Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Infeksi masih menjadi penyebab utama kematian di seluruh dunia
terutama di negara-negara berkembang pada awal abad 21 ini. Para klinis
menggunakan sejumlah petunjuk klnis, laboratorium, dan uji radiologi untuk
membantu diagnosis dan pengobatannya. (Jehangir M, 2007: 149-165 )
Pada tahun 2007 hingga 2008 angka kematian akibat infeksi
menduduki peringkat kedua tertinggi di Indonesia setelah penyakit sistem
sirkulasi darah. (Depkes RI, 2009: 30-31)
Penentuan daerah terjadinya infeksi yang tepat dan cepat dapat
memudahkan dalam mengatasi penyakit.
Teknik diagnosis dengan metode pencitraan (imaging) menggunakan
beberapa peralatan diantaranya Magnetic Computed Resonance Imaging
(MRI), sinar X, maupun Computed Tomography Scan (CT-Scan) hanya
menunjukkan adanya abnormalitas yang disebabkan oleh perubahan
morfologi, sehingga tidak cukup untuk mendiagnosis penyakit infeksi dengan
tepat. Untuk mengatasi masalah ini, dilakukan suatu teknik diagnosis dengan
metode pencitraan menggunakan radiofarmaka. Penggunaan radiofarmaka
dalam bidang kedokteran nuklir merupakan metode alternatif yang memiliki
kelebihan diantaranya dapat menunjukkan adanya abnormalitas berdasarkan
perubahan fungsi dan morfologi suatu organ.
Antibiotik bertanda radioaktif dapat menjadi solusi untuk
membedakan antara infective inflamatory dan non-infective inflammatory.

B. Tujuan dan Manfaat


1. Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah:
99M
a. Untuk mengetahui stabilitas rdiofarmaka Tc-Kanamycin sebagai
sediaan untuk deteksi infeksi.
2. Manfaat
99M
a. Mengetahui stabilitas rdiofarmaka Tc-Kanamycin sebagai sediaan
untuk deteksi infeksi.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Teori Umum
Kanamycin meupakan antibiotik yang termasuk dalam golongan
aminoglikosida ang bekerja menghambat proses sintesis protein
mikroorganisme. Sifatnya sebagai antibiotik berspektum luas
memungkinkannya dapat berkaitan dengan bakteri Gram negatif maupun
positif.
Kanamycin ditemukan pertama kali di Jepang pada tahun 1957 oleh
Umezawa dkk., yang diperoleh dari filtat biakan Streptomyces kanamyceticus.
(Umezawa dkk., 1958: 20-26)
Kanamycin sulfat yang merupakan bentuk garam sulfat dari
kanamycin, merupakan antibiotika bakterisidal yaitu antibiotika yang bersifat
membunuh bakteri. Kanamycin biasanya digunakan untuk pengobatan
infeksi, jika penisilin ataupun obat yang kurang toksik lainnya tidak dapat di
gunakan. Adanya gugus fungsi pendonor elektron seperti –NH2, –OH, dan -O-
pada struktur kanamycin, memungkinkan senyawa ini untuk berikatan dengan
99m
Tc-perteknetat. (Zolle I, 2006: 1-64)

Gambar 1. Struktur Kanamycin

99m
Radiofarmaka Tc-kanamycin dapat di formulasi dalam bentuk kit
kering, yaitu sediaan setengah jadi, steril, dan bebas pirogen yang dikemas
secara terpisah dari radionuklidanya dan dikeringkan dengan cara liofilisasi
(kering-beku), dan sediaan kering ini diharapkan lebih stabil dibandingkan
bentuk cairnya. Kit kering tersebut berisi kanamycin yang telah
diformulasikan sedemikian rupa dengan bahan-bahan pembantu lainnya.
99m
Sehingga apabila ditandai dengan radionuklida Tc dapat menghasilkan
99m
senyawa bertanda Tc-kanamycin dengan kemurnian radiokimia yang
tinggi (> 90%). Apabila sediaan tersebut disuntikan secara intravena secara
selektif dapat terakumulasi pada organ terinfeksi di dalam tubuh. (widyasari
E, 2013 (117-126)
99m
Dalam penelitian ini dilakukan evaluasi stabilitas sediaan Tc-
kanamycin di dalam plasma darah manusia secara in-vitro. Tujuan dari
99m
penelitian ini adalah untuk mengetahui stabilitas radiofarmaka Tc-
kanamycin ketika berada dalam lingkungan plasma darah manusia mengingat
radiofarmaka ini nantinya akan diberikan secara intravena.

B. Metode Penelitian
1. Bahan dan Peralatan
99
Bahan yang digunakan penelitian ini meliputi generator Mo-
99m
Tc (BATEK), serum darah manusia (PMI), Kanamycin sulfat (MEIJI),
tin (II) chloride/SnCl2 (Sigma-Aldrich), Aseton (E.Merck), Natrium
hidroksida (E. Merck), aquabidest, kertas Whatman 3, ITLC-SG
(Agilent), dan indicator pH universal (E.Merck).
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi neraca
analitis (Mettler Toledo), freeze dryer (Freezone 6, Labconco), ruang
aseptik, laminar air flow (Koy Pharma), dose calibrator (Victoreen),
vortex mixer, single channel analyzer (Ortec), inkubator (Memmert),
seperangkat alat kromatografi kertas dan peralatan gelas.

2. Penyiapan kit kering Kanamycin


Kit kering kanamycin dirancang dalam 1 buah flakon 10 mL,
dalam keadaan steril, kering dan vakum, berisi 5 mg kanamycin dan 30
µg SnCl2 sebagai reduktor. Di dalam vial 50 ml dilarutkan181,5 mg
kanamycin dengan 33 mL aquabidest steril kemudian dikocok hingga
homogen (Lautan A)
Di dalam vial 25 mL lainnya dilarutkan 5,5 mg SnCl2 dalam 0,5
mL HCl 1 N dan 4,5 mL HCl 0,1 N kemudain dikock hingga homogen
(Larutan B)
Ke dalam larutan A ditambahkan 0,99 mL larutan Bdan dikocok
hingga homogen dan volume akhir dijadikan 36,3 mL dengan
penambahan aquabidest steril. Kemudian campuran tersebut disaring
menggunakan penyaring bakteri (0,22 µm) dan dibagi-bagi ke dalam 30
buah flakon 10 mL steril masing-masing 1,1 mL setelah itu dikering-
bekukan dengan menggunakan alat Freezone 6 (Labconco).

3. Penyediaan radiofarmaka 99mTc-kanamycin


Ke dalam flakon kit kering kanamycin ditambahkan 1,1 mL
aquabidest steril dan dikocok hingga larut sempurna lalu ditambahkan 0,9
mL larutan radionuklida Na99mTcO4. Campuran dikocok sebentar dengan
vortex mixer, diinkubasi 30 menit pada temperatur ruang dan kemurnian
radiokimianya ditentukan dengan metode kromatografi kertas menaik.

4. Penentuan kemurnian radiokimia sediaan 99mTc-kanamycin


Penentuan kemurnian radiokimia dilakukan dengan kromatografi
kertas menaik menggunakan kertas Whatman 3 (10 x 1 cm) sebagai fase
diam dan aseton sebagai fase gerak yang dapat memisahkan pengotor
99m
dalam bentuk Tc-perteknetat (99mTcO2) dipisahkan dengan
menggunakan fase diam ITLC-SG (10 x 1 cm) dan fase gerak larutan
NaOH 0,5 N pada Rf = 0,0. Kromatogram dikeringkan, dipotong-potong
sepanjang 1 cm kemudian setiap potongan dicacah dengan alat single
channel analyzer.

5. Penentuan stabilitas 99mTc-kanamycin pada temperatur ruang


99m
Uji stabilitas Tc-kanamycin dilakukan dengan menentukan
kemurnian radiokimianya dalam interval waktu penyimpanan 1, 2, 3, dan
4 jam setelah inkubasi (30 menit) pada temperatur ruang. Kemudian
kemurnian radiokimia pada setiap interval waktu ditentukan dengan
metode kromatografi seperti tertera pada sub bab nomor 4.

6. Penentuan stabilitas 99mTc-kanamycin dalam plasma darah manusia


99m
Sebanyak 100 µL Tc-kanamycin dengan kemurnian
radiokimia yang tertinggi ditambahkan ke dalam 900 µL plasma
darah manusia di dalam tabung reaksi, kemudian dikocok
menggunakan vortex mixer dan diinkubasi pada temperatur 37oC
dengan variasi waktu mulai 1,2,3 dan 4 jam. Setiap rentang waktu
inkubasi tercapai, sebanyak 100 µL dan dipindahkan ke dalam
tabung sentrifuga, kemudian ditambahi 100 µL asetonitril.
Campuran dikocok dengan pengaduk vortex, kemudian
disentrifugasi selama 5 menit dengan kecepatan 1500 rpm sehingga
endapan dan supernatannya terpisah. Setelah endapan dan
supernatant dipisahkan, terhadap supernatan tersebut dilakukan
99m
penentuan kemurnian radiokimia Tc-kanamycin dalam PBS 0,2
N pH 7,4 sebagai pengganti plasma darah manusia, dengan
perlakuan yang sama seperti dengan plasma darah manusia.

C. Hasil dan Pembahasan


Pembuatan radiofarmaka dalam bentuk kit kering bertujuan untuk
memperpanjang waktu daluwarsanya dengan tetap memperhatikan aspek-
aspek farmasetik yang harus dipenuhi setelah melalui serangkaian proses
pembuatan kit kering seperti kejernihan sediaan, sterilitas, kevakuman dan
stabilitas senyawa bertandanya. Dalam penelitian ini telah dilakukan evaluasi
99m
stabilitas radiofarmaka Tc-kanamycin pada penyimpana di temperatur
ruang serta stabilitas plasmatik di dalam plasma darah manusia secara in-
vitro. Hal ini dilakukan, dengan pertimbangan bahwa penggunaan
99m
radiofarmaka Tc-kanamycin kepada pasien diberikan dengan cara
penyuntikan secara intravena (langsung ke dalam pembuluh darah). Oleh
karena itu perlu ditentukan kstabilan 99mTc-kanamycin di dalam plasma darah
manusia, karena di plasma darah manusia kondisi pHnya cukup berbeda
dengan pH sediaan. Darah mempunyai pH sekitar 7,4 sedangkan pH sediaan
99m
Tc-kanamycin adalah 8,5 dan kondisi pH ini sangat berpengaruh pada
stabilitas suatu senyawa bertanda.
Pada penelitian ini stabilitas sediaan ditentukan dengan melihat
99m
kemurnian radiokimia dari sediaan Tc-kanamycin. Jika kemurnian
99m
radiokimia dari sediaan Tc-kanamycin. Jika kemurnian radiokimia dari
99m 99m
sediaan Tc-kanamycin di dalam darah menurun berarti Tc-kanamycin
terurai dalam darah sehingga tidak layak untuk digunakan secara intravena.
Plasma darah merupakan cairan yang mengandung berbagi macam
senyawa seperti karbohidrat, lemak, garam, vitamin, asam amino, asam
nukleat, hormon dan protein, yang dapat merusak/menguraikan senyawa
99m
Tc-kanamycin. (Mostovenko E, 2012: 217-221)
Jika 99mTc-kanamycin mudah terurai/rusak di dalam darah maka target
organ terinfeksi yang akan ditunjukkan dalam pencitraan akan tidak sesuai.
Beberapa literatur mempersyaratkan kemurnian radiokimia yang masih dapat
diterima untuk suatu radiofarmaka adalah > 85%. (Kowalsky, 2004: 418-419)

Gambar 2. Stabilitas 99mTc-kanamycin pada temperatur ruang

99m
Pengujian stabilitas Tc-kanamycin pada temperatur ruang
memberikan hasil seperti Gambar 2. Dari Gambar 2 dapat diketahui bahwa
99m
sediaan Tc-kanamycin yang disimpan dalam temperatur ruang hingga
waktu penyimpanan 4 jam masih memberikan nilai kemurnian radiokimia
99m
lebih dari 90%. Selain itu data stabilitas Tc-kanamycin pada plasma darah
99m
manusia (Gambar 3) menunjukkan hasil bahwa hingga 4 jam inkubasi Tc-
kanamycin juga masih memberikan kemurnian radiokimia > 90%. Hal ini
menunjukkan bahwa lingkungan plasma darah manusia tidak
99m
merusak/menguraikan senyawa Tc-kanamycin, sehingga dalam
99m
aplikasinya nani sediaan Tc-kanamycin masih aman digunakan untuk
pasien walaupun telah dilakukan penandaan pada 4 jam sebelum penyuntikan.
99m
Berbeda halnya dengan sediaan Tc-kanamycin yang disimpan dalam
media PBS (Gambar 4), kemurnia radiokimia terus menurun sejak 1 jam
pertama dan hingga 4 jam pencampuran, kemurnian radiokimianya sudah <
99m
50%. Jadi bukan pH lingkungan yang berpengaruh pada stabilitas Tc-
kanamycin karena pH plasma darah manusia dan larutan PBS adalah sama
yaitu sekita pH 7,4.

Gambar 3. Stabilitas 99mTc-kanamycin dalam plasma darah manusia.

Gambar 4. Stabilitas 99mTc-kanamycin dalam PBS.


PBS merupakan larutan penyangga yang berisi larutan garam fosfat
dan NaCl sedangkan serum darah manusia merupakan campuran berbagai
macam zat organik dan anorganik diantaranya mineral, glukosa, asam amino,
enzim dan protein. Zat – zat dalam plasma darah inilah yang diduga menjaga
stabilitas dari 99mTc-kanamycin dalam plasma darah. Protein yang terkandung
dalam plasma darah dapat mengganggu pengujian sehingga harus
didenaturasi/diendapkan terlebih dahulu.
Ada berbagai cara yang dapat dilakukan untuk mendenaturasi protein
yaitu menggunakan metode fisika (pemanasan, gelombang suara, sinar UV
dll) atau secara kimia dengan menggunakan pelarut organik (asam, basa,
aseton, alkohol dll). (Schenzer, 1979)
Untuk serum darah atau plasma darah denaturasi protein umumnya
dilakukan dengan menggunakan pelarut organik. Pada penelitian ini pelarut
organik yang digunakan adalah asetonitril. Asetonitril adalah senyawa
organik yang dapat menurunkan kelarutan protein di dalam air sehingga
protein yang terkandung dalam plasma akan diendapkan sedangkan
99m
supernatan yang tersis hanya berisi ikatan antara Tc-kanamycin dengan
plasma darah.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
99m
Berdasarkan penelitian ini dapat dismpulkan bahwa sediaan Tc-
kanamycin baik disimpan pada temperatur ruang maupun disimpan dalam
media plasma darah manusia hingga 4 jam inkubasi masih stabil dengan
99m
kemurnian radiokimia > 90%. Stabilitas sediaan Tc-kanamycin yang
diinkubasi dalam media PBS menurun drastis sejak jam ke-1 dan jam ke-4
kemurnian radiokimianya < 50%.

B. SARAN
Pada saat pembuatan makalah penulis menyadari bahwa banyak sekali
kesalahan dan jauh dari kesempurnaan. Oleh sebab itu penulis harapkan kritik
serta sarannya mengenai pembahasan makalah dalam kesimpulan diatas.
DAFTAR PUSTAKA

Jehangir M., Mushtaq A., Malik S.A., dan Roohi S., “Synthesis and Evaluation of
99m
Tc-kanamycin and 99mTc-Isoniazid for infection Imaging”, Trends in
Radiopharmaceuticals (ISTR-2005), Proceedings of International
Symposium, Vienna, Austria, International Atomic Energy Agency, 149-
165 (2007).

Departemen Kesehatan Republik Indonesia, “Profil Kesehatan Indonesia 2008”,


Depkes RI, Jakarta, 30 – 31 (2009)

Umezawa H., “The basic and clinical research of the new antibiotic, Kanamycin:
its discovery, Annals of the New York Academy of Science”, 76, 20-26
(1958)

Roohi S., Mushtaq A., Jehangir M., dam Malik S.A., “synthesis, Quality Control
and Biodistribution of 99mTc-kanamycin”. Journal of Radionalytical and
Nuclear Chemistry, 267, 561-566 (2006)

Roohi S., “Preparation and Quality Control of Technetium-99m labelled


Compounds for Diagnostic Purpose” Tesis Program Doktor, Quaid-
Azam University, 1-64 (2006)

Zolle I., “Technitium-99m Pharmaceuticals: Preparation and Quality Control in


Nuclear Medecine”, Springer, New York, 78-79 (2006)

Widyasari E.M., Misyetti, Wibawa T.H.A., dan Nuraeni W., “Karakteristik


Fisikokimia Kit Kering Kanamycin”. Jurnal Sains dan Teknologi Nulir
XIV, 2, 117-126 (2013)

Mostovenko E., Scott H.C., Klychnikov O., Dalebout H., Deelder A.M dan
Palmblad M., “Protein Fractionation for Quantitative Plasma
Proteomics by Semi-Selective Precipitation”, Journal Proteomics an
Bioinformatic, 5:9, 217-221 (2012)

Kowalsky, Richard J., Falen, Steven W., “Radiopharmaceuticals in nuclear


pharmacy and nuclear medicine, 2nd ed. American Pharmacist
Association”, Washington D.C., 418-419 (2004)

Schwenzer K.S., Gurnee, Magic S.E., dan Bluff L., “Precipitation of Protein
United State Patent”, 4,171,204 (1979)

Anda mungkin juga menyukai