Anda di halaman 1dari 14

PENYULUHAN KESEHATAN

PENGGUNAAN OBAT YANG RASIONAL, EFEK SAMPING OBAT,


SERTA INTERAKSI OBAT DENGAN OBAT LAIN DAN MAKANAN

PELAYANAN INFORMASI OBAT

INSTALASI FARMASI RSUD dr. RUBINI

MEMPAWAH
A. PENGGUNAAN OBAT YANG RASIONAL

Penggunaan obat yang rasional adalah pemilihan dan penggunaan obat yang
efektifitasnya terjamin serta aman, dengan mempertimbangkan masalah harga, yaitu
dengan harga yang paling menguntungkan dan sedapat mungkin terjangkau. Untuk
menjamin efektifitas dan keamanan, pemberian obat harus dilakukan secara rasional, yang
berarti perlu dilakukan diagnosis yang akurat, memilih obat yang tepat, serta meresepkan
obat tersebut dengan dosis, cara, interval serta lama pemberian yang tepat.
Penggunaan obat rasional juga berarti menggunakan obat berdasarkan indikasi yang
manfaatnya jelas terlihat dapat diramalkan (evidence based therapy). Manfaat tersebut
dinilai dengan menimbang semua bukti tertulis hasil uji klinik yang dimuat dalam
kepustakaan yang dilakukan melalui evaluasi yang sangat bijaksana.
Menimbang manfaat dan resiko tidak selalu mudah dilakukan, hal-hal yang perlu
diperhatikan untuk menentukannya yaitu derajat keparahan penyakit yang akan diobati,
efektivitas obat yang akan digunakan, keparahan dan frekuensi efek samping yang mungkin
timbul, serta efektivitas dan keamanan obat lain yang bisa dipakai sebagai pengganti.
Semakin parah suatu penyakit, semakin tinggi pula tindakan pengobatan yang beresiko
memiliki efek samping, namun bila efek samping mengganggu dan relatif lebih berat dari
penyakitnya sendiri mungkin pengobatan tersebut perlu diurungkan.
Kemampuan untuk melakukan telaah terhadap berbagai hasil uji klinik yang
disajikan menjadi amat penting dalam masalah ini. Biasanya dalam pedoman pengobatan,
pilihan obat yang ada telah melalui proses tersebut, dan dicantumkan sebagai obat pilihan
utama (drug of choice), pilihan kedua, dan seterusnya.

a. Penggunaan Obat Yang Rasional (Rational Drug Use)


Menurut WHO, pemakaian obat dikatakan rasional jika memenuhi kriteria:
1. Sesuai dengan indikasi penyakit
2. Tersedia setiap saat dengan harga terjangkau
3. Diberikan dengan dosis yang tepat
4. Cara pemberian dengan interval waktu pemberian yang tepat
5. Lama pemberian yang tepat
6. Obat yang diberikan harus efektif, dengan mutu terjamin dan aman.
Pengertian rasional itu sendiri menurut WHO adalah :
1. Sesuai dengan keperluan klinik
2. Dosis sesuai dengan kebutuhan pasien
3. Diberikan dalam jangka yang sesuai
4. Dengan biaya termurah bagi pasien dan komunitasnya

Dalam konteks biomedis, pemakaian obat yang rasional mempunyai kriteria :


1. Tepat diagnosis
2. Tepat indikasi
3. Tepat pemilihan obat (khasiat, keamanan, mutu, biaya)
4. Tepat dosis, cara dan lama pemberian
5. Tepat penilaian terhadap kondisi pasien
6. Tepat peracikan dan pemberian informasi
7. Kepatuhan pasien
8. Tepat dalam melakukan upaya tindak lanjut
9. Penggunaan obat yang rasional memberi perhatian penting kepada pemberian
antibiotika, ada tidaknya polifarmasi serta pemberian injeksi.

b. Dampak Penggunaan Obat Yang Tidak Rasional


Dampak negatif yang ditimbulkan dari pengobatan yang tidak rasional beragam dan
bervariasi antara lain:
1. Pengobatan yang tidak aman
2. Kambuhnya penyakit
3. Masa sakit memanjang
4. Membahayakan dan menimbulkan kekhawatiran pasien
5. Membengkaknya atau pemborosan biaya dan anggaran masyarakat
6. Resiko efek samping dan resistensi,
7. Mutu pengobatan dan pelayanan kesehatan buruk,
8. Memberikan persepsi yang keliru tentang pengobatan pada masyarakat.
c. Beberapa pertimbangan dalam pemilihan obat :
Dalam pemilihan obat yang akan digunakan, ada beberapa syarat yang perlu
diperhatikan :
1. Manfaat (efecacy)
2. Kemanfaatan dan keamanan obat sudah terbukti keamanan (safety)
3. Resiko pengobatan yang paling kecil dan seimbang dengan manfaat dan keamanan
yang sama dan terjangkau oleh pasien (affordable)
4. Kesesuaian / suittability (cost)

d. Langkah-Langkah Menerapkan Penggunaan Obat Secara Rasional


WHO action programme on essential drugs, mengemukakan bahwa untuk
menetapkan penggunaan obat secara rasional perlu dilalui serangkaian langkah yaitu :
1. Menentukan masalah pasien
2. Menetapkan tujuan pengobatan
3. Memeriksa kerasionalan penggunaan obat yang dipilih serta meneliti efektivitas
dan keamanannya
4. Membuat resep
5. Memberi informasi, instruksi, hal-hal yang perlu diwaspadai
6. Melakukan monitoring

e. Peran Pasien Demi Tercapainya Penggunaan Obat Rasional (POR)


Penggunaan obat rasional bukan semata-mata hanya tanggung jawab tenaga
kesehatan. Tetapi terwujudnya POR juga sangat dipengaruhi oleh perilaku pasien sebagai
konsumen medis, sehingga pasien pun memiliki tanggung jawab yang sama besarnya untuk
mendukung tercapainya POR.
Ketidaktaatan pasien dalam mengkonsumsi obat sering terjadi pada keadaan
berikut, antara lain :
1. Jenis/jumlah obat yang diberikan terlalu banyak
2. Frekuensi pemberian obat perhari terlalu sering
3. Jenis sediaan obat terlalu beragam (misal : sirup, tablet dan lain-lain)
4. Pemberian obat dalam jangka panjang (misal : DM, hipertensi)
5. Pasien tidak mendapatkan penjelasan cukup cara minum dan lain-lain.
f. Standard Operating Procedure (SOP) di unit Pelayanan Kesehatan
Pelaksanaan pelayanan kesehatan dalam upaya pengobatan yang rasional memiliki
langkah-langkah operasional seperti berikut ini:
1. Anamnesis
2. Pemeriksaan
3. Penegakan diagnosis
4. Pemilihan intervensi pengobatan
5. Penulisan resep
6. Pemberian informasi
7. Tindak lanjut pengobatan

g. Upaya Mengatasi Masalah Penggunaan Obat Yang Tidak Rasional


Dalam mengatasi masalah terjadinya penggunaan obat yang tidak rasional, ada
beberapa tindakan yang dapat dilakukan. Dikelompokkan dalam beberapa hal berikut:
1. Upaya pendidikan (educational strategies)
2. Pendidikan selama masa kuliah (pre-service)
3. Sesudah menjalankan prkatek kepropesian (past-service)
4. Pendidikan past-service antara lain :
a) Pendidikan berkelanjutan (contining-medical education)
b) Informasi pengobatan (academic based detailing)
c) Seminar-seminar, buletin dan lain-lain
d) Sarana pendidikan yang dapat digunakan untuk intervensi :
a) Materi cetak buletin, pedoman pengobatan
b) Pendidikan tatap muka (face to face education) : kuliah penyegaran,
seminar.
c) Media lain : televisi, video dan lain-lain.
5. Upaya informasi
a) Intervensi informasi bagi dokter.
b) Intervensi apoteker
c) Intervensi informasi bagi pasien / masyarakat
Informasi yang disampaikan ke pasien antara lain :
1) Penyakit yang diderita
2) Jenis dan peran obat yang diberikan dalam proses penyembuhan.
3) Informasi mengenai cara, frekuensi, lama pemberian obat.
4) Kemungkinan resiko efek samping.
5) Cara penanggulangan efek samping.
6) Apa yang harus dilakukan, jika dalam periode tertentu belum memberikan
hasil yang diharapkan.
7) Informasi yang harus dilakukan, selain pengobatan yang diberikan seperti :
banyak minum bagi penderita demam, istirahat dan makan minum
secukupnya.

h. Pemantauan dan Evaluasi Penggunaan Obat Yang Rasional


Tujuan pemantauan penggunaan obat yang rasional adalah untuk menilai apakah
kenyataan praktek penggunaan obat yang dilakukan telah sesuai dengan pedoman yang
disepakati. Sehingga dengan pemantauan ini dapat mendeteksi adanya kemungkinan
pemakaian obat yang berlebih (over prescribing), kurang (under prescribing), boros
(extravagant prescribing), tidak tepat (incorrect prescribing), serta melakukan
perencanaan pengobatan.
Cara melakukan pemantauan penggunaan obat dapat dilakukan secara langsung
dengan melihat anamnesis sampai kepada penyerahan obat. Dengan memperhatikan aspek-
aspek berikut:
1. Kecocokan antara gejala/tanda-tanda (symstoms/sings), diagnosis dan pengobatan
yang diberikan
2. Kesesuaian pengobatan yang diberikan dengan pengobatan yang ada
3. Pemakaian obat tanpa indikasi yang jelas (antibiotik untuk ISPA non peneumonia)
4. Praktek polifarmasi
5. Ketepatan indikasi
6. Ketepatan jenis, jumlah, cara dan lama pemberian.
7. Indikator Peresepan
Empat parameter utama yang akan dinilai dalam monitoring dan evaluasi
penggunaan obat yang rasional adalah :
a) Penggunaan standar pengobatan
b) Proses pengobatan (penerapan SOP)
c) Ketepatan diagnostik
d) Ketepatan pemilihan intervensi pengobatan
Parameter tersebut dijabarkan dalam indikator penggunaan obat :
a) Rata-rata jenis obat per kasus
b) Presentase penggunaan obat antibiotik
c) Presentase penggunaan injeksi.

B. EFEK SAMPING OBAT

Efek samping obat adalah suatu reaksi yang tidak diharapkan dan berbahaya yang
diakibatkan oleh suatu pengobatan. Efek samping obat, seperti halnya efek obat yang
diharapkan, merupakan suatu kinerja dari dosis atau kadar obat pada organ sasaran.
Interaksi obat juga merupakan salah satu penyebab efek samping. Hal ini terjadi
ketika tenaga kesehatan (dokter, apoteker, perawat) lalai dalam memeriksa obat yang
dikonsumsi oleh pasien, sehingga terjadi efek-efek tertentu yang tidak diharapkan di dalam
tubuh pasien. Bertambah parahnya penyakit pasien yang dapat berujung kematian
merupakan kondisi yang banyak terjadi di seluruh dunia akibat interaksi obat ini.
Interaksi ini dapat terjadi antar obat atau antara obat dengan makanan/minuman.
Bahkan tanaman yang digunakan dalam pengobatan alternatif yang disangka aman oleh
sebagian besar masyarakat juga dapat berinteraksi dengan obat lainnya. Contohnya adalah
tanaman St. John's wort (Hypericum perforatum), yang digunakan untuk pengobatan
depresi sedang. Tanaman ini menyebabkan peningkatan enzim sitokrom P450 yang
berperan dalam metabolisme dan eliminasi banyak obat-obatan di tubuh, sehingga pasien
yang mengkonsumsi St John's wort akan mengalami pengurangan kadar obat lain dalam
darah yang digunakan bersamaan.
Berikut ini adalah contoh dari efek samping obat yang biasanya terjadi:
1. Aborsi atau keguguran, akibat Misoprostol, obat yang digunakan untuk pencegahan
(gastric ulcer) borok lambung yang disebabkan oleh obat anti inflamasi non steroid.
2. Ketagihan, akibat obat-obatan penenang dan analgesik seperti diazepam serta
morfin.
3. Kerusakan janin, akibat Thalidomide dan Accutane.
4. Pendarahan usus, akibat Aspirin.
5. Penyakit kardiovaskular, akibat obat penghambat COX-2.
6. Tuli dan gagal ginjal, akibat antibiotik Gentamisin.
7. Kematian, akibat Propofol.
8. Depresi dan luka pada hati, akibat Interferon.
9. Diabetes, yang disebabkan oleh obat-obatan psikiatrik neuroleptik.
10. Diare, akibat penggunaan Orlistat.
11. Disfungsi ereksi, akibat antidepresan.
12. Demam, akibat vaksinasi.
13. Glaukoma, akibat tetes mata kortikosteroid.
14. Rambut rontok dan anemia, karena kemoterapi melawan kanker atau leukemia.
15. Hipertensi, akibat penggunaan Efedrin. Hal ini membuat FDA mencabut status
ekstrak tanaman efedra (sumber efedrin) sebagai suplemen makanan.
16. Kerusakan hati akibat Parasetamol.
17. Mengantuk dan meningkatnya nafsu makan akibat penggunaan antihistamin.

Masalah efek samping obat dalam klinik tidak dapat dihindari begitu saja. Oleh
karena itu, kemungkinan dampak negatif yang terjadi, misalnya:
1. Kegagalan pengobatan
2. Timbulnya keluhan penderitaan atau penyakit baru karena obat yang semula tidak
diderita oleh pasien
3. Pembiayaan yang harus ditanggung sehubungan dengan kegagalan terapi,
memberatnya penyakit atau timbulnya penyakit yang baru tadi (dampak ekonomik)
4. Efek psikologik terhadap penderita yang akan mempengaruhi keberhasilan terapi
lebih lanjut misalnya menurunnya kepatuhan berobat.
Tidak semua efek samping dapat dideteksi secara mudah dalam tahap awal, kecuali
jika yang terjadi adalah bentuk-bentuk yang berat, spesifik dan jelas sekali secara klinis.

a. Faktor Penyebab Terjadinya Efek Samping Obat


1. Faktor Pasien
Faktor pasien meliputi umur, genetik dan penyakit yang diderita. Pada pasien anak-
anak (khususnya bayi) sistem metabolisme belum sempurna sehingga kemungkinan
terjadinya efek samping dapat lebih besar, begitu juga pada pasien geriatrik (lansia) yang
kondisi tubuhnya sudah menurun. Pada pasien dengan penyakit tertentu seperti gangguan
hati dan ginjal penggunaan obat perlu perhatian khusus karena dapat menyebabkan efek
samping yang serius.
2. Faktor Obat
Faktor obat yaitu sifat dan potensi obat untuk menimbulkan efek samping seperti
pemilihan obat, jangka waktu penggunaan obat, dan adanya interaksi antar obat. Masing
masing obat memiliki mekanisme dan tempat kerja yang berbeda-beda sehingga dapat
menimbulkan efek samping yang berbeda

b. Upaya Pencegahan dan Penanganan Efek Samping


Saat ini sangat banyak pilihan obat yang tersedia untuk efek farmakologik yang
sama. Masing-masing obat mempunyai keunggulan dan kekurangan masing-masing, baik
dari segi manfaat maupun kemungkinan efek sampingnya. Satu hal yang perlu diperhatikan
adalah jangan terlalu terpaku pada obat baru yang efek sampingnya jarang namun fatal
kemungkinan besar belum ditemukan. Sangat bermanfaat untuk selalu mengikuti evaluasi
atau penelaahan mengenai manfaat dan risiko obat dari berbagai pustaka standar maupun
dari pertemuan-pertemuan ilmiah. Selain itu penguasaan terhadap efek samping yang
paling sering dijumpai atau paling dikenal dari suatu obat akan sangat bermanfaat dalam
melakukan evaluasi pengobatan.
1. Upaya pencegahan
Agar kejadian efek samping dapat ditekan serendah mungkin, selalu dianjurkan
untuk melakukan hal-hal berikut:
a) Selalu harus ditelusur riwayat rinci mengenai pemakaian obat oleh pasien pada
waktu-waktu sebelum pemeriksaan, baik obat yang diperoleh melalui resep
dokter maupun dari pengobatan sendiri.
b) Gunakan obat hanya bila ada indikasi jelas dan bila tidak ada alternatif non-
farmakoterapi.
c) Hindari pengobatan dengan berbagai jenis obat dan kombinasi sekaligus.
d) Berikan perhatian khusus terhadap dosis dan respons pengobatan pada anak dan
bayi, usia lanjut dan pasien-pasien yang juga menderita gangguan ginjal, hepar
dan jantung. Pada bayi dan anak, gejala dini efek samping seringkali sulit
dideteksi karena kurangnya kemampuan komunikasi, misalnya untuk gangguan
pendengaran.
e) Bila dalam pengobatan ditemukan keluhan atau gejala penyakit baru, atau
penyakitnya memberat, selalu ditelaah lebih dahulu, bahwa perubahan tersebut
karena perjalanan penyakit, komplikasi, kondisi pasien memburuk, atau justru
karena efek samping obat.
2. Penanganan efek samping
Tidak banyak pedoman penanganan efek samping obat, namun dengan melihat
jenis efek samping yang timbul serta kemungkinan mekanisme terjadinya, penanganan
dapat direncanakan sendiri, misalnya seperti:
a) Segera hentikan semua obat bila diketahui atau dicurigai terjadi efek samping.
Telaah bentuk dan kemungkinan mekanismenya. Bila efek samping dicurigai
sebagai akibat efek farmakologi yang terlalu besar, maka setelah gejala
menghilang dan kondisi pasien pulih pengobatan dapat dimulai lagi secara hati-
hati, dimulai dengan dosis kecil. Bila efek samping dicurigai sebagai reaksi
alergi atau idiosinkratik, obat harus diganti dan obat semula sama sekali tidak
boleh dipakai lagi. Biasanya reaksi alergi atau idiosinkratik akan lebih berat dan
fatal pada kontak berikutnya terhadap obat penyebab. Bila sebelumnya
digunakan berbagai jenis obat dan belum pasti obat yang mana penyebabnya,
maka pengobatan dimulai lagi secara satu-persatu.
b) Upaya penanganan klinik tergantung bentuk efek samping dan kondisi
penderita. Pada bentuk-bentuk efek samping tertentu diperlukan penanganan
dan pengobatan yang spesifik. Misalnya untuk syok anafilaksi diperlukan
pemberian adrenalin dan obat serta tindakan lain untuk mengatasi syok.

c. Tindak Lanjut Sesudah Menghadapi Kasus Efek Samping Obat


Jika menghadapi suatu kasus efek samping obat dan sudah ditangani secara medis
sebagaimana mestinya, masih diperlukan langkah-langkah tindak lanjut.
1. Dibuat laporan dokumentasi lengkap mengenai kasus efek samping yang
bersangkutan dan dilaporkan ke lembaga yang berwenang, yaini ke Panitia MESO
(Monitoring Efek Samping Obat) di Badan Pengawasan Obat dan Makanan.
2. Jika bekerja di rumah sakit, bahas di Panitia Farmasi dan Terapi rumah sakit.
Dengan mengacu ke sumber-sumber referensi, dicari kemungkinan faktor risiko
terhadap kasus efek samping tersebut.
Langkah-langkah koreksi dalam upaya pengelolaan risiko efek samping obat
mencakup hal-hal berikut,
a) Membatasi indikasi pemakaian obat yang bersangkutan. Beberapa obat sering
dipakai tidak pada indikasi yang benar.
b) Memperluas atau mempertegas kontra indikasi.
c) Mempertegas cara pemakaian obat (pemberian, dosis, lama dan lain-lain).
d) Mengeluarkan obat dari formularium rumah sakit atau anda tidak memakai obat
yang bersangkutan jika ada alternatif yang lebih aman.

C. INTERAKSI OBAT DENGAN OBAT LAIN DAN MAKANAN

a. Interaksi Obat Dengan Obat


Interaksi obat adalah kejadian di mana suatu zat mempengaruhi aktivitas obat. Efek-
efeknya bisa meningkatkan atau mengurangi aktivitas, atau menghasilkan efek baru yang
tidak dimiliki sebelumnya. Potensi obat dapat dirasakan setelah terjadi reaksi kimia di
dalam tubuh. Reaksi kimia dapat terjadi antar obat atau obat dengan bahan lain di luar obat
yang dikonsumsi dalam waktu bersamaan.
Adanya reaksi atau interaksi obat dengan zat lain dapat menurunkan potensi obat
dan mengurangi efek pengobatan, atau sebaliknya bisa terjadi peningkatan efek samping
dari obat itu sendiri. Interaksi antara obat dengan makanan dapat terjadi jika makanan yang
kita makan mempengaruhi obat yang sedang kita gunakan sehingga mempengaruhi efek
obat tersebut. Interaksi obat bisa ditimbulkan oleh berbagai proses, antara lain perubahan
dalam farmakokinetika obat tersebut, seperti Absorpsi, Distribusi, Metabolisme, dan
Ekskresi (ADME) obat.
1. Berdasarkan jenis atau bentuknya interaksi obat diklasifikasikan atas:
a) Interaksi secara kimia atau farmasetis
Interaksi secara kimia / farmasetis terjadi apabila secara fisik atau kimia suatu
obat inkompatibel dengan obat lainnya. Pencampuran obat yang inkompatibel akan
mengakibatkan inaktivasi obat. Interaksi ini sering terjadi pada cairan infus yang
mencampurkan berbagai macam obat.
b) Interaksi secara farmakokinetik
Interaksi secara farmakokinetik terjadi apabila suatu obat mempengaruhi
absorpsi, distribusi, biotransformasi / metabolisme, atau ekskresi obat lain.
c) Interaksi secara fisiologi
Secara fisiologi interaksi terjadi apabila suatu obat merubah aktivitas obat lain
pada lokasi yang terpisah dari tempat aksinya.
d) Interaksi secara farmakodinamik
Secara farmakodinamik terjadi apabila suatu obat mempengaruhi aktivitas obat
lain pada atau dekat sisi reseptornya.
2. Akibat interaksi obat
a) Sumasi (adiktif).
b) Sinergisme, contoh : Sulfonamid mencegah bakteri untuk mensintesa
dihidrofolat, sedangkan trimetoprim menghambat reduksi dihidrofolat menjadi
tetrahidrofolat. Kedua obat ini bila diberikan bersama-sama akan memiliki efek
sinergistik yang kuat sebagai obat anti bakteri.
c) Antagonisme, contoh : Antagonis reseptor beta (beta bloker) mengurangi
efektifitas obat-obat bronkhodilator seperti salbutamol yang merupakan agonis
beta reseptor.
d) Potensiasi, contoh : banyak diuretika yang menurunkan kadar kalium plasma,
dan yang akan memperkuat efek glikosid jantung yang mempermudah
timbulnya toksisitas glikosid.
3. Klasifikasi interaksi obat
a) Minor drugs interaction
Umumnya tidak terlalu berpengaruh pada efek klinik dan tidak membutuhkan
perubahan regiment terapi.(contoh : Furocemid dan hydralazine).
b) Moderate drugs interaction
Jika terjadi interaksi, membutuhkan penyesuaian dosis dan monitoring ketat.
(contoh : Rifampisin dan isoniazid).
c) Severe drugs interaction
Interaksi ini harus dihindari sedapat mungkin, karena berpotensi menimbulkan
toksisitas yang berbahaya. (contoh : ketoconazole dan cisapride).
4. Hal yang perlu diperhatikan interaksi obat
a) Tidak semua obat yang berinteraksi signifikan scr klinik
b) Interaksi tidak selamanya merugikan.
c) Jika dua obat berinteraksi tidak berarti tidak boleh diberikan
d) Interaksi tidak hanya untuk terapi yang berbeda tetapi kadang untuk mengobati
penyakit yang sama.
e) Interaksi dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan pengobatan.
5. Manfaat interaksi obat
a) Meningkatkan kerja obat, contoh : sulfametoksasol, analgetik dan kafein
b) Mengurangi efek samping, contoh : anestetika dan adrenalin
c) Memperluas spektrum, contoh : kombinasi antiinfeksi
d) Memperpanjang kerja obat, contoh : probenesid dan penisilin.
6. Pasien yang rentan terhadap interaksi obat
a) Pasien lanjut usia
b) Pasien yang mengkonsumsi lebih dari satu macam obat
c) Pasien dengan gangguan fungsi ginjal dan hati
d) Pasien dengan penyakit akut
e) Pasien dengan penyakit yang tidak tidak stabil (kadang kambuh)
f) Pasien dengan karakteristik genetik tertentu
g) Pasien yang dirawat oleh lebih dari satu dokter.

b. Interaksi Obat Dengan Makanan


Setiap saat, ketika suatu makanan atau minuman mengubah efek suatu obat,
perubahan tersebut dianggap sebagai interaksi obat dengan makanan. Interaksi seperti itu
bisa terjadi, tetapi tidak semua obat dipengaruhi oleh makanan, dan beberapa obat hanya
dipengaruhi oleh makanan tertentu. Interaksi obat-makanan dapat terjadi dengan obat yang
diresepkan oleh dokter, obat yang dibeli bebas, produk herbal, dan suplemen diet.
Meskipun beberapa interaksi mungkin berbahaya atau bahkan fatal pada kasus yang langka,
interaksi yang lain bisa bermanfaat dan umumnya tidak akan menyebabkan perubahan yang
berarti terhadap kesehatan.
1. Proses makanan dan obat berinteraksi
Makanan dan obat dapat berinteraksi dalam banyak cara yang berbeda. Sering, zat
tertentu di dalam makanan memberikan efek. Perubahan-perubahan lain dapat disebabkan
oleh jumlah protein dalam diet anda, atau bahkan cara makanan tersebut disiapkan. Salah
satu cara yang paling umum terjadi, dimana makanan mempengaruhi efek obat adalah
dengan mengubah cara obat tersebut diuraikan (dimetabolisme) oleh tubuh anda. Jenis
protein yang disebut enzim, memetabolisme banyak obat. Pada sebagian besar obat,
metabolisme adalah proses yang terjadi di dalam tubuh terhadap obat dimana obat yang
semula aktif/ berkhasiat, diubah menjadi bentuk tidak aktifnya sebelum dikeluarkan dari
tubuh. Sebagian obat malah mengalami hal yang sebaliknya, yakni menjadi aktif setelah
dimetabolisme, dan setelah bekerja memberikan efek terapinya, dimetabolisme lagi
menjadi bentuk lain yang tidak aktif untuk selanjutnya dikeluarkan dari tubuh. Beberapa
makanan dapat membuat enzim-enzim ini bekerja lebih cepat atau lebih lambat, baik
dengan memperpendek atau memperpanjang waktu yang dilalui obat di dalam tubuh. Jika
makanan mempercepat enzim, obat akan lebih singkat berada di dalam tubuh dan dapat
menjadi kurang efektif. Jika makanan memperlambat enzim, obat akan berada lebih lama
dalam tubuh dan dapat menyebabkan efek samping yang tidak dikehendaki.
2. Interaksi obat dan makanan yang umum terjadi
Makanan yang mengandung zat Tyramine (seperti bir, anggur, alpukat, beberapa
jenis keju, dan berbagai daging olahan) memperlambat kerja enzim yang memetabolisme
obat penghambat MAO (kelompok obat antidepresi) dan dapat menyebabkan efek yang
berbahaya, termasuk tekanan darah tinggi yang serius. Beberapa jenis makanan dapat
mencegah obat tertentu untuk diserap ke dalam darah setelah ditelan, dan yang lain
sebaliknya dapat meningkatkan penyerapan obat. Contohnya, jika anda meminum segelas
susu ketika menggunakan obat antibiotik tetrasiklin, calcium yang ada dalam susu akan
mengikat tertrasiklin, membentuk senyawa yang tidak mungkin dapat diserap oleh tubuh
ke dalam darah. Sehingga efek yang diharapkan dari obat tetrasiklin tidak akan terjadi. Di
sisi lain, meminum segelas jus citrus bersamaan dengan suplemen yang mengandung zat
besi akan sangat bermanfaat karena vitamin C yang ada dalam jus akan meningkatkan
penyerapan zat besi. Akhirnya, beberapa makanan benar-benar bisa mengganggu efek yang
diinginkan dari obat. Contohnya, orang yang menggunakan obat pengencer darah warfarin
seharusnya tidak mengkonsumsi secara bersamaan dengan makanan yang banyak
mengandung vitamin K seperti brokoli, atau bayam. Vitamin K membantu pembekuan
darah, sehingga melawan efek dari obat warfarin. Efek yang sebaliknya, terjadi dengan
vitamin E, bawang dan bawang putih, karena bahan-bahan ini menghaslkan efek yang mirip
dengan efek warfarin. Konsumsi dalam jumlah besar dari makanan ini dapat menyebabkan
efek warfarin menjadi terlalu kuat.

c. Hal-Hal Yang Perlu Dilakukan Untuk Menghindari Terjadinya Interaksi Obat


1. Jagalah obat tetap berada di dalam wadah / tempat aslinya sehingga memudahkan
untuk mendapatkan informasi mengenai obat pada label obat.
2. Bacalah label obat dengan teliti, apabila kurang memehami dapat ditanyakan
kepada apoteker atau dokter.
3. Bacalah aturan pakai, perhatian dan peringatan interaksi obat yang tercantum dalam
lebel dan wadah obat.
4. Sebaiknya minum obat dengan segelas air putih
5. Tanyakan kepada apoteker atau dokter mengenai informasi tentang makanan,
minuman dan suplemen serta yang harus dihindari ketika minum obat.

Anda mungkin juga menyukai