DISUSUN OLEH :
1. PURBONINGRUM (30317061)
2. NUR ANANDA L.F (30317083)
Disusun oleh:
1. Purboningrum (30317061)
2. Nur Ananda L.F (30317083)
Disetujui oleh:
Dekan
Ketua Program Studi
Fakultas Farmasi
i
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan
Laporan Praktik Kerja Lapangan (PKL) di Apotek Kimia Farma Katang Kediri,
yang telah dilaksanakan sejaktanggal 18 November sampai 14 Desember 2019.
Laporan ini kami susun untuk memberikan informasi mengenai kegiatan Praktik
Kerja Lapangan (PKL) yang kami lakukan di Apotek Kimia Farma Katang
Kediri. Kegiatan yang kami lakukan mengenai pelayanan kefarmasian sehingga
kami mengetahui kegiatan-kegiatan yang dilakukan di apotek.
1. Mufida, S.Farm, Apt selaku apoteker di Apotek Kimia Farma Katang Kediri.
2. Dewy Resty Basuki.,M.Farm.,Apt selaku Dekan Fakultas Farmasi Institut
Ilmu Kesehatan Bhakti Wiyata Kediri
3. Ida Kristianingsih, S.Si., M.Farm., Apt selaku Ketua Prodi D3-Farmasi Institut
Ilmu Kesehatan Bhakti Wiyata Kediri
4. Munifatul, S.Farm., M Farm., Apt selaku pembimbing PKL
5. Dan kepada pihak-pihak lain yang turut membantu kami dalam melaksanakan
kegiatan Praktik Kerja Lapangan (PKL) yang telah memberikan dukungan,
semangat, informasi dan pengetahuan.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Menurut UU No.36 Tahun 2009, tenaga kesehatan adalah setiap orang
yang mengabadikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan
dan/ atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk
jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan.
Kompetensi adalah kemampuan yang dimiliki seseorang tenaga kesehatan
berdasarkan ilmu pengetahuan, keterampilan, dan sikap profesional untuk
dapat menjalankan praktik. Kompetensi ini dapat diperoleh melalui pendidikan.
Pendidikan tenaga kesehatan merupakan bagian integral dari pembangunan
nasional bidang kesehatan yang diarahkan untuk mendukung upaya pencapaian
derajat kesehatan masyarakat yang optimal, untuk memperoleh tenaga
kesehatan yang bermutu, mampu mengemban tugas dan mewujudkan
perubahan, pertumbuhan serta pembaharuan dalam rangka memenuhi
kebutuhan pelayanan kesehatan bagi seluruh masyarakat.
Institusi tenaga kesehatan yang menyediakan tenaga kesehatan adalah
Pendidikan Diploma III Farmasi salah satunya terdapat di Institut Ilmu
Kesehatan Bhakti Wiyata Kediri. Pendidikan Diploma III Farmasi
diselenggarakan sesuai PERMENKES No.41 Tahun 2016 dimana setiap tenaga
kesehatan harus memiliki kualifikasi paling rendah Diploma III, untuk
menghasilkan tenaga farmasi yang terampil, terlatih, dan dapat
mengembangkan diri dengan baik sebagai pribadi maupun tenaga kesehatan
yang profesional berdasarkan nilai-nilai yang dapat menunjang upaya
pembangunan di bidang kesehatan.
Latihan keterampilan secara itensif diberikan di laboratorium farmasi
institusi, hanyalah keterampilan untuk meracik obat dan simulasi apotek yang
bertujuan untuk mengenal bahan obat, cara menghitung harga obat serta alat
kesehatan dalam jumah terbatas, sedangkan keterampilan lain misalnya
pengendalian
1
obat, penyuluhan obat, penerapan sikap yang baik sebagai tenaga kesehatan serta
kemampuan untuk bekerja sama dengan tenaga kesehatan lain dan cara mengenal,
menghadapi, memahami, dan memecahkan masalahyang terjadi dilapangan
tidaklah diberikan di institusi secara khusus.
Berdasarkan uraian diatas salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk
mengasah kemampuan tersebut adalah dengan latihan kerja yang disebut
Praktek Kerja Lapangan (PKL) salah satunya di Apotek Kimia Farma Katang,
Kediri.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
4
B. Fungsi dan Peranan Apotek
1. Fungsi Apotek
Berdasarkan PP No. 51 Tahun 2009, tugas dan fungsi apotek adalah:
a. Tempat pengabdian profesi seorang apoteker yang telah mengucapkan
sumpah jabatan Apoteker.
b. Sarana yang digunakan untuk melakukan Pekerjaan Kefarmasian
c. Sarana yang digunakan untuk memproduksi dan distribusi sediaan
farmasi antara lain obat, bahan baku obat, obat tradisional, dan
kosmetika.
d. Sarana pembuatan dan pengendalian mutu Sediaan Farmasi,
pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusi atau
penyaluranan obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter,
pelayanan informasi obat, serta pengembangan obat, bahan obat dan
obat tradisional
2. Peranan Apotek
Sebagai tempat dilakukannya pekerjaan kefarmasian meliputi pengadaan,
penyimpanan, pendistribusian, pelayanan informasi dan pengendalian mutu.
C. Organisasi Apotek
1. Apoteker (Menurut PP no 51)
Tugas
a. Melakukan pekerjaan kefarmasian (pembuatan termasuk pengendalian
mutuSediaan Farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan
danpendistribusi ataupenyaluranan obat, pengelolaan obat, pelayanan
obat atas resep dokter,pelayanan informasi obat, serta pengembangan
obat, bahan obat dan obattradisional).
b. Membuat dan memperbaharui SOP (Standard Operational Procedure)
baik di industri farmasi maupun di rumah sakit dan apotek .
c. Harus memenuhi ketentuan cara distribusi yang baik yang ditetapkan
oleh menteri saat melakukan pekerjaan kefarmasian dalam distribusi atau
5
penyaluran sediaan farmasi, termasuk pencatatan segala sesuatu yang
berkaitan dengan proses distribusi atau penyaluran sediaan farmasi.
d. Apoteker wajib menyerahkan obat keras, narkotika, psikotropika, dan
OOT kepada masyarakat atas resep dari dokter sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Peran
a. Sebagai penanggung jawab di industri farmasi pada bagan pemastian
mutu (Quality Assurance), produksi, dan pengawasan mutu (Quality
Control).
b. Sebagai penanggungjawab Fasilitas Pelayanan Kefarmasian yaitu di
apotek, di Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS), puskesmas, klinik, toko
obat, atau praktek bersama.
c. Apoteker dapat mengganti obat merek dagang dengan obat generik yang
sama komponen aktifnya atau obat merek dagang lain atas persetujuan
dokter dan/atau pasien.
d. Dalam melakukan pekerjaan kefarmasian pada fasilitas pelayanan
kefarmasian, apoteker dapat mengangkat seorang Apoteker pendamping
yang memiliki SIPA.
Tanggung jawab
a. Melakukan pelayanan kefarmasian (pharmaceutical care) di apotek
untuk memenuhi kebutuhan masyarakat terhadap sediaan farmasi dalam
rangka pemeliharaan dan peningkatan derajat kesehatan masyarakat, juga
untuk melindungi masyarakat dari bahaya penyalahgunaan atau
penggunaan sediaan farmasi yang tidak tepat dan tidak memenuhi
persyaratan mutu, keamanan dan kemanfaatan. Pelayanan kefarmasian
juga ditujukan pada perluasan dan pemerataan pelayanan kesehatan
terkait dengan penggunaan farmasi sehingga dapat meningkatkan kualitas
hidup pasien.
6
b. Menjaga rahasia kefarmasian di industri farmasi dan di apotek yang
menyangkut proses produksi, distribusi dan pelayanan dari sediaan
farmasi termasuk rahasia pasien.
c. Harus memenuhi ketentuan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB)
yang ditetapkan oleh Menteri dalam melakukan pekerjaan kefarmasian
dalam produksi sediaan farmasi, termasuk di dalamnya melakukan
pencatatan segala sesuatu yang berkaitan dengan proses produksi dan
pengawasan mutu sediaan farmasi pada fasilitas produksi sediaan
farmasi.
d. Tenaga kefarmasian dalam melakukan pekerjaan kefarmasian pada
fasilitas produksi sediaan farmasi harus mengikuti perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi di bidang produksi dan pengawasan mutu.
e. Menerapkan standar pelayanan kefarmasian dalam menjalankan praktek
kefarmasian pada fasilitas pelayanan kefarmasian.
f. Wajib menyelenggarakan program kendali mutu dan kendali biaya, yang
dilakukan melalui audit kefarmasian.
g. Menegakkan disiplin dalam menyelenggarakan pekerjaan kefarmasian
yang dilakukan sesuai dengan ketentuan aturan perundang-undangan.
2. Asisten Apoteker
Tugas
Menurut keputusan menteri kesehatan RI no. 1332/MENKES/X/2002
a. Melayani setiap resep dokter yang sesuai dengan tanggung jawab serta
standar profesinya dengan dilandasi kepentingan setiap masyarakat dan
melayani penjualan obat yang tidak menggunakan resep dokter.
b. Memberikan informasi:
1. Terkait dengan pemakaian/penggunaan obat-obatan yang di berikan
kepada pasien
2. Penggunaan obat yang tepat, aman, dan juga rasional sesuai dengan
permintaan masyarakat
3. Tata cara penyampaian yang jelas serta mudah di mengerti sesuai
dengan etika, kebutuhan, bijaksana dan hati-hati.
4. Menghormati hak pasien serta dapat menjaga tingkat kerahasiaan
identitas data kesehatan pribadi pasien.
7
c. Mengelola apotek dengan tugas seperti:
1. Membuat, meracik, pengubahan bentuk, penyimpanan, pencampuran,
hingga penyerahan obat-obatan dan bahan obat
2. Penyimpanan, pengadaan, penyaluran, serta penyerahan persediaan
farmasi lainnya
Peran
Sebagai tangan kanan dari seorang apoteker dalam mengelola apotek
khususnya dibagian obat-obatan.
8
konfirmasi ke dokter penulis resep. Jika terdapat kekurangan obat di
apotek dapat dilakukan dropping dari Apotek Kimia Farma lainnya yang
terdekat, bisa diambil kekurangannya atau diantarkan dan dengan cara
copy resep. Jika resep telah absah, petugas apotek memberi harga obat
dan pemberian nomor resep, selanjutnya di informasikan kepada pasien
untuk penyiapan obat dapat dilakukan, bila pasien setuju dan telah
membayar.
9
Penyerahan obat
Penyerahan obat disertai dengan pemberian informasi tentang nama
obat, kegunaan obat, dosis, jumlah dan aturan pakai, cara penyimpanan,
efek samping yang mungkin timbul dan cara mengatasinya, interaksi obat
(bila ada), informasi mengenai obat dengan cara pemberian khusus,
seperti penggunaan inhaler/obat semprot untuk obat asma, suppositoria,
tablet salut enterik dan sebagainya. Pemberian informasi obat ini
bertujuan untuk memberikan pengertian dan pemahaman penggunaan
obat yang rasional (tepat, aman, efektif).
Penjualan secara kredit pada prinsipnya sama, tetapi harus disertai cap
yang mengesahkan bahwa resep tersebut dibayar oleh instansi yang
bersangkutan dan pembayarannya dilakukan pada bulan berikutnya secara
kolektif. Pelayanan resep kredit diberikan kepada instansi atau badan
usaha yang telah mempunyai Ikatan Kerja Sama (IKS) dengan Apotek
Kimia Farma. Salah satu keuntungan dari adanya Ikatan Kerja Sama ini,
pihak Apotek Kimia Farma mendapatkan pelanggan yang tetap, tanpa
harus melakukan promosi, karena pegawai instansi yang bersangkutan
akan diarahkan ke Apotek Kimia Farma, bila sedang membutuhkan
pelayanan farmasi.
10
Proses penyiapan obat untuk penjualan secara kredit sama dengan
penjualan tunai. Resep diberi nomor khusus, lalu diperiksa apakah obat
yang diminta termasuk dalam daftar obat-obat yang ditanggung oleh
instansi bersangkutan. Resep disiapkan dan diberikan pada pasien. Pada
pemberian layanan informasi obat, pasien diminta untuk menandatangani
struk pembelian obat sebagai bukti pada instansi yang bersangkutan.
Penjualan obat secara tunai maupun kredit didata dan disimpan pada
komputer apotek oleh petugas apotek.
11
g. Menginformasikan harga kepada pelanggan.
h. Jika pelanggan setuju, obat dapat disiapkan.
i. Diberikan informasi yang cukup kepada pasien, seperti nama
obat, indikasi, cara pemakaian obat dan efek samping yang
mungkin terjadi.
12
mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat
menimbulkan ketergantungan. Pada pasal 7 menyebutkan bahwa,
Narkotika hanya dapat digunakan untuk kepentingan pelayanan kesehatan
dan/ atau pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Pada pasal 6
Narkotika dibedakan menjadi 3 (tiga) golongan, yaitu :
1. Narkotika Golongan 1, dilarang digunakan untuk kepentingan
pelayanan kesehatan. Narkotika golongan I, adalah Narkotika yang
hanya dapat digunakan untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan
dan tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi sangat
tinggi mengakibatkan ketergantungan.
2. Narkotika golongan II, adalah Narkotika berkhasiat pengobatan
digunakan sebagai pilihan terakhir dan dapat digunakan dalam terapi
dan/atau untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta
mempunyai potensi tinggi mengakibatkan ketergantungan.
3. Narkotika golongan III, adalah Narkotika berkhasiat pengobatan dan
banyak digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan pengembangan
ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan
ketergantungan.
Pemesanan Narkotika
Pemesanan Narkotika dilakukan dengan pesanan tertulis melalui
Surat Pesanan Narkotika model N-9 kepada Pedagang Besar Farmasi
(PBF) PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Surat Pesanan Narkotika harus
ditandatangani oleh Apoteker Penanggung Jawab dengan mencantumkan
nama jelas, nomor SIK, SIA, dan stempel apotek. Satu Surat Pesanan
terdiri dari rangkap empat dan hanya dapat memesan satu jenis obat
Narkotika.
Penyimpanan Narkotika
Narkotika harus disimpan secara khusus sesuai dengan ketentuan
yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan dalam Undang-Urriang
Republik Indonesia No. 35 Tahun 2009 pasal 14 ayat 1. Ketentuan lebih
lanjut mengenai tata cara penyimpanan secara khusus, meliputi jangka
13
waktu, bentuk, isi, dan tata cara pelaporan diatur dalam Peraturan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 28/ MENKES/PER/ I/1987
tentang Tata Cara Penyimpanan Narkotika. Pada Pasal 5, dinyatakan
bahwa apotek harus mempunyai tempat khusus untuk penyimpanan
Narkotika. Tempat khusus tersebut harus memenuhi persyaratan sebagai
berikut :
1. Harus dibuat seluruhnya dan kayu atau bahan lain yang kuat.
2. Harus mempunyai kunci yang kuat.
3. Lemari dibagi dua bagian, masing-masing bagian dengan kunci yang
berlainan. Bagian pertama dipergunakan untuk menyimpan morfin,
petidin dan garam-garamnya, serta persediaan narkotika, sedangkan
bagian kedua dipergunakan untuk menyimpan narkotika lainnya
yang dipakai sehari-hari.
4. Apabila tempat khusus tersebut berupa lemari ukuran kurang dan
40 x 80 x 100 cm, maka lemari tersebut harus dibuat pada tembok
atau lantai.
Selain itu pada Pasal 6, dinyatakan bahwa :
1. Apotek dan rumah sakit harus menyimpan narkotika pada tempat
khusus sebagaimana yang dimaksud pada pasal 5 dan harus dikunci
dengan baik.
2. Lemari khusus tidak boleh digunakan untuk menyimpan barang lain
selain narkotika.
3. Anak kunci lemari khusus harus dikuasai oleh penanggung jawab
atau asisten kepala atau pegawai lain yang dikuasakan.
4. Lemari khusus harus disimpan pada tempat yang aman dan tidak
boleh terlihat oleh umum.
Penyerahan Narkotika
Penyerahan narkotika hanya dapat dilakukan oleh apotek, rumah
sakit, pusat kesehatan masyarakat, balai pengobatan, dan dokter.
Apotek hanya dapat menyerahkan narkotika kepada rumah sakit, pusat
14
kesehatan masyarakat, apotekl ainnya, balai pengobatan, dokter, dan
pasien. Pelayanan resep yang menggunakan narkotika :
1. Narkotika hanya digunakan untuk kepentingan pengobatan atau ilmu
pengetahuan.
2. Narkotika hanya dapat diserahkan kepada pasien untuk pengobatan
penyakit berdasarkan resep dokter.
3. Apoteker dilarang mengulangi menyerahkan narkotika atas dasar
salinan resep dokter.
Salinan itu berdasarkan Surat Edaran Direktorat Jenderal Badan
Pengawas Obat dan Makanan Nomor 336/E/SE/1997 yang menyatakan :
1. Apotek dilarang melayani salinan resep yang mengandung narkotika,
walaupun resep tersebut baru dilayani sebagian atau belum dilayani
sama sekali.
2. Untuk resep narkotika yang baru dilayani sebagian atau belum sama
sekali, apotek boleh membuat salinan resep tetapi salinan resep
tersebut hanya boleh dilayani oleh apotek yang menyimpan resep
asli.
3. Salinan resep dan Narkotika dengan tulisan "iter" tidak boleh
dilayani sama sekali. Oleh karena itu, dokter tidak boleh
menambahkan tulisan "iter" pada resep yang mengandung narkotika.
Pelaporan Narkotika
Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia No. 35 Tahun 2009
Pasal 14 ayat 2 menyatakan bahwa Industri Farmasi, Pedagang Besar
Farmasi, sarana penyimpanan sediaan farmasi pemerintah, apotek, rumah
sakit, pusat kesehatan masyarakat, balai pengobatan, dokter, dan lembaga
ilmu pengetahuan wajib membuat, menyampaikan, dan menyimpan
laporan berkala mengenai pemasukan dari atau pengeluaran narkotika
yang berada dalam penguasaannya. Ketentuan ini memberi kewajiban
bagi dokter yang melakukan praktek pribadi untuk membuat laporan
yang di dalamnya memuat catatan mengenai kegiatan yang berhubungan
16
dengan narkotika yang sudah melekat pada rekam medis dan
disimpan sesuai dengan ketentuan masa simpan resep selama 3 (tiga)
tahun. Pelaporan dilakukan setiap bulannya yang paling lambat
dilaporkan tanggal 10 bulan berikutnya. Laporan ini ditujukan kepada
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dengan tembusan Dada Kepala Dinas
Kesehatan Provinsi, Kepala Balai Besar POM, PBF Kimia Farma dan 1
salinan untuk arsip. Apotek berkewajiban menyusun dan mengirimkan
laporan bulanan yang ditandatangani oleh Apoteker Penanggung Jawab
dengan mencantumkan nomor SIK, SIA, nama jelas, dan stempel apotek.
Laporan tersebut terdiri dan laporan bahan baku narkotika, sediaan jadi
narkotika dan laporan khusus penggunaan morfin, petidin, dan
derivatnya. Maksud adanya kewajiban untuk membuat, menyimpan, dan
menyampaikan laporan adalah agar Pemerintah setiap waktu dapat
mengetahui tentang persediaan narkotika yang ada di dalam peredaran
dan sekaligus sebagai bahan dalam penyusunan rencana kebutuhan
tahunan narkotika.
Pemusnahan Narkotika
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
28/MENKES/PER/I/1987 Pasal 9, disebutkan bahwa Apoteker
Penanggung Jawab dapat memusnahkan narkotika yang rusak,
kadaluarsa, atau tidak memenuhi syarat lagi untuk digunakan dalam
pelayanan kesehatan dan atau untuk pengembangan. Berita Acara
Pemusnahan (BAP) Narkotika memuat :
1. Tempat dan waktu (hari, tanggal, bulan dan tahun) pemusnahan.
2. Nama pemegang izin khusus, Apoteker Penanggung Jawab atau
dokter pemilik Narkotika.
3. Nama seorang saksi dan pemerintah dan seorang saksi lain dari
perusahaan atau badan tersebut.
4. Nama, jenis, dan jumlah Narkotika yang dimusnahkan.
5. Cara memusnahkan.
17
6. Tanda tangan dan identitas lengkap penanggungjawab apotek dan
saksi-saksi pemusnahan.
Kemudian BAP tersebut dikirimkan kepada Balai Besar POM setempat
dan Dinas Kesehatan Provinsi setempat. Dalam Undang-Undang
Republik Indonesia No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika Pasal 14 ayat 4,
dinyatakan bahwa pelanggaran terhadap ketentuan mengenai
penyimpanan dan pelaporan Narkotika akan dikenai sanksi administratif
oleh Menteri Kesehatan atas rekomendasi dari Kepala Badan Pengawas
Obat dan Makanan berupa teguran, peringatan, denda administratif,
penghentian sementara kegiatan, atau pencabutan izin.
b. Pelayanan psikotropika
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 5 Tahun 1997
tentang Psikotropika, Psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah
maupun sintetis bukan Narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui
pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan
khas pada aktivitas mental dan perilaku, yang dibedakan ke dalam 4
golongan, yaitu :
a. Psikotropika golongan I adalah psikotropika yang hanya dapat
digunakan untuk tujuan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam
terapi, serta mempunyai potensi amat kuat mengakibatkan sindroma
ketergantungan.
b. Psikotropika golongan II adalah psikotropika yang berkhasiat
pengobatan dan dapat digunakan dalam terapi dan/atau tujuan ilmu
pengetahuan serta mempunyai potensi kuat mengakibatkan sindroma
ketergantungan.
c. Psikotropika golongan III adalah psikotropika yang berkhasiat
pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan/atau tujuan ilmu
pengetahuan serta mempunyai potensi sedang mengakibatkan sindroma
ketergantungan.
d. Psikotropika golongan IV adalah psikotropika yang berkhasiat
pengobatan dan sangat luas digunakan dalam terapi dan/atau tujuan
18
ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan
sindroma ketergantungan.
Pemesanan Psikotropika
Obat golongan psikotropika dapat dipesan dan PBF resmi, dengan
menggunakan Surat Pesanan Psikotropika model khusus dan
ditandatangani oleh Apoteker Penanggung Jawab dengan
mencantumkan nomor SIK. Surat pemesanan psikotropika dibuat
rangkap dua dan dapat digunakan untuk memesanan beberapa jenis
psikotropika.
Penyimpanan Psikotropika
Untuk penyimpanan psikotropika sampai saat ini masih belum diatur
dengan suatu perundang-undangan. Akan tetapi, karena golongan obat-
obatan ini cenderung disalahgunakan, maka disarankan agar dalam
penyimpanan obat golongan psitropika disimpan pada lemari khusus
yang terpisah dengan obat-obat lain, tidak harus terkunci dan membuat
kartu stok psikotropika.
Penyerahan Psikotropika
Obat golongan psikotropika diserahkan oleh apotek, hanya dapat
dilakukan kepada apotek lainnya, rumah sakit, puskesmas, balai
pengobatan dan dokter kepada pasien berdasarkan resep dokter.
Pelaporan Psikotropika
Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia No. 5 Tahun 1997
Pasal 33 ayat 1 menyatakan bahwa pabrik obat, Pedagang Besar
Farmasi, sarana penyimpanan sediaan farmasi Pemerintah, apotek,
rumah sakit, puskesmas, balai pengobatan, dokter, lembaga penelitian
dan/atau lembaga pendidikan, wajib membuat dan menyimpan catatan
mengenai kegiatan masing-masing yang berhubungan dengan
psikotropika. Dokter yang melakukan praktek pribadi dan/atau pada
sarana kesehatan yang memberikan pelayanan medis, wajib membuat
catatan mengenai kegiatan yang berhubungan dengan psikotropika dan
disimpan sesuai dengan ketentuan masa simpan resep, yaitu tiga tahun.
Dokumen pelaporan mengenai psikotropika yang berada di bawah
19
kewenangan departemen yang bertanggung jawab di bidang kesehatan
disimpan sekurang-kurangnya dalam waktu tiga tahun.
Pemusnahan Psikotropika
Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia No. 5 Tahun 1997
tentang Psikotropika Pasal 53, pemusnahan psikotropika dilaksanakan
dalam hal:
a. Berhubungan dengan tindak pidana.
b. Diproduksi tanpa memenuhi standar dan persyaratan yang berlaku
dan/atau tidak dapat digunakan dalam proses produksi
psikotropika.
c. Kadaluarsa.
d. Tidak memenuhi syarat untuk digunakan pada pelayanan
kesehatan dan/atau untuk kepentingan ilmu pengetahuan.
Untuk poin 1, pemusnahan dilakukan oleh suatu tim yang terdiri dari
pejabat yang mewakili departemen yang bertanggung jawab di bidang
kesehatan, Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan Kejaksaan
sesuai dengan Hukum Acara Pidana yang berlaku, dan ditambah pejabat
dari instansi terkait dengan tempat terungkapnya tindak pidana tersebut,
dalam waktu tujuh hari setelah mendapat kekuatan hukum tetap.
Khusus golongan I, wajib dilaksanakan paling lambat 7 (tujuh) hari
setelah dilakukan penyitaan. Untuk poin 2, 3, dan 4, pemusnahan
dilakukan oleh Pemerintah, orang, atau badan yang bertanggung jawab
atau produksi dan/atau peredaran psikotropika, sarana kesehatan
tertentu, serta lembaga pendidikan dan/atau lembaga penelitian dengan
disaksikan oleh pejabat departemen yang bertanggung jawab di bidang
kesehatan, dalam waktu 7 (tujuh) hari setelah mendapat kepastian
sebagaimana dimaksudkan pada poin tersebut. Setiap pemusnahan
psikotropika wajib dibuatkan berita acara.
c. Pelayanan Prekursor
Prekursor Farmasi banyak digunakan untuk keperluan Industri
Farmasi dalam memproduksi Obat Mengandung Prekursor Farmasi yang
20
dibutuhkan oleh masyarakat untuk pengobatan. Pengawasan Prekursor
Farmasi memiliki permasalahan yang komplek, karena pada satu sisi jika
pengawasan yang dilakukan terlalu ketat akan menghambat perkembangan
industri dalam negeri sedangkan pada sisi lain pengawasan yang longgar
akan mendorong terjadinya penyimpangan (diversi) Prekursor Farmasi
oleh sindikat narkoba dalam memproduksi narkotika secara ilegal.
Istilah pekursor dipakai untuk bahan-bahan yang tidak perlu
merupakan narkoba, namun digunakan dalam berbagai cara untuk
memproses atau membuat narkotika atau psikotropika. Tergantung pada
sifat-sifat kimianya, prekursor secara kimia dapat bergabung dengan zat
lain untuk dijadikan narkoba (atau dalam bentuk perantara), atau dapat
bekerja sebagai zat asam (dalam pembentukan garam narkoba).Menurut
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 44 tahun 2010 tentang
Prekursor, mendefinisikan prekursor sebagai zat atau bahan pemula atau
bahan kimia yang dapat digunakan dalam pembuatan Narkotika dan
Psikotropika.
Prekursor Farmasi adalah zat atau bahan pemula atau bahan kimia
yang dapat digunakan sebagai bahan baku/penolong untuk keperluan
proses produksi Industri Farmasi atau produk antara, produk ruahan dan
produk jadi yang mengandung efedrin, pseudoefedrin,
norefedrin/fenilpropanolamin, ergotamin, ergometrin, atau potassium
permanganat.
21
metilendioksifenil-2-propanon,piperonal, safrol, toluen, asam sulfat, kalium
permanganat, metal etil keton, asamklorida, norefedrin.
Sedangkan dalam lingkup nasional sesuai Surat Keputusan Kepala Badan
Pengawas Obat dan Makanan RI tentang pemantauan dan Pengawasan
Prekursor ditetapkan 15 jenis precursor yang diwajibkan menggunakan
SPI/SPE untuk mengimpor/ mengekspor perkursor. Kelimabelas jenis
tersebut adalah anhidrida asetat, asam fenilasetat, asam lisergat, asam N-
asetil antranilat,efedrin, ergometrin, ergotamin, 1-fenil-2-propanon,
isosafrol, kaliumpermanganat, 3,4-metilendioksi feni 2-propanon,
norefedrin, pseudoefedrin, safrol.
Pengadaan prekursor
1. Pengadaan Prekursor dilakukan melalui produksi dalam negeri dan
impor.
2. Prekursor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat digunakan
untuk tujuan industry farmasi, industri non farmasi, dan pengembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi.
3. Alat-alat potensial yang dapat disalah gunakan dalam pengadaan dan
penggunaan prekursor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat
(2) diatur oleh menteri dan/atau menteri terkait sesuai dengan
kewenangannya.
Peredaran prekursor
a. Prekursor untuk industri non farmasi yang diproduksi dalam negeri
hanya dapat disalurkan kepada industri non farmasi, distributor, dan
pengguna akhir.
b. Prekursor untuk industri non farmasi yang diimpor hanya dapat
disalurkan kepada industri non farmasi, dan pengguna akhir.
c. Prekursor untuk industri farmasi hanya dapat disalurkan kepada industri
farmasi dan distributor.
d. Pedagang Besar Bahan Baku Farmasi, distributor atau importir terdaftar
dapat menyalurkan Prekursor kepada lembaga pengembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi.
22
e. Setiap kegiatan penyaluran prekursor sebagaimana dimaksud pada bagian
(1) sampai dengan bagian (4) harus dilengkapi dengan dokumen
penyaluran.
f. Ketentuan lebih lanjut mengenai penyaluran prekursor sebagaimana
dimaksud pada bagian (1) sampai dengan bagian (5) diatur oleh menteri
dan/atau menteri terkait sesuai dengan kewenangannya.
23
terpenuhinya Prekursor untuk kepentingan pendidikan,
pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, dan pelayanan
kesehatan.
pencegahan terjadinya penyimpangan dan kebocoran Prekursor.
perlindungan kepada masyarakat dari bahaya penyalahgunaan
Prekursor; dan
pemberantasan peredaran gelap Prekursor.
Pelaksanaan pengawasan sebagaimana dimaksud pada bagian (1)
dilakukan oleh petugas pengawas sesuai dengan ketentuan peraturan
perundan-gundangan.
6. Pelayanan Farmasi Klinis
a. Penerimaan resep dokter dan penyerahan obat
1. Pasien datang ke apotek dengan membawa resep dokter untuk
ditebus/ diracik, setelah itu petugas merima resep sekaligus
melakukan skrining untuk mengecek kelengkapan resep berdasarkan
administrasi, farmakologi terapi, dan secara klinik, jika resep tidak
lengkap akan ditolak dan tidak dilanjutkan, tetapi jika resep lengkap
maka akan disiapkan obat berdasarkan dengan resep setelah diproses
di dalam komputer dan melakukan pembayaran terlebih dahulu,
penyiapannya berupa nama pasien, jumlah obat, jenis obat, dan
etiket.
2. Setelah itu pasien menerima nomor resep dan selama penyiapan
obat pasien menunggu diruang tunggu.
3. Kemudian obat dilakukan peracikan dan pengemasan, setelah sudah
selesai obat diperiksa kembali, jika sudah sesuai akan diserahkan ke
pasien.
4. Penyerahan obat ke pasien dengan memanggil nama pasien setelah
itu mencocokkan nomor resep pasien jika benar obat akan
diserahkan beserta dengan informasi obatnya.
24
5. Penerimaan resep sampai dengan penyerahan resep di Apotek ini
sudah cukup baik dan sesuai.
7. Pelayanan Informasi Obat (PIO) dan Konsultasi dengan Apoteker
Pelayanan informasi obat (PIO) adalah kegiatan penyediaan dan
pemberian informasi, rekomendasi obat yang independen, akurat,
komprehensif, terkini oleh apoteker kepada pasien, tenaga kesehatan,
masyarakat maupun pihak yang memerlukan.Kegiatan Pelayananinformasi
obat (PIO) yang dilaksanakan di Apotek ini, diantaranya adalah menjawab
pertanyaan dari pasien, membuat brosur, leafleat, dan lain-lain untuk dapat
diketahui oleh pasien.Sedangkan Konsultasi dengan Apoteker yaitu konseling
pasien yang merupakan informasi khusus kepada pasien yang mempunyai
kriteria pasien untuk diberikan konseling, seperti : pasien penyakit kronis,
pasien kondisi khusus, pasien dengan tingkat kepatuhan rendah, pasien
dengan polifarmasi, dan pasien yang menggunakan obat dengan indeks terapi
sempit(digoksin, fenitoin, teofilin). Hasil dari kegiatan Pelayanan informasi
obat (PIO) tersebut akan dicatat dan didokumentasikan untuk arsip laporan.
8. Standar Prosedur Operasional (SPO/SOP)
Standar Prosedur Operasional (SPO/SOP) di Apotek ini sudah diterapkan
dan sesuai, standar pelayanan sudah ditempel pada dinding agar dapat dilihat
dan dibaca, beberapa standar pelayanannya adalah sebagai berikut :
1. Standar Pelayanan Apotek Kimia Farma ( Lemari Narkotik)
2. Lemari dalam keadaan baik, tidak berpindah tempat dan layak
digunakan
3. Terdapat kartu stok dan cek jumlah stok sesuai dengan catatan kartu
setiap hari
4. Laporan bulanan sesuai, kerjakan dan selesai sebelum tanggal 5
5. Lemari dalam keadaan terkunci dan dapat segera dibuka bila dibutuhkan
9. Standar Sarana Apotek Kimia Farma (Seragam Kerja)
1. Seragam kerja yang digunakan bersih, tapi sesuai dengan jadwal yang
telah ditetapkan
2. Memakai ID / atribut / kartu pengenal di sebelah kiri dada
3. Masker digunakan saat meracik
25
4. Apoteker memakai jas praktek, terdapat papan nama Apoteker di
sebelah kiri dada.
10. Standar Kebersihan Ruang Peracikan (Pastikan)
1. Terdapat alat racik yang bersih, kering dan rapi siap digunakan
2. Terdapat alat tulis, sarana lain yang lengkap, siap digunakan
3. AC / exhause Fan / kipas tetap terjaga bersih dan bekerja dengan baik
4. Ruangan tidak berdebu dan tidak berbau
5. Tidak terdapat kotoran sampah
6. Tempat sampah dalam keadaan kering, bersih, dan tertutup rapi.
d. Pelayanan OOT
Obat-obat tertentu (OOT) adalah obat yang bekerja di sistem syaraf
pusat selain narkotika dan psikotropika yang pada penggunaan di atas
dosis terapi dapat menyebabkan ketergantungan dan perubahan khas
pada aktivitas metal dan perilaku. Kriteria obat-obat tertentu dalam
peraturan terdiri atas obat atau bahan obat yang menagdung ; Tramadol,
Triheksifenidil, Klorpromazin, Amitriptilin, Haloperidol. Dan
Dextrometrophan. Obat-obat tertentu tersebut tidak boleh di jual di toko
obat
2
BAB III
KEGIATAN PRAKTEK KERJA LAPANGAN
27
A: Accountability
Memegang teguh amanah perusahaan dengan bekerja profesional,
memelihara integritas dan membangun kerjasama
R: Responsible
Bertanggung jawab bekerja tepat waktu, tepat target dan menyerahkan
hasil kerja berkualitas dengan menyertakan semangat pantang
menyerah dan bijaksanasaat menghadapi masalah
E: Eco Friendly
Membangun sistem dan perilaku ramah lingkungan
B.Struktur Organisasi Apotek
1. Struktur Organisasi Kimia Farma Katang
Nama Instalasi : Apotek Kimia Farma Katang
APA : Mufida, S.Farm., Apt
SIPA : 19920530/SIPA-35.06/2019/2257
STRA : 19920530/STRA-UNEJ/2017/249174
NIB : 8120004902508
Telepon : (0354)2890814
APA
KORTEK
TTK TTK
TTK
Dina Aprilia
28
Keterangan:
a. Mufida, S.Farm., Apt
Sebagai Apoteker penanggung jawab Apotek Kimia Farma Katang Kediri.
b. Noor Dwi Saputro, S.Farm., Apt
Sebagai koordinator teknis lapangan apotek.
c. Rizal Aziz, S.Farm., Apt
Sebagai koordinator swalayan dan TTK.
d. Juleha Dwi Anggraini
Sebagai koordinator faktur dan TTK.
e. Dina Aprilia
Sebagai TTK.
1. Perencanaan
Perencanaan adalah suatu proses kegiatan seleksi sediaan farmasi dan
perbekalan kesehatan untuk menentukan sediaan farmasi dan perbekalan
kesehatan sesuai dengan jumlah, jenis, dan waktu yang tepat. Proses
perencanaan di Apotek Kimia Farma Katang dilakukan dengan menyeleksi
obat dan perbekalan kesehatan yang telah habis atau yang stoknya tinggal
sedikit. Perencanaan obat didasarkan pada jumlah obat yang habis. Dalam
satu bulan dibuat dua kali. Pada minggu ke-1 dibuat berdasarkan manual dan
pada minggu ke-4 berdasarkan pareto frekuensi dan dikirim via email ke BM.
Setelah ituperencanaan ini selanjutnya akan dilakukan tahap pengadaan.
29
2. Pengadaan
Pengadaan adalah suatu proses kegiatan yang bertujuan agar
tersedianya sediaan farmasi dengan jumlah dan jenis yang cukup sesuai
dengan kebutuhan pelayanan.Pengadaan barang apotek baik berupa obat
dan perbekalan farmasi lainnya dilakukan oleh Tenaga Teknis
Kefarmasian yang bertanggung jawab kepada Apoteker Penangung Jawab.
Pengadaan di Apotek Kimia Farma Katang dilakukan melalui:
a. Bisnis Manager (BM)
Bisnis Manager di kota Malang terletak di Apotek Kimia Farma
No.36 Jl.Raya Ijen no.88 Malang 65112. Apotek tersebut terdapat pusat
administrasi / bisnis manager Kota Malang yang terdiri dari Tata Usaha
dan gudang. Pemesanan obat dilakukan atas daras pareto obat dan
catatan tentang obat yang sudah habis tertulis secara manualmaupun
data yang ada dalam komputer.
Adapun prosedur pengadaan di Apotek Kimia Farma Katang
adalah sebagai berikut:
1. BPBA (Bon Permintaan Barang Apotek)
BPBA dibuat dan ditanda tangani oleh apoteker di Apotek Kimia
Farna Katang, BPBAberfungsi sebagai surat pemesanan (SP) ke
PBF, BPBA dibuat satu minggu dua kalidan jumlahnya dikirim ke
BM dengan mengirim data melalui email. Setelah itu muncul list
surat pemesanan dari BM yangdikirim dari outlet-outlet Kimia
Farma setelah itu dari BM surat tersebut diserahkan ke PBF.
2. PBF (Pedagang Besar Farmasi)
Dalam hal yang cito (segera) Apotek Kimia Farma Katang bisa
melakukan pemesanan obat secara langsung ke Pedagang Besar
Farmasi (PBF).
Cara Pemilihan PBF yang baik:
f. Merupakan PBF yang resmi
g. Memberikan diskon yang besar
h. Pengiriman barang cepat
i. Memberikan jatuh tempo waktu pembayaran yang relative lama
30
j. Dapat melakukan retur barang
3. Pembelian Antar Apotek Kimia Farma
Apotek Kimia Farma dapat mengambil barang ke apotek kimia farma
lain jika ada hutang obat pasien ini dinamakan droping antar AP (Apotek
Pelayanan)
4. Pengadaan Narkotika
Pemesanan obat golongan narkotika menggunakan SP khusus narkotika
dibuat rangkap empat, ditandatangani oleh apoteker dan dikirm ke PBF
Kimia Farma sebagai distributor resmi untuk penyaluran narkotika. Surat
Pemesanan lembar putih kie PBF, lembar kuning ke DINKES provinsi,
lembar pink ke DINKES Kota, dan lembar hijau sebagai arsip apotek.
Dalam satu surat pemesanan hanya boleh ditulis satu jenis obat narkotika.
5. Pengadaan Psikotropika
Surat pemesanan untuk Psikotropika dibuat rangkap tiga dan
ditandatangani oleh Apoteker, kemudian dikirim ke PBF yang ditunjuk.
Aturan pemesanan obat Psikotropika sama seperti pemesann obat kecuali
(narkotika) yaitu setiap satu SP bpleh untuk bermacam.
Pengadaan biasanya dilakukan berdasakan perencanaan yang telah dibuat
dan disesuikan dengan anggaran keuangan yang ada. Pengadaan barang
meliputi pemesanan, cara pemesanan, mengatasi kekosongan dan
pembayaran.
Pemesanan barang atau order dilakukan oleh apoteker berdasarkan
catatan yang ada dalam buku habis berisi catatan barang-barang yang
hampir habisatau yang sudah habis diapotek.
6. Pengadaan obat regular secara otomatis di computer.
Cara pemesanan barang dilakukan dengan menuliskan SP. Selain
narkotika psikotropika meliputi tanggal, nomor pesanan, kode
supplie nama barang, satuan barang, dan jumlah barang,. SP akan
diambil salesman dari masing-masing PBF, apabila salesman PBF
tidak datang order bisa dilakukan melalui telepon (untuk obat selain
narkotika dan psikotropika).
31
Mengatasi pemesanan obat akibat waktu antara pemesanan dan
kedatangan barang yang lama.
Pembayaran dapat dilakukan dengan cara COD (Cast On
Delivery) atau kredit.
3. Penerimaan
Barang pesanan dari PBF yang datang diterima oleh petugas penerimaan
barang dan harus disesuaikan dengan faktur dan SP. Pemeriksaan dilakukan
terhadap nama barang, jenis barang, jumlah barang, tanggal kadaluarsa obat,
serta kondisi fisik barang. Apabila barang sesuai dengan pemesanan, faktur
diberi stempel apotek, tanggal dan ditandatangani oleh petugas pembelian serta
diberi nomor urut penerimaan. Faktur yang asli dikembalikan kepada PBF
yang akan digunakan sebagai bukti penagihan, sedangkan satu lembar salinan
disimpan untuk arsip di apotek dan satu lembar salinan diserahkan ke BM. Jika
barang tidak sesuai dengan SP atau ada kerusakan fisik, maka bagian
pembelian akan membuat nota pengembalian barang atau retur dan
mengembalikan barang tersebut ke PBF yang bersangkutan untuk ditukar
dengan barang yang sesuai.
4. Penyimpanan
Penyimpanan adalah perintah kegiatan menyimpan dan memelihara
dengan cara menempatkan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan yang
diterima pada tempat yang aman dan dapat menjamin mutunya. Bila ditaruh di
lantai harus di atas palet, di tata rapi di atas rak atau lemari khusus (untuk
narkotika dan psikotropika). Barang yang telah diperiksa oleh petugas
penerimaan barang, disimpan sesuai tempatnya masing-masing serta mencatat
tanggal, bulan dan tahun barang masuk, nomor penerimaan barang, jumlah
obat yang masuk, sisa obat setelah penambahan serta paraf petugas penerima
pada kartu stok. Jika ternyata obat yang ada pada wadah masih banyak maka
obat yang baru datang disimpan di gudang. Penyimpanan perbekalan farmasi
dikelompokkan berdasarkan sistem FIFO ( first in first out) dan FEFO (first
expired first out), farmakologi, psikotropika, narkotika, OOT, Regulae,
Alphabetis dan disertai brosur.
32
Penataan dan pemisahan perbekalan farmasi dilakukan berdasarkan bentuk
sediaan dan disusun secara alfabetis berdasarkan golongan, antara lain :
a. Sediaan padat yang termostabil digolongkan sesuai dengan
farmakologinya antara lain sistem saraf pusat, sistem pencernaan,
sistem pernafasan, alergi, hormon, sistem kardiovaskular dan sistem
hematopoetik dan antiinfeksi.
b. Sediaan cair seperti sirup, suspensi, emulsi maupun drop disimpan pada
lemari terpisah dengan sediaan obat lainnya.
c. Sediaan steril seperti obat tetes mata, obat tetes telinga dan infus
disimpan pada lemari yang sama, begitu juga dengan sediaan semisolid
seperti salep, krim dan gel.
d. Sediaan obat yang termolabil disimpan pada lemari pendingin.
e. Obat generik berlogo maupun obat produk PT. Kimia Farma disimpan
pada lemari tersendiri.
f. Obat golongan narkotika dan psikotropika disimpan pada lemari
tertutup yang terkunci.
g. Obat loss, yaitu obat yang langsung diambil dari wadah atau kemasan
aslinya Biasanya wadah atau kemasan obat loss berupa wadah plastik
besar dimana tablet atau kapsulnya tidak dikemas lagi menggunakan
blister atau strip.
h. Obat yang masuk pada kategori fast moving disimpan dibagian depan
dekat dengan kasir agar mudah saat pengambilan.
i. Obat bebas, obat bebas terbatas, suplemen makanan, kosmetik dan alat
kesehatan, dan lain-lain, disimpan di swalayan farmasi dan disesuaikan
dengan kegunaannya.
5. Pemusnahan dan penarikan
a. Obat kadaluarasa atau rusak harus dimusnahkan sesuai dengan jenis dan
bentuk sediaan. Pemusnahan obat di Kimia Farma Katang sesuai
dengan peraturan pemerintah atau sesuai dengan Undang-undang No73
Tahun 2016, pemusnahan obat kadaluarsaatau rusak yang mengandung
33
b. narkotika dan psikotropika dilakukan oleh Apoteker dan disaksikan
oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Pemusnahan Obat selain
narkotika dan psikotropika dilakukan oleh Apoteker dan disaksikan
oleh tenaga medis kefarmasian lain yang memilki surat izin praktik atau
izin kerja. Pemusnahan obat atau bahan obat obat padat dengan cara
ditanam, pemusnahan obat atau bahan obat cair dengan cara diencerkan
terlebih dahulu, atau dititipkan ke DinKes. Pemusnahan dibuktikan
dengan berita acara menggunakan Formulir I sebagaiman terlampir.
c. Resep telah disimpan melebihi jangka waktu 5 (lima) tahu dapat
dimusnahkan. Pemusnahan resep dilakukan oleh apoteker disaksikan
sekurang-kurangnya petugas lain di apotek dengan berita acara.
Pemusnahan resep mengguanakan Formulir 2 sebagaimana terlampir
dan selanjutnya dilaporkan kepada dinas kesehatan kabupaten/kota.
d. Pemusnahan dan penarikan bahan sediaan farmasi dan bahan medis
habis pakai yang tidak dapat digunakan harus dilaksanakan dengan cara
yang sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundangan-undangan No.73
Tahun 2016.
e. Penarikan Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai dilakukan
terhadap produk yang izin edarnya dicabut oleh Menteri.
6. Pengendalian
Untuk mencegah atau meminimalisir kerugian akibat kehilangan atau
kerusakan barang dilakukan kegiatan pengendalian antara lain :
a. Memberikan label expire date pada kotak obat, sehingga dapat
diketahui waktu kadaluarsa masing-masing obat.
b. Melakukan uji petik setiap hari. Uji petik dilakukan dengan cara
mengambil 20 macam obat secara acak, kemudian stok fisik dari
masing-masing obat tersebut dihitung dan dibandingkan dengan stok
pada komputer, apakah sesuai atau tidak.
c. Melakukan stok opname setiap triwulan. Seluruh kegiatan stok opname
di bawah tanggung jawab Apoteker Penanggung Jawab. Stok opname
dilakukan oleh TenagaTeknis Kefarmasian, hasil stok opname
34
dilaporkan kepada Apoteker Penanggung Jawab sehingga memberikan
informasi mengenai kondisi dan nilai barang apotek untuk kemudian
merumuskan tindakan penyelesaian jika ada masalah atau
ketidaksesuaian.
Adapun tujuan dari stok opname, yaitu :
a. Mengetahui jumlah fisik barang yang ada di stok dan kesesuaiannya
dengan data komputer, sehingga jika terjadi kehilangan dapat dideteksi
lebih awal.
b. Mendata barang-barang yang sudah kadaluarsa atau telah mendekati
waktu kadaluarsa. Barang-barang yang telah kadaluarsa dipisahkan dan
dibuat laporannya secara tersendiri.
c. Mengetahui barang-barang yang slow moving dan fast moving sebagai
acuan untuk perencanaan pengadaan yang lebih baik.
7. Penyaluran
Penyaluran sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan di Apotek Kimia
Farma Katang dilakukan terhadap pelayanan resep dokter dan pelayanan
non resep yang meliputi obat-obat HV (Hand Verkoop) atau OTC (Over
The Counter), UPDS (Upaya Pengobatan Diri Sediri), kosmetik, dan alat
kesehatan. Penjualan dapat dilakukan secara tunai dan kredit.
8. Pencatatan dan Pelaporan
1. Pencatatan penjualan dicatat dalam buku laporan, dan buku data pasien
(rekap) dan imput data di computer setiap hari.
2. Pelaporan pemakaian obat narkotika dan psikotropikadilakukan setiap
bulan paling lambat tanggal 10 menggunakan aplikasi SIPNAP
9. Stock Opname
a. Proses stock opname Apotek Kimia Farma Katang:
Dilakukan setiap tiga bulan sekali, untuk semua obat, alkes, dan
bang-barang yang berada dalam swalayan.
Menyesuaiakan jumlah fisik barang dan jumlah pengeluaran obat
berdasarkan laporan penjualan perbulan.
Hasil stock opname diperiksa oleh pimpinan apotek.
35
Jika hasil stock opname sesuai makan dapat disetujui, jika tidak
sesuai maka diperiksa kembali dimana letak ketidaksamaannya.
Hasil stock opname yang telah disetujui, akan dikirimkan ke BM.
b. Fungsi Stock Opname
Mengetahui stock barang yang tertinggal sehingga dapat dievaluasi
apakah terjadi kekurangan atau tidak.
Mengetahui barang-barang atau obat yang fast moving atau slow
moving serta yang tidak terjual.
Mengetahuai laba dan rugi perusahaan.
Mengetahui obat atau barang yang akan kadaluarsa.
35
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Dari hasil Kegiatan Praktik Kerja Lapangan (PKL) di Apotek Kimia
Farma Katang dapat disimpulkan, sebagai berikut :
- Pengelolaan Obat (manajerial) di Apotek ini yang meliputi : Sediaan
Farmasi, Alat Kesehatan, Pengarsipan Resep, dan Sumber Daya Kesehatan
sudah dikelola dengan baik dan dan sesuai.
- Pelayanan Farmasi Klinik, yang meliputi : Penerimaan resep sampai
dengan penyerahan obat, Pelayanan Informasi Obat (PIO) dan Konsultasi
dengan Apoteker, serta Standar Prosedur Operasional (SPO/SOP) sudah
sesuai dengan prosedur.
- Monitoring dan Evaluasi Pelayanan Kefarmasian dengan metode evaluasi
secara audit sudah berjalandengan baik.
B. Saran
Saran yang dapat kami berikan sebagai masukan untuk meningkatkan
Pelayanan Kefarmasian di Apotek Kimia Farma Katang, yaitu sebagai berikut:
- Dalam penyimpanan obat diperlukan gudang penyimpanan obat yang lebih
baik dengan memperhatikan suhunya untuk menyimpan obat yang baru
datang agar dapat disimpan dengan rapi dan baik.
- Perlu penambahan kolom nomor batch pada kartu stok.
- Mengadakan pelayanan kefarmasian di rumah (home pharmacy care)
seperti mengadakan kunjungan rumah khususnya untuk kelompok lansia
dan pasien dengan pengobatan penyakit kronis lainnya.
- Sebaiknya metode evaluasi yang di gunakan tidak hanya audit tetapi
dengan metode evaluasi yang lainnya seperti review, survei, dan observasi,
metode-metode tersebut dapat digabungkan sehingga monitoring dan
evaluasi dapat berjalan dengan lebih baik.
- Terdapat 1 ruang khusus untuk konseling pasien agar pasien merasa lebih
nyaman untuk konseling dengan Apoteker.
36
- Sebaiknya dilakukan pencatatan waktu tunggu obat racikan dan non
racikan agar pasien tidak lama menunggu
45
DAFTAR PUSTAKA
1. Depkes RI. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009
tentang Kesehatan. Jakarta: Depkes RI. 2009.
10. Hartono. Manajemen Apotek Cetakan ke II. Jakarta: Depot Informasi Obat.
1998.
11. Depkes RI. 1997. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1997
tentang Psikotropika. Jakarta: Depkes RI. 1997.
12. Umar, M. Manajemen Apotek Praktis Cetakan ke IV. Jakarta: PD. Wira Putra
Kencana. 2012.
13. Arifin J & Prasetya H.A. Manajemen Farmasi Rumah Sakit Berbasis
Komputer. PT Elex Media Kompetindo. Jakarta. 2006. h.1-
38
LAMPIRAN
Lampiran 1 : Alur Pelayanan Obat di Apotek
Pasien datang
Pasien menyampaikan
keluhan
Apoteker/TTK
Pasien setuju
Pengambilan obat
39
Lampiran 2 : Struktur Organisasi Apotek Kimia Farma Katang
APA
Mufida, S.Farm.,Apt
KORTEK
TTK TTK
TTK
Dina Aprillia
40
Lampiran 3 : Alur Permintaan, Pelaporan,Pemberian Obat, dan KIE
P
BM Malang
Dropping
PBF
Gudang
Barang disusun
41
Pelaporan :
Pelaporan
SIPNAP
42
Lampiran 4: Alur Pelayanan Resep Non Racik
Menentukan pembayaran
Penyiapan Obat
KIE :
Penyerahan obat
Pemberian konseling,
informasi, dan edukasi
Monitoring penggunaan
obat
44
45
Lampiran 6: Alur Pelayanan Resep Racik
Resep diarsipkan
46
Lampiran 7: Apotek Kimia Farma Katang
60
Lampiran 8: Rak Putar Obat
47
Lampiran 10: Obat Narkotika dan Psikotropika
47
Lampiran 13 : Penyimpanan Supositoria
49
Lampiran 15 : Tempat Peracikan Obat
Lampiran 17 : Etiket
50
Lampiran 18 : Kartu Stok
52
Lampiran 20 : Form Surat Pesanan Obat Prekursor
54
Lampiran 22 : Form Surat Pesanan Narkotika
56
60
Lampiran 24 : Contoh Form Penerimaan Barang
57
Lampiran 26 : Daftar Stock Opname
59
Lampiran 29 : Contoh Resep
61
Formulir 1 : Berita Acara Pemusnahan Obat Kadaluwarsa / Rusak
60
Formulir 2 : Berita Acara Pemusnahan Resep
61