Anda di halaman 1dari 11

NO KMK 1332/2002 PMK 9 TH 2017

1 PASAL 1 (a) PASAL 1 (1)

Apotik adalah suatu tempat tertentu, tempat Apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian
dilakukan pekerjaan kefarmasian dan penyaluran tempat dilakukan praktek kefarmasian oleh
Sediaan farmasi, Perbekalan Kesehatan lainnya Apoteker.
kepada masyarakat

2 PASAL 1 (b) PASAL 1 (4)

Apoteker adalah Sarjana Farmasi yang telah lulus Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus
dan telah mengucapkan sumpah jabatan apoteker, sebagai Apoteker dan telah mengucapkan
mereka yang berdasarkan peraturan perundang- sumpah jabatan Apoteker.
undangan yang berlaku berhak melakukan
pekerjaan kefarmasian di Indonesia sebagai
Apoteker.

3 PASAL 1 (c) PASAL 1 (7)

Surat Izin Apotik atau SIA adalah Surat izin yang Surat Izin Apotek yang selanjutnya disingkat
diberikan oleh Menteri kepada Apoteker atau SIA adalah bukti tertulis yang diberikan oleh
Apoteker bekerjasama dengan pemilik sarana pemerintah daerah kabupaten/kota kepada
untuk menyelenggarakan Apotik di suatu tempat Apoteker sebagai izin untuk menyelenggarakan
tertentu. Apotek.

4 PASAL 1 (e)

Apoteker Pendamping adalah Apoteker yang Tidak Dijelaskan


bekerja di Apotik disamping Apoteker Pengelola
Apotik dan/ atau menggantikannya pada jam-jam
tertentu pada hari buka Apotik

5 PASAL 1 (f)

Apoteker Pengganti adalah Apoteker yang


menggantikan Apoteker Pengelola Apotik selama
Apoteker Pengelola Apotik tersebut tidak berada Tidak Dijelaskan
ditempat lebih dari 3 (tiga) bulan secara terus
menerus, telah memiliki surat Ijin Kerja dan tidak
bertindak sebagai Apoteker Pengelola Apotik di
Apotik lain.

6 PASAL 1 (g) PASAL 1 (5)

Asisten Apoteker adalah mereka yang berdasarkan Tenaga Teknis Kefarmasian adalah tenaga yang
peraturan perundang-undangan yang berlaku membantu Apoteker dalam menjalankan
berhak melakukan pekerjaan kefarmasian sebagai pekerjaan kefarmasian, yang terdiri atas Sarjana
Asisten Apoteker; Farmasi, Ahli Madya Farmasi dan Analis
Farmasi.

7 PASAL 1 (h) PASAL 1 (10)

Resep adalah permintaan tertulis dari Dokter, Resep adalah permintaan tertulis dari dokter,
Dokter Gigi, Dokter Hewan kepada Apoteker dokter gigi, atau dokter hewan kepada Apoteker,
Pengelola Apotik untuk menyediakan dan baik dalam bentuk kertas maupun elektronik
menyerahkan obat bagi penderita sesuai peraturan untuk menyediakan dan menyerahkan sediaan
perundang-undangan yang berlaku farmasi dan/atau alat kesehatan bagi pasien.

8 PASAL 1 (i) PASAL 1 (11)

Sediaan Farmasi adalah obat, bahan obat, obat asli Sediaan Farmasi adalah obat, bahan obat, obat
Indonesia, alat kesehatan dan kosmetika. tradisional, dan kosmetika.

9 PASAL 1 (14)

Tidak dijelaskan Organisasi Profesi adalah Ikatan Apoteker


Indonesia

10 PASAL 2

Pengaturan Apotek bertujuan untuk: a.


meningkatkan kualitas pelayanan kefarmasian di
Tidak dijelaskan Apotek; b. memberikan perlindungan pasien dan
masyarakat dalam memperoleh pelayanan
kefarmasian di Apotek; dan c. menjamin
kepastian hukum bagi tenaga kefarmasian dalam
memberikan pelayanan kefarmasian di Apotek.

11 PASAL 3 (1)

Apoteker dapat mendirikan Apotek dengan


modal sendiri dan/atau modal dari pemilik modal
baik perorangan maupun perusahaan.
Tidak dijelaskan PASAL 3 (2)

Dalam hal Apoteker yang mendirikan Apotek


bekerjasama dengan pemilik modal maka
pekerjaan kefarmasian harus tetap dilakukan
sepenuhnya oleh Apoteker yang bersangkutan.

12 PASAL 4

Tidak dijelaskan Pendirian Apotek harus memenuhi persyaratan,


meliputi: a. lokasi; b. bangunan; c. sarana,
prasarana, dan peralatan; dan d. ketenagaan.

13 PASAL 5

Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dapat


Tidak dijelaskan mengatur persebaran Apotek di wilayahnya
dengan memperhatikan akses masyarakat dalam
mendapatkan pelayanan kefarmasian.

14 PASAL 6 (1)

Bangunan Apotek harus memiliki fungsi


keamanan, kenyamanan, dan kemudahan dalam
pemberian pelayanan kepada pasien serta
Tidak dijelaskan
perlindungan dan keselamatan bagi semua orang
termasuk penyandang cacat, anak-anak, dan
orang lanjut usia.

PASAL 6 (2)
Bangunan Apotek harus bersifat permanen.

PASAL 6 (3)

Bangunan bersifat permanen sebagaimana


dimaksud pada ayat (2) dapat merupakan bagian
dan/atau terpisah dari pusat perbelanjaan,
apartemen, rumah toko, rumah kantor, rumah
susun, dan bangunan yang sejenis.

15 PASAL 7

Bangunan Apotek sebagaimana dimaksud dalam


Pasal 6 paling sedikit memiliki sarana ruang
yang berfungsi: a. penerimaan Resep; b.
Tidak dijelaskan pelayanan Resep dan peracikan (produksi
sediaan secara terbatas); c. penyerahan Sediaan
Farmasi dan Alat Kesehatan; d. konseling; e.
penyimpanan Sediaan Farmasi dan Alat
Kesehatan; dan f. arsip.

16 PASAL 8

Prasarana Apotek paling sedikit terdiri atas:


a. instalasi air bersih;
Tidak dijelaskan b. instalasi listrik;
c. sistem tata udara;dan
d. sistem proteksi kebakaran.

17 PASAL 9

(1) Peralatan Apotek meliputi semua peralatan


yang dibutuhkan dalam pelaksanaan pelayanan
kefarmasian.
(2) Peralatan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) antara lain meliputi rak obat, alat peracikan,
bahan pengemas obat, lemari pendingin, meja,
kursi, komputer, sistem pencatatan mutasi obat,
Tidak dijelaskan
formulir catatan pengobatan pasien dan peralatan
lain sesuai dengan kebutuhan.
(3) Formulir catatan pengobatan pasien
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan
catatan mengenai riwayat penggunaan Sediaan
Farmasi dan/atau Alat Kesehatan atas
permintaan tenaga medis dan catatan pelayanan
apoteker yang diberikan kepada pasien.

18 PASAL 10

Tidak dijelaskan Sarana, prasarana, dan peralatan sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 7 sampai dengan Pasal 9
harus dalam keadaan terpelihara dan berfungsi
dengan baik.
19 PASAL 11
Tidak dijelaskan
(1) Apoteker pemegang SIA dalam
menyelenggarakan Apotek dapat dibantu oleh
Apoteker lain, Tenaga Teknis Kefarmasian
dan/atau tenaga administrasi.
(2) Apoteker dan Tenaga Teknis Kefarmasian
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat
(2) wajib memiliki surat izin praktik sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.

20 PASAL 4 (2) PASAL 12(2)

Menteri melimpahkan wewenang pemberian izin Menteri melimpahkan kewenangan pemberian


apotik kepada Kepala Dinas Kesehatan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada
Kabupaten/Kota; Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota.

21 PASAL 7 (1) PASAL 13 (1)

Permohonan Izin Apotik diajukan kepada Kepala Untuk memperoleh SIA, Apoteker harus
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dengan mengajukan permohonan tertulis kepada
menggunakan contoh Formulir Model APT-1; Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dengan
menggunakan Formulir 1.

22 PASAL 7 (2) PASAL 13 (3)

Dengan menggunakan Formulir APT-2 Kepala Paling lama dalam waktu 6 (enam) hari kerja
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota selambat- sejak menerima permohonan dan dinyatakan
lambatnya 6 (enam) hari kerja setelah menerima telah memenuhi kelengkapan dokumen
permohonan dapat meminta bantuan teknis kepada administratif sebagaimana dimaksud pada ayat
Kepala Balai POM untuk melakukan pemeriksaan (2), Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota
setempat terhadap kesiapan apotik untuk menugaskan tim pemeriksa untuk melakukan
melakukan kegiatan; pemeriksaan setempat terhadap kesiapan Apotek
dengan menggunakan Formulir 2.

PASAL 13 (4)

Tim pemeriksa sebagaimana dimaksud pada ayat


(3) harus melibatkan unsur dinas kesehatan
kabupaten/kota yang terdiri atas: -10- a. tenaga
kefarmasian; dan b. tenaga lainnya yang
menangani bidang sarana dan prasarana.

23 PASAL 7 (4)

Dalam hal pemeriksaan sebagaimana dimaksud


dalam ayat (2) dan (3) tidak dilaksanakan,
Apoteker Pemohon dapat membuat surat
pernyataan siap melakukan kegiatan kepada Tidak dijelaskan
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
setempat dengan tembusan kepada Kepala Dinas
Propinsi dengan menggunakan contoh Formulir
Model APT-4;

24 PASAL 9 PASAL 13 (9)

Terhadap permohonan izin apotik yang ternyata Apabila pemohon tidak dapat memenuhi
tidak memenuhi persyaratan dimaksud pasal 5 dan kelengkapan persyaratan sebagaimana dimaksud
atau pasal 6, atau lokasi Apotik tidak sesuai pada ayat (8), maka Pemerintah Daerah
dengan permohonan, maka Kepala Dinas Kabupaten/Kota mengeluarkan Surat Penolakan
Kesehatan Kabupaten/Kota setempat dalam
jangka waktu selambat-lambatnya 12 (dua belas) dengan menggunakan Formulir 6.
hari kerja wajib mengeluarkan Surat Penolakan
disertai dengan alasan-alasannya dengan
mempergunakan contoh Formulir Model APT-7

25 PASAL 13 (10)

Apabila Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota


dalam menerbitkan SIA melebihi jangka waktu
Tidak dijelaskan sebagaimana dimaksud pada ayat (6), Apoteker
pemohon dapat menyelenggarakan Apotek
dengan menggunakan BAP sebagai pengganti
SIA.

26 PASAL 14
(1) Dalam hal pemerintah daerah menerbitkan
SIA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat
(6), maka penerbitannya bersama dengan
Tidak dijelaskan
penerbitan SIPA untuk Apoteker pemegang SIA.
(2) Masa berlaku SIA mengikuti masa berlaku
SIPA.

27 PASAL 15 (1)

Setiap perubahan alamat di lokasi yang sama


atau perubahan alamat dan pindah lokasi,
perubahan Apoteker pemegang SIA, atau nama
Apotek harus dilakukan perubahan izin.

PASAL 15 (2)

Apotek yang melakukan perubahan alamat di


lokasi yang sama atau perubahan alamat dan
Tidak dijelaskan pindah lokasi, perubahan Apoteker pemegang
SIA, atau nama Apotek, wajib mengajukan
permohonan perubahan izin kepada Pemerintah
Daerah Kabupaten/Kota.

PASAL 15 (3)

Terhadap Apotek yang melakukan perubahan


alamat di lokasi yang sama atau perubahan nama
Apotek sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
tidak perlu dilakukan pemeriksaan setempat oleh
tim pemeriksa

28 PASAL 12 (1)

Apoteker berkewajiban menyediakan, menyimpan


dan menyerahkan Sediaan Farmasi yang bermutu
baik dan yang keabsahannya terjamin;

PASAL 12 (2) Tidak dijelaskan


Sediaan Farmasi yang karena sesuatu hal tidak
dapat digunakan lagi atau dilarang digunakan,
harus dimusnahkan dengan cara dibakar atau
ditanam atau dengan cara lain yang ditetapkan
oleh Menteri
29 PASAL 17 (1)

Apotek hanya dapat menyerahkan Sediaan


Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis
Habis Pakai kepada: a. Apotek lainnya; b.
Puskesmas; c. Instalasi Farmasi Rumah Sakit; d.
Instalasi Farmasi Klinik; e. dokter; f. bidan
praktik mandiri; g. pasien; dan h. masyarakat.

30 PASAL 18

Apotek wajib memasang papan nama


yang terdiri atas: a. papan nama Apotek, yang
memuat paling sedikit informasi mengenai nama
Apotek, nomor SIA, dan alamat; dan
Tidak dijelaskan
b. papan nama praktik Apoteker, yang memuat
paling sedikit informasi mengenai nama
Apoteker, nomor SIPA, dan jadwal praktik
Apoteker.

(2) Papan nama sebagaimana dimaksud pada


ayat (1) harus dipasang di dinding bagian depan
bangunan atau dipancangkan di tepi jalan, secara
jelas dan mudah terbaca.
(3) Jadwal praktik Apoteker sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b harus berbeda
dengan jadwal praktik Apoteker yang
bersangkutan di fasilitas kefarmasian lain.

31 PASAL 19(1)

Apabila Apoteker Pengelola Apotik berhalangan


melakukan tugasnya pada jam buka Apotik,
Apoteker Pengelola Apotik harus menunjuk
Apoteker pendamping;

PASAL 19 (2)

Apabila Apoteker Pengelola Apotik dan Apoteker


Pendamping karena hal-hal tertentu berhalangan
melakukan tugasnya, Apoteker Pengelola Apotik
menunjuk Apoteker Pengganti;
Tidak dijelaskan
PASAL 19 (3)

Penunjukan dimaksud dalam ayat (1) dan (2)


harus dilaporkan kepada Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota dengan tembusan Kepada Kepala
Dinas Kesehatan Propinsi setempat dengan
menggunakan contoh Formulir Model APT- 9;

PASAL 19 (4)

Apoteker Pedamping dan Apoteker Pengganti


wajib memenuhi persyaratan dimaksud dalam
Pasal 5;
PASAL 19 (5)

Apabila Apoteker Pengelola Apotik berhalangan


melakukan tugasnya lebih dari 2 (dua) tahun
secara terus menerus, Surat Izin Apotik atas nama
Apoteker bersangkutan dicabut.

32 PASAL 19

Tidak dijelaskan Setiap Apoteker dan Tenaga Teknis Kefarmasian


harus bekerja sesuai dengan standar profesi,
standar prosedur operasional, standar pelayanan,
etika profesi, menghormati hak pasien dan
mengutamakan kepentingan pasien.

33 PASAL 20

Penyelenggaraan pelayanan kefarmasian di


Apotek harus menjamin ketersediaan Sediaan
Tidak dijelaskan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis
Pakai yang aman, bermutu, bermanfaat, dan
terjangkau.

34 PASAL 21 (2)

Dalam hal obat yang diresepkan terdapat obat


merek dagang, maka Apoteker dapat mengganti
obat merek dagang dengan obat generik yang
sama komponen aktifnya atau obat merek
dagang lain atas persetujuan dokter dan/atau
pasien.

PASAL 21 (3)

Dalam hal obat yang diresepkan tidak tersedia di


Apotek atau pasien tidak mampu menebus obat
yang tertulis di dalam Resep, Apoteker dapat
mengganti obat setelah berkonsultasi dengan
dokter penulis Resep untuk pemilihan obat lain.
Tidak dijelaskan
PASAL 21 (4)

Apabila Apoteker menganggap penulisan Resep


terdapat kekeliruan atau tidak tepat, Apoteker
harus memberitahukan kepada dokter penulis
Resep.

PASAL 21 (5)

Apabila dokter penulis Resep sebagaimana


dimaksud pada ayat (4) tetap pada pendiriannya,
maka Apoteker tetap memberikan pelayanan
sesuai dengan Resep dengan memberikan catatan
dalam Resep bahwa dokter sesuai dengan
pendiriannya.
35 Pasal 22
(1) Pasien berhak meminta salinan Resep.
(2) Salinan Resep sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) harus disahkan oleh Apoteker.
(3) Salinan Resep sebagaimana dimaksud pada
Tidak dijelaskan ayat (1) harus sesuai aslinya sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.

36 Pasal 23
(1) Resep bersifat rahasia.
(2) Resep harus disimpan di Apotek dengan baik
paling singkat 5 (lima) tahun.
(3) Resep atau salinan Resep hanya dapat
diperlihatkan kepada dokter penulis Resep,
Tidak dijelaskan pasien yang bersangkutan atau yang merawat
pasien, petugas kesehatan atau petugas lain yang
berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.

37 Pasal 24
(1) Pengadaan obat dan/atau bahan obat di
Apotek menggunakan surat pesanan yang
mencantumkan SIA.
(2) Surat pesanan sebagaimana dimaksud dalam
Tidak dijelaskan ayat (1) harus ditandatangani oleh Apoteker
pemegang SIA dengan mencantumkan nomor
SIPA.

38 Pasal 25
(1) Apotek dapat bekerja sama dengan Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan dan
asuransi lainnya.
Tidak dijelaskan
(2) Kerja sama sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilakukan berdasarkan rekomendasi
dinas kesehatan kabupaten/kota.

39 PASAL 24 (1) PASAL 26 (1)

Apabila Apoteker Pengelola Apotik meninggal Apabila Apoteker pemegang SIA meninggal
dunia, dalam jangka waktu dua kali dua puluh dunia, ahli waris Apoteker wajib melaporkan
empat jam, ahli waris Apoteker Pengelola Apotik kepada Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota.
wajib melaporkan kejadian tersebut secara tertulis
kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota; PASAL 26 (2)

Pemerintah Daerah kabupaten/kota sebagaimana


dimaksud pada ayat (1) harus menunjuk
Apoteker lain untuk jangka waktu paling lama 3
(tiga) bulan.

PASAL 26 (3)

Apoteker lain sebagaimana dimaksud pada ayat


(2) wajib melaporkan secara tertulis terjadinya
pengalihan tanggung jawab kepada Pemerintah
Daerah kabupaten/kota dalam jangka waktu 3 x
24 (tiga kali dua puluh empat) jam dengan
menggunakan Formulir 7.

PASAL 26 (4)

Pengalihan tanggung jawab sebagaimana


dimaksud pada ayat (3) disertai penyerahan
dokumen Resep Apotek, narkotika, psikotropika,
obat keras, dan kunci penyimpanan narkotika
dan psikotropika.

40 PASAL 25 (1) PASAL 31 (1)

Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dapat Pelanggaran terhadap ketentuan dalam Peraturan
mencabut surat izin apotik apabila: Menteri ini dapat dikenai sanksi administratif.
a. Apoteker sudah tidak lagi memenuhi ketentuan
yang dimaksud pasal 5 dan atau; PASAL 31 (2)
b. Apoteker tidak memenuhi kewajiban dimaksud Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada
dalam Pasal 12 dan Pasal 15 ayat (2) dan atau; ayat (1) dapat berupa: a. peringatan tertulis; b.
c. Apoteker Pengelola Apotik terkena ketentuan penghentian sementara kegiatan; dan pencabutan
dimaksud dalam pasal 19 ayat (5) dan atau; SIA.
d. Terjadi pelanggaran terhadap ketentuan
peraturan perundang-undangan, sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 31 dan atau;
e. Surat Izin Kerja Apoteker Pengelola Apotik
dicabut dan atau;
f. Pemilik sarana Apotik terbukti terlibat dalam
pelanggaran Perundang-undangan di bidang obat,
dan atau;
g. Apotik tidak lagi memenuhi persyaratan
dimaksud dalam pasal 6.

PASAL 25 (2)
PASAL 32 (1)
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota sebelum
melakukan pencabutan sebagaimana dimaksud Pencabutan SIA sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) berkoordinasi dengan Kepala Balai POM Pasal 31 ayat (2) huruf c dilakukan oleh
setempat. pemerintah daerah kabupaten/kota berdasarkan:
a. hasil pengawasan; dan/atau b. rekomendasi
Kepala Balai POM.

Pasal 26 (1a)
PASAL 32 (2)
Peringatan secara tertulis kepada Apoteker
Pelaksanaan pencabutan SIA sebagaimana
Pengelola Apotik sebanyak 3 (tiga) kali berturut-
dimaksud pada ayat (1) dilakukan setelah
turut dengan tenggang waktu masing-masing 2
dikeluarkan teguran tertulis berturut-turut
(dua) bulan dengan menggunakan contoh
sebanyak 3 (tiga) kali dengan tenggang waktu
Formulir Model APT-12.
masing-masing 1 (satu) bulan dengan
menggunakan Formulir 8.

PASAL 32 (3)

Dalam hal Apotek melakukan pelanggaran berat


yang membahayakan jiwa, SIA dapat dicabut
tanpa peringatan terlebih dahulu.
PASAL 27
PASAL 32 (4)
Keputusan Pencabutan Surat Izin Apotik oleh
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota Keputusan Pencabutan SIA oleh pemerintah
disampaikan langsung kepada yang bersangkutan daerah kabupaten/kota disampaikan langsung
dengan menggunakan contoh Formulir Model AP- kepada Apoteker dengan tembusan kepada
15 dan tembusan disampaikan kepada Menteri dan Direktur Jenderal, kepala dinas kesehatan
Kepala Dinas Kesehatan Propinsi setempat serta provinsi, dan Kepala Badan dengan
Kepala Balai POM setempat. menggunakan Formulir 9 sebagaimana terlampir.

PASAL 32 (5)

Dalam hal SIA dicabut selain oleh dinas


kesehatan kabupaten/kota, selain ditembuskan
kepada sebagaimana dimaksud pada ayat (4),
juga ditembuskan kepada dinas kabupaten/kota.

41 PASAL 26 (1b)

Pembekuan Izin Apotik untuk jangka waktu


selama-lamanya 6(enam) bulan sejak
dikeluarkannya penetapan pembekuan kegiatan
Apotik dengan menggunakan contoh Formulir
Model APT-13

Pasal 26 (2)

Pembekuan Izin Apotik sebagaimana dimaksud


dalam ayat (1) huruf (b) dapat dicairkan kembali Tidak Dijelaskan
apabila Apotik telah membuktikan memenuhi
seluruh persyaratan sesuai dengan ketentuan
dalam Peraturan ini dengan menggunakan contoh
Formulir Model APT-14.

Pasal 26 (2)

Pencairan Izin Apotik dimaksud dalam ayat (2)


dilakukan setelah menerima laporan pemeriksaan
dari Tim Pemeriksaan Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota setempat.

42 PASAL 29 (a)

Dilakukan inventarisasi terhadap seluruh


persediaan narkotika, Psikotropika, obat keras
tertentu dan obat lainnya serta seluruh resep yang
tersedia di Apotik;

PASAL 29 (b)

Narkotika, Psikotropika dan resep harus


dimasukkan dalam tempat yang tertutup dan Tidak dijelaskan
terkunci;

PASAL 29 (c)

Apoteker Pengelola Apotik wajib melaporkan


secara tertulis kepada Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota, tentang penghentian kegiatan
disertai laporan inventarisasi yang dimaksud
dalam huruf (a).
43 PASAL 30 (1) Pasal 27

Pembinaan terhadap apotik dilaksanakan secara Pembinaan dilakukan oleh Menteri, kepala dinas
berjenjang dari tingkat Pusat sampai dengan kesehatan provinsi dan kepala dinas kesehatan
Daerah, atas petunjuk teknis Menteri kabupaten/kota secara berjenjang sesuai dengan
PASAL 30 (2) kewenangannya terhadap segala kegiatan yang
berhubungan dengan pelayanan kefarmasian di
Dalam pelaksanaan pembinaan dan pengawasan Apotek.
Apotik sebagaimana dimaksud ayat (1)
dilaksanakan oleh Departemen Kesehatan, Dinas
Kesehatan dan Badan POM;

44 PASAL 28 (1)

Pengawasan terhadap pelaksanaan Peraturan


Menteri ini dilakukan oleh Menteri, kepala dinas
kesehatan provinsi, dan kepala dinas kesehatan
Tidak dijelaskan kabupaten/kota sesuai dengan tugas dan fungsi
masing-masing.

PASAL 28 (2)

Pelaksanaan pengawasan sebagaimana dimaksud


pada ayat (1) dapat melibatkan Organisasi
Profesi.

Anda mungkin juga menyukai