Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PRAKTIKUM

IDENTIFIKASI ASAM AMINO

DISUSUN OLEH :

HARTAMI TSANIA

(E1M015027)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA

JURUSAN PENDIDIKAN MIPA

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS MATARAM

2017

1
IDENTIFIKASI ASAM AMINO

A. Abstrak

Tujuan dilakukannya praktikum ini adalah untuk mengidentifikasi jenis


asam amino dalam larutan protein secara kualitatif. Dalam praktikum ini, asam
amino diidentifikasi dengan beberapa metode yakni uji kelarutan, uji ninhidrin, uji
xantoprotein, uji millon, dan uji sulfur. Pada uji kelarutan yang menggunakan
pelarut yang berbeda-beda yakni pada pelarut air, yang larut hanyalah glisin,
sedangkan pada pelarut alkohol semua asam amino dan sampel tidal larut,
kemudian pada pelarut HCl encer semua asam amino larut kecuali sampel, dan
pada pelarut NaOH encer semua asam amino larut begitu juga sampel. Pada uji
ninhidrin yang bereaksi positif adalah asam aspartat dan glisin yang ditandai
dengan terbentuknta larutan berwarna biru atau ungu. Untuk uji xantoprotein, uji
positif ditunjukkan oleh tirosin dan triptofan yang ditandai oleh terbentuknya
warna kuning pada larutan. Pada uji Millon semua asam amino dan sampel
menunjukkan reaksi negatif atau tidak terbentuk warna merah ataupun endapan
merah. Dan pada uji sulfur, uji positif ditunjukkan oleh sistein dengan membentuk
larutan berwarna cokelat. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa sampel yang
berupa kasein mengandung asam amino yakni tirosin, triptofan, sistein, prolin,
lisin, dan metionin.

Kata kunci : Asam amino, kasein, uji kelarutan, uji ninhidrin, uji xantoprotein, uji
Millon, uji sulfur

B. Pendahuluan

B.1 Latar Belakang

Protein merupakan komponen utama yang menyusun sel hewan atau


manusia sehingga protein sangatlah penting bagi kehidupan. Selain itu, protein
dapat menjadi salah satu sumber energi dan berperan dalam sintesis hormon,
maupun pembentukan enzim dan antibodi. Oleh karenanya protein dibutuhkan

2
dalam jumlah yang besar sehingga bila kekurangan protein dapat menyebabkan
berbagai macam penyakit yang dapat membahayakan tubuh.

Protein yang sangat berguna bagi kehidupan tersebut tersusun atas asam-
asam amino. Asam amino adalah komponen utama yang menyusun protein yang
terdapat dalam hampir semua organisme hidup. Asam amino sangat dibutuhkan
anak-anak pada masa pertumbuhan dan juga dibutuhkan oleh orang dewasa untuk
menjaga kesehatan. Di alam, asam amino jumlahnya mencapai ribuan bahkan
ratusan jenis yang berbeda-beda. Namun, yang menyusun protein hanyalah 20
jenis asam amino, dimana asam-asam amino tersebut ada yang dapat disintesis
atau dihasilkan oleh tubuh dan ada yang tidak dapat disintesis oleh tubuh. Karena
tidak dapat disintesis oleh tubuh, maka asam amino tersebut dapat diperoleh dari
makanan tertentu.

Menurut Rita Ramayulis (2014) kasein adalah salah satu protein susu yang
jumlahnya tinggi, yaitu hingga mencapai 80 % dari keseluruhan protein yang ada
di susu. Sehingga dapat diketahui bahwa kasein merupakan protein terbesar
penyusun susu. Dimana di dalamnya tidak hanya terdapat zat-zat organik saja,
namun juga mengandung zat-zat anorganik seperti kalsium, phosphor, dan
magnesium. Selain itu, kasein juga mengandung sulfur yang terdapat pada
metionin dengan jumlah 0,69 % dan sistin 0,09 %. Dalam keadaan yang murni,
kasein akan berwarna putih seperti salju, tidak memiliki bau dan rasa. Oleh karena
kasein mengandung asam amino yang penting, maka kasein sangat penting untuk
dikonsumsi. Kelarutan kasein pada kondisi asam terbilang rendah sehingga pada
pH yang rendah (keadaan asam) kasein akan mengendap.

Oleh karena, kasein mengandung kadar protein hingga mencapai 80 %,


maka pada percobaan ini kasein akan digunakan sebagai sampel untuk
mengidentifikasi kandungan asam amino yang ada didalamnya. Seperti yang kita
ketahui bahwa protein tersusun atas asam amino yang berbeda-beda sesuai dengan
jenis proteinnya. Maka pada percobaan ini akan diidentifikasi kandungan asam
amino yang terdapat didalamnya dengan beberapa uji seperti uji kelarutan, uji

3
ninhidrin, uji xantoprotein, uji millon, dan uji sulfur. Dimana pada setiap uji
tersebut digunakan beberapa asam amino sebagai kontrol sehingga dapat diketahui
kandungan asam amino dari kasein. Dengan melakukan percobaan tersebut, kita
dapat mengetahui reaksi-reaksi yang terjadi pada asam amino, warna-warna yang
terbentuk dari setiap reaksi asam amino tertentu. Bagaimana tingkat kelarutan
asam amino tertentu dalam pelarut yang berbeda kepolarannya maupun tingkat
keasamannya, ada atau tidaknya gugus aromatik maupun gugus fenol serta
kandungan sulfur dalam suatu asam amino. Sehingga berdasarkan percobaan yang
dilakukan, akan diketahui kandungan asam amino yang terdapat pada kasein.

B.2 Tinjauan Pustaka

Kata protein berasal dari protos atau proteos yang berarti pertama atau
utama. Protein merupakan komponen penting atau komponen utama sel hewan
atau manusia. Oleh karena sel itu merupakan pembentuk tubuh kita, maka protein
yang terdapat dalam makanan berfungsi sebagai zat utama dalam pembentukan
dan pertumbuhan tubuh. Proses kimia dalam tubuh dapat berlangsung dengan baik
karena adanya enzim, suatu protein yang berfungsi sebagai biokatalis. Di samping
itu hemoglobin dalam buir-butir darah merah atau eritrosit yang berfungsi sebagai
pengangkut oksigen dari paru-paru ke seluruh bagian tubuh, adalah salah satu
jenis protein. Demikian pula zat-zat yang berperan untuk melawan bakteri
penyakit atau yang disebut antigen, juga suatu protein (Poedjiadi, 1994: 81).

Protein merupakan komponen utama dalam semua sel hidup yang tersusun
atas unit-unit molekul kecil penyusun yaitu asam amino dirangkai satu sam lain
dengan ikatan peptida dan berfungsi sebagai unsur pembentuk struktur sel dan
penghasil energi. Protein adalah sumber asam-asam amino yang mengandung
unsur-unsur C, H, O, dan N serta mengandung fosfor dan belerang
(Winarno,1995). Asam amino diperlukan oleh makhluk hidup sebagai penyusun
protein atau sebagai kerangka molekul-molekul penting. Asam amino disebut
esensial apabila suatu spesies memerlukannya tetapi tidak mampu memproduksi

4
sendiri dan disebut tidak esensial apabila spesies tersebut mampu
memproduksinya sendiri (Purnomo, dkk, 2012: 1).

Glisin memiliki sebuah atom hidrogen sebagai rantai sisi, sehingga glisin
merupakan asam amino yang paling sederhana dan paling kurang interaktif.
Karena berukuran kecil, atom hidrogen menimbulkan rintangan sterik minimal.
Oleh karena itu, glisin memberikan fleksibilitas struktur yang paling besar apabila
glisin terdapat dalam suatu protein. Di lain pihak, asam amino prolin memberikan
sedikit fleksibilitas dalam struktur protein. Atom nitrogennya melekat secara
kovalen ke rantai sisi, membentuk sebuah cincin yang kaku. Alanin dan asam
amino rantai bercabang (valin, leusin, dan isoleusin) memiliki rantai sisi alifatik,
nonpolar, dan berukuran besar. Alanin mengandung sebuah gugus metil. Valin,
leusin, dan isoleusin memiliki rantai bercabang yang hidrofobik. Asam amino
aromatik secara strktural berkaitan dengan alanin. Terdapat sebuah cincin
aromatik yang melekat ke karbon 3 (beta karbon), yang merupakan gugus metil
alanin. Fenilalanin mengandung sebuah gugus fenil, yang sangat hidrofobik.
Walaupun juga hidrofobik, tirosin dan triptofan lebih polar daripada fenilalanin
karena tirosin mengandung gugus fenolat sedangkan triptofan memiliki sebuah
nitrogen di gugus indolnya (Marks, dkk, 1996: 70).

Uji millon yang memberikan hasil positif akan membentuk endapan putih
yang dapat berubah jadi kemerah-merahan dengan adanya pemanasan, sedangkan
uji xanthoprotein yang memberikan hasil positif akan membentuk endapan putih
yang dapat berubah jadi kuning dengan adanya pemansan. Pereaksi millon terbuat
dari campuran anatara merkuri dalam asam nitrat. Warna merah yang terbentuk
pada uji ini dikarenakan gugus fenol pada tirosin ternitrasi membentuk garam
merkuri dengan pereaksi millon (Anna & Supriyanti, 2009). Uji xantoprotein
merupakan pengujian protein yang lebih ditujukan untuk mengidentifikasi adanya
inti benzena pada suatu protein, seperti jenis asam amino fenilalanin, tirosin, dan
triptofan. Pereaksi xantoprotein merupakan larutan asam nitrat pekat. Warna
kuning yang terbentuk pada uji ini dikarenakan adanya inti benzena yang ternitrasi

5
oleh asam nitrat pekat membentuk nitrobenzena (Girindra, 1986) (Nurlely, dkk,
2014: 79).

Kasein (casein) merupakan senyawa fosfo-gliko protein berbentuk misela


(diameter 0,1 μ), berikatan dengan kalsium fosfat dan sitrat yang meliputi 75%
protein dalam susu sapi. Kasein alami terdiri atas protein 94%, kalsium (Ca) 35%,
fosfor (P) 2,2%, asam sitrat 0,5 %, dan magnesium (Mg) 0,1%. Hasil pemecahan
menyisakan suatu masa rantai protein hidrofobik akan membentuk kurd yang
bersifat tidak larut, sepeti pada pembuatan keju. Kasein mengandung lisin,
kekurangan sistin (0,4%) tetapi kaya akan metionin (kira-kira 3%), dapat
dihidrolisis menjadi oligopeptida yang larut dan mudah dicerna. Bahan yang kaya
akan kasein, umumnya terdapat pada susu. Jenis susu sapi, domba dan kambing
kaya akan kasein (Makfoeld, dkk, 2002: 170).

C. Alat dan Bahan Praktikum

Adapun alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah
sebagai berikut :

1. Alat yang digunakan meliputi : gelas kimia, hot plate, penjepit tabung
reaksi, pipet tetes, rak tabung reaksi, spatula, stopwatch, tabung reaksi,
waterbath.
2. Bahan yang digunakan meliputi : air panas, alkohol, aquadest, kertas label,
larutan asam amino asam aspartat, larutan asam amino fenilalanin, larutan
asam amino glisin, larutan asam amino sistein, larutan asam amino sistin,
larutan asam amino tirosin, larutan asam amino triptofan, larutan HCl
encer, larutan HNO3 pekat, larutan NaOH 0,1 N, larutan NaOH pekat 20
%, larutan NaOH encer, larutan Pb(CH 3COO)2 0,2 M, larutan sampel
(Kasein), reagen ninhidrin 0,2 %, reagen Millon, serbuk asam amino asam
aspartat, serbuk asam amino fenilalanin, serbuk asam amino glisin, serbuk
asam amino triptofan, serbuk sampel (Kasein), dan tissue.

6
D. Prosedur Kerja

1. Tes I : Uji Kelarutan

Disiapkan 5 buah tabung reaksi dan diberikan label sesuai dengan nama
asam amino ( glysine, asam aspartat, triptofan, fenilalanin) dan sampel.
Dimasukkan 0,1 gram serbuk asam amino dan sampel ke dalam masing-
masing tabung reaksi dengan nama yang sesuai dengan label, kemudian
ditambahkan 1-3 ml aquadest ke dalam masing-masing tabung reaksi tersebut
kemudian dikocok hingga larut. Diamati perubahan yang terjadi serta dicatat
hasil pengamatan pada tabel hasil pengamatan. Diulangi langkah-langkah
tersebut untuk pelarut alkohol, HCl encer, dan NaOH encer.

2. Tes II : Uji Ninhidrin

Disiapkan 4 buah tabung reaksi dan diberi label sesuai dengan nama asam
amino (glysine, asam aspartat, tirosin) dan sampel. Dimasukkan masing-
masing 1 ml larutan asam amino dan sampel ke dalam tabung reaksi sesuai
dengan label, kemudian ditambahkan 5 tetes reagen ninhidrin 0,2 % ke dalam
masing-masing tabung reaksi. Dipanaskan masing-masing campuran larutan
tersebut pada waterbath selama 2 menit. Dikeluarkan campuran larutan dari
waterbath kemudian dibiarkan dingin hingga terbentuk larutan berwarna biru.
Dicatat hasil pengamatan pada tabel hasil pengamatan.

3. Tes III : Uji Xanthoprotein

Disiapkan sebanyak 6 buah tabung reaksi dan diberi label sesuai dengan
nama asam amino (tirosin, triptofan, fenilalanin, glisin, asam aspartat) dan
sampel. Dimasukkan masing-masing 2 ml larutan asam amino dan sampel ke
dalam masing-masing tabung reaksi sesuai dengan label kemudian
dipanaskan, asam amino yang sudah dipanaskan lalu ditambahkan 2 ml
larutan HNO3 pekat ke dalam masing-masing tabung reaksi. Dipanaskan
campuran larutan tersebut di dalam waterbath selama 2 menit kemudian

7
didinginkan. Ditambahkan larutan NaOH 0,1 N secara perlahan hingga terjadi
perubahan warna. Dicatat hasil pengamatan pada tabel hasil pengamatan.

4. Tes IV : Uji Millon

Disiapkan 4 buah tabung reaksi kemudian diberi label sesuai dengan nama
asam amino (tirosin, fenilalanin, glisin) dan sampel. Dimasukkan masing-
masing 2 ml larutan asam amino dan sampel ke dalam tabung reaksi yang
sesuai label, lalu ditambahkan 1 sampai 2 tetes reagen Millon. Dididihkan
campuran larutan pada waterbath hingga terbentuk warna merah pada larutan.
Dicatat hasil pengamatan pada tabel hasil pengamatan.

5. Tes V : Uji Sulfur

Disiapkan 4 buah tabung reaksi kemudian diberi label sesuai dengan nama
asam amino (sistein, sistin, glisin) dan sampel. Dimasukkan masing-masing 1
ml larutan asam amino dan sampel ke dalam tabung reaksi yang sesuai label,
lalu ditambahkan 1 ml NaOH pekat 20 %. Dipanaskan campuran larutan
dengan hati-hati pada gelas kimia berisi air panas di atas hot plate selama 1
menit. Diangkat larutan kemudian ditambahkan 1 tetes larutan Pb(CH 3COO)2
0,2 M. Diamati perubahan yang terjadi dan dicatat pada tabel hasil
pengamatan.

E. HASIL dan PEMBAHASAN

E.1 Hasil Pengamatan

Tabel 1.1 Hasil pengamatan uji kelarutan

No Bahan Pelarut
Aquadest Alkohol HCl encer NaOH encer
1 Asam aspartat Tidak larut Tidak larut Larut Larut
sebagian

8
2 Fenilalanin Tidak larut Tidak larut Larut Larut
sebagian
3 Glisin Larut Tidak larut Larut Larut
4 Triptofan Tidak larut Tidak larut Larut Larut
sebagian
5 Sampel Tidak larut Tidak larut Tidak Larut
larut sebagian

Tabel 1.2 Hasil pengamatan uji ninhidrin

Warna yang dihasilkan


Sebelum pemanasan Setelah pemanasan
No Bahan
1 Asam aspartat Bening Ungu
2 Glisin Biru Biru kehitaman
3 Tirosin Kuning bening Kuning agak bening
4 Sampel Bening Kuning bening

Tabel 1.3 Hasil pengamatan uji xanthoprotein

No Bahan Warna yang dihasilkan


Penambahan reagen Penambahan NaOH
xanthoprotein
1 Asam aspartat Bening Bening
2 Fenilalanin Bening Bening
3 Glisin Bening Bening
4 Tirosin Orange Kuning kehijauan
5 Triptofan Cokelat tua Kuning kecokelatan
6 Sampel Kuning Keruh

Tabel 1.4 Hasil pengamatan uji Millon

Warna yang dihasilkan


Sebelum pemanasan Setelah pemanasan
No Bahan
1 Fenilalanin Putih Bening
2 Glisin Putih Bening
3 Tirosin Kekuningan Bening
4 Sampel Putih Putih

9
Tabel 1.5 Hasil pengamatan uji sulfur

Warna yang dihasilkan


Direaksikan dengan Direaksikan dengan
No Bahan
NaOH Pb-asetat
1 Glisin Bening Bening
2 Sistein Bening Agak cokelat
3 Sistin Bening Bening
4 Sampel Keruh Keruh

E.2 Pembahasan

Dalam percobaan pertama yakni uji kelarutan pada asam amino dan
sampel, yang diamati adalah tingkat kelarutan bahan-bahan tersebut pada pelarut
yang berbeda-beda. Asam amino yang digunakan pada uji kelarutan ini adalah
asam aspartat, fenilalanin, glisin, triptofan dalam bentuk serbuk. Digunakan asam
amino dalam bentuk serbuk dengan tujuan agar dapat mengetahui kelarutannya
secara murni bukannya dalam bentuk larutan yang sudah dlarutkan dalam pelarut
tertentu. Pelarut yang digunakan pada uji kelarutan ini merupakan pelarut yang
sifatnya berbeda berdasarkan kepolaran dan tingkat pHnya. Berdasarkan
kepolaran, pelarut yang digunakan ada yang bersifat polar yakni air sedangkan
yang bersifat kurang polar digunakan alkohol. Berdasarkan tingkat pHnya
digunakan larutan yang memiliki pH rendah yakni HCl encer dan larutan dengan
pH tinggi yakni NaOH encer. Pada Tabel 1.1 dapat diketahui pada uji kelarutan
dengan air, asam amino yang larut hanyalah glisin. Hasil yang diperoleh pada
glisin yakni larutan berwarna bening yang menunjukkan glisin larut dalam air.
Sedangkan asam amino lain yakni asam aspartat, fenilalanin, dan triptofan tidak
larut yang ditandai dengan mengendapnya serbuk asam amino pada dasar tabung.
Sampel yang merupakan kasein pun tidak larut dalam air yang ditandai dengan
mengendapnya kasein di dasar tabung. Menurut Marks, dkk (1996) glisin
merupakan asam amino yang bersifat nonpolar yang tidak akan larut dalam
pelarut polar. Namun, pada percobaan ini glisin dapat larut dalam air yang
merupakan pelarut polar. Hal ini dapat dijelaskan dengan keadaan dimana glisin

10
adalah asam amino yang paling sederhana sehingga glisin dapat dengan mudah
menyesuaikan dengan berbagai keadaan. Glisin memiliki sebuah atom hidrogen
sebagai rantai sisi, sehingga glisin merupakan asam amino yang paling sederhana
dan paling kurang interaktif. Karena berukuran kecil, atom hidrogen
menimbulkan rintangan sterik minimal (Marks, dkk, 1996). Hal tersebut
menyebabkan gugus amina dan gugus karboksilat pada glisin akan lebih mudah
membentuk zwitter ion yakni dapat membentuk ion yang bermuatan positif
ataupun ion yang bermuatan negatif. Oleh sebab itu, glisin pada percobaan ini
dapat larut dalam air.

Asam aspartat pada percobaan ini tidak larut, sedangkan berdasarkan teori
asam aspartat akan sedikit larut dalam air. Hal ini dikarenakan semakin panjang
rantai karbon dalam suatu senyawa maka sifat kepolarannya akan berkurang. Pada
praktikum ini, yang menyebabkan tidak larutnya asam aspartat dalam air dapat
berupa waktu yang digunakan untuk mengamati larutan terlalu sedikit sehingga
reaksi yang terjadi belum sempurna atau dapat disebabkan kekurangtelitian pada
saat mengamati serbuk awal yang digunakan dan serbuk sisa setelah ditambahkan
air. Fenilalanin merupakan salah satu asam amino yang tergolong ke dalam asam
amino aromatik. Fenilalanin mengandung sebuah gugus fenil, yang sangat
hidrofobik (Marks, dkk, 1996). Hal tersebut sesuai dengan percobaan yang
dilakukan bahwa fenilalanin tidak dapat larut dalam air karena fenilalanin bersifat
hidrofobik atau tidak suka air. Begitu juga dengan triptofan yang merupakan asam
amino aromatik yang bersifat hidrofobik. Dimana susunan bertumpuk dalam
gugus aromatik menyebabkan adanya interaksi hidrofobik yang kuat. Sehingga
percobaan yang dilakukan sesuai dengan teori yakni triptofan akan tidak larut
dalam air karena bersifat hidrofobik. Sedangkan sampel yang merupakan kasein
pada percobaan ini juga tidak larut dalam air. Hal ini dikarenakan kasein
mengandung lisin, kekurangan sistin (0,4%) tetapi kaya akan metionin (kira-kira
3%) (Makfoeld, dkk, 2002). Berdasarkan asam-asam amino penyusunnya tersebut
dapat diketahui bahwa kasein akan bersifat hidrofobik sehingga tidak larut dalam
air. Selain itu, kasein merupakan protein yang banyak mengandung tirosin dengan

11
atom karbon yang panjang. Dimana tirosin memiliki sifat yang sama dengan
fenilalanin dan triptofan yakni hidrofobik karena termasuk ke dalam asam amino
yang aromatik. Karena banyak mengandung tirosin, maka kasein akan banyak
mengandung gugus benzena dengan kestabilan yang tinggi sehingga kasein akan
sukar larut dalam air.

Kemudian pada tabel 1.1 juga dapat dilihat kelarutan asam amino dan
sampel pada alkohol. Alkohol merupakan suatu senyawa hidrokarbon yang
mengandung gugus hidroksil (OH). Menurut Tim Pengajar Kimia Organik (2016)
bagian hidrokarbon suatu alkohol bersifat hidrofob yakni menolak molekul-
molekul. Makin panjang bagian hidrokarbon ini akan makin rendah kelarutan
alkohol dalam air. Berdasarkan penjelasan tersebut dapat diketahui bahwa alkohol
bersifat nonpolar. Berdasarkan Tabel 1.1 dapat diketahui bahwa asam amino dan
sampel tidak ada yang larut dalam alkohol. Seperti penjelasan sebelumnya bahwa
glisin bersifat nonpolar yang seharusnya akan larut dalam pelarut nonpolar.
Namun, pada percobaan ini glisin tidak larut ditandai dengan adanya endapan di
dasar tabung. Hal ini dapat dikarenakan glisin membutuhkan suhu yang tinggi
untuk dapat bereaksi dengan alkohol atau dapat dikarenakan karena konsentrasi
dari alkohol yang digunakan rendah sehingga masih bersifat polar. Begitu juga
dengan fenilalanin dan triptofan yang seharusnya akan larut dalam pelarut
nonpolar karena pada umumnya senyawa aromatik akan larut pada pelarut
organik. Sedangkan asam aspartat tidak larut dalam alkohol karena asam aspartat
termasuk ke dalam asam amino dengan rantai sisi polar dan tidak bermuatan. Oleh
karena alkohol bersifat nonpolar maka asam aspartat tidak dapat larut karena
perbedaan kepolaran. Dan sampel yang seharusnya larut dalam alkohol ternyata
tidak larut dalam percobaan ini juga dapat dikarenakan adanya struktur yang
kompleks yang terdapat di dalamnya sehingga menyebabkan banyaknya reaksi
yang terjadi didalamnya. Oleh karenanya dibutuhkan suhu yang tinggi untuk
dapat larut dalam alkohol atau juga dapat disebabkan karena konsentrasi alkohol
yang digunakan rendah.

12
Selanjutnya, uji kelarutan menggunakan pelarut HCl encer. Pada Tabel 1.1
dapat dilihat hasil pengamatan pada pelarut HCl, semua asam amino dapat larut
dalam pelarut HCl. Hal ini dikarenakan asam amino bersifat amfoter yaitu dapat
bereaksi dengan asam atau basa (Tim Dosen Biokimia, 2015). Oleh karena pada
asam amino mengandung gugus amina dan gugus karboksilat, maka asam amino
dalam larutan dapat membentuk ion yang bermatan positif dan juga bermuatan
negatif (zwitter ion) (Poedjiadji, 1994). Keadaan inilah yang menyebabkan asam
amino bersifat amfoter. Sedangkan sampel (kasein) tidak larut dalam HCl. Hal ini
sesuai dengan teori yakni kasein bersifat peka terhadap keasaman (pH). Bila pH
susu rendah 4,6, maka kasein menjadi tidak stabil dan akan terkoagulasi
(munggumpal) sehingga membentuk padatan (Rukmana, 2001). Karena HCl
merupakan suatu asam maka tentunya memiliki pH yang rendah sehingga
menyebabkan kasein tidak akan stabil jika dilarutkan pada HCl.

Uji kelarutan yang terakhir adalah menggunakan pelarut NaOH encer.


Pada Tabel 1.1 dapat dilihat bahwa hasil dari percobaan ini adalah semua asam
amino dapat larut dalam NaOH encer, walaupun hanya sebagian. Hal ini juga
disebabkan karena kemampuan asam amino membentuk suatu zwitter ion
sehingga bersifat amfoter. Penambahan larutan yang bersifat basa pada suatu asam
amino dapat menyebabkan terlepasnya hidrogen pada gugus karboksil sehingga
menyebabkan larutan bersifat lebih basa daripada sebelumnya. Dalam larutan
basa, gugus karboksil dalam bentuk (COO-) dan gugus amina dalam bentuk
(NH2). Hal ini dapat menunjukkan bahwa asam amino dapat terionisasi pada pH
tinggi (basa). Sampel (kasein) juga pada larutan NaOH encer dapat larut sebagian.
Hal ini dikarenakan kasein tidak stabil pada pH rendah sehingga pada pH yang
tinggi (basa) kasein akan stabil dan dapat larut pada larutan basa. Pada percobaan
ini, asam amino dan sampel tidak larut sempurna dapat dikarenakan waktu yang
digunakan untuk mengamati terlalu singkat sehingga reaksi belum sempurna
namun pengamatan sudah diberhentikan.

Percobaan kedua yakni uji ninhidrin, dimana ninhidrin adalah suatu


oksidator yang menyebabkan dekarboksilasi oksidatif dari α-amino yang

13
menghasilkan CO2, NH3, dan aldehid dengan kehilangan 1 atom karbon. Senyawa
ini kemudian bereaksi dengan NH3 bebas membentuk senyawa kompleks
berwarna biru. Ninhidrin adalah bahan kimia yang digunakan untuk mendeteksi
amina primer dan sekunder (Tim Dosen Biokimia, 2015). Dimana semakin biru
atau ungu warna yang dihasilkan maka konsentrasi asam amino didalamnya
semkain pekat. Adapun asam amino yang digunakan dalam percobaan ini adalah
asam aspartat, glisin, dan tirosin. Pada tabel 1.2 dapat diketahui perubahan warna
yang terjadi pada setiap asam amino sebelum maupun sesudah pemanasan.
Sebelum dilakukan pemanasan, uji positif dari ninhidrin hanya ditunjukkan oleh
glisin. Setelah dipanaskan warna dari glisin menjadi semakin biru kehitaman. Hal
tersebut menandakan glisin mengandung gugus α-amino.

Asam amino yang lain yakni asam aspartat dan tirosin sebelum pemanasan
masing-masing berwarna bening dan kuning bening. Namun setelah dipanaskan
asam aspartat berubah warna menjadi ungu. Hal ini menunjukkan asam aspartat
juga mengandung gugus α-amino. Sedangkan tirosin setelah dilakukan pemanasan
tetap berwarna kuning bening. Berdasarkan teori, tirosin akan menunjukkan reaksi
positif dengan uji ninhidrin. Namun, pada percobaan ini tirosin tidak
menunjukkan warna biru maupun ungu. Hal ini dapat terjadi karena proses
pemanasan yang tidak tepat sehingga tirosin tidak bereaksi secara sempurna dan
tidak menghasilkan warna yang sesuai dengan uji positif pada uji ninhidrin atau
konsentrasi bahan yang digunakan tidak sesuai sehingga tidak dapat menghasilkan
uji positif. Tirosin bereaksi dengan reagen ninhidrin berdasarkan reaksi :

O O O
OH OH OH OH
+ 2 C C +
NH 2 OH
OH (aq) OH + NH 3 + CO 2
O OH
(aq) (aq) (aq)
(aq) (g)

Dan pada sampel sebelum pemanasan menghasilkan warna bening,


namun setelah pemanasan sampel (kasein) berubah warna menjadi kuning bening.
Hal ini sama dengan yang terjadi pada prolin dimana prolin tidak mempunyai
gugus α-amino bebas namun gugus aminonya tersubstitusi sehingga menghasilkan

14
hasil reaksi yang berbeda yakni warna kuning. Menurut Poedjiadi (1994) pada
kasein mengandung prolin sehingga hasil tersebut sesuai dengan teori. Walaupun
pada kasein mengandung tirosin, triptofan, dan sistein yang menunjukkan reaksi
positif terhadap uji ninhidrin, namun kasein berbentuk dalam senyawa kompleks
sehingga banyak yang mempengaruhi reaksi yang terjadi didalamnya dan
menyebabkan uji positif dari uji ninhidrin tidak dapat teramati.

Percobaan ketiga yakni uji xantoprotein, dimana asam amino yang


digunakan adalah asam aspartat, fenilalanin, glisin, tirosin, dan triptofan.
Beberapa asam amino mengandung gugus aromatik yang adalah turunan dari
benzena. Kelompok-kelompok aromatik dapat mengalami reaksi yang khas
terhadap benzena derivatif. Salah satu reaksi tersebut adalah nitrasi cincin benzena
dengan asam nitrat. Reaksi nitrasi ini membentuk produk kuning dengan adanya
cincin benzena yang teraktifkan (Tim Dosen Biokimia, 2015). Pada tabel 1.3
dapat dilihat perubahan warna pada setiap asam amino dan sampel pada saat
ditambahkan HNO3 pekat dan NaOH 0,1 N. Sebelum direaksikan dengan HNO 3
pekat terlebih dahulu asam amino dan sampel dipanaskan terlebih dahulu dengan
tujuan agar reaksi lebih cepat terjadi dan untuk mengimbangi penggunaan asam
kuat yang akan digunakan. Pada saat penambahan HNO3 pekat yang berubah
warna adalah tirosin menjadi orange, triptofan menjadi cokelat tua, dan sampel
berwarna kuning. Sedangkan asam aspartat, fenilalanin, dan glisin tetap berwarna
bening. Kemudian setelah penambahan NaOH tirosin berubah warna menjadi
kuning kehijauan, sedangkan triptofan menjadi kuning kecokelatan, dan sampel
menjadi keruh. Namun, asam aspartat, fenilalanin, dan glisin tetap berwarna
bening. Dimana tujuan penambahan NaOH adalah untuk memperjelas warna yang
terbentuk. Jika ke dalam larutan asam amino yang direaksikan dengan HNO 3
pekat ditambahkan suatu basa, maka larutan tersebut akan berubah menjadi
jingga. Fenilalanin, tirosin, dan triptofan merupakan asam amino yang
mengandung benzena didalamnya karena asam amino tersebut termasuk ke dalam
asam amino aromatik (Kuchel dan Gregory, 2002). Oleh sebab itu, pada tirosin
dan triptofan memberikan warna orange dan cokelat tua ketika direaksikan dengan

15
HNO3 pekat. Warnanya memang tidak sesuai dengan teorti yang ada, namun
diperkuat ketika direaksikan dengan NaOH, kedua larutan tersebut berubah warna
menjadi kuning. Dimana persamaan reaksi yang terjadi adalah :

Untuk tirosin adalah :

O
O O
NH2 O
OH N+ H
NH2 +
HO + NaOH OH
O- pekat
(aq) H2O
(aq) (aq) +
HO NO2 (aq) (aq)

Untuk triptofan adalah :

O
H2N CH C OH
CH2 O O
N+ H NO2 H2 COOH
+ C C
O- + NaOH H2
HN pekat + O
(aq) (aq) (aq)
O3N N H H
H (aq) (aq)

Fenilalanin seharusnya bereaksi positif dengan uji xantoprotein, karena


fenilalanin mengandung gugus benzena. Hal tersebut dapat terjadi karena kualitas
atau konsentrasi bahan yang digunakan tidak sesuai sehingga tidak menghasilkan
reaksi yang positif. Sedangkan pada asam aspartat dan glisin tidak memberikan
warna yang positif dengan reagen xantoprotein karena kedua asam amino tersebut
merupakan asam amino rantai terbuka atau alifatik dan tidak mengandung gugus
benzena sehingga tidak dapat ternitrasi oleh HNO3 pekat. Dan sampel
menunjukkan reaksi yang positif ketika ditambahkan HNO3 pekat yakni berwarna
kuning menunjukkan pada sampel mengandung benzena. Karena pada kasein
terdapat tirosin dan triptofan yang merupakan senyawa aromatik dan mengandung
gugus benzena.

Uji keempat yakni uji Millon, dimana asam amino yang digunakan adalah
fenilalanin, glisin, dan tirosin. Uji Millon adalah uji khusus untuk asam amino
yang mengandung fenol. Reagen Millon mengandung HNO3, dimana terdapat
merkuri terlarut. Sebagai hasil dari reaksi endapan merah atau larutan merah

16
dianggap sebagai hasil positif (Tim Dosen Biokimia, 2015). Berdasarkan Tabel
1.4 dapat diketahui perubahan warna sebelum pemanasan dan sesudah pemanasan.
Sebelum pemanasan, ketika ditambahkan reagen Millon tirosin berubah warna
menjadi kuning sedangkan pada sampel terbentuk gumpalan putih. Setelah
pemanasan, tirosin berubah menjadi bening, yang menandakan tidak berhasilnya
percobaan yang dilakukan karena berdasarkan teori, tirosin akan bereaksi positif
dengan reagen Millon disebabkan tirosin adalah satu-satunya asam amino yang
mengandung gugus fenol. Namun, kesalahan pada percobaan ini dapat disebabkan
karena reagen Millon yang ditambahkan terlalu banyak sehingga reaksi tidak
berjalan sempurna. Reaksi tirosin dengan reagen Millon dapat dijelaskan sebagai
berikut :

H2 H
C C COOH
(aq)
+ Hg(NO3)2
NH3+ (aq)
HO

O O
H2 H
C C C H
C C C (aq)
NH3+ O Hg O
HO NH3+
OH

Gumpalan putih pada sampel terjadi karena penambahan reagen Millon


yang kemudian akan berubah menjadi merah setelah dipanaskan. Namun, pada
percobaan ini sampel tidak berubah menjadi merah namun tetap menjadi endapan
putih. Hal ini dapat terjadi karena proses pemanasan yang kurang tepat atau
penambahan reagen Millon yang terlalu banyak sehingga mengurangi keefisienan
reaksi yang terjadi. Sampel (kasein) dapat membentuk endapan putih yang
menunjukkan adanya reaksi antara tirosin dengan merkuri yang terkandung pada
reagen Millon menunjukkan bahwa pada sampel memang mengandung tirosin,
walaupun setelah pemanasan tidak terjadi perubahan warna menjadi merah.
Sedangkan pada fenilalanin dan glisin tidak terjadi perubahan warna karena
memang kedua asam amino tersebut tidak mengandung gugus fenol sehingga
tidak dapat bereaksi positif dengan reagen Millon.

Uji yang terakhir adalah uji sulfur, asam amino yang digunakan pada uji
ini adalah glisin, sistein, dan sistin. Ketika sistin dipanaskan dengan 40% NaOH,

17
beberapa sulfur dalam struktur asam amino dikonversi menjadi natrium sulfida
(Na2S). Na2S dapat dideteksi dengan menggunakan larutan Pb-asetat
menyebabkan pengendapan PbS dari larutan basa (Tim Dosen Biokimia, 2016).
Pada Tabel 1.5 dapat dilihat bahwa asam amino setelah penambahan NaOH tidak
terjadi perubahan pada larutan asam amino atau larutan tetap berwarna bening
sedangkan pada sampel larutan menjadi keruh. Kemudian setelah ditambahkan
Pb-asetat sistein berubah warna menjadi agak colekat yang menunjukkan bahwa
pada sistein mengandung sulfur. Hal ini sesuai dengan teori yakni sistein
mengandung gugus sulfihidril (-SH) yang cukup reaktif terutama pada proses
dehidrogenasi (Poedjiadi, 1994). Reaksi yang terjadi pada sistein dalam uji sulfur
ini adalah :

H2N CH C OH + NaOH Na2S + CH3 CH COO-


(aq) (aq) (s) (aq)
CH2 NH3+

SH

Na2S + Pb(CH3COO)2 PbS (s) + 2CH3COONa (aq)


(s) (aq)

Sedangkan pada sistin tidak terjadi perubahan warna, hal ini tidak sesuai
dengan teori dimana sistin akan bereaksi positif terhadap uji sulfur. Hal ini dapat
terjadi karena konsentrasi dari NaOH yang digunakan tidak tepat. Pada glisin
tidak terjadi perubahan apapun karena memang glisin tidak mengandung unsur
sulfur, namun rantai sampingnya berupa hidrogen sehingga tidak bereaksi positif
dengan uji sulfur. Dan pada sampel ketika direaksikan dengan NaOH dan Pb-
asetat menunjukkan warna keruh yang menandakan adanya reaksi yang terjadi
didalamnya. Seperti yang terdapat pada literatur sebelumnya, bahwa sampel yang
berupa kasein memang mengandung sistein, hal inilah yang menyebabkan sampel
dapat bereaksi. Namun, sistein yang terkandung dalam kasein sedikit jumlahnya

18
maka perubahan yang terjadi tidak terlalu jelas sehingga hanya menghasilkan
warna keruh saja.

E. Simpulan

Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan


bahwa asam amino yang dapat larut dalam air adalah glisin. Sedangkan asam
aspartat yang seharusnya larut, dalam praktikum tidak larut. Dan sampel (kasein)
tidak larut dalam pelarut air karena kandungan asam amino penyusunnya bersifat
hidrofobik atau tidak suka air. Pada uji kelarutan menggunakan alkohol
menunjukkan reaksi yang negatif, hal tersebut dapat dikarenakan konsentrasi
larutan yang tidak sesuai. Kemudian uji kelarutan menggunakan HCl
menunjukkan hasil bahwa semua asam amino dapat larut. Namun, sampel tidak
dapat larut dalam pelarut HCl karena kasein bersifat tidak stabil pada larutan
dengan pH rendah. Uji kelarutan dengan NaOH juga menunjukkan hasil yang
sama dimana semua asam amino dapat larut walaupun tidak larut sempurna. Pada
uji ini sampel larut sebagian karena kasein akan bersifat lebih stabil pada larutan
dengan pH tinggi (basa). Pada uji ninhidrin digunakan untuk menentukan adanya
gugus α-amino. Yang bereaksi positif adalah glisin dan asam asparta. Sampel
tidak menunjukkan reaksi positif karena pada sampel terdapat prolin yang tidak
dapat bereaksi positif dengan ninhidrin. Pada uji xantoprotein yang digunakan
untuk mengetahui adanya cincin benzena teraktifkan yang bereaksi adalah tirosin
dan triptofan. Sedangkan fenilalanin yang seharusnya bereaksi positif tidak dapat
bereaksi. Sampel juga seharusnya bereaksi positif karena mengandung tirosin dan
triptofan. Kemudian, uji Millon pada praktikum ini tidak sesuai dengan teori
yakni tirosin tidak menghasilkan uji positif dengan reagen Millon yang dapat
dikarenakan konsentrasi larutan yang digunakan tidak tepat. Dan pada uji sulfur
yang dapat bereaksi positif hanyalah sistein sedangkan sistin tidak bereaksi
positif. Pada sampel juga seharunya bereaksi positif dengan uji sulfur karena
mengandung sistein. Sehingga berdasarkan uji yang telah dilakukan, dapat

19
disimpulkan bahwa sampel (kasein) mengandung asam amino yakni tirosin,
triptofan, sistein, prolin, lisin, dan metionin.

G. Daftar Pustaka

Anna, P & F. M. T. Supriyanti. (2009). Dasar-Dasar Biokimia, Edisi Revisi.


Jakarta:Universitas Indonesia Press.

Girindra, A. (1986). Biokimia I. Jakarta:Gramedia.

Kuchel, Philip W., dan Gregory B. Ralston. (2002). Schaum’s Easy Outlines
Biokimia. Jakarta:Erlangga.

Makfoeld, Djarir, dkk. (2002). Kamus Istilah Pangan dan Nutrisi.


Yogyakarta:Kanisius.

Marks, Dawn B, Allan D. Marks dan Colleen M. Smith. (1996). Biokimia


Kedokteran Dasar. Jakarta:EGC.

Nurlely, Muslimah dan Liling Triyasmoro. (2014). Pengujian Daya Cerna


Protein Ikan Haruan (Channa striata) Asal Kota Banjarmasin. Jurnal
Pharmascience 2 1:76-80.

Poedjiadi, Anna. (1994). Dasar-Dasar Biokimia. Jakarta:Universitas


Indonesia.

Purnomo, Hari, Djalal Rosyidi dan Sayoga Kristian Pantoro. (2012). Kadar
Protein dan Profil Asam Amino Daging Kambing Peranakan Etawah (PE)
Jantan dan Peranakan Boer (PB) Kastari. Jurnal Ilmu dan Teknologi Hasil
Ternak 1 7:1-5.

Ramayulis, Rita. (2014). Detox is Easy. Jakarta:Penebar Plus* (Penebar


Swadaya Group).

20
Rukmana, Rahmat H. (2001). Yogurt dan Karamel Susu.
Yogyakarta:Kanisius.

Tim Dosen Biokimia. (2015). Petunjuk Praktikum Biokimia I.


Mataram:Universitas Mataram.

Tim Pengajar Kimia Organik. (2016). Petunjuk Praktikum Kimia Organik I.


Mataram:Universitas Mataram.

Winarno F.G. (1995). Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta:PT Gramedia Pustaka
Utama.

21

Anda mungkin juga menyukai