Disusun Oleh :
Aulia Ulfa Fiani 2202010
Clara Nabilah 2202011
Listia Ningsih 2202031
Nia Daiatul Isroq 2202036
Siti Nurjanah 2202050
Suci Ramahi 2202052
ANGKATAN VIII
PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER
SEKOLAH TINGGI ILMU FARMASI RIAU
PEKANBARU
06 FEBRUARI – 03 MARET 2023
BAB I
PENDAHULUAN
5. Meninjau secara langsung mengenai Cara Pembuatan Obat yang Baik atau CPOB
di industri farmasi Lembaga Farmasi Pusat Kesehatan Angkatan Darat Bandung
TINJAUAN UMUM
Ukuran Partikel
Non Operasional Operasional
Kelas
Jumlah Maksimum Partikel/M yang diperbolehkan
3
Catatan:
- Kelas A, B, C dan D adalah kelas kebersihan ruang untuk pembuatan produk
steril.
- Kelas E adalah kelas kebersihan ruang untuk pembuatan produk nonsteril.
- Persyaratan lain untuk pembuatan produk steril dirangkum pada Aneks 1
Pembuatan Produk Steril.
2.3.4 Peralatan
Peralatan untuk pembuatan obat hendaklah memiliki desain dan konstruksi yang
tepat, ukuran yang memadai serta ditempatkan dan dikualifikasi dengan tepat, agar mutu
obat terjamin sesuai desain serta seragam dari bets ke bets dan untuk memudahkan
pembersihan serta pemeliharaan agar dapat mencegah kontaminasi silang, penumpukan
debu atau kotoran dan, hal-hal yang umumnya berdampak buruk pada mutu produk.
Desain dan konstruksi hendaklah memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. Peralatan hendaklah didesain, ditempatkan dan di rawat sesuai dengan tujuannya.
b. Permukaan peralatan yang bersentuhan langsung dengan bahan awal, produk antara
atau produk jadi tidak boleh menimbulkan reaksi, adisi atau absorbsi yang dapat
mempengaruhi identitas, mutu atau kemungkinan di luar batas yang ditentukan.
c. Bahan yang diperlukan untuk operasional alat khusus, misalnya pelumas atau
pendingin tidak boleh bersentuhan dengan bahan yang sedang diolah sehingga
tidak mempengaruhi identitas, mutu atau kemurnian bahan awal, produk antara
ataupun produk jadi.
d. Peralatan tidak boleh merusak produk akibat katub bocor, tetesan pelumas dan hal
sejenis atau karena perbaikan, perawatan, modifikasi dan adaptasi yang tidak tepat.
e. Peralatan hendaknya didesain sedemikian rupa agar mudah dibersihkan. Peralatan
tersebut hendaklah dibersihkan sesuai prosedur tertulis yang rinci serta disimpan
dalam keadaan bersih dan kering.
f. Peralatan pencucian dan pembersihan hendaklah dipilih dan digunakan agar tidak
menjadi sumber pencemaran.
g. Peralatan yang digunakan hendaklah tidak berakibat buruk pada produk. Bagian
alat yang bersentuhan langsung dengan produk tidak boleh bersifat reaktif, adiktif
atau absorbtif yang dapat mempengaruhi mutu dan berakibat buruk pada produk.
h. Semua peralatan khusus untuk pengolahan bahan mudah terbakar atau bahan kimia
atau yang ditempatkan di area dimana digunakan bahan mudah terbakar, hendaklah
dilengkapi dengan perlengkapan elektris yang kedap eksplosi serta ditimbun
dengan benar.
i. Hendaklah tersedia alat timbang dan alat ukur dengan rentang dan ketelitian yang
tepat untuk proses produksi dan pengawasan.
j. Peralatan untuk mengukur, menimbang, mencatat, dan mengendalikan hendaklah
dikalibrasi dan diperiksa pada interval waktu tertentu dengan metode yang
ditetapkan. Catatan yang memadai dari pengujian tersebut hendaklah disimpan.
k. Filter cairan yang digunakan untuk proses produksi hendaklah tidak melepaskan
serat ke dalam produk. Filter yang mengandung asbes tidak boleh digunakan
walaupun sesudahnya disaring kembali menggunakan filter khusus yang tidak
melepaskan serat.
2.3.5 Produksi
Produksi hendaklah dilaksanakan dengan mengikuti prosedur yang
telahditetapkan dan memenuhi ketentuan CPOB untuk menjamin produk yang dihasilkan
memenuhi ketentuan izin pembuatan dan izin edar (registrasi). Produksi hendaklah
dilakukan dan diawasi oleh personil yang kompeten karena mutu obattidak hanya
ditentukan oleh hasil analisa terhadap produk akhir, melainkan jugaoleh mutu yang
dibangun selama tahap produksi sampai dengan pengemasan. Prosedur produksi dibuat
oleh penanggung jawab produksi bersama dengan penanggung jawab pengawasan mutu
untuk menjamin obat yang dihasilkan memenuhi spesifikasi yang telah ditentukan.
Prosedur kerja standar hendaklah tertulis serta mudah dipahami dan dipatuhi oleh
karyawan produksi. Dokumentasi setiap langkah prosedur harus dilakukan dengan
cermat, tepat dan ditangani oleh karyawan yang melaksanakan tugas.
2.3.6 Cara Penyimpanan Dan Pengiriman Obat Yang Baik
Penyimpanan dan pengiriman adalah bagian yang penting dalam kegiatan dan
manajemen rantai pemasokan obat yang terintegrasi. Dokumen ini menetapkan langkah-
langkah yang tepat untuk membantu pemenuhan tanggung jawab bagi semua yang
terlibat dalam kegiatan pengiriman dan penyimpanan produk. Dokumen ini memberikan
pedoman bagi penyimpanan dan pengiriman produk jadi dari Industri Farmasi ke
distributor. Jika gudang industri farmasi bertindak juga sebagai pusat distribusi produk ke
fasilitas distribusi, fasilitas pelayanan kefarmasian dan fasilitas pelayanan kesehatan,
hendaklah industri farmasi juga menerapkan dan memenuhi pedoman Cara Distribusi
Obat yang Baik (CDOB).
2.3.7 Pengawasan Mutu
Pengawasan Mutu mencakup pengambilan sampel, spesifikasi, pengujian serta
termasuk pengaturan, dokumentasi dan prosedur pelulusan yang memastikan bahwa
semua pengujian yang relevan telah dilakukan, dan bahan tidak diluluskan untuk dipakai
atau produk diluluskan untuk dijual, sampai mutunya telah dibuktikan persyaratan.
Pengawasan Mutu tidak terbatas pada kegiatan laboratorium, tapi juga harus terlibat
dalam semua keputusan yang terkait dengan mutu produk. Ketidaktergantungan
Pengawasan Mutu dari Produksi dianggap hal yang fundamental agar Pengawasan Mutu
dapat melakukan kegiatan dengan benar.
Tiap pemegang Izin Industri Farmasi hendaklah mempunyai Bagian Pengawasan
Mutu. Bagian ini harus independen dari bagian lain dan di bawah tanggung jawab dan
wewenang seorang dengan kualifikasi dan pengalaman yang sesuai, yang membawahi
satu atau beberapa laboratorium. Sarana yang memadai hendaklah tersedia untuk
memastikan bahwa segala kegiatan Pengawasan Mutu dilaksanakan dengan efektif dan
dapat diandalkan. Bagian Pengawasan Mutu secara keseluruhan juga mempunyai
tanggung jawab, antara lain adalah membuat, memvalidasi dan menerapkan semua
prosedur pengawasan mutu, mengawasi pengendalian sampel pembanding dan/atau
sampel pertinggal dari bahan dan produk bila perlu, memastikan kebenaran label pada
wadah bahan dan produk, memastikan pelaksanaan pemantauan stabilitas produk, ikut
serta dalam investigasi keluhan yang terkait dengan mutu produk, dll. Semua kegiatan
tersebut hendaklah dilakukan sesuai dengan prosedur tertulis, dan dicatat di mana perlu.
2.3.8 Inspeksi Diri
Tujuan inspeksi diri adalah untuk mengevaluasi apakah semua aspek produksi
dan pengawasan mutu industri farmasi memenuhi ketentuan CPOB. Program inspeksi
diri hendaklah dirancang untuk mendeteksi kelemahan dalam pelaksanaan CPOB dan
untuk menetapkan tindakan perbaikan yang diperlukan. Inspeksi diri hendaklah
dilakukan secara independen dan rinci oleh petugas yang kompeten dari perusahaan yang
dapat mengevaluasi penerapan CPOB secara objektif. Inspeksi diri hendaklah dilakukan
secara rutin dan, di samping itu, pada situasi khusus, misalnya dalam hal terjadi
penarikan kembali obat jadi atau terjadi penolakan yang berulang.Semua saran untuk
tindakan perbaikan supaya dilaksanakan Prosedur dan catatan inspeksi diri hendaklah
didokumentasikan dan dibuat program tindak lanjut yang efektif. Hendaklah dibuat
instruksi tertulis untuk inspeksi diri yang menyajikan standar persyaratan minimal dan
seragam. Daftar ini hendaklah berisi pertanyaan mengenai ketentuan CPOB yang
mencakup antara lain:
- Personel;
- Bangunan-fasilitas termasuk fasilitas untuk personel;
- Pemeliharaan bangunan dan peralatan;
- Penyimpanan bahan awal, bahan pengemas dan obat jadi;
- Peralatan;
- Produksi dan pengawasan selama-proses;
- Pengawasan mutu;
- Dokumentasi;
- Sanitasi dan higiene;
- Program validasi dan revalidasi;
- Kalibrasi alat atau sistem pengukuran;
- Prosedur penarikan obat jadi;
- Penanganan keluhan;
- Pengawasan label; dan
- Hasil inspeksi diri sebelumnya dan tindakan perbaikan.
Aspek-aspek tersebut hendaklah diperiksa secara berkala menurut program yang telah
disusun untuk memverifikasi kepatuhan terhadap prinsip Pemastian Mutu.
Inspeksi diri hendaklah dilakukan secara indipenden dan rinci oleh personil (-
personil) perusahaan yang kompeten. Manajemen hendaklah membentuk tim inspeksi
diri yang berpengalaman dalam bidangnya masing-masing dan memahami CPOB. Audit
independen oleh pihak ketiga juga dapat bermanfaat. Inspeksi diri dapat dilaksanakan per
bagian sesuai dengan kebutuhan perusahaan, namun inspeksi diri yang menyeluruh
hendaklah dilaksanakan minimal 1 (satu) kali dalam setahun. Frekuensi inspeksi diri
hendaklah tertulis dalam prosedur inspeksi diri. Semua hasil inspeksi diri hendaklah
dicatat. Laporan hendaklah mencakup:
a. Semua hasil pengamatan yang dilakukan selama inspeksi dan, bila memungkinkan,
b. Saran untuk tindakan perbaikan.
Pernyataan dari tindakan yang dilakukan hendaklah dicatat. Hendaklah ada program
penindaklanjutan yang efektif. Manajemen perusahaan hendaklah mengevaluasi baik
laporan inspeksi diri maupun tindakan perbaikan bila diperlukan.
2.3.9 Keluhan dan Penarikan Produk
Untuk melindungi kesehatan masyarakat, suatu sistem dan prosedur yang sesuai
hendaklah tersedia untuk mencatat, menilai, menginvestigasi dan meninjau keluhan
termasuk potensi cacat mutu dan jika perlu, segera melakukan penarikan obat termasuk
obat uji klinik dari jalur distribusi secara efektif. Prinsip-prinsip Manajemen Risiko Mutu
hendaklah diterapkan pada investigasi,penilaian cacat mutu dan proses pengambilan
keputusan terkait dengan tindakan penarikan produk, tindakan perbaikan dan pencegahan
serta tindakan pengurangan-risiko lain. Semua otoritas pengawas obat terkait hendaklah
diberitahu secara tepat waktu jika ada cacat mutu yang terkonfirmasi (kesalahan
pembuatan, kerusakan produk, temuan pemalsuan, ketidakpatuhan terhadap izin edar atau
spesifikasi produk, atau isu mutu serius lain) terhadap obat atau obat uji klinik yang dapat
mengakibatkan penarikan produk atau pembatasan pasokan. Apabila ditemukan produk
yang beredar tidak sesuai dengan izin edarnya, hendaklah dilaporkan kepada Badan POM
dan atau otoritas pengawas obat terkait sesuai dengan ketentuan berlaku.
2.3.10 Dokumentasi
Dokumentasi yang baik merupakan bagian yang esensial dari sistem pemastian
mutu dan merupakan kunci untuk pemenuhan persyaratan CPOB. Berbagai jenis
dokumen dan media yang digunakan hendaklah sepenuhnya ditetapkan dalam Sistem
Mutu Industri Farmasi. Dokumentasi dapat dibuat dalam berbagai bentuk, termasuk
media berbasis kertas, elektronik atau fotografi. Tujuan utama sistem dokumentasi yang
dimanfaatkan haruslah untuk membangun, mengendalikan, memantau dan mencatat
semua kegiatan yang secara langsung atau tidak langsung berdampak pada semua aspek
kualitas obat. Sistem Mutu Industri Farmasi hendaklah mencakup penjabaran rinci yang
memadai terhadap pemahaman umum mengenai persyaratan, di samping memberikan
pencatatan berbagai proses dan evaluasi setiap pengamatan yang memadai, sehingga
penerapan persyaratan yang berkelanjutan dapat ditunjukkan.
Acuan lebih lanjut terkait penerapan Cara Dokumentasi yang Baik untuk
menjamin integritas dokumen dan catatan dapat mengacu pada Pedoman WHO
Guidance on Good Data and Record Management Practices atau pedoman internasional
lain terkait. Ada dua jenis dokumentasi utama yang digunakan untuk mengelola dan
mencatat pemenuhan CPOB: prosedur/instruksi (petunjuk, persyaratan) dan
catatan/laporan. Pelaksanaan dokumentasi yang tepat hendaklah diterapkan sesuai
dengan jenis dokumen. Pengendalian yang sesuai hendaklah diterapkan untuk
memastikan keakuratan, integritas, ketersediaan dan keterbacaan dokumen. Dokumen
hendaklah bebas dari kesalahan dan tersedia secara tertulis. Istilah 'tertulis' berarti
tercatat, atau terdokumentasi di media tempat data dapat diberikan dalam bentuk yang
mudah terbaca oleh manusia.
2.3.11 Kegiatan Alih Daya
Aktivitas yang tercakup dalam Pedoman CPOB yang dialihdayakan hendaklah
didefinisikan, disetujui dan dikendalikan dengan benar untuk menghindarkan
kesalahpahaman yang dapat menghasilkan produk atau pekerjaan dengan mutu yang
tidak memuaskan. Hendaklah dibuat kontrak tertulis antara Pemberi Kontrak dan
Penerima Kontrak yang secara jelas menentukan peran dan tanggung jawab masing-
masing pihak. Sistem Mutu Industri Farmasi dari Pemberi Kontrak hendaklah
menyatakan secara jelas prosedur pelulusan tiap bets produk untuk diedarkan yang
menjadi tanggung jawab penuh Kepala Pemastian Mutu.
Hendaklah dibuat kontrak tertulis yang meliputi semua kegiatan alih daya, produk
atau pekerjaan dan semua pengaturan teknis terkait. Semua pengaturan untuk kegiatan
alih daya termasuk usulan perubahan teknis atau perubahan lain hendaklah sesuai dengan
peraturan regulasi dan Izin Edar untuk produk terkait. Jika pemegang Izin Edar dan Izin
Industri Farmasi tidak sama, pengaturan yang tepat hendaklah dibuat dengan
mempertimbangkan semua prinsip. Pembuatan obat alih daya di Indonesia hanya dapat
dilakukan oleh industri farmasi yang memiliki sertifikat CPOB yang berlaku yang
diterbitkan oleh Badan POM.
2.3.12 Kulifikasi dan Validasi
CPOB mempersyaratkan industri farmasi mengendalikan aspek kritis kegiatan
yang dilakukan melalui kualifikasi dan validasi sepanjang siklus hidup produk dan
proses. Tiap perubahan yang direncanakan terhadap fasilitas, peralatan, sarana
penunjang, dan proses, yang dapat memengaruhi mutu produk, hendaklah
didokumentasikan secara formal dan dampak pada status validasi atau strategi
pengendaliannya dinilai. Pendekatan manajemen risiko mutu hendaklah diterapkan
sepanjang siklus hidup obat. Sebagai bagian dari sistem manajemen risiko mutu,
keputusan mengenai cakupan dan luas kualifikasi-validasi fasilitas, peralatan, sarana
penunjang, dan proses hendaklah didasarkan pada penilaian risiko yang dijustifikasi dan
didokumentasikan. Validasi retrospektif tidak lagi dianggap sebagai pendekatan yang
dapat diterima. Data pendukung kualifikasi dan/atau studi validasi yang diperoleh dari
sumber di luar program industri dapat digunakan, dengan syarat pendekatan ini telah
dijustifikasi dan ada jaminan yang memadai bahwa pengendalian telah dilakukan saat
mengambil alih data tersebut.
2.4 Production Planning and Inventory Control (PPIC)
Material management adalah suatu manajemen untuk mancapai tujuan
pengelolaan material (bahan baku, bahan pengemas, produk setengah jadi dan produk
jadi) itu sendiri. Tugas pokok material manajemen adalah mengubah ramalan penjualan
(forecasting) menjadi perencanaan produksi dan kemudian menjadi perencanaan bahan
baku, persediaan akhir, hasil antara, peralatan pengangkutan dan jam kerja. Kegiatan
utama dalam material manajemen adalah Perencanaan Produksi (production planning)
dan pengendalian persediaan (inventory control), bagian ini biasa disebut dengan
departemen Production Planning and Inventory Control (PPIC) PPIC merupakan sebuah
tim yang bertugas membuat perencanaan produksi. Adapun hal yang perlu diperhatikan
dalam Perencanaan Produksi yaitu (Priyambodo, 2007) :
1) Keterbatasan kapasitas atau fasilitas produksi
2) Analisis biaya tambahan (incremental cost) Analisis biaya tambahan diperlukan
karena adanya perubahan periode produksi menjadi lebih singkat sehingga timbul
kenaikan biaya yang disebabkan oleh : biaya lembur, biaya instal (set up) mesin
karena adanya pergantian produk, biaya simpan, biaya kompensasi atas
berkurangnya output, dll.
3) Delivery time
Ditentukan untuk produksi obat-obat tender yang jumlahnya besar dan order datang
mendadak serta tidak dapat diprediksi lebih awal.
2.4.1 Perencanaan Produksi (Production Planning)
Setelah forecast dibuat oleh bagian marketing, selanjutnya disusun perencanaan
produksi serta Rencana Anggaran Belanja Perusahaan (RABP) sebagai acuan untuk
memenuhi permintaan marketing tersebut. Perencanaan produksi terbagi menjadi
Rencana Produksi Tahunan, yang kemudian dipecah kedalam Rencana Periodik misalnya
semester atau triwulan. Selanjutnya Rencana Periodik dipecah lagi menjadi Rencana
Produksi Bulanan, Mingguan dan Harian. Sasaran pokok dari perencanaan produksi
antara lain:
1) Ketepatan waktu dalam memenuhi permintaan pelanggan
2) Kecepatan waktu penyelesaian permintaan pelanggan
3) Berkurangnya biaya produksi
4) New product launching dan divestment (Write Off) produk-produk lama berjalan
lancar (teratur).
Perencanaan produksi dipengaruhi oleh banyak faktor, baik faktor internal (dari
dalam perusahaan itu sendiri) maupun faktor eksternal. Faktor internal antara lain
kapasitas terpasang, kapasitas produksi, jumlah persediaan dan aktifitas lain yang
diperlukan untuk produksi. Sedangkan faktor eksternal yang mempengaruhi perencanaan
produksi antara lain kebutuhan/permintaan pasar, kondisi perekonomian, ketersediaan
bahan baku/ bahan pengemas, aktifitas kompetitor dan kapasitas eksternal (untuk
kegiatan yang di sub kontrakkan).
2.4.2 Pengendalian Persediaan (Inventory Control)
Pesediaan (inventory) memiliki arti penting operasi bisnis suatu perusahaan, guna
untuk memenuhi kebutuhan produksi dan memberikan kepuasan pada kebutuhan
perusahaan. Tujuan diadakan persediaan antara lain:
1. Untuk memberikan layanan terbaik pada pelanggan
2. Untuk memperlancar proses produksi
3. Untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya kekuarangan persediaan
4. Dan untuk menghadapi fluktuasi harga.
Untuk mencapai tujuan tersebut tentu saja akan menimbulkan konsekuensi bagi
perusahaan, yaitu menanggung biaya atau resiko yang berkaitan dengan keputusan
persediaan. Oleh karena itu, sasaran akhir dari pengendalian persediaan adalah
menghasilkan keputusan tingkat persediaan, yang menyeimbangkan tujuan diadakannya
persediaan dengan biaya yang dikeluarkan.
2.5 Pergudangan
Gudang merupakan sarana pendukung kegiatan produksi dan operasi industri
farmasi yang berfungsi untuk menyimpan bahan baku, bahan kemas dan bahan obat jadi
yang belum didistribusikan. Selain untuk penyimpanan, gudang juga berfungsi untuk
melindungi bahan baku, pengemas, dan obat jadi dari pengaruh luar dan binatang
pengerat, serangga dan melindungi obat dari kerusakan. Agar dapat menjalankan fungsi
tersebut maka harus dilakukan pengelolaan pergudangan secara benar atau yang sering
disebut dengan manajemen pergudangan. Manajemen perundangan memiliki cakupan
antara lain (Priyambodo, 2007):
1. Mengatur orang/petugas (SDM) mengatur penerimaan barang.
2. Mengatur penataan/penyimpanan barang
3. Mengatur pelayanan akan permintaan barang Sasaran pengelolaan gudang adalah:
a. Fasilitas
b. Tenaga kerja
c. Barang Syarat-syarat gudang sesuai dengan c-GMP antara lain (Priyambodo,
2007):
- Harus ada Prosedur Tetap yang mengatur tata cara kerja bagian gudang,
termasuk di dalamnya mencakup tentang tata cara penerimaan bahan,
penyimpanan dan distribusi bahan/produk.
- Gudang harus cukup luas, terang dan dapat menyimpan bahan dalam
keadaan kering, bersuhu sesuai dengan persyaratan, bersih dan teratur.
- Harus terdapat tempat khusus untuk menyimpan bahan yang mudah
terbakar atau mudah meledak (misalnya alkohol atau pelarut organik).
- Tersedia tempat khusus untuk produk atau bahan dalam status
“karantina” dan “ditolak”.
- Tersedia tempat khusus untuk melakukan sampling (sampling room)
dengan kualitas ruangan seperti ruang produksi (Grey Area).
- Pengeluaran bahan harus menggunakan prinsip FIFO (First In First Out)
atau FEFO (First Expired First Out).
2.6 Produksi
Produksi hendaklah dilakukan dan diawasi oleh personil yang kompeten.
Penanganan bahan dan produk jadi, seperti penerimaan dan karantina, pengambilan
sampel, penyimpanan, penandaan, penimbangan, pengolahan, pengemasan, dan distribusi
hendaklah dilakukan sesuai dengan prosedur atau instruksi tertulis dan bila perlu dicatat
(Anonim, 2006). Bahan yang diterima dan produk jadi hendaklah dikarantina secara fisik
atau administratif segera setelah diterima atau diolah, sampai dinyatakan lulus untuk
pemakaian atau distribusi. Tiap tahap pengolahan, produk dan bahan hendaklah
dilindungi terhadap pencemaran mikroba atau pencemaran lain (Anonim, 2006).
Adapun ruang lingkup yang termaksud di dalam sistem produksi yaitu
(Priyambodo, 2007):
1. Penimbangan bahan baku dan bahan pengemas
2. Proses pengolahan
3. Validasi proses pengolahan
4. Protap dan dokumen produksi
5. Prosedur tertulis yang telah disetujui (Dokumen Induk Produksi), berisi :
penimbangan, tahapan proses kritis, kebersihan alat/mesin yang digunakan serta
pengawasan dalam proses
6. Kondisi ruangan produksi harus bersih dan terpantau
7. Adanya catatan proses termasuk penyimpangan yang terjadi
8. Terjaminnya prosedur/proses ketelusuran
9. Pemantauan terhadap suhu dan kelembaban ruangan berdasarkan prosedur dan
dilakukan sebelum kegiatan pengolahan dimulai
10. Adanya nomor bets yang merupakan identitas bagi obat jadi
11. Setiap ruangan pengolahan diberi label jenis kegiatan dan nomor bets produk
yang sedang diproses dalam ruangan tersebut
12. Operator yang terlibat dalam proses harus mengenakan pakaian kerja dan sepatu
kerja yang bersih sesuai ketentuan yang berlaku
13. Setiap wadah bahan baku harus diberi identitas yang jelas
14. Pelumas yang digunakan untuk mesin: Food Grade
15. Dilakukan pemantauan kualitas lingkungan kerja (kelas I, II, atau III) secara
periodik.
Prosedur kerja standar hendaklah tertulis, mudah dipahami dan dipatuhi oleh
karyawan produksi. Dokumentasi setiap langkah dilakukan dengan cermat, tepat dan
ditangani oleh karyawan yang melaksanakan tugas (Anonim, 2006).
2.6.1 Bahan Awal
Setiap bahan awal, sebelum dinyatakan lulus untuk digunakan, hendaklah
memenuhi spesifikasi bahan awal yang sudah ditetapkan dan diberi label dengan nama
yang dinyatakan dalam spesifikasi. Persediaan bahan awal hendaklah diperiksa dalam
selang waktu tertentu. Bahan awal yang cenderung rusak atau turun potensinya atau
aktifitasnya selama dalam penyimpanan hendaknya ditandai secara jelas, disimpan
terpisah dan secepatya dimusnahkan atau dikembalikan kepada pemasok.
2.6.2 Validasi Proses
Semua prosedur produksi hendaklah divalidasi dengan tepat. Validasi hendaklah
dilaksanakan menurut prosedur yang telah ditentukan dan catatan hasilnya disimpan
dengan baik. Perubahan penting dalam proses, peralatan atau bahan harus divalidasi
ulang untuk menjamin bahwa perubahan tersebut tetap menghasilkan produk yang
memenuhi spesifikasi yang telah ditentukan. Macam pendekatan validasi:
1. Validasi Prospektif (Prospective Validation)
Pelaksanaannya berdasarkan protokol yang direncanakan dengan perolehan data
pertama, sebagai contoh yaitu produk baru yang belum beredar.
2. Validasi Konkuren (Concurrent Validation)
Pelaksanaannya berdasarkan data otentik yang diperoleh dan dikumpulkan
melalui proses yang sedang berlaku, sebagai contoh yaitu produk yang sedang
beredar.
3. Validasi Retrospektif (Retrospektif Validation)
Pelaksanaannya berdasarkan data otentik yang diperoleh dan dikumpulkan dari
proses yang sudah (lama) berlaku dan dinilai melalui prinsip statistik, sebagai
contoh yaitu produk yang sudah (lama) beredar.
4. Validasi Ulang (Revalidation)
Dilaksanakan apabila terjadi perubahan dalam komponen validasi, seperti: produk
baru, perubahan bahan awal, perubahan sistem/prosedur, pemindahan peralatan,
dan perbaikan besar.
2.6.3 Sistem Penomoran Bets dan Lot
Sistem ini diperlukan untuk memastikan bahwa produk antara, produk ruahan
atau obat jadi suatu bets atau lot dapat dikenali dengan nomor bets atau lot tertentu dan
tidak digunakan secara berulang.
2.6.4 Penimbangan dan Penyerahan
Penimbangan, atau penghitungan dan penyerahan bahan baku, bahan pengemas,
produk antara dan produk ruahan perlu didokumentasikan secara lengkap.
2.6.5 Pengolahan
Semua bahan dan peralatan yang digunakan dalam proses pengolahan hendaklah
diperiksa terlebih dahulu. Semua kegiatan pengolahan hendaklah dilaksanakan mengikuti
prosedur tertulis yang telah ditentukan. Bahan yang dapat diolah ulang melalui prosedur
tertentu yang disahkan serta hasilnya memenuhi persyaratan spesifikasi yang ditentukan
dan tidak mempengaruhi mutu dimana semua proses pengolahan ulang hendaklah
disahkan dan didokumentasikan. Pencegahan pencemaran silang dilakukan untuk setiap
pengolahan.
2.6.6 Pengemasan
Kegiatan pengemasan berfungsi membagi-bagi dan mengemas produk ruahan
menjadi obat jadi. Proses pengemasan dilaksanakan dibawah pengawasan ketat untuk
menjaga identitas, keutuhan dan kualitas barang yang sudah dikemas. Obat yang sudah
dikemas hendaklah dikarantina sambil menunggu pelulusan dari bagian pengawasan
mutu.
2.6.7 Obat Kembalian
Obat jadi yang dikembalikan dari gudang pabrik, misal karena label atau kemasan
luar kotor atau rusak dapat diberi label kembali atau diolah ulang ke bets berikutnya
asalkan tidak ada resiko terhadap mutu produk. Obat jadi yang dikembalikan dari
peredaran dan sudah lepas dari pengawasan pabrik pembuat dapat dipertimbangkan
untuk dijual kembali, diberi label kembali atau diolah ulang ke bets berikutnya hanya
setelah dievaluasi secara kritis oleh bagian pengawasan mutu.
2.6.8 Karantina Obat Jadi dan Penyerahan ke Gudang Obat Jadi
Karantina obat jadi merupakan titik akhir pengawasan sebelum obat jadi
diserahkan ke gudang dan siap didistribusikan. Setelah bagian pengawasan bagian
pengawasan mutu meluluskan suatu bets atau lot, obat jadi tersebut hendaklah
dipindahkan dari daerah karantina ke tempat gudang obat jadi.
2.6.9 Pengawasan Distribusi Obat Jadi
Sistem distribusi dirancang dengan tepat sehingga menjamin obat jadi yang
pertama masuk didistribusikan terlebih dahulu.
2.6.10 Penyimpanan Bahan Awal, Produk Antara, Produk Ruahan Dan Obat Jadi
Bahan disimpan rapi dan teratur untuk mencegah risiko tercampur atau
pencemaran serta memudahkan pemeriksaan dan pemeliharaan.
2.6.11 Perjanjian Kontrak
Pembuatan obat berdasarkan kontrak berarti pembuatan sebagian atau
keseluruhan dari suatu obat oleh satu atau lebih pabrik (disebut penerima kontrak) untuk
kepentingan pihak lain (disebut pemberi kontrak). Pemberi kontrak hendaklah
memastikan bahwa penerima kontrak telah memiliki izin operasional dan sertifikat
CPOB yang sesuai dengan bentuk sediaan obat yang akan dikontrakkan.
2.6.12 Pencemaran
Pencemaran kimiawi atau mikroba terhadap suatu obat harus dihindari. Perhatian
khusus diberikan pada masalah pencemaran silang, karena menunjukkan pelaksanaan
pembuatan obat tidak sesuai CPOB.
2.7 Pengemasan
Pengemasan sediaan farmasi dilaksanakan dengan menggunakan bahan
kemasan yang tidak membahayakan kesehatan manusia dan atau dapat mempengaruhi
berubahnya persyaratan mutu, keamanan, dan kemanfaatan sediaan farmasi (Anonim,
2006). Kegiatan pengemasan berfungsi mengemas produk ruahan menjadi produk jadi.
Pengemasan hendaklah dilaksanakan di bawah pengendalian yang ketat untuk menjaga
identitas, keutuhan dan mutu produk akhir yang dikemas. Semua kegiatan pengemasan
hendaklah dilaksanakan sesuai dengan instruksi yang diberikan dan menggunakan bahan
pengemas yang tercantum dalam prosedur pengemasan induk. Rincian pelaksanaan
pengemasan hendaklah dicatat dalam catatan pengemasan bets (Anonim, 2006). Hal-hal
yang perlu diperhatikan pada proses pengemasan: (Anonim, 2006)
1. Memeriksa kebersihan area kerja dan peralatan telah besih dan bebas dari produk
lain, sisa produk lain atau dokumen lain yang tidak diperlukan.
2. Mengawasi proses kodifikasi (no. bets/lots, tanggal daluwarsa, dan informasi lain)
label, karton ataupun bahan pengemas.
3. Melakukan proses pra-kodifikasi bahan pengemas dan bahan cetak lain di area yang
terpisah.
4. Melakukan pemeriksaan secara visual selama proses pengemasan berlangsung.
5. Produk yang penampilannya mirip sebaiknya tidak dikemas pada jalur yang
berdampingan.
6. Nama dan nomor bets produk hendaklah dapat terlihat dengan jelas.
7. Pada proses pengemasan terakhir hendaklah kemasan terakhir diperiksa dengan
cermat untuk memastikan bahwa kemasan produk tersebut sepenuhnya sesuai
dengan Prosedur Pengemasan Induk.
2.8 Distribusi
Pengiriman dan pengangkutan hendaklah hanya dilaksanakan setelah ada order
pengiriman, tanda terima order pengiriman dan pengangkutan bahan hendaklah
didokumentasikan. Prosedur pengiriman dibuat dan didokumentasikan dengan
mempertimbangkan sifat bahan dan obat yang akan dikirim serta tindakan pencegahan
khusus yang mungkin diperlukan. Wadah luar hendaklah memberikan perlindungan yang
cukup terhadap seluruh pengaruh luar serta diberi label yang jelas dan tidak terhapuskan.
Catatan pengiriman hendaklah disimpan dan memuat minimal :
1. Tanggal pengiriman
2. Nama dan alamat pelanggan
3. Uraian tentang produk, misalnya nama, bentuk dan kekuatan sediaan, nomor bets,
jumlah dan
4. Kondisi pengangkutan dan penyimpanan.
2.9 Pengelolaan Limbah, Air dan Udara
2.9.1 Sistem Tata Udara (Air Handling System/AHS)
Salah satu faktor yang menentukan kualitas obat adalah kondisi lingkungan
tempat di mana produk tersebut dibuat/diproduksi. Kondisi lingkungan yang kritis
terhadap kualitas produk, antara lain adalah (Priyambodo, 2007) :
1. Cahaya
2. Suhu
3. Kelembaban Relatif (RH)
4. Kontaminasi mikroba
5. Kontaminasi Partikel Sebagai upaya untuk mengendalikan kondisi lingkungan
tersebut, maka setiap industri farmasi diwajibkan untuk memiliki Sistem Tata Udara
(Air Handling System/AHS).
Sistem tata udara yang digunakan tergantung dari jenis produk yang dibuat dan
tingkat kelas ruang yang digunakan, misalnya ruang produksi steril, β- laktam, non steril,
sefalosporin dan sebagainya. Sesuai dengan fungsinya, AHU merupakan seperangkat alat
yang dapat mengontrol suhu, kelembaban, tekanan udara, tingkat kebersihan (jumlah
partikel/mikroba), pola aliran udara, jumlah pergantian udara dan sebagainya, di ruang
produksi sesuai dengan persyaratan ruangan yang telah ditentukan. Pada dasarnya AHU
terdiri dari (Priyambodo,2007) :
a. Cooling coil atau evaporator Cooling coil (sering pula disebut dengan istilah
evaporator) berfungsi untuk mengontrol suhu atau temperatur dan kelembaban relatif
(Relative Humudity/RH) udara yang didistribusikan ke ruangan-ruangan produksi.
Hal ini dimaksudkan agar dapat dihasilkan output udara sesuai dengan spesifikasi
ruangan yang telah ditetapkan.
b. Static Pressure Fan (blower)
Blower adalah bagian dari AHU yang berfungsi untuk menggerakkan udara di
sepanjang sistem distribusi udara yang terhubung dengannya. Blower yang
digunakan dalam AHU berupa blower radial yang memiliki kisi-kisi penggerak
udara yang terhubung dengan motor penggerak blower. Motor ini berfungsi merubah
energi listrik menjadi energi gerak. Dapat mengatur jumlah udara yang masuk ke
ruang produksi sehingga tekanan dan pola aliran udara yang masuk ke ruang
produksi dapat dikontrol.
c. Filter
Filter merupakan bagian dari AHU yang berfungi untuk mengendalikan dan
mengontrol jumlah partikel dan mikroorganisme (partikel asing) yang dapat
mengkontaminasi udara yang masuk kedalam ruang produksi. Filter yang digunakan
untuk AHU dibagi menjadi Prefilter (efisiensi penyaringan 35%), medium filter
(efisiensi penyaringan 95%), dan HEPA filter (efisiensi penyaringan 99,997%).
d. Ducting
Saluran tertutup tempat mengalirnya udara yang menghubungkan blower dengan
ruangan produksi.Ducting terdiri dari saluran udara yang masuk dan saluran udara
yang keluar dari ruang produksi dan dilapisi insulator untuk menahan penetrasi
panas dari udara luar.Suplai udara dari AHU akan masuk ke dalam ruang grey area
melalui pre filter dengan efisiensi 35% dari medium filter dengan efisiensi 95% dan
HEPA filter (efisiensi penyaringan 99,997%).
e. Dumper
Dumper berfungsi mengatur jumlah (debit) udara yang dipindahkan ke dalam
maupun yang keluar dari produksi. Besar kecilnya debit udara yang dipindahkan
dapat diatur sesuai dengan pengaturan tertentu pada dumper.
2.9.2 Air Untuk Produksi (Water System)
Air merupakan salah satu aspek kritis dalam pelaksanaan c-GMP. Hal tersebut
disebabkan karena air merupakan bahan baku dalam jumlah besar, terutama untuk
produk sirup, obat suntik cair, cairan infus, dan lain-lain. Bila tercemar, beresiko sangat
fatal bagi pemakai (Priyambodo,2007). Kualitas air yang digunakan untuk produksi
tergantung dari persyaratan air yang digunakan produk yang dibuat, misalnya air murni
atau air untuk injeksi. Mekanisme kerja Purified Water System terdiri dari
(Priyambodo,2007):
1. Multimedia Filter Berfungsi untuk menghilangkan lumpur, endapan dan partike-
partikel yangterdapat pada raw water, terdiri dari beberapa filter dengan porositas
yang berbeda-beda, yaitu 6-12 mm; 2,4-4,8 mm; 1,2-2,4 mm; dan 0,6-1,2 mm.
2. Active Carbon Filter Merupakan karbon yang telah diaktifkan dengan
menggunakan uap bertekanan tinggi atau karbon dioksida. Berfungsi sebagai pre-
treatment sebelum proses de-ionisasi untuk menghilangkan chlorine, chloramines,
benzen, pestisida, bahan-bahan organik, warna, bau dan rasa.
3. Water Softener Filter Berisi resin anionik yang berfungsi untuk menghilangkan
dan/atau menurunkan kesadahan.
4. Reverse Osmosis Merupakan teknik pembuatan air murni yang dapat menurunkan
hingga 95% Total Dissolve Solids di dalam air.
a. EDI (Electronic De-Ionization) Merupakan perkembangan dari Ion Exchange
System dimana sebagai pengikat ion (-) dan (+) dipakai juga elektroda
disamping resin. Elektroda ini dihubungkan dengan arus listrik searah
sehingga proses pemurnian air dapat berlangsung terus menerus tanpa perlu
regenerasi.
b. Looping System CPOB terkini mensyaratkan bahwa air yang digunakan
untuk proses produksi harus disirkulasi 24 jam. Untuk itu purified water
system harus dilengkapi dengan looping system.
2.9.3 Pengelolaan Limbah, Air dan Udara
1. Pengelolaan Limbah Padat Pencemaran limbah padat adalah masuknya benda-
benda padat ke dalam lingkungan sehingga menyebabkan kualitas lingkungan
menurun atau membahayakan kehidupan makhluk hidup atau tidak sesuai lagi
dengan peruntukkannya. Limbah padat yang dihasilkan industri farmasi, antara
lain berasal dari: (Priyambodo, 2007)
a. Debu/serbuk obat dari sistem pengendalian debu (dust collector)
b. Obat rusak/kadaluarsa/reject
c. Kertas, karton, plastik bekas, botol dan aluminium foil dan sampah rumah
tangga
d. Lumpur dari proses Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL).
Upaya Pengelolaan :
- Sampah domestik dibuatkan tempat sampah, kemudian dibuang
ketempat pembuangan sampah akhir.
- Sisa-sisa kertas, karton, plastik dan aluminium foil dikumpulkan
kemudian dijual ke pengumpul sampah.
- Debu/sisa serbuk, obat rusak/kadaluarsa serta lumpur IPAL di bakar di
insenerator.
2. Pengelolaan Limbah Cair Pencemaran limbah cair adalah masuknya sesuatu ke
dalam air yang menyebabkan kualitas air tersebut menurun atau tidak sesuai lagi
dengan peruntukkannya. Limbah cair yang dihasilkan industri farmasi, antara lain
berasal dari: (Priyambodo, 2007)
a. Bekas cucian peralatan produksi, laboratorium, laundry dan rumah tangga
b. Kamar mandi dan WC
c. Bekas reagensia di laboratorium
Upaya Pengelolaan:
a. Pembuatan saluran drainase sesuai dengan sumber limbah
1) Saluran air hujan langsung dialirkan ke selokan umum dan dibuat sumur
resapan.
2) Saluran dari kamar mandi/WC dialirkan ke septic tank.
3) Saluran dari tempat pencucian produksi dan laboratorium dialirkan ke
IPAL
b. Membuat Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL)
c. Khusus untuk limbah cair yang berasal dari golongan β-laktam, sebelum
dicampur dengan limbah non β-laktam ditambahkan NaOH untuk memecah
cincin β-laktam.