Anda di halaman 1dari 8

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan Negara kepulauan yang dilalui oleh garis katulistiwa sehingga beriklim tropis, akibat suhu yang tinggi dan curah hujan sepanjang tahun menyebabkan Indonesia memiliki keanekaragaman ekosistem dan dikenal sebagai Negara Megabiodiversitas terbesar di dunia setelah Brazilia. Selain itu, keanekaragaman ini disebabkan oleh letak Indonesia yang strategis di antara dua benua yaitu benua Asia dan benua Australia, serta dua samudra yaitu samudra Hindia dan samudra Pasifik, sehingga berbagai jenis tumbuhan dan hewan yang ada di Indonesia merupakan perpaduan antara dua benua tersebut. Distribusi tumbuhan tingkat tinggi yang terdapat di hutan tropika Indonesia lebih dari 12% (30.000) spesies dari yang terdapat di muka bumi (250.000) spesies. Sebagaimana telah diketahui bersama, tumbuh tumbuhan tersebut telah dimanfaatkan manusia dalam kehidupan, sejak awal peradaban seperti untuk sandang, pangan, papan, energi, dan sumber ekonomi (Ersam, 2004). Data terakhir memperlihatkan penelitian kimiawi tumbuhan tingkat tinggi, baru 0,4% yang sudah dilakukan. Di sisi lain obat-obat modern yang diperdagangkan sampai saat ini, menunjukkan 25% diantaranya berasal dari kimiawi tumbuhtumbuhan tropika, baik sebagai tumbuhan obat atau tumbuhan tingkat tinggi (Ersam, 2004). Tumbuhan memiliki peranan penting bagi kehidupan, di samping berfungsi sebagai sumber protein nabati, juga berfungsi sebagai transformator karbon dioksida menjadi oksigen dalam proses fotosintesis, bahkan akhir-akhir ini dikembangkan suatu bahan bakar kendaraan bermotor yang ramah lingkungan berasal dari minyak tumbuhan atau biasa disebut Biofuel. Kemajuan di bidang ilmu pengetahuan, teknologi dan kesehatan juga banyak mengeksplorasi tumbuhan sebagai obat, karena tumbuhan tersebut mengandung banyak senyawa kimia yang memiliki berbagai macam khasiat. Oleh karena itu, dapat dibayangkan jika satu 1

2 spesies tumbuhan yang mengandung 100 senyawa kimia itu punah, maka potensi yang dimiliki oleh 100 senyawa akan mati bersama dengan punahnya spesies tersebut. Jadi, tumbuhan yang tumbuh di hutan tropis Indonesia merupakan sumber berbagai jenis bahan kimia alami dan salah satu aset nasional yang belum banyak dieksplorasi dan dimanfaatkan oleh masyarakat. Berdasarkan penelitian terdahulu, kebanyakan tumbuhan dapat menghasilkan senyawa metabolit primer dan metabolit sekunder. Protein, lemak, asam nukleat dan polisakarida merupakan penyusun dari makhluk hidup, sehingga disebut sebagai metabolit primer. Metabolit sekunder berperan pada kelangsungan hidup suatu spesies, terutama dalam perjuangan menghadapi spesies-spesies lain. Zat kimia yang dihasilkan dapat berfungsi sebagai alat pemikat (attractant), alat penolak (reppelant), dan alat pelindung (protectant). Senyawa-senyawa yang merupakan senyawa metabolit sekunder diantaranya adalah flavonoid, benzofenon, kumarin, santon, dan lain-lain (Sumaryono, 1999). Tumbuhan dari genus Garcinia yang telah banyak menarik perhatian beberapa tahun terakhir karena banyaknya senyawa metabolit sekunder yang telah berhasil diisolasi dari tumbuhan tersebut. Garcinia merupakan genus yang paling penting dari family Clusiaceae dan banyak tersebar secara luas di kawasan tropis Asia, khususnya Indonesia. Adapun kegunaan Garcinia yang tersebar di Indonesia antara lain, berguna sebagai bahan bangunan (21 spesies), buahnya dimakan (22 spesies), tanaman peneduh di pinggir jalan, pencegah erosi, tanaman hias, daunnya sebagai sayuran, serta untuk mengobati berbagai penyakit, seperti disentri, peradangan saluran kemih, tumor rongga mulut dan kerongkongan. Selain itu, tumbuhan genus Garcinia telah dikenal sebagai sumber senyawa santon dan biflavonoid (Waterman, 1980) dengan berbagai macam bioaktivitas, seperti antimalaria (Hay, 2004), antijamur, antikanker, dan antibakteri (Peres, et.al., 1997). Beberapa senyawa santon yang telah dilaporkan dari berbagai spesies Garcinia diantaranya adalah porsaton A (3) dari

3 G. parvifolia (Kosela et.al, 2006); bangangsanton (4) dari G. polyanta Oliv (Lanang et.al, 2005); 1,6-dihidroksi-6,6dimetilpiran-(2,3:6,5)santon (5) dari G.nigrolineata (Rukachaisirikul, et.al, 2003); viellardisanton B (6) dari G. vieillardii (Hay, et.al, 2004); kowasanton (7), kowanin (8), kowanol (9), dari G. cowa (Saksena, et.al, 2003). Senyawa senyawa ini melalui penelitian bioaktifitas secara in vitro maupun in vivo telah menunjukan aktifitas sebagai antijamur, antibakteri, antikanker, antifungal, dan antimalaria.
O

OH

OH

MeO OMe

O OMe

O OH

(3)
O O HO O O OH

(4)
O OH

MeO OH

OMe

(5)

(6)

O MeO HO O

OH

OH

(7)

O MeO HO O

OH

OH

(8)

HO
O MeO HO O OH OH

(9) Secara kemotaksonomi afinitas kimiawi dalam satu spesies dengan spesies lain pada prinsipnya sama secara kualitatif, akan dapat berbeda secara kuantitatif. Perbedaan kuantitas dari masing-masing senyawa tersebut dapat dipengaruhi oleh adanya perbedaan ekosistem dari keberadaan tumbuhan tersebut. Hal yang sama dari berbagai bagian-bagian tumbuhan (batang, kulit batang, akar, dan lain-lain) akan mengalami hal yang sama seperti pernyataan di atas (Venkataraman, 1972). Berdasarkan keanekaragaman senyawa yang ditemukan oleh spesies-spesies pada satu famili atau genus memperlihatkan adanya hubungan kekerabatan molekul. Hubungan kekerabatan tersebut diperlihatkan melalui mekanisme pembentukan senyawa-senyawa tersebut menurut saran jalur biogenesis pembentukan senyawa. Hipotesis di atas diperkuat pula oleh hasil yang dilaporkan dari afinitas kimiawi tumbuhan Artocarpus altilis dari beberapa tempat

5 yang mempunyai perbedaan ekosistem dan geografis, seperti yang terdapat di Indonesia, Srilangka dan Taiwan yang memperlihatkan afinitas kimiawi yang berbeda akan tetapi, bersifat komplementer satu dengan yang (Ersam, 2001). Tumbuhan Garcinia mangostana, Linn. oleh masyarakat biasa disebut tumbuhan manggis yang merupakan spesies tumbuhan yang telah banyak digunakan sebagai obat tradisional. Tumbuhan ini dilaporkan menghasilkan berbagai macam senyawa metabolit yang bersifat bioaktif seperti benzofenon terisoprenilasi dan santon dengan -mangostin (1) berfungsi sebagai penangkal racun (Ahmat, et.al., 2010; Ryu, et.al., 2010), -mangostin (2) dan -mangostin (10) berfungsi sebagai anti inflamantori, anti septic, anti diare dan anti oksidan (Nakatani, et.al., 2002) serta dan ketiga senyawa tersebut merupakan komponen utamanya. Ekstrak kulit buah (periscarp) dengan n-heksana menghasilkan senyawa santon gartanin (11), 1-isomangostin (12), 1-isomangostin hidrat (13), 3-isomangostin (14) dan 3isomangostin hidrat (15) (Chaverry, 2008). Di samping itu, ektrak kulit buah manggis ini juga diteliti oleh Ahmat, 2010 menghasilkan senyawa santon triprenilasi yaitu -mangostin (1), -mangostin (2), dan 1,6-dihidroksi-7-metoksi-8-isoprenil-6,6dimetilpirano(2,3,3,2) santon (16), dan penemuan Zhang, 2010 menghasilkan senyawa garcimangossanton A (17), garcimangossanton B (18), dan garcimangossanton C (19), sedangkan penemuan yang dilakukan Zarena, 2011 juga menghasilkan senyawa yang sama yaitu -mangostin (1), mangostin (2), 8-deoksigartanin (20), gartanin (21), , dan 9hidroksicalabasanton (22).

O HO
O HO HO O OH OH

OH

HO

OH

(10)
OH

(11)

O
MeO

MeO HO
O

OH

HO

OH

(12)
HO
O

(13)

OH
MeO

OH

MeO HO
O

HO

(14)

(15)

O MeO HO O

OH

OH

OMe

(16)

OH

(17)

7
OH
OH O
OH O

O HO
O

OH MeO
O

OH

OH

(18)
O OH
OH O OH

(19)

O OH

OH
OH

OH

(20)
H3C CH3
O

(21)

OH O CH3 CH3

MeO HO
O

(22) 1.2 Perumusan Masalah Dari uraian yang telah diutarakan di atas, maka masalah pada penelitian ini adalah apakah senyawa-senyawa mangostin dari golongan fenolat yang dapat dihasilkan pada ekstrak nheksana kayu akar tumbuhan manggis (G. mangostana, L.) asal Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur, memiliki perbedaan atau kesamaan dengan senyawa yang dihasilkan pada kulit buah manggis.

8 1.3 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya perbedaan atau kesamaan antara senyawa mangostin yang dapat dipisahkan pada ekstrak n-heksana dari kayu akar tumbuhan manggis dengan senyawa mangostin dari kulit buah manggis (G.mangostana, L.)

Anda mungkin juga menyukai