Anda di halaman 1dari 40

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Obat merupakan suatu komponen penting dan strategis dalam sistem
pelayanan di Rumah Sakit, Apotek, maupun Puskesmas. Oleh karena itu perlu
diciptakan suatu aturan di bidang pemakaian obat sehingga dapat diupayakan
untuk memenuhi persyaratan efektif, aman, rasional dan murah. Pemilihan jenis
obat yang tepat dan efektif sangat mempengaruhi proses penyembuhan pasien
walaupun banyak faktor yang berpengaruh pada proses penyembuhan suatu
penyakit.
Untuk meningkatkan derajat kesehatan manusia dalam rangka mewujudkan
kesejahteraan rakyat perlu dilakukan upaya yaitu dengan membangun sarana-
sarana kesehatan yang merata dan terjangkau oleh pemerintah dan masyarakat
termasuk swasta secara menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan sehingga
masyarakat dapat menikmati pelayanan kesehatan dengan baik dan optimal,
dengan adanya pembangunan sarana-sarana kesehatan tersebut pemerintah dan
masyarakat mampu meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan untuk
hidup sehat
Apotek merupakan salah satu sarana pelayanan kesehatan dalam membantu
mewujudkan tercapainya derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat, selain
itu juga sebagai salah satu tempat pengabdian dan praktek profesi apoteker dalam
melakukan pekerjaan kefarmasian (Hartini dan sulasmono, 2006).
Di apotek masyarakat bisa mendapatkan pelayanan yang berhubungan
dengan obat-obatan, selain itu juga diharapkan dapat melakukan pengobatan
sendiri yaitu melalui obat-obat bebas atau tanpa resep dokter. Keberadaannya
sangat menunjang bagi kelangsungan kesehatan pasien. Pelayanan yang dilakukan
di apotek antara lain adalah pengelolaan obat yaitu perencanaan pembelian obat,
pengadaan, pembelian, pelayanan dan penyerahan obat kepada pasien serta
pelaporan dan administrasi.
Apotek merupakan salah satu lahan praktek yang berkaitan erat dengan
kegiatan dan pelayanan kefarmasian. Dengan demikian sebagai seorang farmasis

1
dirasa perlu membekali diri dengan pengetahuan mengenai pelayanan farmasi di
apotek. Pelaksanaan Praktek Kerja Lapangan di apotek bagi mahasiswa sangatlah
perlu dilakukan dalam rangka mempersiapkan diri untuk berperan langsung dalam
pengelolaan farmasi di apotek dan juga sebagai wadah untuk mengaplikasikan
ilmu yang selama ini didapatkan dari perkuliahan sesuai dengan fungsi dan
kompetensi Ahli Farmasi.
1.2 Tujuan PKL
Praktek Kerja Lapangan (PKL) bertujuan agar mahasiswa dapat
mengaplikasikan kompetensi yang telah diperoleh selama mengikuti pendidikan
pada dunia kerja sesuai dengan kondisi sebenarnya di tempat kerja.
1.3 Manfaat PKL
Kegiatan Praktek Kerja Lapangan ini bermanfaat untuk:
1. Untuk meningkatkan ilmu pengetahuan dan keterampilan dalam peracikan,
pembuatan, pengelolaan, penyimpanan dan penyerahan obat/ bahan obat, serta
perbekalan farmasi lainnya.
2. Untuk mengetahui ruang lingkup kerja dan tanggung jawab seorang tenaga
teknis kefarmasian di Apotek Warda Farma
3. Untuk meningkatkan, memperluas, memantapkan keterampilan mahasiswa
sebagai bekal memasuki lapangan kerja yang sesuai dengan kebutuhan
program pendidikan yang ditetapkan.

2
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Umum Apotek
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia (Kepmenkes
RI) No.1332/MENKES/SK/X/2002, tentang Perubahan atas Peraturan Menkes RI
No.922/MENKES/PER/X/1993 mengenai Ketentuan dan Tata Cara Pemberian
Izin Apotek, yang dimaksud dengan apotek adalah suatu tempat tertentu, tempat
dilakukan pekerjaan kefarmasian, penyaluran perbekalan farmasi kepada
masyarakat.
Apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktek
kefarmasian oleh apoteker. Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus dan
telah mengucapkan sumpah jabatan apoteker, mereka yang berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku berhak melakukan pekerjaan kefarmasian di
Indonesia sebagai apoteker (PERMENKES RI NO. 35, 2009).
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan No. 1027 tahun 2004 tentang
standar pelayanan kefarmasian di apotek, yang dimaksud dengan apotek adalah
tempat tertentu, tempat dilakukan pekerjaan kefarmasian dan penyaluran sediaan
farmasi, perbekalan kesehatan lainnya kepada masyarakat. Sediaan farmasi adalah
obat, bahan obat, obat tradisional dan kosmetik. Perbekalan kesehatan adalah
semua bahan selain obat dan peralatan yang diperlukan untuk menyelenggarakan
upaya kesehatan. Dan yang termasuk pekerjaan kefarmasian adalah pembuatan
termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan,
penyimpanan dan pendistribusi atau penyaluranan obat, pengelolaan obat,
pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat, serta pengembangan
obat, bahan obat dan obat tradisional.
Dimulai dengan berlakunya Peraturan Pemerintah (PP) No.26 Tahun 1965
tentang pengelolaan dan perizinan apotek, kemudian disempurnakan dalam
Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 1980, beserta petunjuk pelaksanaannya dalam
Peraturan Menteri Kesehatan No. 26 Tahun 1981 dan Surat Keputusan Menteri
Kesehatan No. 178 tentang ketentuan dan tata cara pengelolaan apotek. Peraturan
yang terakhir berlaku sampai sekarang adalah Keputusan Menteri Kesehatan

4
No.1332/Menkes/SK/X/2002 yang memberikan beberapa keleluasaan kepada
apotek untuk dapat meningkatkan derajat kesehatan yang optimal.
2.2 Tugas dan Fungsi Apotek
Pekerjaan kefarmasian yang dimaksud sesuai dengan Ketentuan Umum
Undang-undang Kesehatan No. 23 tahun 1992, meliputi pembuatan, pengolahan,
peracikan, pengubahan bentuk, percampuran, penyimpanan dan penyerahan
perbekalan farmasi lainnya dan pelayanan informasi mengenai perbekalan farmasi
yang terdiri atas obat, bahan obat, obat asli Indonesia (obat tradisional), bahan
obat asli Indonesia (simplesia), alat kesehatan dan kosmetika.
Berdasarkan PP No. 51 Tahun 2009, tugas dan fungsi apotek adalah:
a. Tempat pengabdian profesi seorang apoteker yang telah mengucapkan sumpah
jabatan Apoteker.
b. Sarana yang digunakan untuk melakukan Pekerjaan Kefarmasian
c. Sarana yang digunakan untuk memproduksi dan distribusi sediaan farmasi
antara lain obat, bahan baku obat, obat tradisional, dan kosmetika.
d. Sarana pembuatan dan pengendalian mutu Sediaan Farmasi, pengamanan,
pengadaan, penyimpanan dan pendistribusi atau penyaluranan obat,
pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat,
serta pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional.
2.3 Standar Pelayanan Kefarmasian
Pelayanan kefarmasian di apotek saat ini telah mempunyai standar dengan
diterbitkannya Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1027/MENKES/SK/IX/2004 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek.
Tujuan diterbitkannya surat keputusan ini adalah sebagai pedoman praktek
apoteker dalam menjalankan profesi, melindungi masyarakat dari pelayanan yang
tidak professional, dan melindungi profesi dalam praktek kefarmasian di apotek
sehingga diharapkan pelayanan kefarmasian yang diselenggarakan dapat
meningkatkan kualitas hidup pasien (Menkes RI, 2004).
2.3.1 Pelayanan Kefarmasian
Pelayanan kefarmasian adalah bentuk pelayanan dan tanggungjawab
lagsung profesi apoteker dalam pekerjaan kefarmasian untuk meningkatkan

5
kualitas hidup pasien (Menkes RI, 2004). Pelayanan kefarmasian merupakan
proses kolaboratif yang bertujuan untuk mengidentifikasi, mencegah dan
menyelesaikan masalah obat dan masalah yang berhubungan dengan kesehatan
(Situmorang, 2000). Pelayanan kefarmasian dalam hal memberikan perlindungan
terhadap pasien, berfungsi sebagai (Bahfen, 2006):
a. Menyediakan informasi tentang obat – obatan kepada tenaga kesehatan
lainnya, tujuan yang ingin dicapai mencakup mengidentifikasikan hasil
pengobatan dan tujuan akhir pengobatan, agar pengobatan dapat diterima untuk
terapi, agar diterapkan penggunaan secara rasional, memantau efek samping
obat, dan menentukan metode penggunaan obat.
b. Mendapat rekam medis untuk digunakan pemilihan obat yang tepat.
c. Memantau penggunaan oabt apakah efektif, tidak efektif, reaksi yang
berlawanan, keracunan, dan jika perlu memberikan saran untuk memodifikasi
pengobatan.
d. Menyediakan bimbingan dan konseling dalam rangka pendidikan kepada
pasien.
e. Menyediakan dan memelihara serta memfasilitasi pengujian pengobatan bagi
pasien penyakit kronis.
f. Berpartisipasi dalam pengelolaan obat – obatan untuk pelayanan gawat darurat.
g. Pembinaan pelayanan informasi dan pendidikan bagi masyarakat.
h. Partisipasi dalam penilaian penggunaan obat dan audit kesehatan.
i. Menyediakan pendidikan mengenai obat – obatan untuk tenaga kesehatan.
2.3.2 Pelayanan Resep
Pelayanan resep adalah suatu proses pelayanan terhadap permintaan tertulis
dokter, dokter gigi, dan dokter hewan kepada apoteker untuk menyediakan dan
menyerahkan obat bagi pasien sesuai perundangan yang berlaku. Prosedur tetap
pelayanan resep:
A. Skrining Resep
1. Melakukan pemeriksaan kelengkapan dan keabsahan resep yaitu nama
dokter, nomor izin praktek, alamat, tanggal penulisan resep, tanda tangan

6
atau para dokter serta nama, alamat, umur, jenis kelamin, dan berat badan
pasien.
2. Melakukan pemeriksaan kesesuaian farmasetik yaitu: bentuk sediaan, dosis,
frekuensi, kekuatan, stabilitas, inkompatibilitas, cara, dan lama pemberian
obat.
3. Mengkaji aspek klinis yaitu: adanya alergi, efek samping, interaksi
kesesuaian (dosis, durasi, jumlah obat dan kondisi khusus lainnya),
membuatkan kartu pengobatan pasien (medication record).
4. Mengkonsultasikan ke dokter tentang masalah resep apabila diperlukan.
B. Penyiapan Sediaan Farmasi dan Perbekalan Kesehatan
1. 1.Menyiapkan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan sesuai
denganpermintaan pada resep
2. Menghitung kesesuaian dosis dan tidak melebihi dosis maksimum
3. Mengambil obat dengan menggunakan sarung tangan/alat/spatula/sendok
4. Menutup kembali wadah obat setelah pengambilan dan mengembalikan ke
tempat semula
5. Meracik obat (timbang, campur, kemas)
6. Mengencerkan sirup kering sesuai takaran dengan air yang layak minum 7.
Menyiapkan etiket
7. Menuliskan nama dan cara pemakaian obat pada etikat sesuai dengan
permintaan pada resep.
C. Penyerahan Sediaan Farmasi dan Perbekalan Kesehatan (Depkes RI, 2006).
1. Melakukan pemeriksaan akhir sebelum dilakukan penyerahan
2. Memanggil nama dan nomor tunggu pasien
3. Memeriksa ulang identitas dan alamat pasien
4. Menyerahkan obat yang disertai pemberian informasi obat
5. Membuat salinan resep sesuai denagn resep asli
6. Resep diparaf oleh Apoteker
7. Menyiapkan resep pada tempatnya dan mendokumentasikan
D. Pelayanan Informasi Obat

7
Apoteker harus memberikan informasi yang benar, jelas dan mudah
dimengerti, akurat, tidak bias, etis, bijaksana, dan terkini. Informasi obat pada
pasien sekurang-kurangnya meliputi: cara pemakaian obat, cara penyimpanan
obat, jangka waktu pengobatan, aktivitas serta makanan dan minuman yang
harus dihindari selama terapi (Menkes RI, 2004).
2.3.3 Promosi dan Edukasi
Dalam rangka pemberdayaan masyarakat, apoteker harus memberikan
edukasi apabila masyarakat ingin mengobati diri sendiri (swamedikasi) untuk
penyakit ringan dengan memilihkan obat yang sesuai dan apoteker harus
berpartisipasi secara aktif dalam promosi dan edukasi. Apoteker ikut membantu
diseminasi informasi, antara lain dengan penyebaran leaflet / brosur, poster,
penyuluhan, dan lain-lainnya.
2.3.4 Pelayanan Konsumen
Pelayanan konsumen dapat berupa produk, jasa atau campuaran produk dan
jasa. Apotek merupakan pelayanan produk dan jasa yang dikaitkan dengan
kepuasan konsumen (Harianto, 2005).
2.4 Pengelolaan Apotek ( Permenkes, 2004)
Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis
Pakai dilakukan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku
meliputi perencanaan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan, pemusnahan,
pengendalian, pencatatan dan pelaporan.
a. Perencanaan
Dalam membuat perencanaan pengadaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan
Bahan Medis Habis Pakai perlu diperhatikan pola penyakit, pola konsumsi,
budaya dan kemampuan masyarakat.
b. Pengadaan
Untuk menjamin kualitas Pelayanan Kefarmasian maka pengadaan Sediaan
Farmasi harus melalui jalur resmi sesuai ketentuan peraturan perundang-
undangan.
c. Penerimaan

8
Penerimaan merupakan kegiatan untuk menjamin kesesuaian jenis spesifikasi,
jumlah, mutu, waktu penyerahan dan harga yang tertera dalam surat pesanan
dengan kondisi fisik yang diterima.
d. Penyimpanan
1. Obat/bahan Obat harus disimpan dalam wadah asli dari pabrik. Dalam hal
pengecualian atau darurat dimana isi dipindahkan pada wadah lain, maka
harus dicegah terjadinya kontaminasi dan harus ditulis informasi yang jelas
pada wadah baru. Wadah sekurang-kurangnya memuat nama Obat, nomor
batch dan tanggal kadaluwarsa.
2. Semua Obat/bahan Obat harus disimpan pada kondisi yang sesuai sehingga
terjamin keamanan dan stabilitasnya.
3. Sistem penyimpanan dilakukan dengan memperhatikan bentuk sediaan dan
kelas terapi Obat serta disusun secara alfabetis.
4. Pengeluaran Obat memakai sistem FEFO (First Expire First Out) dan FIFO
(First In First Out)
e. Pemusnahan
1. Obat kadaluwarsa atau rusak harus dimusnahkan sesuai dengan jenis dan
bentuk sediaan. Pemusnahan Obat kadaluwarsa atau rusak yang
mengandung narkotika atau psikotropika dilakukan oleh Apoteker dan
disaksikan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Pemusnahan Obat selain
narkotika dan psikotropika dilakukan oleh Apoteker dan disaksikan oleh
tenaga kefarmasian lain yang memiliki surat izin praktik atau surat izin
kerja. Pemusnahan dibuktikan dengan berita acara pemusnahan
menggunakan Formulir 1 sebagaimana terlampir.
2. Resep yang telah disimpan melebihi jangka waktu 5 (lima) tahun dapat
dimusnahkan. Pemusnahan Resep dilakukan oleh Apoteker disaksikan oleh
sekurang-kurangnya petugas lain di Apotek dengan cara dibakar atau cara
pemusnahan lain yang dibuktikan dengan Berita Acara Pemusnahan Resep
menggunakan Formulir 2 sebagaimana terlampir dan selanjutnya dilaporkan
kepada dinas kesehatan kabupaten/kota.
f. Pengendalian

9
Pengendalian dilakukan untuk mempertahankan jenis dan jumlah
persediaan sesuai kebutuhan pelayanan, melalui pengaturan sistem pesanan
atau pengadaan, penyimpanan dan pengeluaran. Hal ini bertujuan untuk
menghindari terjadinya kelebihan, kekurangan, kekosongan, kerusakan,
kadaluwarsa, kehilangan serta pengembalian pesanan. Pengendalian persediaan
dilakukan menggunakan kartu stok baik dengan cara manual atau elektronik.
Kartu stok sekurang-kurangnya memuat nama Obat, tanggal kadaluwarsa,
jumlah pemasukan, jumlah pengeluaran dan sisa persediaan.
g. Pencatatan dan Pelaporan
Pencatatan dilakukan pada setiap proses pengelolaan Sediaan Farmasi,
Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai meliputi pengadaan (surat
pesanan, faktur), penyimpanan (kartu stock), penyerahan (nota atau struk
penjualan) dan pencatatan lainnya disesuaikan dengan kebutuhan. Pelaporan
terdiri dari pelaporan internal dan eksternal. Pelaporan internal merupakan
pelaporan yang digunakan untuk kebutuhan manajemen Apotek, meliputi
keuangan, barang dan laporan lainnya. Pelaporan eksternal merupakan
pelaporan yang dibuat untuk memenuhi kewajiban sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan meliputi pelaporan narkotika (menggunakan
Formulir 3 sebagaimana terlampir), psikotropika (menggunakan Formulir 4
sebagaimana terlampir) dan pelaporan lainnya.
2.5 Penggolongan Obat (Ishak, dkk., 2006)
2.5.1 Obat Bebas
Obat bebas adalah obat yang boleh digunakan tanpa resep dokter (disebut
obat OTC = Over The Counter), terdiri atas obat bebas dan obat bebas terbatas. Ini
merupakan tanda obat yang paling "aman". Obat bebas, yaitu obat yang bisa dibeli
bebas di apotek, bahkan di warung, tanpa resep dokter, ditandai dengan lingkaran
hijau bergaris tepi hitam. Obat bebas ini digunakan untuk mengobati gejala
penyakit yang ringan. Misalnya : vitamin/multi vitamin (Livron B Plex, )
2.5.2 Obat Bebas Terbatas
Obat bebas terbatas (dulu disebut daftar W) yakni obat-obatan yang dalam
jumlah tertentu masih bisa dibeli di apotek, tanpa resep dokter, memakai tanda

10
lingkaran biru bergaris tepi hitam. Contohnya, obat anti mabuk (Antimo), anti flu
(Noza). Pada kemasan obat seperti ini biasanya tertera peringatan yang bertanda
kotak kecil berdasar warna gelap atau kotak putih bergaris tepi hitam, dengan
tulisan sebagai berikut :
P.No.1: Awas! Obat keras. Bacalah aturan pemakaiannya
P.No.2: Awas! Obat keras. Hanya untuk dikumur, jangan ditelan
P.No.3: Awas! Obat keras. Hanya untuk bagian luar dari badan
P.No.4: Awas! Obat keras. Tidak boleh ditelan
P.No.5: Awas! Obat keras. Hanya untuk dibakar
P.No.6: Awas! Obat keras. Obat wasir, jangan ditelan
Memang, dalam keadaaan dan batas-batas tertentu; sakit yang ringan masih
dibenarkan untuk melakukan pengobatan sendiri, yang tentunya juga obat yang
dipergunakan adalah golongan obat bebas dan bebas terbatas yang dengan mudah
diperoleh masyarakat. Namun apabila kondisi penyakit semakin serius sebaiknya
memeriksakan ke dokter. Dianjurkan untuk tidak sekali-kalipun melakukan uji
coba obat sendiri terhadap obat - obat yang seharusnya diperoleh dengan
mempergunakan resep dokter.
Apabila menggunakan obat-obatan yang dengan mudah diperoleh tanpa
menggunakan resep dokter atau yang dikenal dengan Golongan Obat Bebas dan
Golongan Obat Bebas Terbatas, selain meyakini bahwa obat tersebut telah
memiliki izin beredar dengan pencantuman nomor registrasi dari Badan Pengawas
Obat dan Makanan atau Departemen Kesehatan, terdapat hal- hal yang perlu
diperhatikan, diantaranya: Kondisi obat apakah masih baik atau sudak rusak,
Perhatikan tanggal kadaluarsa (masa berlaku) obat, membaca dan mengikuti
keterangan atau informasi yang tercantum pada kemasan obat atau pada brosur /
selebaran yang menyertai obat yang berisi tentang Indikasi (merupakan petunjuk
kegunaan obat dalam pengobatan), kontra-indikasi (yaitu petunjuk penggunaan
obat yang tidak diperbolehkan), efek samping (yaitu efek yang timbul, yang bukan
efek yang diinginkan), dosis obat (takaran pemakaian obat), cara penyimpanan
obat, dan informasi tentang interaksi obat dengan obat lain yang digunakan dan
dengan makanan yang dimakan.

11
2.5.3 Obat Keras
Obat keras (dulu disebut obat daftar G = gevaarlijk = berbahaya) yaitu obat
berkhasiat keras yang untuk memperolehnya harus dengan resep dokter, memakai
tanda lingkaran merah bergaris tepi hitam dengan tulisan huruf K didalamnya.
Obat-obatan yang termasuk dalam golongan ini adalah antibiotik (tetrasiklin,
penisilin, dan sebagainya), serta obat-obatan yang mengandung hormon (obat
kencing manis, obat penenang, dan lain-lain). Obat-obat ini berkhasiat keras dan
bila dipakai sembarangan bisa berbahaya bahkan meracuni tubuh, memperparah
penyakit atau menyebabkan mematikan.
2.5.4 Obat Wajib Apotik (OWA)
Obat wajib apotek adalah obat keras yang dapat diserahkan oleh apoteker di
apotek tanpa resep dokter.Menurut keputusan mentri kesehatan RI Nomor
347/Menkes/SK/VIII/1990 yang telah diperbaharui Mentri Kesehatan Nomor
924/Menkes/Per/X/1993 dikeluarkan dengan pertimbangan sebagai berikut :
1. Pertimbangan utama untuk obat wajib apotek ini sama dengan pertimbangan
obat yang diserahkan tanpa resep dokter, yaitu meningkatkan kemampuan
masyarakat dalam menolong dirinya sendiri guna mengatasi masalah
kesehatan, dengan meningkatkan pengobatan sendiri secara tepat, aman dan
rasional.
2. Pertimbangan yang kedua untuk meningkatkatkan peran apoteker di apotek
dalam pelayanan komunikasi, informasi dan edukasi serta pelayanan obat
kepada masyarakat.
3. Pertimbangan ketiga untuk peningkatan penyediaan obat yang dibutuhkan
untuk pengobatan sendiri. Obat yang termasuk kedalam obat wajib apotek
misalnya : obat saluran cerna (antasida), ranitidine, clindamicin cream dan lain-
lain.
2.5.5 Psikotropika dan Narkotika
Menurut Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika,
Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman
baik sintetis maupun semi sintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau
perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa

12
nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan, yang dibedakan ke dalam
golongan-golongan. Obat-obat ini mulai dari pembuatannya sampai
pemakaiannya diawasi dengan ketat oleh Pemerintah dan hanya boleh diserahakan
oleh apotek atas resep dokter. Tiap bulan apotek wajib melaporkan pembelian dan
pemakaiannya pada pemerintah.
1. Psikotropika
Psikotropika adalah Zat/obat yang dapat menurunkan aktivitas otak atau
merangsang susunan syaraf pusat dan menimbulkan kelainan perilaku, disertai
dengan timbulnya halusinasi (mengkhayal), ilusi, gangguan cara berpikir,
perubahan alam perasaan dan dapat menyebabkan ketergantungan serta
mempunyai efek stimulasi (merangsang) bagi para pemakainya.
Jenis–jenis yang termasuk psikotropika:
a. Ekstasi
b. Sabu-sabu
2. Narkotika
Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan
tanaman, baik sintetis maupun semi sintetis yang dapat menimbulkan
pengaruh-pengaruh tertentu bagi mereka yang menggunakan dengan
memasukkannya ke dalam tubuh manusia. Pengaruh tersebut berupa
pembiusan, hilangnya rasa sakit, rangsangan semangat, halusinasi atau
timbulnya khayalan-khayalan yang menyebabkan efek ketergantungan bagi
pemakainya. Macam-macam narkotika: Opiod (Opiat) Bahan-bahan opioida
yang sering disalahgunakan: Morfin, Heroin (putaw), Codein, Demerol
(pethidina). Methadone, Kokain, Cannabis (ganja).
2.5.6 Obat Nama Dagang dan Generik
Selain penggolongan obat tersebut, obat dapat dibagi menjadi obat bermerk
atau obat nama dagang (branded drug) dan obat generik.
1. Obat Generik (Unbranded drug) (Pupitasari, I, 2006)
Obat generik adalah obat dengan nama generik, nama resmi yang telah
ditetapkan dalam Farmakope Indonesia dan INN (International Non-propietary
Names) dari WHO (World Health Organization) untuk zat berkhasiat yang

13
dikandungnya. Nama generik ini ditempatkan sebagai judul dari monografi
sediaan-sediaan obat yang mengandung nama generik tersebut sebagai zat
tunggal (misalnya: Amoxicillin, Metformin).
2. Obat Nama Dagang (Branded drug) (Pupitasari, I, 2006)
Sedangkan yang dimaksud Obat Nama Dagang adalah nama sediaan obat
yang diberikan oleh pabriknya dan terdaftar di departemen kesehatan suatu
negara, disebut juga sebagai merek terdaftar. Dari satu nama generik dapat
diproduksi berbagai macam sediaan obat dengan nama dagang yang berlainan
,misal: Pehamoxil (berisi: Amoxicillin), Diafac (berisi: metformin) dll.
Obat pada waktu ditemukan diberi nama kimia yang menggambarkan
struktur molekulnya. Karena itu, nama kimia obat biasanya amat kompleks
sehingga tak mudah diingat orang awam. Untuk kepentingan penelitian
acapkali nama kimia ini disingkat dengan kode tertentu, misalnya PH 131.
Setelah obat itu dinyatakan aman dan bermanfaat melalui uji klinis, barulah
obat tersebut di daftarkan pada Badan Pengawasan Obat dan Makanan.
Obat tersebut mendapat nama generik dan nama dagang. Nama dagang
ini sering juga disebut nama paten. Perusahaan obat yang menemukan obat
tersebut dapat memasarkannya dengan nama dagang. Nama dagang biasanya
diusahakan yang mudah diingat oleh pengguna obat. Jadi, pada dasarnya obat
generik dan obat paten berbeda dalam penamaan, sedangkan pada prinsipnya
komposisi obat generik dan obat paten adalah sama.
Disebut obat paten karena pabrik penemu tersebut berhak atas paten
penemuan obat tersebut dalam jangka waktu tertentu. Selama paten tersebut
masih berlaku, tidak boleh diproduksi oleh pabrik lain, baik dengan nama
dagang dari pabrik peniru ataupun dijual dengan nama generiknya. Produksi
obat generiknya baru dapat dilakukan setelah obat nama dagang tersebut
berakhir masa patennya. Jika pabrik lain ingin menjual dengan nama generik
atau dengan nama dagang dapat dilakukan dengan mengajukan ijin lisensi dari
pemegang paten. Obat nama dagang yang telah habis masa patennya dapat
diproduksi dan dijual oleh pabrik lain dengan nama dagang berbeda yang biasa

14
disebut sebagai me-too product (di beberapa negara barat disebut branded
generic) atau tetap dijual dengan nama generik.

BAB III
TINJAUAN TEMPAT PKL
3.1 Sejarah dan Lokasi Apotek Warda Farma
Apotek Warda Farma merupakan usaha perorangan dalam bidang kesehatan
yang bertujuan untuk memberikan pelayanan kefarmasian pada masyarakat.
Apotek Warda Farma didirikan pada tahun 2015, apotek swasta ini berlokasi di
Jln. Diponegoro, Kel. Limba B, dengan kepemilikan seorang PSA, dan ditunjang
oleh adanya apoteker, tenaga teknis kefarmasian maupun tenaga lainya.
Apotek Warda Farma berada ditempat yang strategis atau berada di tempat
yang mudah ditemukan oleh banyak pasien. Apotek Warda Farma melakukan
kerjasama dengan praktek dokter spesialis kandungan dan praktek dokter spesialis
penyakit paru, sehingga obat- obat yang paling banyak dijual diapotek tersebut
adalah obat obatan kandungan dan penyakit paru.
Citra dari apotek Warda Farma semuanya tergantung pada pelayanan dari
karyawanya. Seorang pasien akan senang jika pelayanannya ramah dan
memuaskan untuk pasien. Untuk itu apotek Warda Farma merekrut beberapa
karyawan yang disiplin dan bertanggung jawab dalam pekerjaanya.
Apotek Warda Farma sudah memberikan pelayanan yang baik kepada
pasien dan sudah dibuktikan dengan masih aktifnya apotek Warda Farma yang
memberikan pelayanan kefarmasian hingga saat ini.
3.2 Struktur Organisasi Apotek Warda Farma
Berikut merupakan rincian karyawan apotek Warda Farma, yaitu:
Apoteker : Nugrah Yasni Angraini Toluhula S.Farm., Apt.
Asisten Apoteker : Lia Fiolita Matorang S.Farm

15
Tenaga Non Farmasi : 1. Marni Yusuf
2. Maryam Ihsan
3. Silvoni Timbola

NUGRAH YASNI ANGRAINI TOLUHULA S.Farm, Apt.


APOTEKER

LIA FIOLITA MATORANG S.Farm


ASISTEN APOTEKER

MARNI YUSUF SILVONI TIMBOLA MARYAM IHSAN


PETUGAS I PETUGAS II PETUGAS III

3.3 Tugas Pokok Masing- Masing Personalia


Apoteker bertanggungjawab dalam mengatur pengelolaan obat dalam
apotek, tentang jumlah pemasukan obat bebas, obat bebas terbatas, obat keras,
maupun narkotika, dan asisten apoteker membantu tugas apoteker misalnya dalam
meracik sediaan obat jika ada permintaan racikan, membantu pengolahan obat
juga diapotek Warda Farma, melakukan pencatatan stok obat dikartu stok pada
masing-masing obat, membantu mengecek expire date dari tiap obat yang ada di
apotek hingga membantu dalam hal pemusnahan obat-obatan yang telah
mengalami expire date, sedangkan petugas lain yang bukan merupakan tenaga
kerja kefarmasian memiliki tugas untuk membantu kerja dalam apotek.

16
Dari struktur organisasi diatas dapat disimpulkan beberapa tugas personalia
dari masing –masing orang yaitu:
1. Apoteker (NUGRAH YASNI ANGRAINI TOLUHULA S.Farm,Apt.) dalam
hal ini bertanggung jawab terhadap pengelolaan apotek meliputi pengelolaan
obat dalam apotek mulai dari perencanaan, pengadaan, penerimaan,serta
distribusi obat di apotek.
2. Asisten apoteker (LIA FIOLITA MATORANG S.Farm) dalam hal ini
bertanggung jawab dalam membantu kinerja apoteker dalam melakukan
pengelolaan obat diapotek serta melakukan pengecekan tentang stok jumlah
pemasukan masing- masing obat
3. Untuk petugas non farmasi memiliki kinerja untuk membantu melakukan
pelayanan resep yang ada diapotik serta membantu apoteker dalam melakukan
peracikan jika sewaktu – waktu ada resep racikan dan juga membantu kinerja
dari apoteker dan asisten apoteker dalam hal pelayanan farmasis hingga
pemusnahan obat yang telah mengalami expire date.
A. Tata ruang apotek
Apotek Warda Farma memiliki tata ruang yang terdiri dari:
1. Lemari penyimpanan obat generic, bebas, bebas terbatas dan sirup.
2. Lemari penyimpanan obat narkotik dan psikotropik
3. Kasir
4. Tempat meracik obat
5. Lemari penyimpanan resep
6. Lemari kulkas
7. Ruang tunggu pasien
8. Ruang sholat
9. Toilet
10. Gudang Obat
B. Pelaksanaan Magang
Tanggal : 7 Mei – 18 Mei 2018
Hari : Senin- Jumat
Waktu Pelaksanaan shift malam : 17.00 – 22.00 WITA

17
BAB IV
KEGIATAN PKL
4.1 Pengelolaan Sediaan Farmasi
a. Pemilihan
Dalam pemilihan obat yang selayaknya harus selalu
memperhatikan aspek farmakoekonomi dan hak pasien. Pemilihan jenis
obat yang tepat dan efektif sangat mempengaruhi proses penyembuhan
pasien walaupun banyak fakor yang berpengaruh pada proses
penyembuhan suatu penyakit.
Menurut WHO, pemilihan obat modern ataupun obat tradisional
guna untuk melindungi diri dari penyakit ataupun gejalanya. Selain itu
untuk menyembuhkan diri dari suatu penyakit yang diderita oleh pasien.
Pada Apotek Warda Farma, pemilihan obat berdasarkan obat-obat
yang banyak keluar, yakni obat-obat bronkodilator dan juga obat-obat
untuk ibu hamil. Hal ini dikarenakan dalam Apotek Warda Farma
memiliki praktek dokter untuk ibu hamil dan pasien penyakit paru oleh
sebab itu pemilihan obat-obat dalam Apotek Warda Farma lebih dominan
untuk obat ibu hamil (seperti vitamin, kalsium, dll) dan juga obat
penyakit paru.
b. Perencanaan
Dalam membuat perencanaan pengadaan sediaan farmasi perlu
diperhatikan pola penyakit dan kemampuan individu dalam
menyembuhkan penyakit sehingga obat-obat yang sering masuk dalam
perencanaan adalah yang terkait dengan penyakit tertentu (misalnya
diabetes, infeksi saluran pernafasan), dan contoh obat yang diagendakan
dalam perencanaan adalah Amoxicillin, cerini, Amadiab, dll (Depkes RI,
2006).
Perencanaan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan biasanya
dilakukan oleh Apoteker. Salah satu dokumen perencanaan yang ada di
Apotek adalah buku catatan obat yang sudah habis/mau habis yang
disebut buku defekta (Depkes RI, 2006).

18
Pada Apotek Warda Farma, perencanaan yang dilakukan yakni
memberikan stok (mengadakan obat) lebih banyak pada obat-obat yang
banyak keluar, seperti obat legres, vitamulti, dsb. Hal tersebut merupakan
obat-obat yang banyak keluar sehingga saat dilakukan stok obat maka
obat-obat yang banyak keluar distok lebih banyak dari pada yang sedikit
keluar.
c. Pengadaan
Pengadaan memberi gambaran pada bagian pembelian dan
perencanaan mengenai berapa banyak uang yang harus dihabiskan pada
beberapa bagian dari kategori barang dagangan dalam setiap bulannya
sehingga prediksi penjualan dan prediksi objek keuangan lain dapat
terpenuhi. Bagian perencanaan pengadaan membagi seluruh rencana
keuangan ke dalam berapa banyak item yang dibeli dan bagaimana
sistem yang digunakan untuk perencanaan barang dagangan dan
keberagamannya (Utami, 2006).
Faktor-faktor yang harus diperhatikan pada pembelian barang yaitu
(Umar, 2004):
1. Kondisi keuangan.
Kondisi likuiditas keuangan yang baik, selalu tepat waktu
membayar hutang, memberikan peluang untuk memperoleh diskon
yang lebih besar.
2. Jenis sediaan farmasi yang dibutuhkan.
Dalam menentukan jenis sediaan farmasi yang akan dibeli
apotek, harus berdasarkan data yang dibutuhkan oleh konsumen. Data
ethical dapat diperoleh dari resep-resep yang masuk ke apotek,
sedangkan data OTC dapat didasarkan pada kondisi pemukiman di
sekitar lokasi apotek dan obat-obat bebas yang sering diiklankan di
media elektronik.
3. Untuk menentukan jumlah yang harus dibeli, ditentukan berdasarkan
data historis jumlah sediaan farmasi yang dibutuhkan, kebutuhan
apotek setiap bulan, kondisi diskon, dan ukuran gudang.

19
4. Jarak apotek dengan pemasok.
Jarak apotek yang jauh dari supplier, lamanya waktu pengiriman
dan resiko kehabisan barang dapat dijadikan dasar dalam menentukan
jumlah pembelian.
5. Kondisi sosial politik
Kondisi sosial politik yang tidak stabil dapat menyebabkan
turunnya nilai uang, oleh karena itu membeli dalam jumlah besar
dapat dipertimbangkan.
6. Kondisi gudang
Pembelian barang harus disesuaikan dengan kapasitas gudang
dan sarana tempat penyimpanan obat seperti lemari pendingin.
7. Expired date
Batas expired date yang pendek memiliki resiko kerugian
barang rusak yang tinggi. Oleh sebab itu harus ada garansi dari
supplier tentang batas maksimal expired date (paling lambat),
misalnya paling lambat 6 bulan sebelum batas expired date, dapat
ditukar dengan obat yang baru.
Pada Apotek Warda Farma, cara pengadaan obat-obatan
dilakukan dengan 2 cara yaitu pengadaan secara langsung dan tidak
langsung. Untuk pengadaan secara langsung dimana karyawan apotek
Warda Farma langsung ke tempat pedagang besar farmasi dengan
membawa surat pesanan yang ditandai oleh Apoteker Pengelola
Apotek (APA). Sedangkan untuk pemesanan secara tidak langsung
bisa dilakukan dengan cara pemesanan atau order ke Pedagang Besar
Farmasi melalui sales ataupun dengan cara menelfon langsung ke
tempat yang dimaksudkan.
d. Penerimaan
Penerimaan barang harus dilakukan dengan mengecek kesesuain
barang yang datang dengan faktur dan SP. Kesesuain meliputi: nama
barang, jumlah barang, satuan, harga, diskon, dan nama PBF serta
mengecek masa kadaluarsanya. Faktur di periksa tanggal pesan dan

20
tanggal jatuh temponya, lalu di tanda tangani dan di cap oleh Apoteker
pengelola Apotek (APA) atau Asisten Apoteker (AA), yang mempunnyai
SIK. Kemudian faktur yang sudah ditanda tangani tersebut di masukkan
ke dalam format pembelian (Umar, 2011).
Pada Apotek Warda Farma, penerimaan barang (obat) akan dicek
terlebih dahulu barang yang diantar dengan surat pemesanan. Hal-hal
yang perlu diperiksa dalam kesesuaian yakni nama barang (obat), jumlah,
satuan, harga, nama PBF, expired date, serta diskon. Setelah diperiksa
dan memenuhi kesesuaian yang diinginkan lalu akan ditanda tangani dan
diberikan cap oleh Apoteker Pengelola Apotek (APA) atau Asisten
Apoteker (AA) yang memiliki SIK dan dimasukkan kedalam format
pembelian.
e. Penyimpanan
Obat / bahan obat harus disimpan dalam wadah asli dari pabrik.
Dalam hal pengecualian atau darurat dimana isi dipindahkan pada wadah
lain, maka harus dicegah terjadinya kontaminasi dan harus ditulis
informasi yang jelas pada wadah baru, wadah sekurang-kurangnya
memuat nomor batch dan tanggal kadaluarsa. Semua obat dan bahan obat
harus disimpan pada kondisi yang sesuai, layak dan menjamin kestabilan
obat/bahan obat tersebut (Umar, 2011).
Pada Apotek Warda Farma dalam hal cara penyimpanannya yakni
di dalam etalase dan ruang peracikan, dimana obat-obat yang ada dalam
apotek di simpan berdasarkan bentuk sediaannya dan golongan obatnya
(paten/generik) yang tersusun rapi sesuai abjad dengan menggunakan
prinsip FIFO (First in first out) yaitu obat yang lebih dulu masuk, akan
dikeluarkan terlebih dahulu. Selain itu dilakukan sistem FEFO (First
expired date first out) dimana obat yang memiliki kadaluarsa lebih cepat
akan dikeluarkan terlebih dahulu.
f. Pendistribusian
Pendistribusian Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai
merupakan kegiatan pengeluaran dan penyerahan Sediaan Farmasi dan

21
Bahan Medis Habis Pakai secara merata dan teratur untuk memenuhi
kebutuhan sub unit/satelit farmasi Puskesmas dan jaringannya.
Tujuannya adalah untuk memenuhi kebutuhan Sediaan Farmasi sub unit
pelayanan kesehatan yang ada di wilayah kerja apotek dengan jenis,
mutu, jumlah dan waktu yang tepat (PERMENKES No.74, 2016).
Pada Apotek Warda Farma melakukan pelayanan obat dengan
resep dokter maupun tanpa resep dokter. Dimana untuk pelayanan tanpa
resep dokter dilakukan atas permintaan langsung dari si pasien, dimulai
dari karyawan apotek/Apoteker bersangkutan langsung menanyakan
keluhan yang dirasakan dari si pasien, setelah itu langsung
merekomendasikan beberapa obat yang memiliki indikasi dari keluhan
tersebut. Jika pasien setuju atau sudah menentukan pilihan obat yang
akan dibeli maka dilakukan proses pembayaran langsung ke bagian
pembayarannya dan memberikan pelayanan informasi obat yang
diperlukan.
Sedangkan untuk pelayanan obat dengan resep dokter memiliki
beberapa alur yakni
1. Karyawan apotek menerima resep dari pasien
2. Melihat kelengkapan dari resep meliputi: Nama dokter, alamat, SIK,
No. telp. Dokter, tanggal penulisan resep, tanda R/, nama obat, jumlah
obat, aturan pakai, nama pasien, umur pasien, paraf dan tanda tangan
dokter (jika perlu ditanyakan kembali nama pasien dengan jelas)
3. Menghitung dan megonfirmasi harga obat kepada pasien
4. Jika pasien setuju dengan harga obat tersebut, maka resep langsung
diberikan kepada petugas peracikan untuk menyiapkan obat-obat yang
diminta dalam resep
5. Setelah obat disiapkan dan sudah diberi etiket sesuai aturan
pemakaiannya, maka petugas langsung menyerahkan obat yang sudah
dibungkus rapi dengan kantung plastik, dan resepnya diberikan ke
bagian kasir

22
6. Petugas dan pasien melakukan transaksi pembayaran sesuai harga
resep yang sudah disetujui bersama.
7. Petugas apotek melakukan pelayanan informasi obat yang terdiri dari
informasi indikasi obat, dosis, cara pemakaian obat dan informasi
lainnya yang diperlukan.
g. Pemusnahan dan Penarikan
1. Pemusnahan
Sediaan farmasi maupun alat kesehatan yang sudah tidak
memenuhi syarat sesuai standar yang ditetapkan harus dimusnahkan.
Penghapusan dan pemusnahan sediaan farmasi maupun alat kesehatan
yang tidak dapat/boleh digunakan harus dilaksanakan dengan cara
yang baik dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan yang
berlaku. Prosedur pemusnahan obat dan alat kesehatan hendaklah
dibuat yang mencakup pencegahan pencemaran di lingkungan dan
mencegah jatuhnya obat tersebut di kalangan orang yang tidak
berwenang. Sediaan farmasi dan alat kesehatan yang akan
dimusnahkan supaya disimpan terpisah dan dibuat daftar yang
mencakup jumlah dan identitas produk. Penghapusan dan pemusnahan
obat dan alat kesehatan baik yang dilakukan sendiri maupun oleh
pihak lain harus didokumentasikan sesuai dengan ketentuan dan
peraturan perundang-undangan yang berlaku (Direktorat Jenderal Bina
Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia dan Pengurus Pusat Ikatan Apoteker Indonesia, 2011).
Pada Apotek Warda Farma, pemusnahan dilakukan oleh
Apoteker dengan disaksikan oleh petugas-petugas lainnya diapotek
dengan cara dibakar, ditanam atau dengan cara pemusnahan lainnya.
Pemusnahan dibuktikan dengan membuat berita acara pemusnahan
dan selanjutnya dilaporkan kepada Dinas Kesehatan Kota Gorontalo.
Bahan (Obat-obat) yang perlu dimusnahkan yakni obat yang sudah
kadaluwarsa dan sudah rusak. Obat-obat untuk pemusnahan
disesuaikan dengan jenis dan bentuk sediannya. Jika sediaan obat

23
dalam bentuk tablet/kaplet maka obat tersebut ditumbuk hingga halus
lalu ditanam, untuk bentuk sediaan larutan akan diencerkan terlebih
dahulu lalu dimusnahkan sedangkan untuk bentuk sediaan lain seperti
suppo dan cream akan dihaluskan kemudian ditanam pada tempat
yang telah disediakan.
2. Penarikan
Penarikan sediaan farmasi yang tidak memenuhi pemilik izin
edar berdasarkan perintah penarikan oleh BPOM (Mandatory recall)
atau berdasarkan inisiasi sukarela oleh pemilik, izin edar (Voluntary
recall) dengan tetap memberikan laporan kepada kepala BPOM
(PERMENKES No 73, 2016)
h. Pencatatan dan Pelaporan
1. Pencatatan
Hal-hal yang perlu dalam pencatatan yakni melaksanakan tata
cara menyimpan resep, pencatatan persediaan farmasi, penyimpanan
surat pesanan, pencatatan dan penyimpanan laporan. Adapun dalam
hal Pencatatan Keuangan Dan Perbekalan Farmasi dimana keuangan
meliputi adminitrasi untuk uang masuk, uang keluar , buku harian
penjualan. Catatan mengenai uang masuk meliputi laporan penjualan
harian sedangkan uang yang keluar tercatat dalam buku pengeluaran
apotek (Utami, 2006).
Pada Apotek Warda Farma dalam hal pencatatan dilakukan 2
pencatatan yakni:
a. Pencatatan resep
b. Pencatatan penjualan harian dan obat tanpa resep
Untuk pencatatan resep, dimana petugas mencatat semua resep
yang ada saat hari kemarin. Adapun hal-hal yang perlu dicatat yakni
nama pasien, daftar obat yang diminta dalam resep, alamat pasien,
tanggal penulisan resep serta dokter yang melakukan pemeriksaan
pada pasien.

24
Sedangkan untuk pencatatan penjualan harian, dimana dicatat
penjualan makanan ringan ataupun minuman yang tersedia dalam
apotek. Adapun hal yang perlu dicatat yakni harganya dan nama
barangnya. Untuk pencatatan obat tanpa resep, dimana dicatat
dibelakang resep yang tersedia untuk nama obatnya serta harganya.
Pelaporanstandar/ketentuan peraturan perundang-undangan
dilakukan oleh
Untuk memudahkan dalam penulisan laporan yang akan
dilaporkan kepada Kantor Wilayah Departemen Kesehatan maka
khusus untuk obat narkotika diadakan stock opname setiap sebulan
sekali pada tanggal satu dan dibuat laporannya sebanyak tiga rangkap
yang ditunjukan ke Dinas Kesehatan Kota, serta tembusan ke Dinas
Kesehatan Propinsi dan Badan POM sediaan lainnya diadakan stock
opname setiap setahun sekali tiap akhir tahun.
Apoteker Pengelola Apotek (APA) menyusun resep yang telah
dikerjakan menurut urutan tanggal dan nomor urut penerimaan resep.
Resep harus disimpan setiap sekurang-kurangnya selama tiga tahun.
Resep yang mengandung narkotika dan psikotropika harus dipisahkan
dari resep lain. Untuk pelaporan resep harus dituliskan jumlah resep
yang masuk dengan mencantumkan harga dari masing-masing resep.
Resep yang telah disimpian melebihi jangka waktu penyimpanan
dapat dimusnahkan dan dibuat berita acaranya.
i. Pengelolaan Obat Narkotika dan Psikotropika (Umar, 2011).
1. Pengelolaan Obat Narkotika
Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35
Tahun 2009, Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman
atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semisintetis yang dapat
menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa,
mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat
menimbulkan ketergantungan, yang dibedakan ke dalam golongan-
golongan sebagaimana terlampir dalam Undang-Undang.

25
Pengendalian dan pengawasan narkotika, di Indonesia merupakan
wewenang Badan POM. Untuk mempermudah pengendalian dan
pengawasan narkotika maka pemerintah Indonesia hanya memberikan
izin kepada PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. untuk mengimpor bahan
baku, memproduksi sediaan dan mendistribusikan narkotika di seluruh
Indonesia. Hal tersebut dilakukan mengingat narkotika adalah bahan
berbahaya yang penggunaannya dapat disalahgunakan. Secara garis
besar pengelolaan narkotika meliputi pemesanan, penyimpanan,
pelayanan, pelaporan dan pemusnahan.
2. Pengelolaan Obat Psikotropika
Ruang lingkup pengaturan psikotropika adalah segala hal yang
berhubungan dengan psikotropika yang dapat mengakibatkan
ketergantungan. Tujuan pengaturan psikotropika yaitu:
a. Menjamin ketersediaan psikotropika guna kepentingan pelayanan
kesehatan dan ilmu pengetahuan.
b. Mencegah terjadinya penyalahgunaan psikotropika.
c. Memberantas peredaran gelap psikotropika.
Pada Apotek Warda Farma, dalam hal pelayanan obat narkotika
dan psiktropika hampir sama dengan pelayanan obat menggunakan
resep, dimana alurnya yakni sebagai berikut:
1. Karyawan apotek menerima resep yang berisikan obat
narkotika/psiktropika dari si pasien
2. Melihat kelengkapan dari resep (harus ditanyakan kembali untuk
memastikan nama pasien dengan jelas) dan tidak lupa untuk
memberikan tanda pada resep. Apabila resep obat narkotika
diberikan tanda warna merah, dan psikotropika diberikan tanda
warna biru.
3. Menghitung dan mengkonfirmasi harga obat kepada pasien
4. Jika pasien setuju dengan harga obat tersebut, maka resep langsung
diberikan kepada petugas peracikan untuk menyiapkan obat-obat
yang diminta dalam resep

26
5. Untuk penyiapan obat narkotika/psiktropika diambil dilemari 2
pintu, dimana pemegang kunci dalam lemari obat ini harus orang
yang berbeda agar tidak sembarangan obat diambil dan diberikan
kepada pasien.
6. Setelah obat disiapkan dan sudah diberi etiket sesuai aturan
pemakaiannya, maka petugas langsung menyerahkan obat yang
sudah dibungkus rapi dengan kantung plastik.
7. Petugas dan pasien melakukan transaksi pembayaran sesuai harga
resep yang sudah disetujui bersama.
8. Resep yang berisikan obat narkotika atau psikotropika di simpan
secara terpisah dari resep-resep lainnya dan langsung dilakukan
pemotongan stok dan di catat dalam buku register.
Petugas apotek melakukan pelayanan informasi obat yang terdiri
dari informasi indikasi obat, dosis, cara pemakaian obat, hal-hal yang
perlu diperhatikan dalam mengonsumsi obat narkotika/psiktropika,
memintai alamat pasien, memintai nomor telepon pasien, serta efek
samping yang akan diperoleh jika mengonsumsi obat tersebut.
Dalam pengelolaan obat narkotika dan psikotropika
dilakukannya pelaporan SIPNAP (Sistem Pelaporan Narkotika dan
Psikotropika), dimana resep yang mengandung obat narkotika dan
psikotropika disimpan secara terpisah dari resep-resep lainnya. Saat
penerimaan resep tersebut diberikan tanda khusus untuk narkotika
berwarna merah dan psikotropika berwarna biru, setiap obat tersebut
keluar maka langsung dilakukan pemotongan dalam kartu stok dan
dicatat dalam buku register, setelah itu dilakukan pelaporan dalam
jangka waktu sebulan sekali yakni tanggal 1 sampai tanggal 10
melalui SIPNAP Online (Sistem Pelaporan Narkotika dan
Psikotropika).
2. Penandaan Resep Narkotik dan Psikotropika
a. Golongan Narkotika

27
Berdasarkan UU RI No.22 Th 1997, pengertian Narkotika
adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman,
baik sintetis maupun semi sintetis, yang dapat menyebabkan
penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi
sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan
ketergantungan. Penandaan narkotika berdasarkan peraturan yang
terdapat dalam Ordonansi Obat Bius yaitu “Palang Medali Merah”.
b. Golongan Psikotropika
Berdasarkan UU RI No.5 Th 1997, pengertian Psikotropika
adalah zat/bahan baku atau obat baik alamiah maupun sintesis
bukan narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh
selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan
khas pada aktivitas mental dan perilaku. Penandaan psikotropika
“Lingkaran bulat berwarna merah dengan garis tepi berwarna hitam
dengan huruf K yang menyentuh garis tepi”.
Di Apotek Warda Farma, dalam penandaan sediaan narkotika
dan psikotropika diberikan tanda masing-masing yakni untuk obat
narkotika diberikan tanda bewarna merah. Sedangkan untuk obat
psikotropika diberikan tanda berwarna biru dan obat ini disimpan
di dalam lemari yang memiliki 2 pintu, masing-masing kunci
lemari dipegang oleh 2 orang berbeda yakni oleh apoteker dan
asisten apoteker.
4.2 Pelayanan Kefarmasian (PERMENKES No 35, 2014)
a. Pelayanan Resep
1. Skrining Resep
Apoteker melakukan kegiatan skrining resep yang meliputi:
1) Memeriksa kelengkapan persyaratan administrasi: nama dokter,
nomor SIP, alamat dokter, tanggal penulisan resep, tanda tangan
atau paraf dokter penulis resep, nama pasien, alamat pasien, umur
pasien, jenis kelamin pasien, dan berat badan pasien, nama obat,

28
potensi, dosis, jumlah yang diminta, cara pemakaian yang jelas dan
informasi lainnya.
2) Memeriksa kesesuaian farmasetik seperti bentuk sediaan, dosis,
inkompatibilitas, stabilitas, cara dan lama pemberian.
3) Melakukan pertimbangan klinis seperti adanya alergi, efek
samping, interaksi, kesesuaian (dosis, durasi, jumlah obat dan lain-
lain). Jika ada keraguan terhadap resep hendaknya dikonsultasikan
kepada dokter penulis resep dengan memberikan pertimbangan dan
alternatif seperlunya bila perlu menggunakan persetujuan setelah
pemberitahuan.
2. Penyiapan Obat Peracikan merupakan kegiatan menyiapkan,
menimbang, mencampur, mengemas, dan memberikan etiket pada
wadah. Suatu prosedur tetap harus dibuat untuk melaksanakan
peracikan obat, dengan memperhatikan dosis, jenis, dan jumlah obat
serta penulisan etiket yang benar. Etiket harus jelas dan dapat dibaca.
Obat hendaknya dikemas dengan rapi dalam kemasan yang cocok
sehingga terjaga kualitasnya. Pemeriksaan akhir terhadap kesesuaian
antara obat dengan resep harus dilakukan sebelum obat diserahkan
kepada pasien. Penyerahan obat dilakukan oleh apoteker disertai
pemberian informasi obat dan konseling kepada pasien.
3. Informasi Obat
Apoteker harus memberikan informasi yang benar, jelas dan
mudah dimengerti, akurat, tidak bias, etis, bijaksana dan terkini,
informasi obat pada pasien sekurang-kurangnya meliputi cara
pemakaian obat, jangka waktu pengobatan, cara penyimpanan obat,
aktivitas serta makanan dan minuman yang harus dihindari selama
terapi.
4. Konseling
Apoteker harus memberikan konseling mengenai sediaan
farmasi dan perbekalan kesehatan lainnya sehingga dapat
memperbaiki kualitas hidup pasien atau yang bersangkutan terhindar

29
dari bahaya penyalahgunaan atau penggunaan obat yang salah. Untuk
penderita penyakit seperti kardiovaskular, diabetes, TBC, asma, dan
penyakit kronis lainnya, apoteker harus memberikan konseling secara
berkelanjutan.
5. Monitoring Penggunaan Obat
Setelah penyerahan obat kepada pasien, apoteker harus
melaksanakan pemantauan penggunaan obat terutama untuk pasien
tertentu seperti kardiovaskular, diabetes, TBC, asma dan penyakit
kronis lainnya.
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 menyebutkan bahwa:
1) APA mengatur resep yang telah dikerjakan menurut urutan tanggal
dan nomor urut penerimaan resep dan harus disimpan sekurang-
kurangnya selama tiga tahun.
2) Resep yang mengandung narkotika harus dipisahkan dari resep
lainnya.
3) Resep yang telah disimpan melebihi jangka waktu penyimpanan,
dapat dimusnahkan.
4) Pemusnahan resep dilakukan dengan cara dibakar atau dengan cara
lain yang memadai oleh APA bersama-sama dengan sekurang-
kurangnya seorang petugas apotek.
5) Pada pemusnahan resep, harus dibuat berita acara pemusnahan
sesuai dengan bentuk yang telah ditentukan dan dibuat rangkap
empat serta ditandatangani oleh APA dan petugas apotek.
b. Pelayanan Obat Bebas/Non Resep
Obat-obat bebas membutuhkan penataan di lemari etalase secara
farmakologis atau berdasarkan khasiat obat. Hal-hal penting yang harus
diperhatikan adalah:
1. Harga harus bersaing dengan toko-toko obat di sekitarnya, kurang
lebih 10% - 15% dari harga pembelian.

30
2. Penyetokan dilakukan dengan cara stock tetap yang sering
disebut moeder stock, yaitu obat tertentu harganya tetap.

31
BAB V
PEMBAHASAN
Praktek kerja lapangan merupakan suatu kegiatan pelatihan bagi mahasiswa,
yang berfungsi sebagai wadah mengasah keterampilan dalam bidang yang
ditekuninya serta sebagai pengalaman untuk melakukan perbandingan antara
materi yang telah dipelajari di bangku kuliah dengan kenyataan di lapangan.
Praktek kerja lapangan di apotek bagi mahasiswa S1 dapat bertujuan untuk
mempersiapkan para calon Tenaga Teknis Kefarmasian (TTK) untuk menjalani
profesinya secara profesional, mandiri serta mampu bertanggung jawab dalam
menjalankan tugas sebagai seorang Tenaga Teknis Kefarmasian di Apotek.
Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2009
Pasal 1 ayat 13 tentang pekerjaan kefarmasian, Apotek adalah sarana pelayanan
kefarmasian tempat dilakukan praktek kefarmasian oleh Apoteker. Apotek
merupakan salah satu tempat penyaluran sediaan farmasi dan perbekalan
kesehatan lainnya kepada masyarakat (pasien). Adapun sediaan farmasi adalah
obat, bahan obat, obat tradisional dan kosmetika. Sedangkan perbekalan kesehatan
adalah semua bahan selain obat dan peralatan yang diperlukan untuk
menyelenggarakan upaya kesehatan.
Adapun pada praktek kerja lapangan ini kami ditempatkan di apotek Warda
Farma Gorontalo. Apotek Warda Farma adalah apotek yang berdiri sejak tahun
2015, berlokasi di Jalan Pangeran Diponegoro, Kel. Limba B Gorontalo. Ditinjau
dari lokasinya apotek Warda Farma berada dijalur yang lalu lintas yang cukup
ramai sehingga sangat baik untuk pelayanan kesehatan. Selain terletak dikawasan
yang strategis, di apotek Warda Farma terdapat 2 praktek dokter spesialis
kandungan yakni dr. Maimun Ihsan, Sp. OG (K) dan spesialis paru dr. Salva
Badjarad, Sp.P. yang mendukung pelayanan kesehatan di apotek Warda Farma.
Pemilik sarana apotek ini yakni Dr. Faiz Mahmud, M.Si., sedangkan
apoteker pengelola apotek yang bertanggung jawab di Apotek Warda Farma yakni
Nugrah Yasni Angraini Toluhula, S.Farm., Apt. dan dibantu asisten apoteker Lia
Fiolita Matorang, S.Farm. Serta tiga orang karyawan lainnya Maryam Ihsan,

32
Marni Yusuf, dan Silvoni Timbola. Kegiatan ini berlangsung 10 hari sejak tanggal
7 Mei sampai 18 Mei 2018.
Adapun kegiatan yang dilakukan selama di apotek ini yaitu mulai dari
pengenalan apotek, pengelolaan apotek hingga pelayanan kefarmasian yang
meliputi pengkajian resep, dispensing, dan pelayanan informasi obat (PIO).
Kegiatan awal yang dilakukan yakni pengenalan apotek oleh apoteker mulai
dari lokasi penyimpanan obat. Untuk obat bebas dan obat bebas terbatas
diletakkan di etalase bagian depan. Hal ini dikarenakan obat bebas dan obat bebas
terbatas merupakan obat OTC atau Over The Counter, yakni obat yang bisa dibeli
bebas di apotek tanpa resep dokter, yang digunakan untuk mengobati gejala
penyakit yang ringan yang dapat diperjualbelikan secara bebas. Untuk obat keras
dan obat prekursor penyimpanannya terletak di dalam rak bagian belakang. Obat
prekursor merupakan zat atau bahan pemula atau bahan kimia yang dapat
digunakan sebagai bahan baku/ penolong untuk keperluan proses produksi
industri farmasi atau produk antara, produk ruahan, dan produk jadi yang
mengandung efedrin, pseudoefedrin, norefedrin/ fenilpropanolamin, ergotamin,
ergometrin atau potassium permanganat. Obat keras dan obat prekursor ini
merupakan obat berkhasiat keras yang untuk memperolehnya harus dengan resep
dokter, sehingga penyimpanannya terletak dibagian yang tidak terlihat oleh pasien
untuk menghindari penyalahgunaan obat. Kemudian untuk obat-obat dengan
bentuk sediaan supositoria atau ovula serta injeksi disimpan dalam lemari kulkas.
Hal ini dilakukan dengan melihat kestabilan dari sediaan tersebut yang
dipengaruhi oleh suhu penyimpanan. Untuk suppositoria dan ovula suhu
penyimpanan sekitar 2-8oC dan sediaan injeksi suhu penyimpanannya sekitar 15-
25oC. Sehingga apabila penyimpanannya tidak sesuai dengan suhunya dapat
mengganggu kestabilan obat, mengurangi efektifitas sediaan, dan mempercepat
masa kadaluwarsa obat. Untuk obat narkotika dan psikotropika penyimpanannya
diletakkan di dalam lemari dua pintu yang sesuai dengan ketentuan undang-
undang dimana untuk penyimpanan obat narkotika dan psikotropika yakni
dilemari khusus yang tidak dapat dipindahkan dengan 2 kunci yang berbeda

33
(PERMENKES RI No. 3 Tahun 2015, Peraturan Kepala BPOM No. 40 Tahun
2013).
Selanjutnya, kegiatan lain yang dilakukan di apotek berupa pelayanan resep
dan dispensing obat. Pelayanan resep dan dispensing obat dilakukan sesuai
dengan alur yang telah diterapkan di apotek tersebut yakni mulai dari skrining
resep, pengecekkan harga resep, penyiapan dan peracikan obat, membuat etiket
dan copy resep, dan memberikan PIO kepada pasien.
Dalam melakukan pelayanan resep di apotek, hal yang pertama dilakukan
yakni skrining resep yang meliputi skrining administrasi (nama pasien, umur,
jenis kelamin, nama dokter, No. SIP, alamat dokter, dan No. Telp, serta tanggal
penulisan resep), skrining farmasetik (bentuk dan kekuatan sediaan, stabilitas,
kompatibilitas), dan skrining klinis (ketepatan indikasi, dosis, aturan pakai,
polifarmasi, kontra indikasi, dan interaksi obat). Skrining resep ini perlu
dilakukan untuk menjamin keamanan dan kemanjuran dari obat dalam resep
ketika digunakan pasien serta memaksimalkan tujuan terapi. Selain itu skrining
resep juga perlu dilakukan untuk menghindari kepalsuan resep. Setelah dilakukan
skrining resep, selanjutnya resep dapat dilayani dengan menyediakan obat yang
tertera pada resep.
Adapun dalam membuat obat racikan, hal yang perlu diperhatikan yakni
ketersediaan obat serta jumlah obat yang digunakan sesuai permintaan resep
dengan melakukan perhitungan yang sesuai. Obat racikan merupakan bahan atau
paduan bahan obat dengan dosis tertentu sesuai resep yang ditujukan untuk
mempermudah pengobatan pada pasien dengan sekali pemberian. Resep racikan
yang sering dibuat di apotek ini yakni membuat sediaan puyer batuk, puyer asma,
dan salep kulit.
Selanjutnya untuk obat yang akan diberikan perlu diberi penandaan pada
obat agar tidak terjadi kesalahan dalam menggunakan obat. Dalam membuat
penandaan pada obat maka digunakan etiket. Etiket yang dibuat harus disesuaikan
dengan aturan pakai yang tertera pada resep dan bentuk sediaan obat. Selain itu
perlu disediakan etiket dengan dua warna berbeda yakni warna putih untuk rute
oral dan warna biru untuk topikal. Obat kemudian dimasukkan ke dalam wadah

34
yang tepat dan terpisah untuk obat yang berbeda untuk menjaga mutu obat dan
menghindari penggunaan yang salah.
Selain menulis etiket perlu juga diketahui cara pembuatan copy resep. Copy
resep atau salinan resep yang dibuat meliputi nama obat, komposisi obat, jumlah
obat, dan aturan pakai obat. Pembuatan copy resep dilakukan jika terdapat obat
yang belum ditebus semua atau jika terdapat instruksi khusus dari dokter seperti
Iter 1x (ulangi 1 kali) sehingga perlu diberikan copy resep yang di paraf oleh
apoteker (apabila diperlukan) (PERMENKES RI No. 35 Tahun 2014).
Sebelum obat diserahkan kepada pasien harus dilakukan pemeriksaan
kembali mengenai penulisan nama pasien pada etiket, cara penggunaan, serta jenis
dan jumlah obat. Hal ini bertujuan untuk menghindari kesalahan pemberian obat
pada pasien yang dapat berdampak pada pengobatan pasien. Selanjutnya
dilakukan penyerahan obat yang disertai pelayanan informasi obat (PIO) kepada
pasien. Informasi yang diberikan kepada pasien meliputi indikasi obat, cara
penggunaan, aturan pemakaian, dan penyimpanan obat tersebut. Pelayanan
informasi obat merupakan kegiatan yang dilakukan oleh apoteker dalam
pemberian informasi mengenai obat yang tidak memihak, dievaluasi dengan kritis
dan dengan bukti terbaik dalam segala aspek penggunaan obat kepada profesi
kesehatan lain, pasien atau masyarakat. Informasi meliputi dosis, bentuk sediaan,
formulasi khusus, rute dan metode pemberian, farmakokinetik, farmakologi,
terapetik dan alternatif, efikasi, keamanan penggunaan pada ibu hamil dan
menyusi, efek samping, interaksi, stabilitas, ketersediaan, harga, sifat fisika atau
kimia dari obat dan lain-lain (PERMENKES RI No. 35 Tahun 2014).
Selain pelayanan resep dan dispensing obat, hal lain yang dilakukan
diapotek yakni pengelolaan sediaan farmasi. Pengelolaan sediaan farmasi meliputi
meliputi perencanaan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan, pemusnahan,
pengendalian, pencatatan dan pelaporan.
Dalam membuat perencanaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan
medis habis pakai di apotek Warda Farma dilakukan berdasarkan pola penyakit,
pola konsumsi, budaya dan kemampuan masyarakat. Jika berdasarkan penyakit
obat-obat yang sering direncanakan untuk disediakan yaitu obat-obat yang sering

35
diresepkan oleh dokter kandungan dan dokter paru. Sedangkan yang berdasarkan
pola konsumsi merupakan obat-obat yang sering digunakan oleh masyarakat.
Budaya masyarakat, yaitu dengan memperhatikan kebiasaan yang ada pada
masyarakat di sekitar apotek dengan rencana pengadaan obat, misalnya merk
tertentu atau obat generik, bentuk sediaan (sirup atau tablet), dan lain-lain. Dan
terakhir berdasarkan kemampuan masyarakat, yakni dengan memperhatikan
kemampuan daya beli masyarakat di sekitar apotek dengan rencana pengadaan
obat (PERMENKES RI No. 35 Tahun 2014, PERMENKES RI No.73 Tahun
2016).
Untuk proses pengadaan obat, apotek Warda Farma melakukan pengadaan
dengan secara langsung dan tidak langsung. Secara langsung dilakukan dengan
pemesanan langsung ke PBF dengan membawa surat pesanan. PBF kemudian
akan mengirim barang-barang yang dipesan ke apotek beserta fakturnya sebagai
bukti pembelian barang. Sedangkan pengadaan tidak langsung dilakukan dengan
memesan melalui sales yang menawarkan produknya di apotek. Pengadaan secara
tidak langsung ini dilakukan hanya apabila ada sales yang menawarkan produknya
secara langsung di apotek. Pada umumnya untuk pengadaan obat di apotek harus
dilakukan pemesanan langsung ke PBF dengan membuat surat pesanan. Untuk
Pengadaan obat narkotika menggunakan surat pesanan khusus dari PBF Kimia
Farma sebagai distributor tunggal yang telah ditunjuk secara resmi oleh
Departemen Kesehatan sebagai penyalur obat-obat narkotik dan psikotropik dan
pembayaran dilakukan sistem COD (Cash On Delivery). Untuk menjamin kualitas
pelayanan kefarmasian maka pengadaan sediaan farmasi harus melalui jalur resmi
sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan (PERMENKES RI No. 35 Tahun
2014).
Obat-obat yang dipesan kemudian diterima oleh apotek dan diperiksa
kembali kesesuaian obat, jenis, jumlah, waktu kadaluarsa, dan kesesuaian nomor
batch dengan fraktur yang diberikan. Penerimaan merupakan kegiatan untuk
menjamin kesesuaian jenis spesifikasi, jumlah, mutu, waktu penyerahan dan harga
yang tertera dalam surat pesanan dengan kondisi fisik yang diterima. Adapun
tahapan proses penerimaan barang dari PBF di Apotek Warda Farma yakni,

36
barang yang datang dicek kesesuaiannya antara faktur pembelian dengan surat
pesanan yang meliputi: nama obat yang dipesan, jumlah pesanan, kondisi barang
dan kemasan (rusak, pecah, tersegel atau tidak), nomor batch, dan tanggal
kadaluarsa, harga per item dan harga keseluruhan. Apabila proses pengecekan
telah selesai dan telah sesuai, faktur pembelian ditandatangani oleh penerima
barang yaitu apoteker atau asisten apoteker, kemudian diberi cap Apotek Warda
Prima dan cap nama apoteker. Satu lembar copy faktur terakhir diambil untuk
arsip apotek, sedangkan faktur asli beserta copy faktur lainnya dikembalikan
kepada petugas pengantar barang (PERMENKES RI No. 35 Tahun 2014).
Obat/bahan obat yang telah diterima kemudian disimpan dalam wadah asli
dari pabrik. Semua obat/bahan obat harus disimpan pada kondisi yang sesuai
sehingga terjamin keamanan dan stabilitasnya. Sistem penyimpanan dilakukan
dengan memperhatikan bentuk sediaan dan kelas terapi Obat serta disusun secara
alfabetis (PERMENKES RI No. 35 Tahun 2014).
Untuk pengelolaan obat kadaluwarsa atau rusak harus dimusnahkan sesuai
dengan jenis dan bentuk sediaan. Pemusnahan Obat kadaluwarsa atau rusak yang
mengandung narkotika atau psikotropika dilakukan oleh Apoteker dan disaksikan
oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota (PERMENKES RI No. 35 Tahun 2014).
Selanjutnya dilakukan pengendalian untuk mempertahankan jenis dan
jumlah persediaan sesuai kebutuhan pelayanan, melalui pengaturan sistem
pesanan atau pengadaan, penyimpanan dan pengeluaran. Hal ini bertujuan untuk
menghindari terjadinya kelebihan, kekurangan, kekosongan, kerusakan,
kadaluwarsa, kehilangan serta pengembalian pesanan. Pengendalian persediaan
dilakukan menggunakan kartu stok baik dengan cara manual atau elektronik.
Kartu stok sekurang- kurangnya memuat nama Obat, tanggal kadaluwarsa, jumlah
pemasukan, jumlah pengeluaran dan sisa persediaan (PERMENKES RI No. 35
Tahun 2014).
Pencatatan dilakukan pada setiap proses pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai meliputi pengadaan (surat pesanan,
faktur), penyimpanan (kartu stok), penyerahan (nota atau struk penjualan) dan
pencatatan lainnya disesuaikan dengan kebutuhan. Pelaporan terdiri dari

37
pelaporan internal dan eksternal. Pelaporan internal merupakan pelaporan yang
digunakan untuk kebutuhan manajemen Apotek, meliputi keuangan, barang dan
laporan lainnya. Pelaporan eksternal merupakan pelaporan yang dibuat untuk
memenuhi kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan,
meliputi pelaporan narkotika, psikotropika dan pelaporan lainnya (PERMENKES
RI No. 35 Tahun 2014).
Selain itu, dalam hal pelayanan obat di apotek juga terdapat pelayanan resep
yang mengandung obat narkotika maupun psikotropika. Pelayanan obat yang
mengandung narkotika dan psikotropika di apotek hampir sama dengan pelayanan
obat resep pada umumnya. Adapun yang menjadi perbedaannya yakni
memastikan kembali nama pasien dengan jelas, alamat pasien, beserta kontak
yang dapat dihubungi yang kemudian akan dicatat dalam pencatatan obat
narkotika dan psikotropika. Pada resep tersebut perlu dilakukan penandaan
dengan penandaan warna merah untuk narkotika dan warna biru untuk
psikotropika. Setelah memberikan pelayanan pada pasien, resep yang
mengandung obat narkotika atau psikotropika disimpan secara terpisah dari resep-
resep lainnya dan langsung dilakukan pemotongan stok dan dicatat dalam buku
register. Dalam pengelolaan obat narkotika dan psikotropika dilakukannya
pelaporan SIPNAP (Sistem Pelaporan Narkotika dan Psikotropika), dimana resep
yang mengandung obat narkotika dan psikotropika disimpan secara terpisah dari
resep-resep lainnya. Setiap pengeluaran obat narkotika dan psikotropika maka
langsung dilakukan pemotongan dalam kartu stok dan dicatat dalam buku register,
setelah itu dilakukan pelaporan dalam jangka waktu sebulan sekali yakni tanggal 1
sampai tanggal 10 melalui SIPNAP Online (Sistem Pelaporan Narkotika dan
Psikotropika).
Berdasarkan kegiatan praktek kerja lapangan yang telah dilakukan di apotek
Warda Farma, dapat diketahui bahwa dalam proses pelayanan kefarmasian di
apotek dilakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku dari proses pengadaan
obat hingga memberikan layanan informasi obat ke pasien dilakukan dengan baik
dan teratur. Adapun dalam pelaksanaan kegiatan praktek kerja lapangan ini masih
terdapat banyak kekurangan kami sebagai praktikan dalam melaksanakan tugas

38
seperti melayani resep yang disebabkan masih kurangnya pengetahuan dalam hal
standar pelayanan kefarmasian khususnya dalam praktek langsung.

39
BAB VI
PENUTUP
6.1 Kesimpulan
Pembelajaran di dunia kerja, yaitu di Apotek Warda Farma merupakan suatu
strategi yang memberi peluang kepada kami dalam mengalami proses belajar di
luar kampus, dan mencari wawasan melalui bekerja langsung pada pekerjaan
sesungguhnya. Dengan adanya praktek kerja lapangan di Apotek Warda Farma,
kami dapat merasakan bagaimana pelaksanaan praktek langsung di lingkungan
dunia kerja yang langsung dibimbing oleh pembimbing kami di Apotek Warda
Farma.
6.2 Saran
6.2.1 Saran untuk Jurusan
Sebaiknya pelaksanaan magang tersebut dilaksanakan pada waktu yang
lebih lama agar mahasiswa dapat lebih memperbanyak pengatahuan mengenai
obat-obatan dan segala hal yang berkaitan dengan farmasi.
6.2.2 Saran untuk Apotek
Sebaiknya ruangan racik obat diperbesar dan lebih melengkapi obat-obatan
yang di butuhkan oleh masyarakat sekitar.
6.2.3 Saran untuk Mahasiswa
Sebaiknya mahasiswa bisa lebih teliti saat melakukan Pemberian Informasi
Obat (PIO) dan konseling pada pasien serta lebih teliti lagi saat meracik obat-
obatan.

40

Anda mungkin juga menyukai