23
Formularium Nasional serta referensi lainnya. Hal-hal yang perlu diperhatikan
dalam proses perencanaan adalah jenis dan jumlah obat yang akan dipesan,
anggaran yang tersedia, prioritas kebutuhan, sisa persediaan (bufferstock), waktu
tunggu (leadtime), data pemakaian periode yang lalu, dan rencana pengembangan.
Metode perencanaan yang digunakan dalam penentuan jumlah obat di IFRS Untan
ialah metode kombinasi antara metode konsumsi dan metode epidemiologi.
Prosedur yang dilakukan dalam kegiatan perencanaan perbekalan farmasi yaitu
petugas gudang di Instalasi Farmasi Rumah Sakit mencatat stok obat yang hampir
habis setiap hari ke dalam buku defecta. Selanjutnya dibuat rencana kebutuhan
obat untuk selanjutnya dilakukan pengadaan.
2. Pengadaan
Pengadaan perbekalan farmasi di RS Untan dilakukan melalui 2 proses yaitu
tender dan pembelian langsung. Pengadaan tender dilakukan untuk obat-obat dan
bahan habis pakai yang digunakan secara rutin, sedangkan pembelian langsung
dilakukan untuk obat-obat dan bahan habis pakai yang diperlukan secara
mendesak.
Berdasarkan rencana kebutuhan obat yang telah dibuat, kemudian dilakukan
pemesanan perbekalan farmasi baik secara langsung pada saat pihak distributor
farmasi datang, maupun via telepon ke distributor farmasi. Perbekalan yang akan
dipesan dibuatkan Surat Pesanan (SP) sesuai dengan jenis masing-masing obat. SP
terbagi atas SP biasa, SP prekursor, SP psikotropika dan obat-obat tertentu (OOT)
serta SP narkotika. Pembelian perbekalan farmasi yang bersifat fluktuatif dapat
dilakukan setiap hari tetapi untuk perbekalan yang digunakan secara rutin dapat
diorder satu kali dalam sebulan. Pengadaan untuk obat-obat mendesak untuk
keselamatan masyarakat dapat langsung dipesan melalui distributor.
3. Penerimaan
Penerimaan perbekalan farmasi harus dilakukan oleh petugas yang
bertanggung jawab. Hal-hal yang perlu diperhatikan saat penerimaan barang
adalah memeriksa perbekalan farmasi yang diterima sesuai pesanan baik
spesifikasi, kesesuaian dengan nama pesanan, mutu, jumlah, dosis, waktu
kadaluarsa, nomor batch dan kondisi fisik barang. Setelah dilakukan penerimaan,
maka selanjutnya petugas menandatangani dan memberi cap pada faktur yang
24
dibawa oleh kurir barang sebagai tanda terima. Petugas yang berhak
menandatangani faktur adalah petugas yang memilik SIP ataupun SIK. Barang
yang datang kemudian di entry ke komputer dan fakturnya diarsipkan Setelah itu
pencatatan barang pada kartu stok. Terdapat dua macam kartu stok yaitu kartu
stok gudang dan kartu stelling.
4. Penyimpanan
Penyimpanan adalah suatu kegiatan menyimpan dan memelihara dengan
cara menempatkan perbekalan farmasi yang diterima pada tempat yang dinilai
aman dan terjamin kualitasnya. Metode penyimpanan di IFRS Untan dilakukan
berdasarkan jenis sediaan, alfabetis, suhu penyimpanan khusus dan lokasi
penyimpanan khusus (narkotika dan psikotropika, OOT, prekursor) dengan
menerapkan prinsip First Expired First Out (FEFO) dan First In First Out (FIFO).
Obat-obat high alert (obatan yang memiliki risiko tinggi menyebabkan
bahaya yang besar pada pasien jika tidak digunakan secara tepat) belum
diletakkan secara terpisah dengan obat-obatan lain. Contoh obat-obatan high alert
seperti obat diabetes, elektrolit konsentrasi tinggi dan lain-lain. Penandaan obat
high alert seharusnya dilakukan dengan stiker “High Alert Double Check” pada
obat dan diletakkan pada rak terpisah. Obat yang membutuhkan suhu dingin
disimpan di lemari pendingin seperti sediaan suppositoria, insulin.
Penyimpanan terkait narkotika, psikotropika diletakkan di lemari yang
memiliki pintu ganda dan kunci yang terpisah. Pintu ganda dan kunci yang
terpisah dibuat untuk meningkatkan keamanan, sedangkan untuk obat-obatan
prekursor dan OOT penyimpanannya dipisah dari obat-obatan lain namun tidak
diletakkan dalam lemari khusus seperti psikotropika maupun narkotika.
Penyimpanan alat kesehatan dan bahan medis habis pakai (BMHP) disimpan
berdasarkan alfabetis, sifat sediaan dan FEFO, namun untuk perbekalan farmasi
yang tidak mencantumkan tanggal kadaluarsa, penyimpanan dilakukan
berdasarkan FIFO. Gudang penyimpanan telah dilengkapi dengan Air Conditioner
(AC) dan termometer ruangan untuk mengontrol suhu namun belum ada
pencatatan suhu periodik.
25
5. Pendistribusian
Proses pendistribusian yang dilakukan di IFRS Untan adalah pendistribusian
perbekalan farmasi dari gudang menuju bangsal-bangsal dan poliklinik serta IFRS
bagian pelayanan. Pendistribusian ke bangsal dan poliklinik ataupun ke bagian
pelayanan dilakukan dari hari senin hingga jumat disesuaikan dengan form
amprahan obat atau alat kesehatan. Proses pendistribusian yang berikutnya ialah
dari IFRS pelayanan ke pasien rawat inap dan rawat jalan. Sistem pendistribusian
pasien rawat inap yang diterapkan oleh IFRS Untan adalah sistem kombinasi,
yaitu peresepan individual untuk pasien rawat inap yang sudah diperbolehkan
pulang, serta One Daily Dose Dispensing untuk pasien yang masih menginap.
Sedangkan untuk pasien rawat jalan digunakan peresepan individual. IFRS Untan
melakukan transaksi jual beli obat secara langsung kepada pasien dan melayani
resep umum.
6. Pengendalian Persediaan
Pengendalian persediaan di gudang IFRS dilakukan dengan cara evaluasi
persediaan yang jarang digunakan (slow moving), persediaan yang tidak
digunakan dalam waktu tiga bulan berturut-turut (death stock), persediaan yang
sudah mendekati kadaluarsa serta melakukan stok opname setiap akhir bulan.
Adapun tindaklanjut yang dilakukan untuk persedian slow moving, death stock
dan mendekati kadaluarsa adalah menghubungi distributor agar obat dapat diretur
atau memfollow-up ke dokter agar obat tersebut dapat digunakan sesuai standar
terapi. Evaluasi ini dapat menjadi pertimbangan dalam perencanaan obat
berikutnya.
26
ada stok obat yang minimal maka segera ditulis form permintaan obat/ alat
kesehatan ke gudang.
Penyiapan resep pasien di pelayanan farmasi rawat jalan RSP Untan diawali
dengan pengkajian resep. Apabila terdapat permasalahan terkait obat, petugas
pelayanan farmasi rawat jalan akan langsung menghubungi dokter yang
bersangkutan untuk melakukan konfirmasi kembali. Sementara itu, apabila obat
yang direkomendasikan oleh dokter atau obat yang dituliskan di dalam resep tidak
tersedia di IFRS maka staf akan menghubungi dokter dan memberikan saran
untuk mengganti obat dengan fungsi yang sama dan tersedia di IFRS.
E. Farmasi Klinik
27
Pelayanan farmasi klinik merupakan bagian dari pelayanan kefarmasian
yang langsung dan bertanggung jawab kepada pasien berkaitan dengan sediaan
farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai dengan maksud mencapai
hasil yang pasti untuk meningkatkan kualitas hidup pasien. Tujuan dilakukannya
farmasi klinik di rumah sakit adalah untuk memaksimalkan efek terapi,
meminimalkan resiko, meminimalkan biaya pengobatan, serta menghormati
pilihan pasien. Pelayanan farmasi klinik meliputi:
a. Pengkajian pelayan dan resep
b. Penelusuran riwayat penggunaan obat
c. Pelayanan informasi obat (PIO)
d. Konseling
e. Visite
f. Pemantauan terapi obat
g. Monitoring efek samping obat
h. Evaluasi penggunaan obat
Pengkajian resep merupakan kegiatan yang perlu dilakukan untuk mencegah
terjadinya kesalahan dalam pelayanan obat pasien sehingga tercapainya
rasionalisasi penggunaan obat. Kegiatan dalam pengkajian resep dimulai dari
seleksi persyaratan administrasi, persyaratan farmasetis, dan persyaratan klinis
baik untuk pasien rawat inap maupun rawat jalan.
Pengkajian penggunaan obat merupakan kegiatan yang dilakukan untuk
mengetahui gambaran pengobatan yang diberikan kepada pasien. Pengkajian
penggunaan obat juga dilakukan untuk menilai ada tidaknya drug related problem
selama pasien menjalani pengobatan. Pengkajian penggunaan obat belum
dilakukan di RS Untan, begitu pula dengan Pemantauan Terapi Obat (PTO),
Monitoring Efek Samping Obat (MESO), Evaluasi Penggunaan Obat (EPO),
Pemantauan Kadar Obat dalam Darah (PKOD). Hal ini dikarenakan jumlah tenaga
kesehatan yang belum memadai. Hal-hal tersebut perlu dilakukan sebagai evaluasi
untuk meningkatkan efektifitas pengobatan dan bentuk pencegahan terhadap
terjadinya medication error. Hal tersebut dapat dilakukan dengan mengacu pada
rekam medis pasien ataupun hasil Laboratorium.
Pelayanan informasi obat (PIO) merupakan kegiatan yang dilakukan oleh
Apoteker untuk memberikan informasi secara akurat, tidak bias dan terkini kepada
28
dokter, apoteker, perawat, profesi kesehatan lainya dan pasien. Dalam melakukan
kegiatan PIO, Apoteker mencari informasi yang dibutuhkan menggunakan buku-
buku literatur terbaru maupun media elektronik seperti internet yang berasal dari
sumber yang dapat dipercaya. PIO terhadap tenaga kesehatan lain sudah
dilaksanakan baik secara langsung maupun melalui telepon. Mahasiswa PKPA
diberi kesempatan untuk memberikan PIO kepada pasien rawat jalan maupun
rawat inap. PIO didampingi oleh apoteker pembimbing ataupun asisten apoteker
yang bertugas. Hal-hal yang disampaikan dalam PIO adalah nama obat, cara pakai
obat, waktu penggunaan, lama penyimpanan maksimal obat dan efek samping
yang mungkin timbul. PIO di RS Untan sudah dilaksanakan dengan baik.
Konseling merupakan aktivitas pemberian nasihat atau saran terkait obat
dari Apoteker kepada pasien ataupun keluarga pasien. Kriteria pasien yang
diprioritaskan mendapat konseling adalah pasien dengan kondisi khusus (pediatri,
geriatri, ibu hamil, ibu menyusui), pasien dengan penyakit kronis (diabetes,
epilepsi), pasien yang menggunakan obat dengan instruksi khusus, pasien yang
menggunakan obat indeks terapi sempit, pasien polifarmasi dan pasien yang
tingkat kepatuhan dalam pengobatan rendah. Pelayanan konseling di RS Untan
pada saat ini belum dilakukan karena kurangnya tenaga apoteker di RS Untan.
Visite merupakan kunjungan ke pasien rawat inap yang dilakukan apoteker
secara mandiri ataupun bersama tim tenaga kesehatan lain untuk mengamati
kondisi pasien secara langsung dan mengkaji masalah terkait obat yang muncul
pada pasien. Visite belum dilakukan di RS Untan. Total Parenteral Nutrition
(TPN) merupakan pencampuran nutrisi parenteral secara aseptis sesuai kebutuhan
pasien dengan memperhatikan stabilitas dan formula standar, sedangkan proses
pencampuran obat steril sesuai kebutuhan pasien yang menjamin kompatibilitas
dan stabilitas disebut IV-admixture. IV-admixture belum dijalankan oleh IFRS,
sejauh ini kegiatan tersebut dilakukan oleh perawat yang sudah dibina sebelumnya
oleh apoteker. Penanganan obat-obat sitostatika di RS Untan juga belum tersedia.
F. Swamedikasi
29
Swamedikasi atau pengobatan sendiri adalah perilaku untuk mengatasi sakit
ringan sebelum mencari pertolongan ke petugas atau fasilitas kesehatan. Dalam
swamedikasi, Apoteker dapat memberikan informasi obat yang objektif dan
rasional dengan pertimbangan tertentu seperti pasien sudah pernah memakai obat
sebelumnya atau pasien memakai obat tersebut untuk waktu yang lama serta
kondisi penyakit pasien yang ringan, umum dan tidak akut. Peran apoteker di RS
Untan ini untuk terlibat langsung dalam komunikasi dan pemberian pelayanan
swamedikasi kepada pasien sudah baik. Apoteker membantu pasien melakukan
swamedikasi yang tepat dan bertanggung jawab atau memberikan saran ke pasien
untuk konsultasi lebih lanjut ke dokter bila diperlukan.
G. Rekam Medis
Rekam medis adalah berkas yang berisikan catatan dan dokumen tentang
identitas pasien, pemeriksaan, pengonatan tindakan dan pelayanan lain yang
diberikan pada pasien pada sarana pelayanan kesehatan (Permenkes/ No. 269/
MENKES /PER /III /2008). Tujuan terselengaranya pelayanan rekam medis
adalah untuk menunjang tercapainya tertib administarsi serta menciptakan
keamanan setiap arsip/berkas rekam medis.
Penyelenggaraan Rekam Medis diRumah Sakit Pendidikan UNTAN
merupakan proses kegiatan yang dimulai pada saat diterimanya pasien, diteruskan
kegiatan pencatatan data medik pasien serta dilanjutkan dengan proses
penanganan berkas medis yang meliputi pengolahan data, penyimpanan,
pengeluaran berkas dari tempat penyimpanan untuk melayani
permintaan/peminjaman dan pelaporan.
30
dipimpin oleh seorang Apoteker sebagai kepala instalasi yang bertanggung jawab
langsung kepada direktur rumah sakit, namun di Rumah Sakit Universitas
Tanjungpura tidak dikepalai oleh seorang Apoteker, namun Apoteker tetap
berkoordinasi dengan Kepala Bidang CSSD. Tujuan sterilisasi di rumah sakit
yaitu mengurangi infeksi nosokomial dengan menyediakan peralatan yang telah
mengalami penyortiran, pencucian, dan sterilisasi yang sempurna, memutuskan
mata rantai penyebaran kuman di lingkungan rumah sakit dan menyediakan dan
menjamin kualitas sterilisasi produk yang dihasilkan.
Sterilisasi yang dilakukan di lingkungan Rumah Sakit melalui CSSD dapat
berupa sterilisasi panas kering menggunakan oven dan sterilisasi panas lembab
menggunakan autoklaf. Sterilisasi dengan oven dilakukan pada suhu 160-180ºC
selama 30-60 menit. Sterilisasi panas kering dilakukan kepada alat kesehatan
untuk keperluan bedah yang berbahan dasar logam, serta pakaian khusus untuk
operasi. Sedangkan sterilisasi dengan autoklaf dilakukan pada suhu 121ºC pada
tekanan 1 atm selama 15 menit. Sterilisasi panas basah umumnya dilakukan untuk
alat ataupun bahan yang tidak tahan dengan pemanasan suhu tinggi seperti alat
kesehatan berbahan dasar plastik hingga bahan kimia untuk keperluan bedah.
Rumah Sakit Universitas Tanjungpura telah memiliki CSSD dan sudah berjalan
dengan baik.
I. Sanitasi
Pengelolaan kebersihan lingkungan Rumah Sakit Universitas Tanjungpura
dikelola oleh Instalasi Sanitasi. Pelayanan sanitasi rumah sakit diselenggarakan
untuk menciptakan kondisi lingkungan rumah sakit yang bersih, nyaman, dan
mengutamakan faktor keselamatan sebagai pendukung usaha penyembuhan
pasien, mencegah pemaparan terhadap bahaya-bahaya lingkungan Rumah Sakit
dan menghindarkan pencemaran ke lingkungan luar Rumah Sakit.
Terdapat dua jenis limbah yang dihasilkan Rumah Sakit Universitas
Tanjungpura yaitu limbah padat dan limbah cair. Limbah padat sendiri terbagi lagi
menjadi dua jenis, yaitu limbah padat terinfeksi dan non infeksi. Limbah padat
terinfeksi biasanya berasal dari sampah yang tercemar oleh cairan tubuh pasien,
31
sisa organ, darah, alat kesehatan habis pakai, laboratorium (media bekas biakan)
dan perbekalan farmasi yang rusak atau kadaluwarsa. Limbah tersebut
dimasukkan ke dalam kantong plastik dan dibakar di incenerator. Sedangkan sisa
abu dari incenerator dikumpulkan kembali untuk dibuang ke tempat pembuangan
akhir. Limbah padat tidak terinfeksi ialah berupa sampah rumah tangga seperti
kertas, plastik, sisa-sisa makanan dan lain-lain dimasukkan kedalam plastik hitam
untuk dibuang ke tempat pembuangan akhir oleh petugas kebersihan. Limbah
padat infeksius dan non infeksius dibuang di tempat sampah yang terpisah untuk
menghindari infeksi kepada petugas kebersihan. Secara umum, proses penanganan
limbah padat ini sudah berjalan dengan baik.
32