hiele dalam (Clements dan Battista 2001). Suatu karakteristik tahap berpikir Van Hiele adalah bahwa kecepatan untuk berpindah dari satu level ke level berikutnya lebih banyak dipengaruhi oleh aktivitas dalam pembelajaran. Dengan demikian, pengorganisasian pembelajaran, isi dan materi merupakan faktor penting dalam pembelajaran, selain itu guru juga memegang peran penting dalam mendorong kecepatan berpikir siswa melalui suatu tahapan. Tahap berpikir yang lebih tinggi hanya dapat dicapai melalui latihan-latihan yang tepat. Setiap tahap dalam pembelajaran model Van Hiele, menunjukkan karakteristik proses berpikir siswa dalam belajar geometri dan pemahamannya dalam konteks geometri. Kualitas pengetahuan siswa tidak ditentukan oleh akumulasi pengetahuannya, tetapi lebih ditentukan oleh proses berpikir yang digunakan. Selanjutnya Clements dan Battista, (2001:436) menyatakan bahwa peran siswa dalam mengkonstruksi pengetahuan secara aktif. Siswa tidak akan berhasil jika hanya belajar fakta-fakta, nama-nama atau aturan-aturan, melainkan siswa harus menentukan sendiri hubungan-hubungan saling keterkaitan antara konsep-

21

konsep geometri daripada proses-proses geometri. Oleh karena itu pengembangan berpikir geometri siswa SD hanya cocok sampai tahap deduksi informal. Untuk itu, penjelasan mengenai tahapan berpikir tersebut dibatasi sampai dengan tahap deduksi informal (Crowley, 1987: 14).

C. Langkah-langkah Pembelajaran Model Van Hiele Karakteristik dari pembelajaran model Van Hiele adalah kemampuan siswa untuk berpindah dari satu tahap ke tahap berikutnya lebih banyak dipengaruhi oleh aktivitas dalam pembelajaran. Oleh karena itu, pembelajaran geometri hanya akan efektif apabila pengorganisasian pembelajaran disesuaikan dengan struktur kemampuan berpikir siswa. Crowley (1987:5-6) memberikan lima langkah

pembelajaran yang dapat dilaksanakan disetiap tahap berpikir siswa. Adapun kelima langkah pembelajaran tersebut dapat dilihat pada tabel 2.1. Tabel 2.1 Fase-fase Pada Model Pembelajaran Van Hiele Fase Fase I Inkuiri/ Informasi Fase II Orientasi Berarah Fase III Uraian Fase IV Orientasi Bebas Fase V Integrasi Kegiatan Guru Guru mengajukan informasi baru dalam setiap pertanyaan yang dirancang secermat mungkin agar siswa dapat menyatakan kaitan konsep-konsep awal dengan materi yang akan dipelajari. Guru mengarahkan siswa untuk meneliti objek-objek yang dipelajari. Guru memberikan motivasi kepada siswa untuk mengemukakan pengalamannya tentang struktur objek yang diamati dengan menggunakan bahasanya sendiri. Guru memberikan siswa tugas yang lebih kompleks. Guru mengintegrasikan pengetahuan siswa mengenai

22

topik yang baru dipelajari. D. Teori Kognitivisme Sebagai Landasan Pembelajaran Model Van Hiele Secara umum teori kognitivisme menggnggap bahwa perilaku manusia tidak ditentukan oleh stimulus yang berada diluar dirinya, melainkan oleh faktor yang ada pada dirinya sendiri. Faktor-faktor internal itu berupa kemampuan atau potensi yang berfungsi untuk mengenal dunia luar, dan dengan pengenalan itu manusia mampu memberikan respon terhadap stimulus. Berdasarkan pada pandangan itu teori psikoloig kognitif memandang belajar sebagai proses pemfungsian unsur-unsur kognisi terutama pikiran, untuk dapat mengenal dan memahami stimulus yang datang dari luar. Dengan kata lain, aktivitas belajar manusia ditentukan pada proses internal dalam berpikir yakni pengolahan informasi. Peneliti yang mengembangkan kognitif ini adalah Ausubel, Bruner dan Piagett. Kemudian dari ketiga hasil pemikiran tersebut dilengkapi oleh Pierre Marie Van Hiele dan Dina Van Hiele Geldof. Menurut David Ausable (dalam Utami. P. L, 2008) prinsip-prinsip pembelajaran berdasarkan teori kognitivisme adalah: 1. Pengaturan awal. Pengaturan awal dapat digunakan guru dalam membantu mengaitkan konsep lama dengan konsep baru yang lebih tinggi maknanya. 2. Deferensiasi progresif. Dalam proses belajar bermakna perlu ada pengmbangan dan evaluasi konsepkonsep. Caranya, unsur yang paling umum dan inklusif diperkenalkan dahulu

23

kemudian baru yang lebih mendetail, berarti pembelajaran dari umum ke khusus.

3. Belajar super ordinat. Adalah proses struktur kognitif yang mengalami pertumbuhan kearah deferensiasi, terjadi sejak perolehan informasi dan diasosiasikan dengan konsep dalam struktur kognitif tersebut. 4. Penyesuaian integrative. Adalah proses penyatuan antara konsep yang lama dengan konsep yang baru. Menurut Bruner (Sudjana, 1999:137), dalam pengajaran di sekolah, Brunner mengajukan bahwa dalam pembelajaran hendaknya mencakup : 1. Pengalaman-pengalaman optimal untuk mau dan dapat belajar. 2. Pensturkturasi pengetahuan untuk pemahaman optimal Selanjutnya Bruner juga mengatakan bahwa ada tiga proses yang terlibat dalam proses belajar yaitu: 1. Diperolehnya informasi baru. 2. Transformasi pengetahuan. 3. Pengkajian pengetahuan. Sedangkan menurut Jean Piaget (dalam Utami. P. L, 2008) prinsip-prinsip pembelajaran berdasarkan teori kognitivisme adalah: 1. Belajar aktif. Untuk membantu perkembangan kognitif anak, kepadanya perlu diciptakan kondisi belajar yang memungkinkan anak belajar sendiri, misalnya melakukan percobaan. Manipulasi symbol-simbol, mengajukan pertanyaan dan mencari jawaban sendiri, membandingkan penemuan sendiri dengan penemuan temannya. 2. Belajar lewat interaksi sosial. Tanpa intraksi sosial, perkembangan kognitif anak akan tetap bersifat egosentris. Sebaliknya lewat interaksi sosial, perkembangan kognitif anak

24

akan mengarah pada banyak pandangan dengan macam-macam sudut pandang dari alternatif tindakan. 3. Belajar lewat pengalaman sendiri. Bahasa memang memegang peranan penting dalam perkembangan kognitif, namun bila menggunakan bahasa yang digunakan untuk berkomunikasi tanpa pernah karena pengalaman sendiri maka perkembangan anak cenderung mengarah pada verbalisme. Sedangkan menurut Vigotsky berpendapat bahwa factor terpenting untuk mendorong atau memicu perkembangan kognitif adalah interaksi social yaitu interaksi antara individu dengan orang lain. Kemudian Vigotsky juga berpendapat proses belajar akan terjadi secara efesien dan efektif apabila si anak belajar secara kooperatif dengan anak-anak lain dalam bimbingan dari orang yang lain yang lebih mampu. Dalam hal ini adalah guru.

E. Hasil Belajar Siswa Hasil belajar yang dicapai seseorang merupakan hasil belajar yang diperoleh melalui proses belajar dan dipengaruhi oleh faktor yang bersifat internal atau eksternal. Perubahan yang terjadi biasanya dapat dilihat dengan bertambah baiknya atau meningkatnya kemampuan yang dicapai seseorang. Pengertian hasil belajar, merupakan segala sesuatu yang diperoleh, dikuasai atau merupakan hasil proses belajar mengajar. Hasil belajar merupakan kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajar. Hasil belajar merupakan suatu puncak proses belajar. Hasil belajar tersebut terjadi terutama berkat evaluasi guru. Hasil belajar dapat berupa dampak

25

pengajaran dan dampak pengiring. Kedua dampak tersebut bermanfaat bagi guru dan siswa. (Muslihati 2005). Menurut Woordworth (dalam Ismihyani, 2000), hasil belajar merupakan perubahan tingkah laku sebagai akibat dari proses belajar. Woordworth juga mengatakan bahwa hasil belajar adalah kemampuan aktual yang diukur secara langsung. Hasil pengukuran belajar inilah akhirnya akan mengetahui seberapa jauh tujuan pendidikan dan pengajaran yang telah dicapai. Bloom merumuskan hasil belajar sebagai perubahan tingkah laku yang meliputi domain (ranah) kognitif, ranah afektif dan ranah psikomotorik. (Winkel dalam Ismiyahni 2000). Dalam ranah kognitif, hasil belajar tersusun dalam enam tingkatan. Enam tingkatan tersebut adalah: 1. Pengetahuan atau ingatan, 2. Pemahaman, 3. Penerapan, 4. Sintesis, 5. Analisis dan 6. Evaluasi. Adapun ranah psikomotorik terdiri dari lima tingkatan yaitu: 1. Penirua (menirukan gerak), 2. Penggunaan (menggunakan konsep untuk melakukan gerak), 3. Ketepatan (melakukan gerak dengan benar), 4. Perangkaian (melakukan beberapa gerakan sekaligus dengan benar),

26

5. Naturalisasi (melakukan gerak secara wajar).

Sedangkan ranah afektif terdiri dari lima tingkatan yaitu: 1. Pengenalan (ingin menerima, sadar akan adanya sesuatu), 2. Merespon (aktif berpartisipasi), 3. Penghargaan (menerima nilai-nilai, setia pada nilai-nilai tertentu), 4. Pengorganisasian (menghubung-hubungkan nilai-nilai yang dipercaya) dan 5. Pengamalan (menjadikan nilai-nilai sebagai bagian dari pola hidup). Hasil belajar adalah kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Hasil belajar mempunyai peranan penting dalam proses pembelajaran. Proses penilaian terhadap hasil belajar dapat memberikan informasi kepada guru tentang kemajuan siswa dalam upaya mencapai tujuan-tujuan belajarnya melalui kegiatan belajar. Selanjutnya dari informasi tersebut guru dapat menyusun dan membina kegiatan-kegiatan siswa lebih lanjut, baik untuk keseluruhan kelas maupun individu. Hasil belajar dibagi menjadi tiga macam hasil belajar yaitu: 1. Keterampilan dan kebiasaan; 2. Pengetahuan dan pengertian; 3. Sikap dan cita-cita, yang masing-masing golongan dapat diisi dengan bahan yang ada pada kurikulum sekolah, (Nana Sudjana, 1999:22). Faktor-faktor yang mempengaruhi Hasil belajar yaitu : 1. Faktor Internal (dari dalam individu yang belajar).

27

Faktor yang mempengaruhi kegiatan belajar ini lebih ditekankan pada faktor dari dalam individu yang belajar. Adapun faktor yang mempengaruhi kegiatan tersebut adalah faktor psikologis, antara lain yaitu: motivasi, perhatian, pengamatan, tanggapan dan lain sebagainya. 2. Faktor Eksternal (dari luar individu yang belajar).

Pencapaian tujuan belajar perlu diciptakan adanya sistem lingkungan belajar yang kondusif. Hal ini akan berkaitan dengan faktor dari luar siswa. Adapun faktor yang mempengaruhi adalah mendapatkan pengetahuan, penanaman konsep dan keterampilan, dan pembentukan sikap. Hasil belajar yang diperoleh siswa adalah sebagai akibat dari proses belajar yang dilakukan oleh siswa, harus semakin tinggi hasil belajar yang diperoleh siswa. Proses belajar merupakan penunjang hasil belajar yang dicapai siswa, (Nana Sudjana, 1999:111).

F.

Aktivitas Belajar Siswa Aktivitas siswa sangat penting agar hasil belajar yang diperoleh siswa

optimal, karena aktivitas siswa sangat menentukan hasil belajar siswa. Menurut Siswono (dalam Eva Lestari, 2006:11) aktivitas belajar adalah segala kegiatan dalam upaya mencerna dan menguasai bahan pengajaran yang disajikan oleh guru pada waktu berlangsungnya proses belajar mengajar guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Menurut Paul B. Clednes (dalam Sardiman, 2000:99), ada beberapa jenis aktivitas dalam belajar antara lain :

28

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.

Visual activities, seperti membaca, memperhatikan gambar dan demonstrasi, percobaan, mengamati pekerjaan orang lain dan sebagainya. Oral activities, seperti menyatakan, merumuskan, bertanya, memberi saran, mengeluarkan pendapat, mengadakan wawancara, diskusi interupsi dan sebagainya. Listening activities, seperti mendengarkan uraian, percakapan, diskusi, musik, pidato dan sebagainya. Writing activities, seperti menulis cerita, karangan, laporan, tes, angket, menyalin dan sebagainya. Drawing activities, seperti menggambar, membuat grafik, peta dan diagram. Motor activities, seperti melakukan percobaan, membuat konstruksi, model, mereparasi, bermain, berkebun, memelihara binatang dan sebagainya. Mental activities, sebagai contoh misalnya menanggapi, mengingatkan, memecahkan soal, menganalisa, melihat hubungan dan mengambil keputusan. Emotional activities, seperti menaruh minat, merasa bosan, gembira, berani, tenang, gugup dan sebagainya. Oemar Hamalik (1995:91) mengemukakan ada sejumlah manfaat atau

kegunaan dari kegiatan pembelajaran aktif, antara lain: 1. Siswa mencari pengalaman sendiri dan langsung mengalami sendiri. 2. Berbuat sendiri akan mengembangkan seluruh aspek kepribadian siswa. 3. Memupuk kerjasama yang harmonis di kalangan para siswa yang pada gilirannya dapat memperlancar kerja kelompok. 4. Siswa belajar dan bekerja berdasarkan minat dan kemampuan sendiri, sehingga sangat bermanfaat dalam rangka pelayanan perbedaan individual. 5. Memupuk disiplin belajar dan suasana belajar yang demokratis dan kekeluargaan, musyawarah dan mufakat. 6. Membina dan memupuku kerjasama antara sekolah dan masyarakat, dan hubungan antara guru dan orangtua siswa, yang bermanfaat dalam pendidikan siswa. 7. Pembelajaran dan belajar dilaksanakan secara realistik dan konkrit, sehingga mengembangkan pemahaman dan berpikir kritis serta menghindarkan terjadinya verbalisme. 8. Pembelajaran dan kegiatan belajar menjadi hidup sebagaimana halnya kehidupan dalam masyarakat yang penuh dinamika.

29

Klasifikasi diatas menunjukkan bahwa aktivitas yang dapat terjadi dalam suatu pembelajaran cukup kompleks dan bervariasi. Menurut (Tindrayani, 2007:51) indikator yang akan diamati untuk penilaian aktivitas siswa adalah sebagai berikut: 1. 2. 3. 4. 5. Aktivitas siswa dalam menjawab pertanyaan yang diajukan oleh guru. Aktivitas siswa dalam memperhatikan guru ketika menerangkan pelajaran. Aktivitas siswa dalam bertanya. Aktivitas siswa yang suka berjalan-jalan dan mengganggu temannya. Aktivitas siswa yang mengerjakan tugas lain misalnya membuat PR bidang studi lain yang tidak ada hubungannya dengan pelajaran matematika. 6. Aktivitas siswa yang hanya diam. 7. Aktivitas siswa dalam mendiskusikan tugas yang diberikan guru dalam kelompok. 8. Aktivitas yang mampu bersosialisasi antara anggota kelompok. 9. Aktivitas siswa dalam mempresentasikan. 10. Aktivitas siswa dalam memperhatikan presentasi yang ditampilkan teman lain. 11. Aktivitas siswa dalam memberikan tanggapan. 12. Aktivitas siswa dalam mencatat dan menyimpulkan pelajaran G. Materi Bangun Datar Bangun datar merupakan bangun berdimensi dua. Dalam hal ini, bangun geometri yang dibentuk dari 2 besaran panjang yang saling tegak lurus. Pada penelitian ini pembelajaran dikhususkan pada sub materi luas bangun datar sederhana (persegi, persegi panjang dan segitiga) dan luas segi banyak gabungan dua atau lebih bangun datar. Adapun uraian materi bangun datar adalah sebagai berikut. 1. Persegi, persegi panjang dan segitiga Bangun datar di samping adalah persegi. Untuk menghitung luas persegi, digunakan rumus:

30

L=sxs Keterangan: L = luas persegi s = panjang sisi persegi Bangun datar di samping adalah persegi panjang. Untuk menghitung luas persegi panjang, di gunakan rumus:

L=pxl Keterangan: L = Luas persegi panjang p = panjang persegi panjang l = lebar persegi panjang

Bangun datar di samping adalah segitiga. Untuk menghitung luas segitiga digunakan rumus: L= axt 2

Keterangan: L = luas segitiga a = panjang alas segitiga

31

t = tinggi segitiga

Contoh soal: Hitunglah luas persegi, persegi panjang dan segitiga berikut.

a. Luas persegi ABCD = s x s = AB x BC = 5 cm x 5 cm = 25 b. Luas persegi panjang PQRS = p x l = PQ x QR = 10 cm x 6 cm = 60

32

c. Luas segitiga ABC

= =

axt 2 6 cm x 4 cm 2

= 12

2. Segi banyak yang merupakan gabungan bangun datar sederhana Adapun langkah-langkah untuk menghitung luas segi banyak adalah sebagai berikut. a. Tentukan bangun datar apa saja yang membentuknya. b. Tentukan luas dari setiap bangun datar yang membentuknya. c. Jumlahkan luas dari setiap bangun datar tersebut. Contoh soal:

Hitunglah luas bangun di atas. Penyelesaian: a. Langkah (a)

33

Diketahui bahwa bangun ABCDEFG dibentuk dari dua buah bangun datar yaitu persegi (I) dan bangun persegi panjang (II).

b. Langkah (b) Luas bangun (I) = GD x DE = 3 cm x 3 cm =9 Luas bangun (II) = AB x BC = 10 cm x 4 cm = 40 c. Langkah (c) Jadi, luas bangun ABCDEFG = Luas Bangun (I) + Luas Bangun (II) =9 = 49 + 40

H. Penerapan Model Van Hiele Dalam Pembelajaran Materi Bangun Datar

34

Adapun langkah-langkah pembelajaran materi bangun datar dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. a. Kegiatan Awal 1) Guru mengucapkan salam. 2) Guru menyampaikan tujuan pembelajaran. 3) Guru memastikan siswa telah duduk berdasarkan kelompoknya masingmasing.

b. Kegiatan Inti 1) Fase inkuiri / informasi Guru mengaitkan informasi yang akan dipelajari dengan informasi sebelumnya dengan metode tanya jawab. 2) Fase Orientasi Berarah Guru memberikan penjelasan tentang materi yang akan dipelajari. 3) Fase Uraian Guru membagikan LKS kepada setiap kelompok. Kemudian guru mengarahkan siswa untuk berdiskusi membahas LKS dalam kelompok masing-masing. Siswa diharapkan saling memberikan pendapat,

sementara guru mengevaluasi kegiatan siswa dalam kelompok masingmasing. Setelah itu, guru meminta siswa untuk mengemukakan hasil diskusi kelompok, dimana pemilihan siswa berdasarkan nama siswa yang terdapat pada daftar kelompok.

35

4) Fase Orientasi bebas Guru memberikan latihan soal kepada siswa, dimana latihan soal tersebut terdapat pada LKS dan bersifat individu. c. Kegiatan Akhir 1) Fase Integrasi Guru bersama siswa menyimpulkan hasil pembelajaran mengenai materi yang baru dipelajari. 2) dipelajari. 3) Guru mengakhiri pembelajaran dengan mengucapkan salam. Guru menghimbau siswa untuk mempelajari materi-materi yang telah

Anda mungkin juga menyukai