Anda di halaman 1dari 29

PROPOSAL SKRIPSI

PENGARUH AKTIVITAS ANTIKETOMBE EKSTRAK ETANOL 70 % PANDAN WANGI (Pandanus amaryllifolius Roxb.) TERHADAP FLORA NORMAL DI KULIT KEPALA

Diajukan oleh :

MELINDA ARINI NPM 2009212232

UNIVERSITAS PANCASILA FAKULTAS FARMASI JAKARTA DESEMBER 2011

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Rambut mempunyai peran dalam proteksi terhadap lingkungan yang merugikan, antara lain suhu dingin atau panas, dan sinar ultraviolet. Selain itu, rambut juga berfungsi melindungi kulit terhadap pengaruh-pengaruh buruk; misalnya alis mata melindungi mata agar keringat tidak mengalir ke mata, sedangkan bulu hidung menyaring udara. Rambut juga berfungsi sebagai pengatur suhu, pendorong penguapan keringat, dan sebagai indera peraba yang sensitif (1). Bagi manusia yang mempunyai sifat suka dengan keindahan, menjadikan rambut ini sebagai penunjang penampilan seseorang. Bahkan ada ungkapan yang menunjukkan betapa pentingnya rambut bagi penampilan seseorang, yaitu : rambut adalah mahkota kecantikan seseorang (2). Namun tidak mudah memiliki rambut indah dan sehat karena seringkali rambut bermasalah. Dengan adanya masalah pada rambut mengakibatkan

terganggunya berbagai aktivitas dan penampilan, karena kepala akan terasa pusing. Salah satu masalah pada rambut adalah ketombe dan kerontokan. Ketombe atau dandruff adalah kelainan pada kulit kepala dimana terjadi pelepasan (deskuamasi) sel-sel epidermis kulit kepala secara berlebihan (3). Ketombe ada dua jenis yaitu ketombe kering dan ketombe basah. Ketombe kering yaitu deskuamasi sel-sel epidermis kulit kepala yang berlebihan dan bersifat kering sehingga kulit kepala tampak bertepung atau bersisik kering. Sedangkan ketombe basah yaitu jika ketombe yang disertai produksi minyak yang berlebihan sehingga sisik-sisik epidermis itu menumpuk dan saling melekat satu sama lain. Ketombe basah sering disertai atau disebabkan oleh infeksi jamur Pityrosporum ovale. Pityrosporum ovale

sebenarnya adalah flora normal kulit, akan tetapi Pityrosporum ovale lebih sering ditemukan pada ketombe bersamaan dengan flora normal kulit lainnya seperti : Staphylococcus aureus, Staphylococcus epidermidis (3,9). Umumnya penderita ketombe merasakan gatal-gatal pada kulit kepala dan mengalami kerontokan. Sampai saat ini ketombe menjadi masalah dermatitis seroboika yang belum jelas apa saja penyebabnya, hanya saja pada ketombe yang lebih sering ditemukan adalah jamur Pityrosporum ovale. Oleh karena itu penanggulangan ketombe lebih difokuskan untuk membunuh jamur Pityrosporum ovale. Pada era modern preparat penanggulan ketombe umumnya dalam bentuk sampo berisi bahan-bahan aktif yang disebut dandruff shampoo. Bahan-bahan aktif yang umumnya dimasukkan ke dalam sampo antara lain adalah selenium sulfide 1-2,5%, zinc pyrithione 2%, sulfur dan asam salisilat sebagai keratolitik (3,9). Akan tetapi masyarakat indonesia sangat menyenangi pengobatan secara tradisional yang telah diturunkan turun-temurun berdasarkan pengalaman empiris. Dimana pengobatan secara tradisional sebagian besar menggunakan ramuan yang berasal dari tumbuh-tumbuhan baik berupa akar, kulit batang, kayu, daun, bunga atau bijinya. Salah satu tumbuhan tradisional yang digunakan sebagai penghilang ketombe adalah daun pandan wangi (Pandanus amaryllifolius Roxb). Pandan wangi mengandung alkaloid, saponin, tanin, polifenol, dan zat warna(4,5). Sebelumnya telah dilakukan penelitian dengan berbagai konsentrasi infus pandan wangi (Pandanus amaryllifolius Roxb.) terhadap Pityrosporum ovale secara in vitro, hasil penelitian menunjukkan bahwa infus pandan wangi dapat mempengaruhi diameter zona hambat Pityrosporum ovale dengan konsentrasi 20% (6). Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai kemampuan dari daun pandan wangi dalam mengatasi ketombe yang mungkin disebabkan karena jumlah flora normal di kulit kepala yang terlalu banyak. Ketombe di kulit kepala merupakan masalah kesehatan yang berkaitan dengan terganggunya penampilan seseorang yang dapat

menurunkan kepercayaan diri dalam melakukan aktivitas.

B. Perumusan masalah Penggunaan daun pandan wangi secara tradisional sebagai

antiketombe harus dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah, agar dapat dipertanggungjawabkan maka diperlukan penelitian ilmiah lebih lanjut. Oleh karena itu penulis tertarik untuk melakukan penelitan tentang aktivitas antiketombe dari ekstrak etanol daun pandan wangi terhadap Pityrosporum ovale dan mikroba lain yang ada pada ketombe. Sehingga permasalahan yang timbul adalah Apakah pemberian ekstrak etanol daun pandan wangi dapat menghambat pertumbuhan jamur/flora normal pada kulit kepala.

C. Manfaat penelitian Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah mengenai khasiat dari ekstrak daun pandan wangi sebagai antiketombe.

D. Tujuan penelitian Menguji aktivitas antiketombe dari ekstrak etanol pandan wangi terhadap jamur dan bakteri penyebab ketombe.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Daun Pandan Wangi 1. Klasifikasi Tanaman Asal

Gambar 1. Pandan Wangi

Kingdom : Plantae Divisi : Magnoliophyta

Sub divisi : Angiospermae Kelas Ordo Famili Genus Spesies : Liliopsida : Pandanales : Pandanaceae : Pandanus : Pandanus amaryllifolius Roxb. (5).

2. Sinonim P. odorus Ridl., P. latifolius Hassk., P. hasskarlii Merr.

3. Nama Daerah Di beberapa daerah, tanaman ini dikenal dengan berbagai nama antara lain: Pandan Rampe, Pandan Wangi (Jawa); Seuke Bangu, Pandan Jau,

Pandan Bebau, Pandan Rempai (Sumatera); Pondang, Pondan, Ponda, Pondago (Sulawesi);Kelamoni, Haomoni, Kekermoni, Ormon Foni, Pondak, Pondaki, Pudaka (Maluku); Pandan Arrum (Bali), Bonak (Nusa Tenggara).

4. Nama Asing Screw Ine (inggris); Lu Eou Su, Ban Lan Ye (Cina)

5. Morfologi Tanaman Pandan wangi tumbuh di daerah tropis dan banyak ditanam di halaman atau di kebun. Pandan kadang tumbuh liar di tepi sungai, tepi rawa dan di tempat-tempat yang agak lembab, tumbuh subur dari daerah pantai sampai daerah dengan ketinggian 500 meter di atas permukaan laut. Batang bulat, dengan bekas duduk daun, bercabang, menjalar, akar tunjang keluar di sekitar pangkal batang dan cabang. Daun tunggal, duduk, dengan pangkal memeluk batang tersusun berbaris tiga dalam garis spiral. Helai daun berbentuk pita, tipis, licin, ujung runcing, tepi rata, bertulang sejajar, berduri tempel pada ibu tulang daun, panjang 4080 cm, lebar 3-5 cm, warna hijau dan baunya wangi. Beberapa varietas memiliki tepi daun yang bergerigi. Bunga majemuk, bentuk bongkol, warnanya putih. Berakar gantung, dengan akar tinggal dan akar gantungnya, tumbuh menjalar, hingga dalam waktu singkat akan merupakan rumpun yang lebat. Perdu tahunan, tinggi 1-2 m. Batang bulat dengan bekas duduk daun, bercabang, menjalar, akar tunjang keluar di sekitar pangkal batang dan cabang. Buahnya buah batu, menggantung, bentuk bola, diameter 4-7,5 cm, dinding buah berambut, warnanya jingga. Perbanyakan dengan pemisahan tunas-tunas muda, yang tumbuh di antara akar-akarnya.

6. Kandungan Kimia

Pandan wangi mengandung alkaloid, saponin, tanin, polifenol, dan zat warna

7. Kegunaan Menguatkan syaraf (tonikum), menambah nafsu makan , penenang (sedatif), lemah syaraf (neurastenia), pegal linu, menghitamkan rambut, rambut rontok dan ketombe (4,5).

B. Simplisia Simplisia adalah bahan yang belum mengalami perubahan apapun kecuali bahan alam yang dikeringkan. Simplisia dapat berupa simplisia nabati, hewani dan pelikan atau mineral. Simplisia nabati dapat berupa tanaman utuh, bagian dari tanaman (akar, batang, daun, dan sebagainya) atau eksudat tanaman, yaitu isi sel yang secara spontan dikeluarkan dari tanaman atau dengan cara tertentu dikeluarkan dari sel atau zat-zat lain dengan dengan cara tertentu dipisahkan dari tanaman. Beberapa faktor akan mempengaruhi kualitas/spesifikasi simplisia, seperti : 1. Bahan-bahan simplisisa dan cara penanganan/penyimpanannya. 2. Proses pembuatan/pengolahan simplisia. 3. Cara pengemasan dan penyimpanan simplisia Tumbuhan liar umumnya kurang baik dijadikan sumber simplisia

dibandingkan budi daya (kultivasi) karena simplisia yang berasal dari tanaman liar mutunya tidak tetap bervariasi disebabkan : 1. Usia atau bagian tumbuhan yang diproses tidak tepat, sering sangat berbeda. Kedua faktor ini mempengaruhi kandungan senyawa aktif. 2. Jenis/spesies tumbuhan yang dipanen sering kurang di[erhatikan secara saksama sehingga simplisia yang diperoleh tidak sama. Apalagi jika yang memanen orang awam, bentuk yang berdekatan kemungkinan akan sulit dibedakan.

3. Tempat tumbuh yang berbeda (kualitas tanah, kadar air, sinar matahari, dan sebagainya akan mengakibatkan perbedaan kandungan senyawa aktif) (18).

C. Ekstraksi dan Ekstrak Ekstraksi adalah isolasi senyawa yang terdapat dalam larutan campuran atau campuran padatan dengan menggunakan pelarut yang cocok. Ekstraksi dapat dilakukan dengan pelarut organik terhadap bahan segar atau bahan kering. Pada dasarnya prinsip ekstraksi adalah melarutkan komponen yang berada dalam campuran secara selektif dengan pelarut yang sesuai. Pelarut polar melarutkan senyawa polar, pelarut semipolar melarutkan senyawa semipolar, pelarut non polar melarutkan senyawa non polar. Pelarutnya disebut penyari, sedangkan sisa-sisa penyari yang ikut tersari disebut ampas. Proses ekstraksi tergantung dari kestabilan senyawa yang diisolasi. Ekstraksi dapat dilakukan dengan cara dingin dan cara panas. Ekstraksi dengan cara dingin : 1. Maserasi adalah suatu proses pengekstrakan simplisia dengan

menggunakan pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan dan dilakukan pada suhu kamar. 2. Perkolasi adalah proses ekstraksi dengan sejumlah pelarut sampai diperoleh ekstrak yang jumlahnya 1-5 kali bahan dan dilakukan pada suhu kamar. Ekstraksi dengan cara panas dapat dilakukan dengan cara : 1. Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan adanya pendingin balik. 2. Soxlet adalah ekstraksi yang menggunakan pelarut yang selalu baru umumnya dilakukan dengan alat khusus, sehingga terjadi ekstraksi yang

kontinu dengan pelarut yang relatif konstan dengan adanya pendingin balik. 3. Digesti adalah maserasi kinetik dengan pengadukan kontinu pada temperatur yang lebih tinggi dari temperatur ruangan yaitu secara umum dilakukan pada temperatur 40-50C 4. Infus adalah ekstraksi dengan menggunakan pelarut air pada temperatur penangas (pada suhu 96-98C) air selama waktu tertentu yaitu selama 1520 menit. 5. Dekok adalah infus pada waktu yang lebih lama ( 30 menit) dan temperatur sampai titik didih air (7,8). Sediaan yang diperoleh dari hasil ekstraksi dinamakan ekstrak. Ekstrak adalah sediaan kering, kental atau cair yang diperoleh dengan mengekstraksi senyawa aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian hingga memenuhi baku yang telah ditetapkan. Dalam pembuatan ekstrak ada beberapa hal yang harus diperhatikan : 1. Jumlah simplisia yang akan diekstraksi. Jumlah ini akan digunakan untuk perhitungan dosis obat. 2. Derajat kehalusan simplisia. Hal ini penting agar penarikan dapat berlangsung semaksimal mungkin. Kehalusan menyangkut luas permukaan yang akan berkontak dengan pelarut untuk ekstraksi. 3. Jenis pelarut yang akan digunakan. Hal ini menyangkut keamanan karena pelarut yang digunakan untuk keperluan farmasi sangat terbatas jumlahnya. Selain itu, pelarut akan menentukan efisiensi proses penarikan zat berkhasiat dari tanaman obat. 4. Temperatur/suhu penyari akan menentukan jumlah dan kecepatan penyaringan. 5. Lama waktu penyarian. Hal ini penting sekali untuk menentukan jumlah bahan yang tersari (18,8,7).

D. Kulit 1. Definisi Kulit Kulit merupakan pembungkus yang elastis yang melindungi tubuh dari pengaruh lingkungan. Kulit juga merupakan alat tubuh yang terberat dan terluas ukurannya, yaitu 15% dari berat tubuh dan luasnya 1,50-1,75 m2. Rata-rata tebal kulit 1-2m. Paling tebal (6 mm) terdapat di telapak tangan dan kaki dan paling tipis (0,5 mm) terdapat di penis.

2. Pembagian Kulit Kulit terbagi atas tiga lapisan pokok, yaitu epidermis, dermis atau korium, dan jaringan subkutan atau subkutis. 1. Epidermis Epidermis terbagi atas empat lapisan, yaitu : a. Lapisan basal atau stratum germinativum. Lapisan basal merupakan lapisan paling bawah dari epidermis dan berbatas dengan dermis. Dalam lapisan basal terdapat melanosit. Melanosit adalah sel dendritik yang membentuk melanin. Melanin berfungsi melindungi kulit terhadap sinar matahari. b. Lapisan malpighi atau stratum spinosum. Lapisan malpighi merupakan lapisan epidermis yang paling kuat dan tebal. Terdiri dari sel-sel poligonal yang di lapisan atas menjadi lebih gepeng. c. Lapisan granular atau stratum granulosum. Lapisan granular terdiri dari satu sampai empat baris sel-sel berbentuk intan, berisi butir-butir (granul) keratohialin yang basofilik. d. Lapisan tanduk atau stratum korneum. Lapisan tanduk terdiri dari 20-25 lapis sel-sel tanduk tanpa inti, gepeng, tipis dan mati. Pada permukaan lapisan ini sel-sel mati terus menerus mengelupas tanpa terlihat.

Epidermis mengandung juga : kelenjar keringat, kelenjar sebaseus, rambut dan kuku. Kelenjar keringat ada dua jenis, yaitu : kelenjar ekrin dan kelenjar apokrin. Fungsi dari kelenjar keringat meliputi mengatur suhu. Kelenjar ekrin terdapat di semua daerah di kulit, tetapi tidak terdapat di selaput lendir. Sedangkan kelenjar apokrin adalah kelenjar keringat besar yang bermuara ke folikel rambut. 2. Dermis atau korium merupakan lapisan di bawah epidermis dan di atas jaringan subkutan. Dermis terdiri dari jaringan ikat yang di lapisan atas terjalin rapat (pars papillaris) sedangkan di bagian bawah terjalin lebih longgar (pars reticulularis). Lapisan reticularis mengandung pembuluh darah, syaraf, rambut, kelenjar keringat, dan kelenjar sebaseus. 3. Jaringan subkutan merupakan lapisan langsung di bawah dermis. Batas antara jaringan subkutan dan dermis tidak tegas. Sel-sel yang terbanyak adalah liposit yang menghasilkan banyak lemak. Jaringan subkutan mengandung syaraf, pembuluh darah dan limfe, kantung rambut, dan di lapisan atas jaringan subkutan terdapat kelenjar keringat. Fungsi jaringan subkutan adalah penyekat panas, bantalan terhadap trauma, dan tempat

penumpukan energi.

3. Fungsi Kulit Kulit mempunyai fungsi bermacam-macam untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan. Fungsi kulit antara lain : 1. Pelindung Jaringan tanduk sel-sel epidermis membatasi masuknya bendabenda dari luar dan keluarnya cairan berlebihan dari tubuh. 2. Pengatur suhu

Di waktu suhu dingin, peredaran darah di kulit berkurang guna mempertahankan suhu badan. Pada waktu suhu panas, peredaran darah di kulit meningkat dan terjadi penguapan keringat dari kelenjar keringat sehingga suhu tubuh dapat dijaga tidak terlalu panas. 3. Penyerap Kulit dapat menyerap bahan-bahan tertentu seperti gas dan zat yang larut lemak. Zat yang larut dalam lemak lebih mudah masuk ke dalam kulit dan masuk peredaran darah. Akan tetapi masuknya zat-zat lemak dari kulit dihalangi oleh folikel rambut. a. Indera perasa Indera perasa di kulit terjadi karena rangsangan terhadap syaraf sensoris dalam kulit. b. Faal pergetahan (faal sekretoris) Kulit diliputi oleh dua jenis pergetahan yaitu sebum dan keringat. Getah sebum dihasilkan oleh kelenjar sebaseus dan keringat dihasilkan oleh kelenjar keringat. Sebum adalah sejenis zat lemak yang membuat kulit menjadi lentur.

4. Mikroba Pada Kulit Kulit secara konstan berhubungan dengan bakteri dari udara atau dari benda-benda, tetapi kebanyakan bakteri ini tidak tumbuh pada kulit karena kulit tidak sesuai untuk pertumbuhannya. Adapun mikroba yang sering dijumpai pada pemeriksaan penyakit di kulit(1), yaitu : 1. Staphylococcus aureus 2. Staphylococcus epidermidis 3. Propionilbacterium acnes 4. Jamur (Pityrosporum ovale dan Pityrosporum orbiculare)

E. Rambut 1. Definisi Rambut

Rambut merupakan hal yang terdiri dari akar dan batang rambut. Rambut tumbuh dari akar rambut yang ada di dalam lapisan dermis kulit dan melalui saluran folikel rambut keluar dari kulit (9).

2. Anatomi Rambut Batang rambut adalah Bagian rambut yang ada di luar kulit. Jika batang rambut kita potong melintang, maka terlihat tiga lapisan dari luar kedalam, yaitu : a. Kutikula yang terdiri dari sel-sel saling keratin yang datar (pipih) dan saling bertumpuk, seperti sisik ikan atau genteng rumah. Lapisan ini keras dan berfungsi melindungi dari kekeringan dan masuknya senyawa-senyawa asing ke dalam rambut. b. Korteks rambut adalah lapisan yang lebih dalam, terdiri dari selsel yang memanjang, tersusun rapat. Lapisan ini sebagian besar terdiri dari pigmen rambut dan rongga-rongga udara. Struktur korteks menentukan tipe rambut : lurus, berombak, atau keriting. c. Medulla rambut dapat disamakan dengan sumsum rambut. Ia terdiri dari tiga atau empat lapisan yang berbentuk kubus, berisi keratohyalin, butir-butir lemak, dan rongga udara. Rambut yang lurus tidak memiliki medulla d. Akar rambut atau folikel rambut terletak di dalam lapisan dermis kulit. Folikel rambut dikelilingi oleh pembuluh-pembuluh darah yang memberikan makanan. Akar rambut terdiri dari dua bagian, yaitu : 1) Umbi rambut adalah bagian rambut yang akan terbawa jika rambut kita cabut. 2) Papil rambut adalah baigan yang akan tertinggal di dalam kulit meskipun rambut dicabut sampai ke akar-akarnya, sehingga akan terjadi pertumbuhan rambut baru kecuali jika papil rambut itu dirusak, misalnya dengan bahan kimia atau arus listrik (elektrolisis).

3. Pertumbuhan Rambut Kecepatan pertumbuhan rambut di kulit kepala tidak seragam di sepanjang usia. Rambut akan tumbuh sekitar milimeter setiap hari atau 1 cm per bulan. Rambut baru akan tumbuh terus secara aktif, tetapi pada suatu saat pertumbuhan itu akan berhenti, istirahat sebentar, dan rambut lama akan rontok, digantikan rambut baru yang telah disiapkan oleh papil rambut yang sama. Fase rambut tumbuh disebut anagen, lamanya antara 2-5 tahun dengan rata-rata 3,5 tahun (1.000 hari). Tetapi pada keadaan-keadaan tertentu atau dengan perawatan yang baik, fase anagen dapat diperpanjang. Fase istirahat disebut fase katagen, lamanya hanya beberapa minggu. Sedangkan fase kerontokan atau fase telogen berlangsung selama kurang lebih 100 hari. Selama fase istirahat (katagen), rambut berhenti tumbuh, umbi rambut mengkerut dan menjauhkan diri dari papil rambut, membentuk bonggol rambut atau rambut gada (club hair), tetapi rambut belum rontok. Sementara itu, papil mulai membentuk rambut baru. Ketika rambut baru sudah cukup panjang dan akan keluar dari kulit, rambut lama terdesak dan rontok.

4. Jumlah Rambut di Kepala Jumlah rambut pada kulit kepala orang dewasa kurang lebih 100.000 helai, sementara jumlah papil rambut di kulit kepala tetap sejak bayi sampai tua. Tetapi semakin usia bertambah, jumlah rambut di kulit kepala semakin berkurang karena jumlah rambut dalam fase rontok (telogen) lebih banyak dibandingkan rambut dalam fase tumbuh. Jumlah rambut yang rontok normalnya setiap hari rata-rata 40 sampai 100 helai. Jadi kalau setiap hari rambut kita rontok sekitar 50 helai, itu masih normal. Apabila jumlah rambut yang rontok setiap hari melebihi 100 helai, maka kerontokan itu sudah tidak normal, hal ini

mungkin disebabkan oleh faktor patologis dan dapat menyebabkan kebotakan (3,9).

F. Penyakit pada Kulit Kepala Ada banyak penyakit yang terjadi di kulit kepala. Akan tetapi dalam hal ini penyakit kulit kepala yang berkaitan dengan skripsi ini adalah dermatitis seboroik pada kepala. 1. Definisi Dermatitis Seboroik dan Dermatitis Seboroik Kepala (1) Dermatitis seboroik adalah peradangan kulit yang sering terdapat pada daerah tubuh berambut, terutama pada kulit kepala, alis mata dan muka, kronik dan superfisial. Dermatitis seboroik mempunyai predileksi pada daerah berambut karena pada daerah banyak mengandung kelenjar

sebasea seperti pada kulit kepala, retroaurikula, alis mata, bulu mata, sulkus nasolabialis, telinga, leher, dada, daerah lipatan, aksila, inguinal, glutea, di bawah buah dada. Seboroik kepala terjadi pada daerah berambut, dijumpai skuama yang berminyak dengan warna kekuning-kuningan sehingga rambut saling melengket, kadang-kadang dijumpai krusta yang disebut Pityriasis Oleosa (Pityriasis steatoides). Kadang-kadang skuamanya kering dan berlapis-lapis dan sering lepas sendiri yang disebut pitiriasis sika (ketombe). Seboroik jenis ini menyebabkan rambut rontok sehingga terjadi alopesia dan rasa gatal. Perluasan bisa sampai ke belakang telinga (retro aurikularis). Bila meluas lesinya dapat sampai ke dahi.

2. Etiologi Penyebabnya belum diketahui pasti. Hanya didapati aktivitas kelenjar sebasea yang berlebihan. Dermatitis seboroik dijumpai pada bayi dan usia setelah pubertas. Penyebab dermatitis seboroik kemungkinan ada pengaruh hormon. Pada bayi dijumpai hormon transplasenta meninggi beberapa bulan setelah lahir dan penyakitnya akan membaik bila kadar hormon ini menurun. Penelitian lain menunjukkan bahwa Pityrosporum

ovale (Malassezia ovale), jamur lipofilik, banyak jumlahnya pada penderita dermatitis seboroik (1).

3. Pembagian Dermatitis Seboroik Menurut daerah lesinya, dermatitis seboroik ini dibagi tiga, yaitu : a. Seboroik kepala b. Seboroik muka c. Seboroik badan dan sela-sela (1)

G. Ketombe 1. Definisi Ketombe Ketombe berasal dari bahasa Latin yaitu Pitiriasis simpleks capillitii. Ketombe adalah penumpahan sel-sel kulit mati dari kulit kepala (bukan berasal dari kulit kepala yang kering). Ketombe dapat disebabkan oleh paparan terhadap panas ekstrim yang sering dan dingin di kulit kepala (3,9).

2. Gejala Ketombe Gejala umum ketombe biasanya munculnya serpihan putih pada rambut. Serpihan tampak berminyak serpihan kulit mati di rambut dan pada bahu dan kulit kepala. Kulit kepala dapat terlalu kering atau berminyak(3,9).

3. Penyebab Ketombe Salah satu jamur penyebab ketombe adalah jamur Pityrosporum ovale. a. Klasifikasi Pityrosporum ovale

Gambar 2. Jamur Pityrosporum ovale

Kingdom Divisi Sub divisi Kelas Ordo Famili Sub Famili Genus Spesies

: Fungi : Basidiomycota : Ustilaginomycotina : Exobasidiomycetes : Malasseziales : Cryptococcaceae : Cryptococcoidae : Pityrosporum atau Malassezia : Pityrosporum ovale

b. Morfologi dan identifikasi Pityrosporum ovale Genus Pityrosporum ovale terdiri dari sejumlah spesies yang mudah dikenali dari bentuk selnya yaitu bentuk botol atau oval. Bentuk botol terjadi apabila sel induk yang berbentuk oval tumbuh tunas, sehingga gabungan sel induk dan tunas ini berbentuk botol. Sel tunas yang sudah masak akan memisahkan dirinya dari induknya untuk membentuk sel baru yang berbentuk oval yang independen. P. ovale umumnya berkembang biak dengan baik dalam media yang mengandung lemak sebagai sumber energinya. P. ovale memiliki bentuk yang kecil, asporogenus, tidak membentuk misel, dan tidak berfementasi. Selnya berbentuk oval seperti telur atau bulat memanjang dengan ukuran 0,8-1,5 x 2-3 m pada sisik kulit dan kadang-kadang ukurannya dapat mencapai 2-3 x 4-5 m di dalam kultur. Sel ini bereproduksi dengan mengeluarkan tunas yang menempel pada sel induknya sehingga sel yang sedang bereproduksi akan berbentuk seperti botol. Ketika tunasnya masak, maka tunas tersebut akan melepaskan diri dari induknya dengan cara membelah. P. ovale bersifat lipofilik, tumbuh baik pada media Sabouraud yang ditambahi minyak zaitun atau minyak kelapa. Pertumbuhan P. ovale pada media lebih baik pada suhu 37C, dan koloni berbentuk yeast (10,11,12).

H. Flora Normal 1. Definisi Flora Normal Flora normal adalah mikroorganisme yang menempati suatu daerah tanpa menimbulkan penyakit pada inang yang ditempati. Tempat paling umum dijumpai flora normal adalah tempat yang terpapar dengan dunia luar yaitu kulit, mata, mulut, saluran pernafasan atas, saluran pencernaan dan saluran urogenital. Kulit normal biasanya ditempati bakteria sekitar 102106 CFU/cm2. 2. Pembagian Flora Normal Flora normal yang menempati kulit terdiri dari dua jenis yaitu flora normal atau mikroorganisme sementara (transient microorganism) dan mikroorganisme tetap (resident microorganism). a. Flora transien terdiri atas mikroorganisme non patogen atau potensial patogen yang tinggal di kulit atau mukosa selama kurun waktu tertentu (jam, hari atau minggu), berasal dari lingkungan yang terkontaminasi atau pasien. Flora ini pada umumnya tidak menimbulkan penyakit (mempunyai patogenisitas lebih rendah) dan jumlahnya lebih sedikit dibandingkan flora tetap. Pada kondisi terjadi perubahan keseimbangan, flora transien dapat menimbulkan penyakit. Mikroorganisme transien, yang terdiri atas bakteri, jamur, ragi, virus dan parasit, terdapat dalam berbagai bentuk, dari berbagai sumber yang pada akhirnya dapat terjadi kontak dengan kulit. b. Flora tetap adalah flora yang menetap di kulit pada sebagian besar orang sehat yang ditemukan di lapisan epidermis dan di celah kulit. Flora tetap terdiri atas mikroorganisme jenis tertentu yang biasanya dijumpai pada bagian tubuh tertentu dan pada usia tertentu pula, jika terjadi perubahan lingkungan, mereka akan segera kembali seperti semula. Flora tetap yang paling sering dijumpai adalah

Staphylococcus epidermidis dan stafilokokkus koagulase negatif lainnya dengan densitas populasi antara 102-103 CFU/cm2. Flora tetap tidak bersifat patogen, kecuali Staphylococcus aureus. Bakteri

ini dapat menyebabkan penyakit jika telah mencapai jumlah 1.000.000 atau 106 per gram, suatu jumlah yang cukup untuk memproduksi toksin. Sedikit populasi jamur (Pityrosporum) juga ditemukan sebagai mikroorganisme tetap. Jenis dan jumlah mikroorganisme tetap bervariasi dari satu individu ke individu lainnya dan berbeda di antara regio tubuh (13,17).

I.

Landasan Teori Ekstraksi merupakan kegiatan yang bertujuan untuk mengisolasi senyawa yang terdapat dalam larutan campuran atau campuran padatan dengan menggunakan pelarut yang cocok. Senyawa yang terdapat dalam daun pandan wangi diekstraksi dengan metode maserasi menggunakan pelarut organik yang bersifat universal. Oleh karena itu, daun pandan wangi akan dimaserasi dengan pelarut polar yaitu etanol. Daun pandan wangi mempunyai khasiat antiketombe berdasarkan penelitian yang dilakukan sebelumnya. Penelitian sebelumnya menguji aktivitas antiketombe infus daun pandan wangi dan didapatkan hasil bahwa infus pandan wangi dapat mempengaruhi diameter zona hambat Pityrosporum ovale dengan konsentrasi 20%. Dalam penelitian ini diuji aktivitas antiketombe ekstrak etanol daun pandan wangi terhadap flora normal kulit yang dalam jumlah banyak dapat menyebabkan ketombe dilakukan dengan metode difusi agar.

J. Hipotesis Ekstrak etanol daun pandan wangi diduga memiliki aktivitas antiketombe yaitu menghambat pertumbuhan jamur/flora yang terdapat pada kulit kepala.

BAB III RANCANGAN PENELITIAN

A. Prinsip Penelitian Penelitian yang akan dilakukan meliputi determinasi tanaman, pengumpulan dan penyediaan bahan penelitian, pembuatan suspensi mikroba dari ketombe dengan berbagai konsentrasi, penapisan fitokimia dan pembuatan ekstrak secara maserasi, ekstrak etanol pandan wangi yang telah dibuat diuji potensi antiketombe terhadap suspensi mikroba ketombe yang telah dibiakkan. Aktivitas antiketombe dilakukan dengan mengukur diameter zona hambat.

B. Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium skripsi Fakultas Farmasi Universitas Pancasila, Jakarta dan di Labotarium mikrobiologi Fakultas Farmasi Universitas Pancasila, Jakarta.

C. Determinasi Tanaman Untuk memastikan kebenaran simplisa yang akan digunakan dalam penelitian ini maka dilakukan determinasi terhadap daun pandan wangi dideterminasi di Hebarium Bogoriense, Bidang Botani Pusat Penelitian Biologi-LIPI Bogor .

D. Tahapan Penelitian 1. Pembuatan serbuk simplisia Pembuatan serbuk simplisia merupakan proses awal pembuatan ekstrak. Serbuk simplisia dibuat dari simplisia utuh atau potonganpotongan halus simplisia yang sudah dikeringkan melalui proses pembuatan serbuk dengan suatu alat tanpa menyebabkan kerusakan atau kehilangan kandungan kimia yang dibutuhkan.

2. Pembuatan ekstrak Pembuatan ekstrak dengan mengekstraksi serbuk simplisia secara maserasi dengan menggunakan pelarut etanol 70% sampai terekstraksi sempurna. Ekstrak cair yang diperoleh dipekatkan dengan alat rotavapor sampai didapat ekstrak kental. Ekstrak kental etanol kemudian diuji aktivitas antiketombe terhadap flora normal kulit di kepala dalam bentuk suspensi mikroba dari ketombe.

3. Penapisan fitokimia ekstrak Penapisan fitokimia ekstrak meliputi identifikasi alkaloid, flavonoid, saponin, tanin, steroid/triterpenoid, kuinon, kumarin, minyak atsiri.

4. Isolasi Jamur/Flora Normal dari Ketombe Isolasi jamur/flora normal dari ketombe meliputi isolasi mikroba dari ketombe, pembuatan suspensi mikroba, pengukuran transmittan suspensi mikroba, persiapan inokulum.

5. Pengujian aktivitas antiketombe Terhadap ekstrak etanol daun pandan wangi dilakukan uji aktivitas antiketombe dengan metode difusi agar menggunakan kertas cakram terhadap flora normal kulit di kepala yang mungkin dapat menyebabkan ketombe.

BAB IV BAHAN, ALAT DAN METODE PENELITIAN

A. BAHAN
Simplisia daun pandan wangi (Pandanus amaryllifolius Roxb), media PDA,

media PDB, media NA, media NB, Pityrosporum ovale murni, cotton bud steril, kapas steril, kain kassa, kertas timah, kertas cakram whatman, etanol
70% P, aqua destilata, spiritus, asam klorida 2N, ammonia 25%, P, asam klorida 1 : 10, magnesium P, asam klorida pekat, amil alkohol P, pereaksi stiasny (campuran formaldehida LP dan asam klorida pekat 2 : 1), natrium hidroksida 1N, eter, asam asetat glasial P, asam sulfat pekat, pereaksi Mayer, pereaksi Dragendorff LP, besi

(III) klorida (1%) P. B. ALAT


Maserator, oven, lemari asam, pipet volumetrik, cawan petri, tabung reaksi, inkubator, autoklaf, alat-alat gelas (pyrex), timbangan analitik, cawan penguap, kompor, kain flanel, pembakar bunsen, masker, sarung tangan, spatula, tabung reaksi.

C. METODE PENELITIAN 1. Determinasi Tanaman Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah simplisia daun pandan wangi (Pandanus amaryllifolius Roxb) yang diperoleh dari Balai Penelitian Tanaman Obat dan Rempah Aromatik (BALITTRO), Bogor dan dideterminasi di Hebarium Bogoriense, Bidang Botani Pusat Penelitian Biologi-LIPI Bogor.

2. Pembuatan Ekstrak Sejumlah 250 gram campuran serbuk simplisia diekstraksi secara maserasi dengan pelarut etanol 70%, kemudian disaring dan dikumpulkan dalam suatu wadah. Lakukan remaserasi hingga semua senyawa metabolit sekunder terekstraksi secara sempurna. Filtrat yang terkumpul dipekatkan dengan vakum ratovapor hingga konsistensi kental, kemudian dilanjutkan dengan penguapan di atas penangas air pada suhu 40C hingga diperoleh ekstrak kental.

3. Penapisan Fitokimia Ekstrak (20) a. Identifikasi alkaloid Sejumlah 0,25 gram ekstrak dilembabkan dengan 5 ml amonia (25%) P digerus dalam mortir. Tambahkan 20 ml kloroform P, gerus dan saring. Filtrat berupa larutan organik digunakan untuk percobaan selanjutnya. Sebagian besar larutan ini diteteskan pada kertas cakram yang telah ditetesi pereksi Dragendroff LP, terbentuknya warna merah atau jingga menunjukkan adanya alkaloid. Sisa larutan organik diekstraksi dua kali dengan asam klorida (1:10 v/v) P. ke dalam dua tabung reaksi yang masing-masing berisi 5 ml larutan organik tersebut ditambahkan beberapa tetes larutan pereaksi Dragendorff LP dan Mayer Lp. Terbentuknya warna merah bata dengan Dragendorff LP atau endapan putih dengan Mayer LP menunjukkan adanya alkaloid. b. Identifikasi flavonoid Sejumlah lebih kurang 1,25 gram ekstrak didihkan dalam 100 ml air panas selama 5 menit, saring (larutan A). Terhadap 5 ml filtrat ditambahkan serbuk magnesium P, 1 ml asam klorida P, dan 2 ml amil alkohol P, kocok kuat dan biarkan memisah. Adanya flavonoid ditunjukkan dengan terbentuknya warna merah, kuning, atau jingga pada lapisan amil alkohol.

c. Identifikasi saponin Sejumlah lebih kurang 10 ml larutan percobaan pada pemeriksaan flavonoid (larutan A) dimasukkan ke dalam tabung reaksi. Kocok kuat secara vertikal selama 10 detik. Terbentuknya busa setinggi 1 sampai 10 cm yang stabil lebih kurang 10 menit dan tidak hilang dengan penambahan asam klorida 2N menunjukkan adanya saponin. d. Identifikasi tanin Sejumlah lebih kurang 10 ml larutan A dibagi menjadi dua bagian, 5 ml filtrat pertama ditambahkan larutan besi (III) klorida (1%) p, timbul warna hijau-biru atau hitam menujukkan adanya tanin. Ke dalam 5 ml filtrat kedua ditambahkan pereaksi Stiasny (campuran formaldehid LP dan asam klorida pekat 2:1), kemudian dipanaskan dalam tangas air. Terbentuk endapan merah muda menunjukkan adanya tanin katekuat. Endapan disaring, filtrat dijenuhkan dengan natrium asetat P dan ditambah larutan besi (III) klorida (1%) P. terbentuknya warna biru menunjukkan adanya tanin galat. e. Identifikasi kuinon Sejumlah lebih kurang 10 ml larutan A, ditambahkan dengan natrium hidroksida 1N. Terbentuknya warna merah menunjukka adanya kuinon. f. Identifikasi steroid/triterpenoid Sejumlah lebih kurang 0,25 gram ekstrak dimaserasi dengan 20 ml eter P selama 2 jam, saring. Uapkan dalam cawan penguap sampai kering. Ke dalam residu tambahkan 2 tetes asam asetat glasial P dan 1 tetes asam sulfat pekat. Terbentukya warna merah, hijau, ungu, dan akhirnya biru menunjukkan adanya steroid atau triterpenoid. g. Identifikasi kumarin Sejumlah lebih kurang 0,25 gram ekstrak ditambahkan 10 ml kloroform P kemudian panaskan selama 10 menit, dinginkan, saring. Filtrat diuapkan, kemudian tambahkan 10 ml air panas, tambahkan 0,5

ml ammonia (10%) P. adanya fluoresensi hijau atau biru pada sinar ultaviolet (366 nm) menunjukkan adanya kumarin. h. Identifikasi minyak atsiri Sejumlah lebih kurang 0,25 gram ekstrak dimasukkan ke dalam tabung reaksi (volume 20 ml), ditambahkan 10 ml pelarut petroleum eter dan pasang corong (yang diberi lapisan kapas yang telah dibasahi dengan air) pada mulut tabung, panaskan selama 10 menit di atas penangas air dan dinginkan, saring dengan kertas cakram. Filtrat yang diperoleh diuapkan pada cawan penguap, kemudian residunya dilarutkan dengan pelarut etanol sebanyak 5 ml, lalu saring dengan kertas cakram. Filtrat yang diperoleh diuapkan pada cawan penguap. Residu yang berbau aromatik, menunjukkan adanya senyawa golongan minyak atsiri.

4. Sterilisasi Sebelum melakukan uji aktivitas biologi, semua alat dan media yang akan digunakan disterilisasi terlebih dahulu. Sterilisasi yang dilakukan terdiri dari : a. Sterilisasi media Dilakukan dalam autoklaf pada suhu 121C selama 15 menit b. Sterilisasi alat Dilakukan dalam oven pada suhu 150C selama 60 menit. Semua peralatan gelas yang disterilkan sebelumnya dibungkus dengan aluminium foil. c. Sterilisasi dengan api bunsen Untuk sterilisasi peralatan deteksi (pinset, jarum ose) dan mulut tabung dilakukan dengan cara memanaskan alat tersebut pada api bunsen langsung selama beberapa saat. Biarkan sebentar sebelum digunakan.

d. Sterilisasi laminar air flow cabinet Sebelum digunakan disterilkan dengan menyemprotkan alkohol 70% kemudian dibersihkan, lampu UV dinyalakan sekurang-kurangnya selama 30 menit sebelum pemakaian. 5. Pengujian aktivitas antiketombe ekstrak daun pandan wangi terhadap jamur di kulit kepala a. Penyiapan media Media perbiakan untuk jamur digunakan media potato dextrose broth (PDB) dan media potato dextrose agar (PDA). b. Isolasi mikroba dari ketombe Isolasi mikroba dilakukan dengan mengambil sampel ketombe dari probandus. Isolat diperoleh dengan cara mengoleskan cotton bud yang telah dibasahi NaCl fisiologis steril ke abses tersebut, kemudian segera dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang berisi NaCl fisiologis steril (1 jam). Sampel di dalam tabung di bagi menjadi dua yaitu untuk perbenihan bakteri dalam media Nutrient Broth, kapang dan khamir dalam media Potato Dextrose Broth. Kemudian diinkubasi pada suhu 37C selama 24 jam untuk perbenihan bakteri dan pada suhu 24C selama 2-5 hari untuk perbenihan kapang dan khamir. Pertumbuhan mikroba ditandai dengan adanya kekeruhan pada tabung. Kemudian isolasi dilanjutkan dengan metode gores sampai didapatkan isolat murni. c. Persiapan inokulum Ambil satu sengkelit mikroba uji kemudian masukkan 5 ml kaldu pepton untuk membuat suspensi bakteri dan PDB untuk membuat suspensi fungi. Bakteri diinkubasi pada suhu 35-37C selama 24 jam, sedangkan fungi diinkubasi pada suhu 24C atau suhu kamar selama 5 hari. Kemudian diukur dengan spektrofotometer sehingga diperoleh transmittan 0%T, 10%T, 25%T dan 50%T. Panjang gelombang yang digunakan untuk bakteri adalah 580 nm sedangkan untuk fungi 530 nm.

d. Penentuan aktivitas metode difusi agar dengan menggunakan cakram kertas Inokulasi pada lempeng uji 1) Ose yang telah disterilkan, dicelupkan ke dalam suspensi mikroba lalu ditiriskan dengan menempatkan ose pada dinding tabung. Selanjutnya ose digunakan untuk inokulasi pada media agar lempeng. 2) Inokulasi dilakukan dengan menggunakan ose pada seluruh permukaan agar yang steril. Tahap ini diulang dua kali sambil memutar lempeng kira-kira 60 untuk memastikan inokulum terdistribusi merata. 3) Agar didiamkan dahulu selama 3-5 menit supaya permukaannya kering, sebelum meletakkan cakram ekstrak etanol pandan wangi. e. Penempatan cakram uji 1) Siapkan ekstrak etanol daun pandan wangi 2) Cakram kertas dijenuhkan dengan ekstrak etanol daun pandan wangi. 3) Cawan petri dibagi menjadi beberapa bagian, kemudian cakram ekstrak etanol pandan wangi diletakkan sedemikian rupa pada permukaan agar, sehingga seluruh permukaannya melekat sempurna. Jarak antara cakram 20-25 mm. 4) Cawan petri diinkubasi dalam inkubator dengan suhu 37C selama 24 untuk bakteri dan pada suhu 24C untuk kapang dan khamir. Inkubasi harus sudah dilakukan paling lama 15 menit setelah cakram uji diletakkan pada agar. 5) Pembacaan lempeng uji dan interpretasi hasil Cawan petri yang sudah diinkubasi dihitung daerah daya hambatnya secara manual dengan jangka sorong dalam satuan millimeter.

6. Pengujian aktivitas antiketombe ekstrak daun pandan wangi terhadap Pityrosporum ovale Penentuan uji aktivitas antiketombe menggunakan metode diameter daya hambat dengan menggunakan kertas cakram yang telah dijenuhkan dengan larutan uji. a. Persiapan inokulum Pityrosporum ovale 1) Jamur Pityrosporum ovale murni dibiakkan didalam media PDA yang dibuat membentuk agar miring dengan cara menggoreskan Pityrosporum ovale 2) Setelah dilakukan peremajaan dan perbanyakan biakan, maka dilakukan pembuatan inokulum 3) Koloni Pityrosporum ovale yang berumur 24 jam pada PDA disuspensikan kedalam 5 ml larutan salin 4) Homogenisasi dengan vortex selama 30 detik 5) Konsentrasi suspensi Pityrosporum ovale disesuaikan sampai mencapai konsentrasi final 25%T. Suspensi inilah yang nantinya digunakan untuk uji aktivitas antijamur terhadap jamur Pityrosporum ovale. 6) Penentuan aktivitas metode difusi agar dengan menggunakan cakram kertas. b. Inokulasi pada lempeng uji 1) Ose steril dicelupkan ke dalam suspensi Pityrosporum ovale lalu ditiriskan dengan menempatkan ose pada dinding tabung. Selanjutnya ose digunakan untuk inokulasi pada media PDA. Media PDA dibuat sebagai lempeng agar pada cawan petri berdiameter 100 mm. 2) Inokulasi dilakukan dengan menggunakan ose pada seluruh permukaan agar yang steril. Tahap ini diulang dua kali sambil memutar lempeng kira-kira 60 untuk memastikan inokulum terdistribusi merata.

3) Agar

didiamkan

dahulu

selama

3-5

menit

supaya

permukaannya kering, sebelum meletakkan cakram uji ekstrak etanol pandan wangi. c. Penempatan cakram uji 1) Siapkan ekstrak etanol pandan wangi 2) Cakram kertas dijenuhkan dengan ekstrak etanol pandan wangi 3) Cawan petri dibagi menjadi beberapa bagian, kemudian cakram uji ekstrak etanol pandan wangi diletakkan sedemikian rupa pada permukaan agar, sehingga seluruh permukaannya melekat sempurna. Jarak antara cakram 20-25 mm. 4) Cawan petri diinkubasi dalam inkubator dengan suhu 24C selama 24-48 jam. Inkubasi harus sudah dilakukan paling lama 15 menit setelah cakram uji diletakkan pada agar. d. Pembacaan lempeng uji dan interpretasi hasil Cawan petri yang sudah diinkubasi selama 24-48 jam dihitung daerah daya hambatnya secara manual dalam satuan millimeter.

Anda mungkin juga menyukai