Anda di halaman 1dari 35

PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

HASIL PEMBELAJARAN

BLOK 3

SKENARIO 2 : Penyimpanan dan Distribusi

NAMA : RISTIEYEN RAMADINI

STAMBUK : 151 2018 0143

KELOMPOK : 2 (DUA)

PROGRAM STUDI APOTEKER

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

MAKASSAR

2019
Skenario 2

1. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan prosedur penyimpanan dan

pendistribusian di Instalasi farmasi Rumah Sakit

Jawaban

Prosedur Penyimpanan (Julyanti., 2017)

Prosedur penyimpanan obat di gudang instalasi rumah sakit yaitu

menggunakan metode FIFO (First in First out) dan FEFO (First expired First out),

obat disimpan dalam gudang/ruangan khusus obat yang tidak tercampur dengan

peralatan lain, obat diletakkan di atas rak/lemari dan tidak diletakkan langsung di

lantai untuk mencegah kerusakan obat, obat LASA tidak ditempatkan

berdekatan agar tidak terjadi kesalahan dalam pengambilan , obat tidak

diletakkan menempel di dinding. Penyimpanan obat berdasarkan bentuk sediaan

namun belum di simpan berdasarkan kelas terapi atau khasiat, tujuannya untuk

mudah dalam pengembalian dan penyimpanan obat. Obat disimpan

berdasarkan abjad dan jenis obat, agar mudah untuk mencari obat. Obat rusak

dan kadarluwasa diletakkan terpisah dengan obat yang masih baik, untuk

mencegah kesalahan pengambilan obat. Lemari obat psikotropika dan narkotika

selalu terkunci dan diletakkan di lemari terpisah. Diberikan pelabelan nama obat

pad arak, namun seperti sediaan sirup dan cairan infus di berikan pelabelan.

Terkhususnya untuk obat-obatan yang penampilan dan penamaan mirip LASA

ditempatkan tidak berdekatan dan diberi penandaan khusus berupa ditandai

dengan pemberiaan kode dan penempatan obat bukan LASA ditengah diantara

obat LASA , hal ini untuk menghindari kesalahan dalam pengambilan obat.
Prosedur Pendistribusian (Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan

Kesehatan., 2007)

 Instalasi Farmasi Kabupaten/ Kota melaksanakan distribusi obat ke

Puskesmas di wilayah kerjanya sesuai dengan kebutuhan masing-masing unit

pelayanan kesehatan.

 Puskesmas Induk mendistribusikan kebutuhan obat-obatan untuk Puskesmas

Pembantu, Puskesmas Keliling dan Unit Pelayanan Kesehatan lainnya yang

ada di wilayah binaannya.

 Distribusi obat-obatan dapat pula dilaksanakan langsung dari Instalasi

Farmasi Kabupaten/ Kota ke Puskesmas Pembantu sesuai dengan situasi

dan kondisi wilayah atas persetujuan Kepala Puskesmas yang

membawahinya.

 Tata cara distribusi obat ke UPK dapat dilakukan dengan cara dikirim oleh

Instalasi Farmasi Kabupaten/ Kota atau diambil oleh UPK.

 Obat yang akan dikirim ke Puskesmas harus disertai dengan LPLPO atau

SBBK. Sebelum dilakukan pengepakan atas obat-obatan yang akan dikirim,

maka perlu dilakukan pemeriksaan terhadap :

- Jenis dan jumlah obat

- Kualitas / kondisi obat

- Isi kemasan dan kekuatan sediaan

- Kelengkapan dan kebenaran dokumen pengiriman obat

- No. Batch

- Tgl Kadaluwarsa

- Nama Pabrik
 Tiap pengeluaran obat dari Instalasi Farmasi Kabupaten/ Kota harus segera

dicatat pada kartu stok obat dan kartu stok induk obat serta Buku Harian

Pengeluaran Obat.

Prosedur Pendistribusiaan Rawat inap ( Adi Kurniawan Susanto., 2017)

Untuk pasien rawat inap, alur distribusi obat berawal dari pemesanan

yang dilakukan oleh perawat yang disertakan dengan resep dokter kepada

Instalasi Farmasi Rumah Sakit setelah resep diterima kemudian tenaga farmasi

menyediakan obat yang diperlukan. Obat yang sudah tersedia lalu diantarkan

kepada perawat di unit rawat inap, terkadang saat tenaga farmasi di IFRS hanya

sedikit, perawat yang mengambil obat di IFRS, setelah itu perawat akan

menyimpan obat dari masing- masing pasien di setiap kubik yang sudah

disediakan, perawat akan memberikan obat kepada pasien sekali minum dari

setiap dosis dan saat bersamaan pasien akan menandatangani kartu yang

sudah disediakan oleh IFRS guna menghindari terjadinya kesalahpahaman

antara pihak pasien dan Rumah Sakit di kemudian hari. Sistem distribusi yang

dilakukan disini adalah ODD atau one daily dose dimana petugas farmasi

memberikan obat berdasarkan resep persatu hari pemakaian, kemudian

petguas kesehatan lain seperti perawat yang akan memberikan langsung

kepada pasien rawat inap. Sistem Distribusi One daily dose bisa mengurangi

biaya obat dari Rumah Sakit karena mudah untuk terkontrol sudah berapa

jumlah obat yang digunakan, jika pasien rawat inap sudah pulang tetapi obat

masih tersisa maka resep dari pasien rawat inap akan diganti dengan resep

individu sehingga obat bisadibawa pulang oleh pasien.


2. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tujuan penyimpanan dan

pendistribusian di Instalasi farmasi Rumah Sakit

Jawaban :

Tujuan Penyimpanan (Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan

Kesehatan., 2007)

- Memelihara mutu obat

- Menghindari penggunaan yang tidak bertanggung - jawab

- Menjaga kelangsungan persediaan

- Memudahkan pencarian dan pengawasan

Menurut Qiyam., 2016

Tujuan utama penyimpanan obat adalah mempertahankan mutu obat dari

kerusakan akibat peyimpanan yang tidak baik serta untuk memudahkan

pencarian dan pengawasan obat-obatan. Untuk memantau dan mengevaluasi

hasil yang telah dicapai dari sistem pengelolaan obat diperlukan suatu indikator.

Tujuan Pendistribusian (Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan

Kesehatan., 2007)

- Terlaksananya distrubusi obat secara merata dan teratur sehingga dapat

diperoleh pada saat dibutuhkan.

- Terjaminnya kecukupan persediaan obat di unit pelayanan kesehatan.

Menurut Adi Kurniawan Susanto., 2017

Tujuan utama pelaksanaan distribusi obat yang baik adalah agar

terselenggaranya suatu sistem jaminan kualitas oleh distributor, mencakup

terjamin penyebaran obat secara merata dan teratur agar dapat diperoleh obat

yang dibutuhkan pada saat diperlukan, terlaksananya pengamanan lalu lintas

dan penggunaan obat tepat sampai kepada pihak yang membutuhkan secara
sah untuk melindungi masyarakat dari kesalahan penggunaan atau

penyalahgunaan, terjamin keabsahan dan mutu obat agar obat yang sampai ke

tangan konsumen adalah obat yang efektif, aman dan dapat digunakan sesuai

tujuan penggunaannya.

3. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan metode penyimpanan dan

pendistribusian di Instalasi farmasi Rumah Sakit

Jawaban :

Metode Penyimpanan (Kemenkes RI., 2016)

Metode penyimpanan dapat dilakukan berdasarkan kelas terapi, bentuk

sediaan, dan jenis sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan dan disusun

secara alfabetis dengan menerapkan prinsip First Expired First Out (FEFO), First

In First Out (FIFO) atau Last In First Out (LIFO) disertai sistem informasi

manajemen. Penyimpanan sediaan Farmasi dan perbekalan kesehatan, yang

penampilan dan penamaan yang mirip (LASA, Look Alike Sound Alike/NORUM

(Nama Obat Rupa Ucapan Mirip) tidak ditempatkan berdekatan dan harus diberi

penandaan khusus untuk mencegah terjadinya kesalahan pengambilan Obat.

Metode Penyimpanan

1. First In First Out (FIFO) yaitu obat yang datang kemudian diletakkan di

belakang obat yang terdahulu.

2. Last in First Out (LIFO) yaitu obat yang datang kemudian/terakhir diletakkan di

depan obat yang datang dahulu.

3. First Expired First Out (FEFO) yaitu obat yang mempunyai tanggal

kadaluwarsa lebih dahulu diletakkan di depan obat yang mempunyai tanggal

kadaluwarsa kemudian. ( Kemenkes RI., 2016)


Metode Pendistribusian (Permenkes no 58., 2014)

 Sistem Persediaan Lengkap di Ruangan (floor stock)

1) Pendistribusian Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis

Pakai untuk persediaan di ruang rawat disiapkan dan dikelola oleh Instalasi

Farmasi.

2) Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang

disimpan di ruang rawat harus dalam jenis dan jumlah yang sangat

dibutuhkan.

3) Dalam kondisi sementara dimana tidak ada petugas farmasi yang mengelola

(di atas jam kerja) maka pendistribusiannya didelegasikan kepada

penanggung jawab ruangan.

4) Setiap hari dilakukan serah terima kembali pengelolaan obat floor stock

kepada petugas farmasi dari penanggung jawab ruangan.

5) Apoteker harus menyediakan informasi, peringatan dan kemungkinan

interaksi Obat pada setiap jenis Obat yang disediakan di floor stock.

 Sistem Resep Perorangan

Pendistribusian Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis

Pakai berdasarkan Resep perorangan/pasien rawat jalan dan rawat inap melalui

Instalasi Farmasi.

 Sistem Unit Dosis

Pendistribusian Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis

Pakai berdasarkan Resep perorangan yang disiapkan dalam unit dosis

tunggal atau ganda, untuk penggunaan satu kali dosis/pasien. Sistem unit

dosis ini digunakan untuk pasien rawat inap.

 Sistem Kombinasi
Sistem pendistribusian Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis

Habis Pakai bagi pasien rawat inap dengan menggunakan kombinasi a + b

atau b + c atau a + c.

 Sistem distribusi Unit Dose Dispensing (UDD) sangat dianjurkan untuk pasien

rawat inap mengingat dengan sistem ini tingkat kesalahan pemberian Obat

dapat diminimalkan sampai kurang dari 5% dibandingkan dengan sistem floor

stock atau resep individu yang mencapai 18%. Sistem distribusi dirancang

atas dasar kemudahan untuk dijangkau oleh pasien dengan

mempertimbangkan:

a. Efisiensi dan efektivitas sumber daya yang ada dan.

b. Metode sentralisasi atau desentralisasi.

c. Metode sentralisasi.

Sentralisasi adalah sistem pendistribusian perbekalan farmasi yang

dipusatkan pada satu tempat yaitu instalasi farmasi. Pada sentralisasi,

seluruh kebutuhan perbekalan farmasi setiap unit pemakai baik untuk

kebutuhan individu maupun kebutuhan barang dasar ruangan disuplai

langsung dari pusat pelayanan farmasi tersebut. Resep orisinil oleh perawat

dikirim ke IFRS, kemudian resep itu diproses sesuai dengan kaidah cara

dispensing yang baik dan obat disiapkan untuk didistribusikan kepada

penderita tertentu.

 Sistem Pelayanan Terbagi (Desentralisasi)

Desentralisasi adalah sistem pendistribusian sediaan farmasi dan perbekalan

kesehatan yang mempunyai cabang di dekat unit perawatan/pelayanan.

Bagian ini dikenal dengan istilah depo farmasi/satelit farmasi. Pada

desentralisasi, penyimpanan dan pendistribusian perbekalan farmasi ruangan


tidak lagi dilayani oleh pusat pelayanan farmasi. Instalasi farmasi dalam hal

ini bertanggung jawab terhadapefektivitas dan keamanan perbekalan farmasi

yang ada di depo farmasi. Tanggung jawab tenaga farmasis dalam kaitan

dengan distribusi perbekalan farmasi disatelit farmasi:

a. Dispensing dosis awal pada permintaan baru dan larutan intravena tanpa

tambahan (intravenous solution without additives).

b. Mendistribusikan IV admixtur yang disiapkan oleh farmasi sentral.

c. Memeriksa permintaan obat dengan melihat medication administration

record (MAR).

d. Menuliskan nama generik dari obat pada MAR.

e. Memecahkan masalah yang berkaitan dengan distribusi.

Sistem distribusi di unit pelayanan dapat dilakukan dengan cara

(Permenkes nomor 72 tahun 2016; Ditjen Binfar, 2010; Satibbi, 2014):

a. Sistem persediaan lengkap di ruangan (floor stock) :

 Pendistribusian sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis

habis pakai untuk persediaan di ruang rawat disiapkan dan dikelola

oleh instalasi farmasi

 Sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai yang

disimpan di ruang rawat harus dalam jenis dan jumlah yang sangat

dibutuhkan

 Dalam kondisi sementara dimana tidak ada petugas farmasi yang

mengelola (di atas jam kerja) maka pendistribusiannya didelegasikan

kepada penanggung jawab ruangan

 Setiap hari dilakukan serah terima kembali pengelolaan obat floor

stock kepada petugas farmasi dari penanggung jawab ruangan


 Apoteker harus menyediakan informasi, peringatan dan kemungkinan

interaksi Obat pada setiap jenis Obat yang disediakan di floor stock

 Biasanya sekali seminggu personil IFRS memeriksa persediaan obat di

ruang, lalu menambah menambah persediaan obat yang

persediaannya sudah sampai tanda batas pengisian kembali

Keuntungan persediaan lengkap di ruang, yaitu:

 Pelayanan lebih cepat

 Menghindari pengembalian perbekalan farmasi yang tidak terpakai ke

IFRS

 Mengurangi penyalinan order perbekalan farmasi

Kelemahan persediaan lengkap di ruang, yaitu:

 Kesalahan perbekalan farmasi sangat meningkat karena order perbekalan

farmasi tidak dikaji oleh apoteker

 Persediaan perbekalan farmasi di unit pelayanan meningkat, dengan

fasilitas ruangan yang sangat terbatas. Pengendalian persediaan dan

mutu, kurang diperhatikan oleh perawat

 Kemungkinan hilangnya perbekalan farmasi tinggi

 Penambahan modal investasi, untuk menyediakan fasilitas penyimpanan

perbekalan farmasi yang sesuai di setiap ruangan perawatan pasien

 Diperlukan waktu tambahan lagi bagi perawat untuk menangani

perbekalan farmasi

 Meningkatnya kerugian dan bahaya karena kerusakan perbekalan farmasi

b. Sistem Resep Perorangan


Pendistribusian sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai

berdasarkan resep kepada setiap pasien melalui instalasi farmasi.

Keuntangan resep perorangan, yaitu:

 Semua resep/order dikaji langsung oleh apoteker, yang kemudian

memberikan keterangan atau informasi kepada pasien secara langsung

 Memberikan kesempatan interaksi profesional antara apoteker, dokter,

perawat, dan pasien

 Memungkinkan pengendalian yang lebih dekat

 Mempermudah penagihan biaya perbekalan farmasi bagi pasien

Kelemahan/Kerugian sistem resep perorangan, yaitu:

 Memerlukan waktu yang lebih lama

 Pasien membayar obat yang kemungkinan tidak digunakan

c. Sistem Unit Dosis/ Unite Dose Dispensing

Pendistribusian sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai

berdasarkan resep yang disiapkan dalam unit dosis tunggal atau ganda, untuk

penggunaan satu kali dosis/pasien. Sistem unit dosis ini digunakan untuk pasien

rawat inap.

Perbekalan farmasi dikandung dalam kemasan unit tunggal; di-dispensing

dalam bentuk siap konsumsi; dan untuk kebanyakan perbekalan farmasi tidak

lebih dari 24 jam persediaan dosis, diantarkan ke atau tersedia pada ruang

perawatan pasien setiap saat.

Sistem distribusi dosis unit dapat dioperasikan dengan salah satu daru 3 metode

di bawah ini, yang pilihannya tergantung pada kebijakan dan kondisi rumah sakit

:
 Sistem distribusi dosis unit sentralisasi. Sentralisasi dilakukan oleh IFRS

sentral ke semua unit rawat inap di rumah sakit secara keseluruhan.

Artinya, di rumah sakit itu mungkin hanya satu IFRS tanpa adanya

depo/satelit IFRS di beberapa unit pelayanan

 Sistem distribusi dosis unit desentralisasi dilakukan oleh beberapa

depo/satelit IFRS di sebuah rumah sakit. Pada dasarnya sistem distribusi

desentralisasi ini sama dengan sistem distribusi obat persediaan lengkap

di ruang, hanya saja sistem distribusi desentralisasi ini dikelola seluruhnya

oleh apoteker yang sama dengan pengelolaan dan pengendalian oleh

IFRS sentral

 Dalam sistem distribusi dosis unit kombinasi sentralisasi dan

desentralisasi, biasanya hanya dosis mula dan dosis keadaan darurat

dilayani cabang IFRS sentral.

d. Sistem Kombinasi

Sistem pendistribusian sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis

pakai bagi pasien rawat inap dengan menggunakan kombinasi unit dose

dispensing + resep perorangan, unit dose dispensing + floor stock, resep

perorangan + floor stock.

4. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan faktor penyebab dan upaya

penyimpanan dan pendistribusian di Instalasi farmasi Rumah Sakit

Jawaban :

Faktor Penyebeb Penyimpnanan (Kemenkes RI., 2016)

1. Masalah keamanan dan bahaya kebakaran merupakan risiko terbesar dari

penyimpanan, apalagi barang-barang farmasi sebagian adalah mudah

terbakar.
2. Pergunakan tenaga manusia seefektif mungkin, jangan berlebih jumlah

karyawannya sehingga banyak waktu menganggur yang merupakan biaya,

demikian juga sebaliknya, kekurangan tenaga akan menimbulkan antrian di

pusat pelayanan yang akan merugikan kedua belah pihak.

3. Pergunakan ruangan yang tersedia seefisien mungkin, baik dari segi besarnya

ruangan dan pembagian ruangan.

4. Memelihara gudang dan peralatannya sebaik mungkin.

5. Menciptakan suatu sistem penataan yang lebih efektif untuk lebih

memperlancar arus barang.

Faktor Penyebab Pendistribusian (Nabilah hadiah., 2016)

- Permasalahan dari kualitas dan kuantitas obat yang diberikan oleh dinas

kesehtan/ gudang farmasi yang tidak sesuai dengan standar yang ditetapkan

- Perubahan pola penggunaan obat dan ketidaktepatan dalam proses

manajemen obat

Adapun faktor-faktor yang dapat menyebabkan terjadinya kesalahan dalam

pemberian obat, antara lain (Handayani, TW., 2017; Williams, 2007) :

 Apoteker tidak memeriksa identitas pasien sebelum pemberian obat

 Penyimpanan obat yang memiliki penampilan dan penamaan yang sama

secara berdekatan

 Faktor lingkungan seperti kebisingan dan kurangnya cahaya di ruangan

 Beban kerja staf yang berlebihan

Menurut Rusmi dkk 2012


Medication error adalah kejadian yang merugikan pasien akibat kesalahan

pemakaian obat selama perawatan, yang sebenarnya dapat di cegah.


Medication error dapat terjadi pada tahap prescribing (peresepan), dispensing

(penyiapan), dan drug administration (pemberian obat).

a. Kesalahan prescribing (peresepan) disebabkan oleh penulisan resep yang

tidak tepat, aturan pakai dan dosis obat yang tidak sesuai, penulisan resep tanpa

mencantumkan bentuk sediaan obatnya, faktor tulisan dokter yang tidak dapat

dibaca, faktor pengetahuan dokter mengenai dosis obat, dan gangguan dari

pihak keluarga pasien yang dapat menyebabkan kesalahan dalam peresepan.

b. Kesalahan dispensing meliputi kesalahan pembacaan resep obat look alike

sound alike (LASA), kesalahan bentuk sediaan, jumlah obat kurang dan biasanya

kosong.

c. Kesalahan administrasi meliputi faktor individu masing-masing petugas

yang menyebabkan waktu pemberian obat tidak tepat, sikap pasien yang tidak

kooperatif, teknik pemberian obat tidak tepat, dan obat tertukar pada pasien yang

namanya sama.

Pada skenario terjadi kesalahan pemberian obat kemungkinan karena

penyimpanan obat LASA yang berdekatan. Dimana kebanyakan instalasi farmasi

penyimpanan obat berdasarkan abjad. Jadi ketika terdapat obat lasa tidak

diberikan jarak atau tidak diberikan penanda sehingga terjadi kesalahan

pengambilan obat.

Adapun upaya untuk menagani terjadinya kesalahan yaitu (Nanik

Sulistyani, 2018):

1. Mengidentifikasi dan mengelola risiko yang terkait dengan obat-obatan LASA

dengan cara :

a. meninjau ulang penggunaan obat LASA (jika perlu)

b. menetapkan prosedur untuk :


 meminimalkan penggunaan obat LASA melalui perintah verbal dan telepon,

 lebih menekankan untuk membaca label dengan hati-hati setiap kali obat

diakses dan juga sebelum pemberian, daripada mengandalkan pengenalan

visual, lokasi, atau isyarat lainnya yang kurang spesifik.

 menekankan perlunya memeriksa tujuan pengobatan pada resep / perintah

dan sebelum pemberian obat, memeriksa kesesuian diagnosis dengan tujuan /

indikasi pengobatan.

 menyertakan nama generik dan nama merek obat pada pesanan obat dan

label, dengan ukuran font nama generik yang lebih besar dari nama merek.

c. Mengembangkan strategi untuk menghindari kebingungan atau

kesalahpahaman yang disebabkan oleh resep atau pesanan obat yang tidak

jelas, diantaranya :

 Melakukan pencetakan nama dan dosis obat.

 Membedakan nama obat dengan metode “tall man” lettering.

d. Menyimpan obat yang beresiko di lokasi terpisah, atau menyimpan di rak tidak

dengan urutan alfabetis, misalnya dengan nomor wadah, atau di perangkat

pengeluaran otomatis.

e. Menggunakan huruf tebal dan warna berbeda untuk mengurangi kebingungan

terkait dengan penggunaan nama LASA pada label, tempat penyimpanan dan

rak,layar komputer, perangkat pengeluaran otomatis, dan catatan administrasi

obat.

f. Mengembangkan strategi untuk melibatkan pasien dan keluarga pendamping

pasien dengan cara :

 Memberikan informasi obat secara tertulis, termasuk indikasi obat, nama

generik dan nama merek, dan efek samping obat yang potensial.
 Mengembangkan strategi untuk mengakomodasi pasien dengan gangguan

penglihatan, perbedaan bahasa, dan pengetahuan terbatas tentang perawatan

kesehatan.

 Memberikan tinjauan apoteker terhadap obat-obatan yang diberikan kepada

pasien untuk mengkonfirmasi indikasi dan penampilan yang diharapkan,

terutama ketika mengeluarkan obat yang diketahui memiliki nama bermasalah.

g. Memastikan bahwa semua langkah dalam proses manajemen pengobatan

dilakukan oleh sumber daya yang berkualifikasi dan kompeten.

2. Memasukkan pendidikan tentang potensi obat-obatan LASA ke dalam

kurikulum pendidikan, orientasi, dan pengembangan profesional berkelanjutan

bagi para profesional perawatan kesehatan.

5. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan hal – hal yang harus

diperhatikan dalam penyimpanan dan pendistribusian di Instalasi farmasi Rumah

Sakit

Pendistribusian (Kemenkes., 2011)

- Pesyaratan pendistribusian obat dan perbekalan kesehatan adalah adanya

permintaan dari daerah bencana

- Apabila obat dan perbekalan kesehata tdiak tersedia di provinsi yang

mengalami bencana diusahakan dari provinsi terdekat

- Adanya estimasi tingkat keparahan dan jumlah korban jenis penyakit

- Pemerintah pusat dan daerah perlu mengalokasikan biaya distribusi sehingga

jika terjadi bencana tidak mengalami kesulitan dalam mendistribusikan obat

perbekalan farmasi
Penyimpanan ( Permenkes., 2014)

- Obat dan bahan kimia yang digunakan untuk mempersiapkan Obat diberi

label yang secara jelas terbaca memuat nama, tanggal pertama kemasan

dibuka, tanggal kadaluwarsa dan peringatan khusus;

- Elektrolit konsentrasi tinggi tidak disimpan di unit perawatan kecuali untuk

kebutuhan klinis yang penting

- Elektrolit konsentrasi tinggi yang disimpan pada unit perawatan pasien

dilengkapi dengan pengaman, harus diberi label yang jelas dan disimpan

pada area yang dibatasi ketat (restricted) untuk mencegah penatalaksanaan

yang kurang hati-hati

- Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang

dibawa oleh pasien harus disimpan secara khusus dan dapat diidentifikasi.
DAFTAR PUSATAKA

Jurnal Ilmiah Farmasi – Unsrat “Evaluasi Penyimpanan Dan Pendistribusian Obat Di


Instalasi Farmasi Rumah Sakit Siloam Manado”2017

Jurnal Ilmiah Farmasi – Unsrat “Evaluasi Penyimpanan Dan Pendistribusian Obat


DiGudang Instalasi Farmasi Rumah Sakit Advent Manado”2017

Handayani, TW., 2017, Faktor penyebab medication errors di RSU Anutapura kota
Palu, PERSPEKTIF: Jurnal Pengembangan Sumber Daya Insani, vol. 02
nomor 02
Keputusan Menteri Kesehatan RI No.059/Menkes /SK/IX/2011 Tentang Standar
Pedoman Pengelolaan obat dan Perbekalan Kesehatan Penanggulangan
Bencana

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2016, Manajemen farmasi Dirumah


Sakit dan Klinik

Nanik.S., 2018, Distribusi Obat Di Rumah Sakit. Kementrian Pendidikan Dan


Kebudayaan Riset, Teknologi Dan Pendidikan Tinggi.

Pedoman Pengelolaan Perbekalan Farmasi Di Rumah Sakit Tahun 2010.

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 58 Tahun 2014 Tentang


Standar Pelayanan Kefarmasian Di Rumah Sakit

Rusmi. S. T, Dkk, 2012, Faktor Penyebab Medication Error Di Instalasi Rawat


Darurat. UNHAS: Makassar.

Satibi, 2014, Managemen Obat Di Rumah Sakit, UGM, Yogyakarta


Qiyaam,N. 2016. Evaluasi Manajemen Penyimpanan Obat di Gudang Obat Instalasi
Farmasi Rumah Sakit Umum Daerah dr. R. Soedjono Selong Lombok Timur.
Jurnal Ilmiah Ibnu Sina, 1(1), 61-70
DISKUSI PANEL

 Kelompok 2

1. Jika pada suatu rumah sakit menggunakan UDD tetapi di tengah perjalanan

metode tersebut tidak efektif, apakah bisa mengganti dengan metode yang

lain?

Jawaban :

Jika metode yang digunakan tidak efektif maka bisa mengganti dengan metode

lain. Tetapi terlebih dahulu harus melakukan evaluasi terkait metode yang telah

diterapkan, jika terjadi kesalahan atatu masalaah terkait metode tersebut maka

dilaporkan kepada kepala IFRS dengan sepengetahuan pimpinan rumah sakit

tersebut, kemudian dikaji langsung penyebab dari kesalahan metode tersebut,

dan kemudian melakukan kembali evaluasi, jika metode tersebut tidak

memungkinkan dan memperbnyak menimbukan masalah maka dapat digantiak

dengan metode lain dan melakukan konfirmasi kepada pimpinan RS dan

kepala IFRS.

2. Bagaimana pengelolaan obat LASA terkait skenario?

Jawaban :

Berdasarkan skenario, dalam penulisan resep terdapat kesalahan dengan tidak

memperjelas penulisan obat LASA tersebut, apoteker tidak melakukan skrining

berulang, dari segi penyimpanan tidak penerapkan penyimpanan sesuai obat-

obat LASA. Pengelolaan untuk obat LASA

a. Obat disimpan pada tempat yang jelas perbedaannya, terpisah/ diantarai

dengan 1item atau obat lain.

b. Obat LASA di beri stiker berbeda.


c. Jika obat LASA nama sama memiliki 3 kekuatan berbeda maka masing-

masing obat tersebut diberi warna yang berbeda dengan menggunakan stiker,

misalnya pemberian warna seperti obat LASA kekuatan besar diberi stiker

berwarna biru, obat LASA kekuatan besar diberi stiker berwarna kuning, dan

obat LASA kekuatan besar diberi stiker berwarna hijau.

d. Tenaga farmasi harus membaca resep yang mengandung obat LASA

dengan cermat dan jika tidak jelas harus di konfirmasi kembali kepada penulis

resep, dalam hal ini yang di maksud dokter.

e. Tenaga farmasi harus menyiapkan obat sesuai dengan yang tertulis pada

resep.

f. Sebelum menyerahkan obat pada pasien, tenaga farmasi disarankan

mengecek ulang atau membaca kembali kebenaran resep dengan obat yang

akan disarankan.

g. Perawat hendaknya membaca etiket obat sebelum memberikan kepada

pasien.

Penerapan strategi pengelolaan sediaa. Farmasi untuk menghindari terjadinya

kesalahan dalam pemberuan obat.

1. Pengadaan

Dalam pengadaan obat lasa sebaiknya seorang tenaga farmasi melakukan hal-

hal yakni, meminimalkan ketersediaan beberapa kekuatan obat, bila

memnungkinkan, hindari pembelian obat dengan obat serupa kemasan dan

penampilan, misalnya saat mengadakan produk atau paket yang baru

diperkenalkan. Jika ini terjadi maka harus membandingkan dengan kemasan

yang ada.
3. Bila melakukan penyimpanan terhada obat jenis ini sebaiknya menggunakan

huruf pada penulisan obat Kategori LASA yang berbeda. Jika memungkinkan di

beri warna agar supaya terlihat berbeda dengan obat yang jenis lain. Hal ini

dilakukan untuk menekankan pada perbedaannya. Metode Tall Man dapat

digunakan untuk membedakan huruf yang tampak sama dengan obat yang

mirip. Dengan memberi huruf kapital, maka dapat memudahkan petugas

dalam membedakan obat kategori LASA.

 Kelompok 1

1. Bagaimana prosedur pembelian obat dalam hal kesalahan pemberian di

IFRS?

Jawaban :

Obat atau alkes yang diresepkan sudah tidak digunakan atau tidak cocok

maka dapat dikembalikan dengan syarat harus berasal dari Instalasi

sumbernya dan dalam keadaan masih utuh. Ketika terjadi kesalahan dalam

penyerahan maka dapat dikembalikan ke Instalasi langsung untuk digantikan

dengan obat seusai dengan yang diresepkan oleh dokter

2. Bagaimana alur distribusi obat dan penerimaan sampai di distribusi kembali?

Jawaban :

Pasien atau keluarga pasien yang datang ke Instalasi Farmasi Rumah Sakit

untuk menebus obat dengan menyerahkan resep pada petugas Apotek,

kemudian akan dilakukan skrining administrasi oleh petugas Apotek yang

dilanjutkan dengan menyiapkan obat sesuai dengan resep. Dilakukan kembali

skrining berupa skrining farmasetik dan klinis untuk memastikan obat yang

disediakan telah sesuai jumlahnya, bentuk sediaannya dan juga aturan pakai

yang dituliskan oleh dokter diresepnya.


3. Mengapa harus dilakukan depo jika sudah ada floor stok?

Jawaban :

Depo bisa disebut juga sebagai cabang dari Instalasi Farmasi Rumah Sakit

yang biasanya terdapat pada kamar perawatan atau poli-poli yang ada di

Rumah Sakit. Sistem ini juga dapat digunakan pada pendistribusian UDD.

 Kelompok 3

1. Bagaimana metode penyimpanan secara LIFO, apakah ada kriteria sediaan

yang menggunakan sistem LIFO?

Jawaban :

LIFO (Last In First Out) adalah obat yang datang paling akhir namun pertama

dikeluarkan, hal yang mendasari karena jika obat yang datang adalah obat

yang memiliki masa kadaluwarsa lebih pendek dibandingkan dengan yang

sudah datang terlebih dahulu maka obat yang baru datanglah yang

didistribusikan terlebih dahulu.

2. Bagaimana pengaturan tata ruang mengenai jarak dinding ke lemari, jarrak

lantai ke lemari, dan jarak obat LASA?

Jawaban :

Jarak dinding ke lemari maksimal 30 cm, untuk jarak lantai ke lemari yaitu 10

cm, dan untuk jarak penyimpanan obat LASA yaitu dalam penyimpanannya

tidak disimpan berdekatan dimana pada saat oenyimpanan harus ada obat 1

atau 2 box obat diantara obat LASA tersebut.


3. Apa sanksi yang di dapatkan bila tenaga kesehatan salah dalam penyerahan

obat?

Jawaban :

Sanksi dapat diterima jika Apoteker melakukan kesalahan dalam penyerahan

obat yang berasal dari Undang-Undang perlindungan konsumen berupa

sanksi administrasi atau sanksi berupa denda sebesar 200 juta rupiah.

 Kelompok 4

1.Kapan menggunakan metode sentralisasi, desentralisasi dan kombinasi?

Jawaban :

Penggunaan metode sentralisasi maupun desentralisasi digunakan

disesuaikan dengan ketentuan dan kebijakan dari Rumah sakit yang

bersangkutan. jika insfratruktur yang di rumah sakit tersebut memadai maka

dapat digunakan metode desentralisasi namun jika rumah sakit yang tersebut

hanya memiliki satu instansi Farmasi pusat maka metode distribusi yang

digunakan hanyalah metode sentralisasi.

2.Apakah sistem penyimpanan obat digudang beserta kekurangan dan

kelebihannya?

Jawaban :

Dalam sistem penyimpanan obat terdiri dari beberapa bagian diantaranya

A. Fixed Location penempatan obat ditempatkan pada tempat yang

tetap/sama. Keuntungan nya ialah lokasi tidak perpindahan-pindah atau

tetap. Cukup untuk menetapkan jumlah barang maksimal untuk setiap

item. Administrasi persediaan relatif mudah . Akan tetapi kerugian dari

fixed Location ialah tidak fleksibel jika ada perubahan jumlah order. Jika

ada tambahan item baru maka tidak ada tempat yang tersedia.
Dapat menyebabkan tingkat pencurian meningkatkan, dan kemungkinan

ada tempat penyimpanan yang tidak terpakai.

B. Fluid Location yaitu penempatan persediaan di gudang yang d bagi dalam

beberapa lokasi (diberi tanda ), keuntungan nya ialah ruang lebih efisien,

lebih kecil -20-50% dari ruangan fixed Location di perlukan administrasi

stock yang sempurna dan catatan tempat stock harus selalu up to date .

C. Semifluid Location yaitu cara penempatan yang sering d gunakan ialah

kombinasi dari sistem fixed Location dan juga fluid Location.

 Kelompok 5

1. Bagaimana penyimpanan obat eergency?

Jawaban :

Bahaya pencurian dalam pengelolaannya diharapkan dapat menjamin jumlah

dan jenis obat yang sesuai dengan daftar obat emergancy yang telah

ditetapkan oleh Rumah Sakit dan tidak boleh bercampur dengan obat-obatan

lain. Jika dalam penyimpanan obatnya telah digunakan maka dengan segera

harus digantikan untuk mencegah terjadinya kekosongan, dilakukan

pengecekan stock secara berkala untuk melihat tanggal kadaluwarsa dan

kondisi obat.

2. Bagaimana memastikan obat emergensi di simpan dengan baik, jika tempat

sempit bagaimana menanggulangi hal tersebut.

Jawaban :
Memastikan obat-obatan emergancy tersimpan dengan baik dapat diletakkan

ditempat-tempat yang aman dan mudah untuk dijangkau melihat bahwa obat-

obatan emergancy harus selalu tersedia, dan untuk pendistribusiannya dapat

menggunakan troly khusus yang dapat dengan mudah digunakan untuk

menyalurkan obat-obatan emergancy. Untuk menanggulangi permasalahan


ruangan atau gedung yang tidak memadai sebaiknya dilakukan perencanaan

ruangan terlebih dahulu sebelum perencanaan sediaan farmasi agar dapat

menyimpan sediaan sesuai dengan ruangan yang ada sehingga sediaan

farmasi dapat tersimpan dengan baik dan aman.

 Kelompok 6

1. Bagaimana kreteria menentukan sistem distribusi?

Jawaban :

Analisis sistematik dari rasio manfaat biaya dan perencanaan oprasional,

setelah sistem diterapkan maka pengetahuan kinerja dari evaluasi mutu

pelayanan tetap dibutuhkan guna memastikan sistem berfungsi dengan baik.

Jumlah ruangan dalam sistem serta cakupan geografis dan tata raung Rumah

Sakit serta populasi pasien, kualitas dan kuantitas yang dimiliki. Kemudian

dilakukan evaluasi terhadap sistem distribusi dengan melihat keuntungan

yang diperoleh dan yang meminimalkan terjadinya medication error.

2. Bagaimana pengelolaan obat high alert?

Jawaban :

Obat high alert disimpan terpisah dari obat-obatan lain sesuai dengan daftar

obat high alert yang dikeluarkan oleh Instalasi Farmasi Rumah Sakit. Pada

setiap obat high alert yang dipergunakan untuk kebutuhan klinis harus diberi

sticker berwarna merah dituliskan high alert. Tempat penyimpanan obat high

alert harus di tempat khusus yang bertanda selotip merah disekeliling tempat

penyimpanan dan harus terpisah dari obat-obatan lain. Untuk obat-obat

sitostatik dan narkotik tersimpan terpisah dari obat high alert, didalam lemari

khusus dan pintu terkunci. Kunci lemari narkotik diberi tali berwarna merah
dan dikalungkan kepada pemegang kunci yang ditunjuk/Apoteker

penanggung jawab.

3. Bagaimana pengelolaan (distribusi dan penyimpanan) obat-obat sitostatik?

Jawaban :

Pada saat penerimaan dilakukan pengecekan terhadap kelengkapan

administrasi, waspada kerusakan (kebocoran) sediaan farmasi. Pada proses

penyimpanan dilakukan ditempat khusus yang dapat menjaga stabilitas

sediaan farmasi dan lokasinya aman dari kerusakan dan kehilangan. Ada set

untuk penanggulangan tumpahan (pecahan obat) misalnya lap alkohol, lap

bersih, kantongan plastik, dan kantongan untuk bahan yang tajam.

 Kelompok 7

1. Jika sistem pendistribusian dan penyimpanan di rumah sakit kurang baik,

bagaimana kita sebagai Apoteker berperan?

Jawaban :

Prinsip penyimpanan yang terdiri dari FIFO (First In First Out), FEFO (First

Expired First Out) dan LIFO (Last In First Out) dimana jika salah satu dari

ketiga metode ini memiliki kekurangan atau dalam prosesnya tidak berjalan

dengan baik maka dapat digantikan dengan menggunakan prinsip yang

lainnya. Sedangkan dalam proses distribusi jika metode yang digunakan

kurang baik maka perlu dilakukan evaluasi yang kemudian akan dilakukan

perbaikan dengan perencanaan untuk ditahun yang akan datang agar yang

terjadi dapat berjalan sesuai dengan yang diharapkan. Salah satu sistem

distribusi obat yang efisien dan efektif harus dapat memenuhi hal-hal berikut

(Jurnal Ilmiah Farmasi):


Ketersediaan obat yg tetap terpelihara Mutu dan kondisi obat stabil selama

proses distribusi meminimalkan kesalahan obat dan memaksimalkan

keamanan pada penderita, meminimalkan obat yg rusak atau kadaluwarsa

Meminimalkan pencurian dan atau kehilangan obat IFRS mempunyai semua

akses dalam semua tahap proses distibusi dalam pengendalian pengawasan

dan penerapan pelayanan farmasi klinik. Terjadinya interaksi profesional

antara Apoteker, Dokter, Perawat dan Pasien, meminimalkan pemborosan

dan penyalahgunaan obat dengan arga dapat terkendali.

2. Bagaimana tindakan Apoteker dalam penyimpanan memilkiefek terapi sama,

bentuk sediaan berbeda?

Jawaban :

Pada obat-obatan yang memiliki jenis atau bentuk sediaan yang berbeda

namun dengan kelas terapi yang sama dapat disimpan sesuai dengan

jenisnya dengan menerapkan sistem penyimpanan sesuai dengan alfabetis.

 Kelompok 8

1. Apakah perlu metode floor stok jika sudah ada metode desentralisasi?

Jawaban :

Metode sentralisasi adalah metode yang bersumber langsung dari Instalasi

Farmasi pusat Rumah Sakit sedangkan untuk metode desentralisasi berasal

dari Depo atau Satelit di masing-masing kamar perawatan. Perbedaan pada

metode-metode tersebut hanyalah sistemnya, sedangkan untuk metode floor

stock, resep perseorangan, unit dose dispensing ataupun kombinasi dapat

disesuaikan dengan kondisi jika jarak antara ruang perawatan atau poli cukup

jauh maka untuk pasien seperi termasuk dalam resep perseorangan dapat

mengambil obat di Depo.


2. Bagaimana kekurangan dan kelebihan FEFO, FIFO. Adakah metode

penyimpanan selain FIFO, FEFO, kelas terapi, bentuk sediaan, LIFO,

alfabetis.

Jawaban :

Sediaan farmasi yang telah tiba terlebih dahulu kemungkinan memiliki masa

kadaluwarsa yang lebih panjang dibandingkan sediaan farmasi yang baru

masuk sehingga metode yang digunakan pada kasus ini adalah FIFO.

Sedangkan untuk obat-obatan yang memiliki masa kadaluwarsa yang lebih

pendek dapat menggunakan metode FEFO dengan tetap menjaga kualitas

dari sediaan. Dalam penyimpanan sediaan farmasi diterapkan sistem

alfabetis namun sistem ini tidak cocok digunakan untuk obat-obatan LASA

karena dapat menyebabkan terjadinya kesalahan dapat pengambilan obat.


Penyimpanan dan Distribusi obat di RS

Penerimaan barang (kesesuaian dengan faktur, nama barang, Jumlah barang,

Tanggal kadaluarsa, No. Batch, sertifikat yang diperlukan untuk bahan kimia

maupun alat kesehatan, tanggal jatuh tempo, fisik barang, setelah melakukan

pemeriksaan, dilakukan pencatatan pada kartu stock).

Penyimpanan obat di rumah sakit (gudang sentral, depo-depo farmasi, bangsal-

bangsal emergency kit).

Penyimpanan memiliki tujuan :

- Menyimpan obat yang bermutu baik dan siap didistribusikan

- Menampung obat rusak

Syarat : Aman, memenuhi syarat farmasetis dan tertib administrasi.

Beberapa hal yang perlu diperhatikan:

1. Struktur fisik gudang

2. Design gudang

3. Organisasi pengelolaan gudang

4. Prosedur pengeluaran

5. Efisiensi kerja gudang

6. Penyimpanan dan control stock

7. Keperluan untuk tiap unit pelayanan kesehatan

8. Penanganan khusus untuk barang yang membutuhkan perhatian stabilitas

Struktur fisik

1. Jalur distribusi obat (penetapan jalur distribusi obat, jumlah dan penyebaran

distribusi, waktu yang diperlukan dan jumlah dan kapasitas penyimpanan)

2. Seleksi lokasi dan letak (Gudang berada diantara daerah distribusi, fasilitas listrik,

air, jatingan telekomunikasi dan ukuran memadai dan daerah aman)


Ciri distribusi yang baik :

- Obat disimpan dalam kondisi yang mampu menjamin mutu obat, kemasan tidak

rusak dan mudah melakukan monitoring

- Pengelolaan persediaan berjalan optimal

- Pengaturan stok (fasilitas sedang digunakan optimal)

- Memelihara pencatatan persediaan yang akurat

- Mengurangi kemungkinan terjadinya pencurian dan penipuan

- Mengurangi kemungkinan terjadinya obat rusak/kadaluarsa

a. FEFO. First Expire First Out adalah penggunaan obat berdasarkan prioritas

masa kadaluarsa obat tersebut

b. FIFO. First in First Out adalah penggunaan obat yang tidak mempunyai masa

kadaluarsanya. Prioritas obat berdasarkan waktu kedatangan obat

c. LIFO. Last in First Out adalah metode yang mengeluarkan barang yang

terakhir masuk

Kelebihannya:

 Mudah membandingkan cost saat ini dengan pandangan sekarang

 Apabila harga naik barang jadi konservatif

 Laba operasional tidak tercemar oleh untung maupun rugi

Kekurangannya:

 Bertolak belakang dengan aliran fisik sesungguhnya

 Tidak dapat menunjukkan potensi jasa yang sesungguhnya/ cost yang

sudah lama

- Gabungan antara pesanan obat secara individu & floor stock


- Yang termasuk dalam kategori ini adalah RS yang menggunakan sistem

penulisan resep atau pesanan obat secara individu sebagai sarana utama untuk

penjualan obat tetapi juga memanfaatkan floor stock secara terbatas

- Gabungan antara pesanan obat secara individu & floor stock

Yang termasuk dalam kategori ini adalah RS yang menggunakan sistem

penulisan resep atau pesanan obat secara individu sebagai sarana utama untuk

penjualan obat tetapi juga memanfaatkan floor stock secara terbatas

Faktor Total Floor Individual Unit

Stock Dose
Prescription

Biaya obat dan Rendah Sedang - Tinggi

pengadaannya Rendah

Biaya tenaga Rendah Tinggi Tinggi

farmasi

Biaya tenaga Sedang - Rendah Rendah

perawat Rendah

Resiko Tinggi Sedang Rendah

kebocoran

Resiko kesalahan Tinggi Sedang - Rendah

obat Rendah

- Potensi Medication Error


 Penyimpanan obat berpotensi menimbulkan medication errorr

 Pisahkan obat yang termasuk High Alert

 Pisahkan obat yang termasuk sitostatika

 Beri tanda khusus

 Hati-hati obat dengan nama yang sama, dengan bentuk kemasan yang sama,

obat sama dengan kekuatan/strength berbeda

- Konsultasi Dokter

 Signa tidak lazim

 Tulisan tidak jelas

 Tidak ditulis kekuatan obat, signa, bentuk sediaan

 Nama obat salah

 Doses

 Duplikasi

 Kombinasi obat tidak lazim dll

HASIL PERTANYAAN REFRESHING

1. Berapa lama prosedur untuk return alat kesehatan ?

Jawaban :

Dalam hal ini untuk melakukan retur terkait alat kesehatan tergantung dari

kesepakatan atau MOU dari pihak RS dalam hal ini komite medik dengan pihak

distributor yang bersangkutan

2. Untuk obat – obat sitotastika ( obat – obat kanker ) biasanya pasien setelah

menggunakan obat tersebut untuk pembuangan limbah dan fesesnya.

Bagaimana penangangannya terkait hal tersebut ?


Jawaban :

Untuk obat- obat sitotastika (obat kanker) dapat diganti dengan menggunakan

indicator tertentu agar tidak mencemari lingkungan sekitar pada saat dibuang.

Jadi setelah diberikan indicator tertentu , kemudiaan dilakukan penyaringan

sebanyak 4 kali penyaringan, dalam hal ini ada bak yang disediakan pihak RS

untuk menampung limbah tersebut. Untuk mengetahui limbah tersebut aman,

maka setelah melalui 4 kali penyaringan dibak selanjutnya dibuang kedalam

kolam yang berisi ikan. Apabila setelah di uji namun ikannya tidak mati , maka

limbahnya aman untuk dibuang.

3. Berdasarkan scenario kenapa bisa disebut UDD sedangkan diresep jumlah

obatnya 14 tablet?

Jawaban :

Berdasarkan scenario disebut UDD karena menggunakan dosis tunggal, dan

pemberian jumlah obat sebanyak 15 tablet yaitu diberikan setiap 24 jam kepada

pasien rawat inap yang dilakukan oleh perawat.

4. Bagaimana sistem distribusi dan penyimpanan untuk wilayah yang terkena

bencana?

Jawaban :

Penyipanan di droping ditempat yang aman dimana droping dilakukan pada

tempat sekitar terjadi bencana. Obat yang ada di gudang adalah obat yang

dianggarkan untuk satu tahun. Jika terjadi bencana, maka ada kemungkinan

ketidak merataan sistem distribusi obat sisa diatasi dengan adanya hibah untuk

tempat penyimpanan bisa di bawa ke wilayah atau tempat yang aman seperti

dinas kesehatan.
5. Bagaimana penyerahan dengan metode LIFO?

Jawaban :

Last in First Out adalah barang yang terakhir masuk dikeluarkan duluan, tetapi

LIFO sudah tidak digunakan di RS karena tingkat kerugiannya besar karena tidak

memperhatikan expired date. Jika menggunakan sistem lifo yang harus

diperhatikan adalah jumlah dan biaya.

6. Jika dinas kabupaten mendapat hibah (sumbangan) dari pemerintah/luar negeri

namun penyimpanan gudang sudah penuh, apakah hibah tersebut langsung di

bawa ke tempat penyimpanan lain atau diterima dulu lalu dibawa ke tempat

penyimpanan lain?

Jawaban :

Lebih baik obatnya diterima untuk mencegah terjadinya kekosongan, dapat juga

dilakukan pengaturan/ dropping ke depo lain untuk penerimaan obat tersebut.

Laporkan ke dinas total pengeluaran obat sisa obat sekian kemudian dinyatakan

apakah bisa didistribusikan kembali atau tidak.

7. Terkait obat sumbangan (hibah), bagaimana penanganan obat-obat tersebut jika

ada kelebihan obat (sisa)? Apakah dikembalikan ke negera pembantu/pemberi

atau dilakukan pemusnahan? Naman jika dilakukan pemusnahan juga

membutuhkan dana yang tidak sedikit

Jawaban :

- Ketika ada kelebihan atau sisa obat, harus dilaporkan sisa ke dinas

pemerintahan ada obat rusak tetap dilaporkan

- Mebuat surat kepada dinas kesehatan bahwa obat rusak.


8. Apakah sistem UDD merupakan tanggungjawab apoteker atau perawat?

Jawaban :

- Berdasarkan aturan apoteker seharusnya yang melakukan penyerahan obat,

perawat hanya membantu karena dulu tenaga apoteker masih sedikit.

- PP 51 tahun 2009, obat yang ditulis dokter atau apoteker bertanggungjawab

terkait di dalam aturan untuk penyerahan obat dilakukan oleh apoteker.

Anda mungkin juga menyukai