Anda di halaman 1dari 10

RESUME BELAJAR MANDIRI

BLOK 2 MANAJEMEN PRAKTIK KEFARMASIAN

OLEH

Nama : Nur Ainan Alfi

Stambuk : 15120200001

Tutor : A. Mumtihanah, S.Farm., M.Si., Apt

PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
2020
Fakultas Farmasi UMI Makassar
PSPA Angkatan IX

STEP 5 : LO

1. Mahasiswa mampu menjelaskan metode perencanaan dan perhitungan terkait


perencanaan kebutuhan obat disuatu RS (Sulfiati)Perhitungan
Menurut pedoman pengelolaan perbekalan farmasi di rumah sakit 2010 dan
Menurut Implementasi manajemen dalam pelayanan kefarmasian 2019.
Adapun pendekatan perencanaan kebutuhan pada skenario dapat dilakukan dengan
menggunakan metode konsumsi. Perhitungan kebutuhan dengan metode konsumsi
didasarkan pada data riel konsumsi perbekalan farmasi periode yang lalu, dengan
berbagai penyesuaian dan koreksi.
Adapun rumus metode konsumsi :
A = (B + C + D) – E
Keterangan :
A : Jumlah obat yang dibutuhkan
B : Pemakaian rata-rata seminggu
C : Waktu tunggu kedatangan obat
D : Buffer stok 10-20%
E : Sisa stok
Berdasarkan rumus diatas maka perhitungan kebutuhan pada skenario yaitu :
a) Pemakaian rata-rata tablet Quinine perbulan tahun 2019:
3.150.000 tablet
10 bulan
= 315.000 tablet
b) Pemakaian Quinine tahun 2019 (12 bulan)
315.000 tablet X 12 bulan = 3.780.000

c) Stok pengaman 20%


20
X 3.780.000 tablet = 756.000 tablet
100
d) Lead time (2 bulan)
2 X 315.000 = 630.000 tablet
e) Kebutuhan Quinine untuk tahun 2020
3.780.000 + 756.000 + 630.000 = 5.166.000 tablet
Kebutuhan sebanyak 5.166.000 tablet atau 5166 botol @1000 tablet
f) 5.166 botol – 150 botol = 5.016 botol @1000 tablet
Fakultas Farmasi UMI Makassar
PSPA Angkatan IX

2. Mahasiswa mampu mengetahui dan menjelaskan mengenai manajeman Perencanaan


farmasi di IFRS (Sriwulandari)
Manajemen perencanaan
Menurut pedoman pengelolaan perbekalan farmasi di rumah sakit 2010
Adapun pendekatan perencanaan kebutuhan dapat dilakukan melalui beberapa
metode:
a. Metode Konsumsi
Perhitungan kebutuhan dengan metode konsumsi didasarkan pada data riel
konsumsi perbekalan farmasi periode yang lalu, dengan berbagai penyesuaian dan
koreksi.
Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam rangka menghitung jumlah perbekalan farmasi
yang dibutuhkan adalah:
1. Pengumpulan dan pengolahan data
2. Analisa data untuk informasi dan evaluasi
3. Perhitungan perkiraan kebutuhan perbekalan farmasi
4. Penyesuaian jumlah kebutuhan perbekalan farmasi dengan alokasi dana.
b. Metode Morbiditas/Epidemiologi
Dinamakan metode morbidotas karena dasar perhitungan adalah jumlah
kebutuhan perbekalan farmasi yang digunakan untuk beban kesakitan (morbidity
load) yang harus dilayani. Metode morbiditas adalah perhitungan kebutuhan
perbekalan farmasi berdasarkan pola penyakit, perkiraan kenaikan kunjungan, dan
waktu tunggu (lead time).
Langkah-langkah dalam metode ini adalah:
1. Menentukan jumlah pasien yang dilayani
2. Menentukan jumlah kunjungan kasus berdasarkan prevalensi penyakit.
3. Menyediakan formularium/standar/pedoman perbekalan farmasi.
4. Menghitung perkiraan kebutuhan perbekalan farmasi.
5. Penyesuaian dengan aloksai dana yang tersedia.
c. Kombinasi metode konsumsi dan metode morbiditas disesuaikan dengan anggaran yang
tersedia. Acuan yang digunakan yaitu:
1. DOEN, Formularium Rumah Sakit, Standar Terapi Rumah Sakit (Standard Treatment
Guidelines/STG), dan kebijakan setempat yang berlaku.
2. Data catatan medik/rekam medik
Fakultas Farmasi UMI Makassar
PSPA Angkatan IX

3. Anggaran yang tersedia


4. Penetapan prioritas
5. Pola penyakit
6. Sisa persediaan
7. Data penggunaan periode yang lalu
8. Rencana pengembangan
Fakultas Farmasi UMI Makassar
PSPA Angkatan IX

3. Mahasiswa mampu menerapkan dan menjelaskan hal-hal ynag perlu diperhatikan


dalam perencanaan obat di RS (Nur Ainan)
Menurut Permenkes No. 72 tahun 2016 Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian
di Rumah sakit
Pemilihan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai ini
berdasarkan:
a. formularium dan standar pengobatan/pedoman diagnosa dan terapi;
b. standar Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang
telah ditetapkan;
c. pola penyakit;
d. efektifitas dan keamanan;
e. pengobatan berbasis bukti;
f. mutu;
g. harga; dan
h. ketersediaan di pasaran.
Kriteria pemilihan Obat
a. mengutamakan penggunaan Obat generik;
b. memiliki rasio manfaat-risiko (benefit-risk ratio) yang paling
menguntungkan penderita;
c. mutu terjamin, termasuk stabilitas dan bioavailabilitas;
d. praktis dalam penyimpanan dan pengangkutan;
e. praktis dalam penggunaan dan penyerahan;
f. menguntungkan dalam hal kepatuhan dan penerimaan oleh
pasien;
g. memiliki rasio manfaat-biaya (benefit-cost ratio) yang tertinggi
berdasarkan biaya langsung dan tidak lansung; dan
h. Obat lain yang terbukti paling efektif secara ilmiah dan
aman (evidence based medicines) yang paling dibutuhkan
untuk pelayanan dengan harga yang terjangkau.
Fakultas Farmasi UMI Makassar
PSPA Angkatan IX

4. Mahasiswa mampu mengetahui dan menjelaskan faktor penyebab terjadinya


kekosongan obat dan tindakan apoteker dalam menjegah terjadinya kekosongan obat
(nadia) mampu (Munawarah)

JURNAL : JIKMU, Vol. 5, No. 2b April 2015


Fakultas Farmasi UMI Makassar
PSPA Angkatan IX

 Salah satu factor yang sangat berpengaruh dalam persediaan obat di rumah
sakit adalah pengontrolan jumlah stok obat untuk memenuhi kebutuhan. Jika stok
obat terlalu kecil maka permintaan untuk penggunaan sering kali tidak terpenuhi
sehingga pasien atau konsumen tidak puas, sehingga kesempatan untuk
mendapatkan keuntungan dapat hilang dan diperlukan tambahan biaya untuk
mendapatkan bahan obat dengan waktu cepat guna memuaskan pasien atau
konsumen. Jika stok terlalu besar maka menyebabkan biaya penyimpanan yang
terlalu tinggi, kemungkinan obat akan menjadi rusak atau kadaluarsa dan ada
resiko jika harga bahan atau obat turun. (Santrianegara, F, et.al, 2018)
 Untuk pengadaan obat pihak rumah sakit telah membuat perencanaan
kebutuhan obat (RKO) tetapi kekurangan obat tetap terjadi. Untuk jenis obat
psikotropik pengadaannya diatur secara khusus untuk menghindari terjadinya
penyalahgunaan, seperti surat pemesanan harus terpisah dengan obat yang lain
(PMK No 03 tahun 2015). Sedangkan untuk pemesanan dilakukan hanya pada
Pedagang Besar Farmasi (PBF) tertentu saja. Dari 35 item obat jiwa yang
Fakultas Farmasi UMI Makassar
PSPA Angkatan IX

terdapat dalam Rencana Kebutuhan Obat 10 item obat diantaranya sering


mengalami kekosongan hal ini dikarenakan sulitnya untuk mendapatkan obat
tersebut. (Feti N,A, 2017)
 Jurnal muhammadiyah : kurangnya SDM, dana tidak mencukupi, terjadi
kekosongan pada distributor, tidak akuratnya pengelolah sediaan farmasi.
 PMK no 58 : ketidaktepatan dalam perencanaan, belum terigstrasi, kesalahan
dalam pemesana obat, kesalahan dalam pendistribusian
 Jurnal : kurangnya pendanaan, kurang respon dari PBF, tidak tepat dalam
perhitungan
 Peningkatan jumlah pasien secara tiba tiba
 Faktor tenaga kefarmasian, dokter, dan pasien
 Tidak sesuainya prosedur perencanaan yang dilakukan
 PMK no 72 : faktor penyimpanan, ketidaktepat pengalokasian dana,
 Jurnal managemen kesehatan : kesalahan dari pencatatan dan pelaporan
 Tidak menghitung pemakaian dan stok optimum, tidak menghitung waktu tunggu
 Cara mengatasi : Melakukan peminjaman obat, menyediakan anggaran
emergensi, Melakukan kordinasi dengan dokter yang menulis resep, melakukan
pengendalian logistik, membeli obat dengan apotek yang bekerja sama,
pembelian, pembuatan sediaan farmasi, dan sumbangan/dropping/hibah,
menggunakan data sisa persediaan, menggunakan 10 penyakit dengan
pravalensi tertinggi dalam perencanaan, pembelian dengan apotek lain,
memproduksi sediaan farmasi dengan membuat re-packing, sumbangan,
kordinasi terpadu secara tepat jenis, jumlah, waktu
Kesimpulan :
Faktor : faktor penyimpanan yang menyebabkan expired, ketidaktepatan dalam
perencanaan, meningkatnya jumlah pasien secara tiba-tiba.
Cara mengatasi :
Peminjaman obat, menyediakan anggaran emergency, melakukan pengendalian
dengan apotek lain, memproduksi sediaan farmasi (repacking), menggunaan data
sisa persediaan.
Fakultas Farmasi UMI Makassar
PSPA Angkatan IX

5. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang peran apoteker dalam


mengatasi Kekosongan dan stok pengaman sesuai Undang-undang (Andi Nunung).
Menurut PMK No 72 : bertanggung jawab atas perbekalan farmasi dan menjamin
seluruh kegiatan perbekalan farmasi dimulai dari pemilihan hingga administrasi
yang diperlukan.
Pasal 5
Untuk menjamin mutu Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit, harus dilakukan
Pengendalian Mutu Pelayananan Kefarmasian yang meliputi:
a. monitoring; dan
b. evaluasi
Pasal 6
(1) Penyelenggaraan Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit harus menjamin
ketersediaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai
yang aman, bermutu, bermanfaat, dan terjangkau.
(2) Penyelenggaraan Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan di Instalasi Farmasi Rumah Sakit melalui
sistem satu pintu.
(3) Instalasi Farmasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipimpin oleh
seorang Apoteker sebagai penanggung jawab.

Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis


Pakai harus dilaksanakan secara multidisiplin, terkoordinir dan menggunakan
proses yang efektif untuk menjamin kendali mutu dan kendali biaya. Dalam
ketentuan Pasal 15 ayat (3) Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang
Rumah Sakit menyatakan bahwa :Pengelolaan Alat Kesehatan, Sediaan
Farmasi, dan Bahan Medis Habis Pakai di Rumah Sakit harus dilakukan oleh
Instalasi Farmasi sistem satu pintu. Alat Kesehatan yang dikelola oleh Instalasi
Farmasi sistem satu pintu berupa alat medis habis pakai/peralatan non
elektromedik, antara lain alat kontrasepsi (IUD), alat pacu jantung, implan, dan
stent.
Sistem satu pintu adalah satu kebijakan kefarmasian termasuk pembuatan
formularium, pengadaan, dan pendistribusian Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan,
dan Bahan Medis Habis Pakai yang bertujuan untuk mengutamakan
kepentingan pasien melalui Instalasi Farmasi.
Dengan demikian semua Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis
Habis Pakai yang beredar di Rumah Sakit merupakan tanggung jawab Instalasi
Farmasi, sehingga tidak ada pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan
Bahan Medis Habis Pakai di Rumah Sakit yang dilaksanakan selain oleh
Instalasi Farmasi. Dengan kebijakan pengelolaan sistem satu pintu, Instalasi
Farmasi sebagai satu-satunya penyelenggara Pelayanan Kefarmasian, sehingga
Rumah Sakit akan mendapatkan manfaat dalam hal:
Fakultas Farmasi UMI Makassar
PSPA Angkatan IX

1. Pelaksanaan pengawasan dan pengendalian penggunaan Sediaan


Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai;
2. Standarisasi Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis
Habis Pakai;
3. Penjaminan mutu Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis
Habis Pakai;
4. Pengendalian harga Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan
Medis Habis Pakai;
5. Pemantauan terapi Obat;
6. Penurunan risiko kesalahan terkait penggunaan Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai (keselamatan pasien);
7. Kemudahan akses data Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan
Medis Habis Pakai yang akurat;
8. Peningkatan mutu pelayanan Rumah Sakit dan citra Rumah Sakit; dan
9. Peningkatan pendapatan Rumah Sakit dan peningkatan kesejahteraan
pegawai

KESIMPULAN :
Peran Apoteker memiliki kewajiban atas ketersediaan obat dan alat
Kesehatan serta melalukan pengendalian pada bahas medis yang telah terpakai
untuk segera dimusnahkan guna mencegah pemakaian berganda pada bahan
medis. Apoteker juga sebaiknya memiliki intergritas tinggi dalam pengendalian
kekosongan obat agar selalu tersedia setiap dibutuhkan agar mutu pelayanan
pada rumah sakit tetap prima dengan demikian citra rumah sakit pada
masyarakat tetap baik sehingga masyarakat akan tetap Kembali berobat ke
rumah sakit jika memiliki Kesehatan yang terganggu yang memiliki dampak atas
peningkatan pendapatan pada rumah sakit yang kesejahteraan pegawai
meningkat

Anda mungkin juga menyukai