Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PRAKTIKUM TOKSIKOLOGI DAN ANALISA AIR

“Uji Kualitatif Kandungan Sianida dalam Rebung (Dendrocalamus asper), Umbi Talas
(Colocasia esculenta), dan Daun Singkong (Manihot utilissima phol)”

DISUSUN:

1. DEVI OKTAVIA (1911304118)


2. NAZWA ELSA PUTRI (1911304119)
3. MYRANI NUR HIDAYAH (1911304120)
4. DESLIANA MEYTA M (1911304121)
5. PUTRI ADELIA (1911304122)
6. CAMYLIA MAMONTO (1911304123)
7. INDRIATI FASICHA (1911304124)
8. KHARISMA DEWI (1911304125)
9. VITRIA AISYAH P (1911304126)
10. NAFIKA CAHYA N (1911304127)
11. ASHADI RAMDAN (1911304128)
12. WENY ASINDRY (1911304129)

PRODI SARJANA TERAPAN TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS AISYIYAH YOGYAKARTA
2019 / 2020
A. Dasar Teori

Indonesia salah satu negara yang kaya akan sumber daya alam seperti flora maupun
fauna. Berbagai sumber daya alam yang ada yaitu pangan yang merupakan suatu kebutuhan
dasar manusia yang paling utama karena sebagai sumber energy untuk melakukan segala
aktivitas dalam hidup. Salah satu sumber energi pangan adalah karbohidrat yang terdapat pada
tumbuh-tumbuhan seperti padi, jagung dan umbi-umbian. Umbi-umbian suatu bahan pangan
yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat dan memegang peranan penting dalam makanan yang
dimanfaatkan oleh penduduk Indonesia Contohnya adalah rebung yang dapat diolah untuk
pendamping bahan makanan. Umbi-umbian seperti umbi talas yang dapat dimanfaatkan sebagai
pengganti bahan makanan pokok, dan daun singkong yang dapat dijadikan sebagai sayuran.
Wilayah Indonesia meliputi banyak kepulauan sehingga berpotensi besar untuk
memperluas hasil pertanian dari berbagai jenis bahan pangan. Jenis tanaman pangan yang sudah
lama dikenal dan dibudidayakan oleh petani diwilayah Indonesia adalah daun singkong, rebung,
dan umbi talas.

1.1 Rebung
1.2 Daun Singkong 1.3 Umbi Talas

Senyawa utama di dalam rebung adalah air, yaitu sekitar 91%. Disamping itu, rebung
mengandung protein, karbohidrat, lemak, vitamin A, thiamin, riboflavin, vitamin C, serta mineral
seperti kalsium, fosfor, besi, dan kalium.peran kalium yaitu bersama sama dengan klorida,
membantu menjaga tekanan osmotic dan keseimbangan asam basa. Daun singkong dari ubi yang
banyak diminati ini juga mengandung beberapa nutrisi penting, seperti protein, Serat, lemak,
kalori, karbohidrat, vitamin A , C , B17, dan mineral seperti kalsium, fosfor, dan zat besi. Dari
sekian nutrisi yang ada, yang tertinggi per 100g nya adalah protein(3.7), Serat(0.6), Kalori(37),
lemak(0.2), dan karbohidrat (7.3), sehingga dapat menjaga kesehatan mata. Dalam talas terdapat
kandungan karbohidrat yang cukup tinggi, rendah lemak dan terdapat kandungan serat yang
cukup baik untuk memperlancar kerja pencernaan. Kandungan vitamin yang terdapat dalam
umbi talas diantaranya vitamin C, vitamin E, vitamin B6, dan betakaroten.
Secara umum, dalam berat yang sama dengan berat telur, berat protein (nabati) yang
dikandung oleh daun singkong lebih kurang sama dengan yang dikandung oleh telur. Hasil
penelitian terhadap 150 jenis singkong yang diteliti. Jenis-jenis singkong yang kandungan
protein dalam daunnya tergolong paling rendah, pun masih mengandung lebih dari 60% macam
asam amino esensial. Selain manfaat yang telah disebutkan, ternyata daun singkong, talas, dan
rebung memiliki kandungan yang bersifat berbahaya.
Di dalam daun singkong atau cassava menghasilan sianida dalam bentuk senyawa
glikosida sianogenik yang dinamakan linimarin. Senyawa glikosida sianogenik relatif tidak
beracun, namun proses enzimatik yang terjadi di dalam tubuh manusia bisa mengurainya
menjadi hidrogen sianida, dimana zat ini dapat menghasilkan asam sianida (HCN) atau senyawa
asam biru yang sangat bersifat racun. salah satu bentuk racun sianida yang paling beracun. Talas
merupakan salah satu umbi-umbian Pada umbi lainnya, contohnya seperti umbi gadung menurut
hasil penelitian Sukarsono (2006), hasil percobaan pada pemisahan sianida pada gadung dengan
perebusan menggunakan zat aditif diperoleh sianida dalam gadung sebesar 182,757 mg/kg. Talas
juga memiliki getah yang dapat menyebabkan gatal-gatal. Sedangkan hasil penelitian menurut
Putra, I (2009) kandungan rebung bambu mengandung asam sianida sekitar 245 mg/100 g dan
bervariasi tergantung pada jenis bambunya.
Singkong yang beracun biasanya tangkai daunnya sangat merah. Kulit ubinya, kalau
dikupas juga bukan putih melainkan merah. Singkong seperti itu, daunnya juga 'mendemi' (bikin
keracunan) kalau tidak dimasak dengan benar. Selain singkong, sekitar 2.000 jenis tanaman lain
juga menghasilkan sianida dalam kadar yang berbeda-beda. Beberapa jenis bakteri, jamur, dan
ganggang juga menghasilkan senyawa yang tersusun dari atom karbon (C) dan nitrogen (N) ini.
Di lingkungan keseharian, salah satu kandungan asap rokok adalah racun sianida.
Racun sianida belakangan ini menjadi perbincangan karena jejaknya ditemukan dalam
segelas kopi yang diduga menewaskan seorang perempuan muda di Jakarta, Wayan Mirna (27).
Dilaporkan, Wayan Mirna mengalami kejang dan mulut berbusa setelah mengomsumsi kopi
tersebut. Racun ini akan menghambat kerja cytochrome-x-oxidase, yakni enzim dalam
mitokondria yang berfungsi mengikat oksigen untuk memenuhi kebutuhan pernapasan sel-sel
tubuh. Jika enzim tersebut tidak bekerja karena dihambat racun sianida, sel-sel tubuh akan
mengalami kematian.

Asam sianida adalah zat molekular yang kovalen, namun mampu terdisosiasi dalam
larutan air, merupakan gas yang sangat beracun (meskipun kurang beracun dari H2S), tidak
bewarna dan terbentuk bila sianida direaksikan dengan sianida. Dalam larutan air, HCN adalah
asam yang sangat lemah, larutan sianida yang larut terhidrolisis tidak terbatas namun cairan
murninya adalah asam yang kuat.

Cyanide

Sianida adalah senyawa kimia yang mengandung


gugus siano C≡N, dengan atom karbon terikat-tiga ke atom nitrogen. Pada sianida anorganik,
seperti natrium sianida dan kalium sianida, gugus CN ada sebagai ion sianida poliatomik yang
bermuatan negatif (CN−); senyawa ini, yang merupakan garam dari asam sianida, adalah
senyawa yang sangat beracun. Ion sianida bersifat isoelektronik dengan karbon monoksida dan
nitrogen molekuler. Sianida organik umumnya disebut nitril; gugus CN terhubung melalui ikatan
kovalen dengan gugus bermuatan karbon, seperti metil (-CH3) pada metil sianida (asetonitril).
Karena tidak melepas ion sianida, maka nitril umumnya lebih tidak beracun, atau seperti pada
polimer tidak larut seperti serat akrilik, maka sama sekali tidak beracun kecuali jika dibakar.

Asam Sianida dapat pula disebut dengan nama Hidrogen sianida. Hidrogen sianida
merupakan salah satu senyawa dari berbagai contoh senyawa sianida lainnya. Sianida dihasilkan
oleh beberapa bakteri, jamur dan ganggang. Contoh dari senyawa sianida lainnya adalah Sodium
sianida ( NaCN ) dan Potasium Sianida ( KCN ). Sianida juga dapat ditemukan di sejumlah
makanan dan secara alami terdapat di berbagai tumbuhan.
Sodium Sianida Potasium Sianida

Hidrogen sianida adalah cairan tak berwarna atau juga dapat berwarna biru pucat pada
suhu kamar. Hidrogen sianida bersifat volatile dan mudah terbakar. Hidrogen sianida dapat
bedifusi baik dengan udara dan bahan peledak. Hidrogen sianida sangat mudah bercampur
dengan air, sehingga sering digunakan. Sianida juga banyak digunakan dalam industri terutama
dalam pembuatan garam seperti Natrium, Kalium atau Kalsium sianida. Sianida dengan
konsentrasi tinggi sangatlah berbahaya. Sebenarnya bila sianida masuk kedalam tubuh dalam
konsentrasi yang kecil, maka sianida dapat diubah menjadi tiosianat dan berikatan dengan
vitamin B12, tetapi bila kadar sianida yang masuk meninggi, maka sianida akan mengikat bagian
aktif dari enzim sitokrom oksidase dan mengakibatkan terhentinya metabolisme sel secara
aerobik.
HCN dikenal sebagai racun yang mematikan. HCN akan menyerang langsung dan
menghambat sistem antar ruang sel, yaitu menghambat sistem cytochroom oxidase dalam sel-sel,
hal ini menyebabkan zat pembakaran (oksigen) tidak dapat beredar ketiap-tiap jaringan sel-sel
dalam tubuh. Dengan sistem keracunan ini maka menimbulkan tekanan dari alat-alat pernafasan
yang menyebabkan kegagalan pernafasan, menghentikan pernafasan dan jika tidak tertolong
akan menyebabkan kematian. Bila dicerna, Asam sianida cepat terserap oleh alat pencernaan dan
masuk kedalam aliran darah lalu bergabung dengan hemoglobin di dalam sel darah merah.
Keadaan ini menyebabkan oksigen tidak dapat diedarkan dalam sistem badan. Sehingga dapat
menyebabkan sakit atau kematian dengan dosis mematikan 0,5-3,5 mg HCN/kg berat badan.
(Winarno, F.G. 2004 ).
Gejala yang timbul mati rasa pada seluruh tubuh dan pusing – pusing. Hal ini diikuti
oleh kekacauan mental dan pingsan, kejang – kejang dan akhirnya koma ( pingsanlama ). Dosis
yang lebih rendah dapat mengakibatkan sakit kepala, sesak pada tenggorokan dan dada berdebar
– debar serta kelemahan pada otot – otot.
Toksisitas HCN, Yang dimaksud dengan toksis ( racun ) dari suatu zat pada dasarnya
merupakan kemampuan zat yang dapat menyebabkan kerusakan atau kerugian pada organisme
hidup. Zat beracun alami yang terdapat pada bahan pangan nabati disebut toksitan nabati.
Toksitan nabati pada tanaman berfungsi untuk membantu dan mengatur metabolisme serta
melindungi tanaman terhadap serangan hama. Pelepasan HCN tergantung dari adanya enzim
glikosidase serta adanya air. Senyawa HCN mudah menguap pada proses perebusan,
pengukusan, dan proses memasak lainnya. Glikosida sianogenik artinya suatu ikatan organik
yang dapat menghasilkan racun biru /HCN yang bersifat sangat toksik. Zat glikosida dinamakan
linamarin. Linamarin oleh enzim glikosidase akan diuraikan menjadi HCN, benzaldehid, dan
glukosa. (Anonymous. 2010)
Sifat – sifat murni HCN, yaitu mempunyai sifat tidak berwarna, mudah menguap
padasuhu kamar dan mempunyai bau khas. HCN mempunyai berat molekul yang ringan,
sukarterionisasi, mudah berdifusi 12 dan cepat diserap melalui paru – paru, saluran cerna
dankulit ( Dep Kes RI, 1987 : 37 ).
Glikosida merupakan zat kompleks yang mengandung gula yang ditemukan pada
beberapa tumbuhan. Berbagai tumbuhan mengandung zat farmakologis aktif, seperti digitalis
dari kecubung ungu (digitalis). Glikosida dibentuk oleh eliminasi air antara hidroksil anomerik
dari monosakarida siklik dan gugus hidroksil dari senyawa lain. Glikosida tidak mengalami
mutarotasi tanpa adanya katalis asam, sehingga mereka tetap terkunci pada konfigurasinya.
Gugus hidroksil pada karbon anomerik dapat mengalami perubahan orientasi dari posisinya.
Perubahan ini disebut mutarotasi. Zat glikosida ini diberi nama linamarin yang berasal dari
aseton sianidrin yang bila di hidrolisis akan terurai menjadi glukosa, aseton, dan HCN. Rumus
molekul linamarin C10H17O6N dan mempunyai sifat yang mudah larut dalam air (Sosrosoedirdjo,
1993).
Glikosida sianogenetik merupakan senyawa yang terdapat dalam bahan makanan nabati
dan secara potensial sangat beracun karena dapat terurai dan mengeluarkan hidrogen sianida.
Hidrogen sianida dikeluarkan bila komoditi tersebut dihancurkan, dikunyah, mengalami
pengirisan, atau rusak. Glikosida sianogenetik terdapat pada berbagai tanaman dengan nama
senyawa yang berbeda seperti amigladin pada biji almonds, aprikot dan apel, dhurin pada biji
shorgum, dan linamarin pada kara (lima bean) dan singkong. Nama kimia bagi amigladin adalah
glukosida benzaldehida sianohidrin; dhurin; glukosida p-hidroksida-benzaldehida sianohidrin;
linamarin; glukosida aseton sianohidrin (Winarno F.G, 2004).

Menurut Hartini (2008) tanaman singkong merupakan tanaman yang mengandung


senyawa glukosida cynogen. Senyawa cyanogen pada tanaman singkong berupa senyawa
glukosida cyanogen yang terdiri dari linamarin dan lotaustralin. Senyawa glukosida cyanogenik
pada tanaman singkong sebagian besar terakumulasi pada daun, batang dan kulit umbinya.
Senyawa glukosida cyanogenik, dengan adanya enzim linamarase (β glukosidase), akan
terhidrolisa menjadi hidrogen cyanida. Rasio linamarin dan lotaustralin pada daun dan umbi
Singkong adalah 93:7. Senyawa glukosida sianogenik pada tanaman singkong sebagian besar
terakumulasi pada daun, batang dan kulit umbinya (De Bruijn,1973). Hasil penelitian Diallo,
dkk. (2014) menyatakan dalam produk singkong olahan, kurang dari 10 mg HCN ditemukan
dalaam varietas yang berbeda beda. Semua bagian tunas Rebung berisi atau mengeluarkan getah
berwarna putih. Getah ini mengandung zat glucosida yang mengandung racun HCN
( Cyanogenetic glucoside) dan yang dinamakan juga Linamarine ( C10H17O6N). Dengan
adanya Glucosida ini maka semua jenis rebung mengandung racun HCN. Kadar HCN pada
Rebung ada yang tinggi, ada pula yang rendah,
Ada 2 macam analisa yang dapat digunakan dalam pengujian Asam sianida, yaitu
analisa kualitatif dan kuantitatif.
 Analisa Kualitatif
Analisa kualitatif yang dipergunakan dalam pengujian sianida, prinsip pengujiannya
yakni HCN larut dalam air, dalam suasana panas dan asam HCN akan menguap, lalu uap
HCN akan bereaksi dengan asam pikrat membentuk warna merah.
 Analisa kuantitatif
Analisa kuantitatif dapat dilakukan dengan dua metode, yaitu metode spektrofotometri
dan titrimetri.
a. Metode spektrofotometri
Prinsip kerja metode ini adalah cianida dalam sampel diubah menjadi cianogen chlorida
(CNCl) karena bereaksi dengan khloramin T pada pH kurang dari 8 terhidrolisa menjadi
cianat. Setelah bereaksi secara sempurna, CNCl membentuk warna merah biru dengan asam
barbiturat dalam piridin dan warna yang terjadi dibaca pada panjang gelombang 578
nanometer untuk analisis kuantitafif sianida.
Spektrofotometri merupakan salah satu metode analisis instrumental yang menggunakan
dasar interaksi energi dan materi. Spektrofotometri dapat dipakai untuk menentukan
konsentrasi suatu larutan melalui intensitas serapan pada panjang gelombang tertentu. Panjang
gelombang yang dipakai adalah panjang gelombang maksimum yang memberikan absorbansi
maksimum. Salah satu prinsip kerja spektrofotometri didasarkan pada fenomena penyerapan
sinar oleh spesefik kimia tertentu didaerah ultra violet dan sinar tampak
b. Metode Titrimetri
Metode titrimetri yang dimaksud adalah titrasi Argentometri. Titrasi argentometri
digunakan untuk penetapan kadar zat uji yang mengandung ion halogenida atau anion yang
dapat membentuk endapan dengan ion perak, titrasi ini berdasarkan atas reaksi pembentukan
endapan dari komponen zat uji dengan larutan baku AgNO3.
Ada beberapa macam metode Argentometri :
1. Metode Argentometri Mohr
2. Metode Argentometri Volhard
3. Metode Argentometri Fajans
4. Metode Argentometri Liebig
1. Cara Mohr Digunakan untuk menetapkan kadar garam – garam halogenida
dengan prinsip pengendapan bertingkat dengan menggunakan indikator K2CrO4.
Titik akhir titrasiterbentuk endapan yang berwarna merah coklat.
2. Cara Volhard Digunakan untuk titrasi perak dengan adanya asam nitrat dengan
larutan standarKCNS atau NH4CNS. Indikatornya adalah larutan besi (III) nitrit atau
larutan besi (III)ammonium sulfat. Prinsip dari cara ini adalah pembentukan senyawa yang
larut. Larutan perak nitrat standar berlebih, kelebihannya ditritasi dengan larutan thiosianat
standar.
3. Cara FajansDigunakan untuk menetapkan garam – garam halogenida dengan
indikator absorbsi,misalnya flouresin dan eosin. Suatu kelemahan dari indikator absorbsi
adalah bahwa perakhalida 16 Kadar HCN terpekakan terhadap aksi cahaya oleh suatu
lapisan zat utama yangterabsorbsi.
4. Cara LiebigDigunakan untuk menetapkan garam halogenida, misalnya
garamnya dengankekeruhan. Bila suatu larutan perak nitrat ditambahkan kepada
suatu larutan yangmengandung ion sianida, terbentuklah endapan putih ketika kedua
cairan berkontak satusama lain. Tetapi setelah diaduk, endapan melarut kembali
disebabkan oleh terbentuknyasuatu sianida kompleks yang stabil.
B. Metode
1. Uji Kualitatif
Alat:
Alat yang digunakan pada penelitian ini yaitu:
- gelas kimia,
- labu erlenmayer,
- pipet tetes,
- batang pengaduk,
- spatula,
- alu,
- mortal,
- hot plate parutan.
2. Bahan:
Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini yaitu:
- rebung, umbi talas, dan daun singkong yang dibeli di pasar.
- asam tartrat 5%,
- natrium karbonat 8%,
- air,
- asam pikrat,
- kertas pikrat (kertas saring whatman),
- aluminium voil.
a. Uji Kuantitatif
Di uji Kuantitatif menggunakan metode spektrofotometer UV-Vis dengan
menggunakan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 540 nm.
1. Alat
Alat yang di gunakan pada penelitian ini adalah Spektrofotometer UV-Vis
- Spektrofotometer UV- VIS
- timbangan digital,
- gelas kimia
- Erlenmeyer
- termometer 110oC,
- lumpang dan alu
- alat pemotong (pisau),
- stopwatch, .
2. Bahan:
Bahan yang digunakan pada penelitian adalah
- Kertas pikrat
- Asam tatrat 5%
- aquades (H2O),
- kertas whatman no.42,
- natrium karbonat (Na2CO3) 8%,
- plastik,
- sampel umbi Talas dan daun singkong pahit.
- natrium karbonat (Na2CO3) 8%
- asam pikrat (C6H3(NO2)3) 1%
Cara Kerja:
1. Uji Kualitatif
Preparasi sampel
Rebung dan umbi talas dibersihkan, dikupas kulitnya dan dipotong kemudian dihaluskan.
Daun singkong dipotong menjadi kecil-kecil kemudian dihaluskan. Ditimbang 50 gram
sampel rebung dan umbi talas, untuk sampel daun ubi ditimbang 10 gram. Sampel yang
telah ditimbang dimasukkan kedalam labu erlenmeyer kemudian ditambahkan 50 mL
aquades dan 10 mL asam tartarat 5%. Dimaserasi selama 2 jam.
Pembuatan Kertas Pikrat
Pembuatan kertas pikrat dapat dilakukan dengan cara kertas Whatman No.42 digunting
dengan ukuran (1 × 6 cm) selanjutnya direndam dalam asam pikrat (C6H3(NO2)3) 1%
kemudian dikeringkan selama 30 menit selanjutnya direndam kembali dalam larutan
natrium karbonat (Na2CO3) 8% kemudian dikeringkan kembali (Nofia dan Agustini,
2016).
Uji kualitatif kandungan sianida
Disiapkan kertas pikrat berukuran + 1x7 cm kemudian dicelupkan kedalam larutan asam
pikrat jenuh, kemudian dikeringkan diudara. Setelah kering dibasahi dengan larutan
sodium carbonat 8% dan digantung diatas labu leher erlenmeyer kemudian ditutup
sehingga kertas saring tidak kontak dengan cairan dalam erlenmeyer. Dipanaskan diatas
hot plate dengan suhu 700C selama 15 menit. Diamati perubahan yang terjadi pada kertas
pikrat. Apabila warna kuning dari kertas pikrat berubah menjadi warna merah positif
mengandung sianida
2. Uji Kuantitatif
Penentuan Kadar Awal Umbi Talas dan Daun Singkong Pahit dan rebung
Sampel umbi Talas yang sudah dihaluskan ditimbang sebanyak 1,0000 gram kemudian
dimasukkan ke dalam gelas erlenmeyer 250 mL. Selanjutnya digantungkan kertas pikrat
kemudian ditutup. Pada bagian atasnya dibungkus dengan plastik lalu dibiarkan selama
24 jam pada suhu kamar. Kemudian setelah 24 jam kertas pikrat tersebut diangkat lalu
dimasukkan kedalam gelas kimia kemudian ditambahkan 25 mL H2O selanjutnya
direndam selama 30 menit. Kemudian kertas pikrat yang telah direndam diangkat lalu air
rendaman tersebut diukur absorbansinya dengan menggunakan spektrofotometer UV-Vis
pada panjang gelombang 540 nm. Dilakukan prosedur diatas untuk sampel daun singkong
dan rebung, (Agustini, 2012).

Skema uji kualitatif

Ditimbang 50g sampel Ditambahkan 50mL


rebung dan umbi talas Dimasukkan kedalam aquades dan 10mL asam
10g daun singkong labu erlenmeyer tartarat 5%

Kertas pikrat berukuran


Dikeringkan + 1x7 cm di celupkan kedalam Dimerasi
Larutan asam pikrat jenuh selama 2 jam
Dipanaskan diatas
Dibasahi dengan Digantung diatas leher hotplate suhu 700 oC
larutan Sodium Erlenmeyer dan ditutup Selama 15 menit
Carbonat 8%

Diamati perubahan
yang terjadi

Skema uji kuantitatif

Penentuan Kadar Awal Umbi Talas dan Daun Singkong Pahit dan rebung

Sampel umbi talas dimasukkan ke dalam digantungkan kertas


ditimbang sebanyak gelas erlenmeyer 250 pikrat kemudian ditutup
1,0000 g mL

direndam selama 30
menit diangkat lalu air diangkat lalu dimasukkan bagian atasnya
kedalam gelas kimia dibungkus dengan
rendaman tersebut
diukur absorbansinya kemudian ditambahkan 25 plastik lalu dibiarkan
mL H2O selama 24 jam pada
suhu kamar

diangkat lalu air rendaman


Dilakukan prosedur
tersebut diukur absorbansinya
diatas untuk sampel daun
dengan menggunakan
singkong dan rebung
spektrofotometer UV-Vis
diukur absorbansinya
C. Hasil
a. Metode Kertas Pikrat
Uji kualitatif asam sianida (HCN) menggunakan kertas alkali pikrat dengan
menambahkan reagen tertentu untuk mengetahui terdapatnya senyawa asam sianida pada
umbi talas, rebung dan daun singkong. Identifikasi asam sianida memberikan hasil positif
ditandai dengan kertas alkali pikrat berubah dari warna kuning menjadi merah bata.

No Sampel Hasil pengamatan Kesimpulan


1. Daun Singkong Merah bata +
2. Umbi Talas Kuning -
3. Rebung Merah bata +

b. Metode Spektrofotometer Uv-Vis


Penentuan Kadar Awal Umbi Talas dan Daun Singkong Pahit dan rebung
Kadar awal umbi talas, daun singkong dan rebung dapat dilihat pada table dibawah
ini diperoleh hasil sebagai berikut:

No Sampel % HCN
1. Daun singkong 0,1429
2. Umbi talas 0,1351
3. Rebung 0, 1478

D. Pembahasan
Uji kualitatif dilakukan untuk sampel rebung, daun singkong, dan umbi talas untuk
mengetahui ada atau tidaknya senyawa asam sianida (HCN) pada sampel tersebut. Berdasarkan
sampel yang diuji diantaranya adalah umbi talas, rebung dan daun singkong. Tujuan untuk
dihaluskan sampel agar mempercepat proses pencarian zat aktif atau memperluas permukaan
yang terdapat pada daun singkong, rebung dan umbi talas. Selanjutnya proses maserasi bertujuan
untuk melakukan penyarian zat aktif dimana pelarut yang digunakan adalah air (H2O). Pelarut
akan masuk ke dalam sel melewati dinding sel. Isi sel akan larut karena adanya perbedaan
konsentrasi antara larutan di dalam sel dengan di luar sel. Larutan yang konsentrasinya tinggi
akan terdesak keluar dan diganti oleh pelarut dengan konsentrasi rendah atau biasa disebut
proses difusi. Peristiwa tersebut berulang sampai terjadi keseimbangan konsentrasi antara larutan
di luar sel dan di dalam sel dimana zat glikosida yang mengandung HCN ini akan larut dalam
pelarut (H2O).
Pada table uji kualitatif sianida menunjukkan bahwa sianida mudah larut dalam
pelarut H2O. Reaksi yang terjadi sebagai berikut:

CN- + H2O → HCN + OH


Reaksi antara ion sianida dan H2O

Asam tartrat bertujuan untuk menghasilkan uap HCN. Uap HCN yang dihasilkan
disebabkan oleh hidrogen dari asam tartrat (H2.C4H4O6) beraksi dengan ion CN- yang terlarut
dalam air sehingga dihasilkanlah uap HCN. Reaksi yang terjadi sebagai berikut :

2CN- + 2H+ → 2HCN ↑

Asam pikrat merupakan asam kuat yang bertindak sebagai pendonor proton sehingga
melepaskan H+ dan dinetralkan dengan natrium karbonat (Na2CO3) 8% sehingga ion kabonat
dari natrium karbonat (Na2CO3) bereaksi dengan H+ dari gugus OH- dari asam pikrat
membentuk natrium pikrat (alkali pikrat). Kertas pikrat yang diperoleh dari hasil perendaman
kertas whatman digunakan untuk menangkap uap HCN. Adanya uap HCN ditandai dengan
berubahnya warna kertas pikrat dari kuning menjadi merah Berdasarkan hasil yang diperoleh

menunjukkan sampel rebung dan daun singkong positif mengandung asam sianida (HCN)
sedangkan pada umbi talas menunjukan negatif. Penyebab daun singkong pahit mengandung
HCN dikarenakan di dalam daun singkong mengeluarkan getah putih yang mengandung zat
glikosida, dimana zat glikosida ini mengandung racun HCN (glikosida sianogenik).dan pada
rebung yaitu Getah pada rebung mengandung zat glucosida yang mengandung racun HCN
(Cynogenetic glucoside) yang dinamakan juga Linamrine dengan adanya glucosida ini maka
semua jenis rebung mengandung racun HCN. Suatu ikatan organic yang dapat menghasilkan
racun biru atau HCN yang bersifat toksik yang apabila singkong mengalami perlukaan,
pengirisan dan rusak akan dihidrolisa oleh enzim linase menjadi HCN. Zat glikosida merupakan
Linamarin. Hal ini sejalan dengan pernyataan Nofita dan Agustina Retnaningsih (2016), bahwa
hidrogen sianida dikeluarkan apabila dihancurkan, mengalami pengirisan atau rusak.

Asam sianida terbentuk secara enzimatis dari dua senyawa prekursor (bakal racun), yaitu
linamarin dan mertil linamarin dimana kedua senyawa ini kontak dengan enzim linamarase dan
oksigen dari udara yang merombaknya menjadi glukosa, aseton dan asam sianida. Asam sianida
mempunyai sifat mudah larut dan mudah menguap, oleh karena itu untuk menurunkan atau
mengurangi kadar asam sianida dapat dilakukan dengan pencucian atau perendaman karena asam
sianida akan larut dan ikut terbuang dengan air.

Asam sianida merupakan senyawa yang terdapat pada singkong pahit. HCN pada
singkong pahit memiliki kadar yang tinggi sehingga jarang dikonsumsi karena adanya asam
sianida yang terkandung. Oleh karena itu perlu adanya pengolahan secara benar untuk
mengurangi kadar asam sianida pada singkong yaitu dengan cara maserasi (perendaman) sampel
menggunakan larutan kalsium hidroksida (Ca(OH)2) dengan waktu perendaman yang tepat. Hal
ini memungkinkan enzim linamarase menghidrolisis menjadi HCN.

Waktu maserasi (perendaman) pada umbi talas, rebung dan daun singkong menggunakan
larutan kalsium hidroksida (Ca(OH)2) dengan beberapa variasi waktu untuk mengetahui waktu
optimum perendaman yang baik dan seberapa besar mengurangi kadar asam sianida pada
singkong. Penghalusan umbi, rebung maupun daun singkong pahit bertujuan mempercepat
proses pencarian zat aktif dan memperluas yang terdapat pada rebung, daun dan umbi sngkong
pahit. Perendaman bertujuan untuk melakukan pencarian zat aktif yang terdapat pada daun dan
umbi singkong pahit dimana pelarut akan masuk ke dalam sel melewati dinding sel. Isi sel akan
larut karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan di dalam sel dengan di luar sel. Larutan
yang konsentrasinya tinggi akan terdesak keluar dan diganti oleh pelarut dengan konsentrasi
rendah atau biasa disebut proses difusi.

Salah satu metode untuk mengurangi kadar asama sianida yaitu dengan perendaman
menggunakan Ca(OH)2. Air rendaman menyebabkan jaringan rebung, umbi dan daun singkong
akan melunak, sehingga semakin lunak jaringan rebung, umbi dan daun singkong akan semakin
mempermudah proses pengeluaran linamarin dari dalam sampel. Hal ini, konsentrasi larutan di
luar sel lebih kecil daripada di dalam sel sehingga air akan masuk ke dalam sel, air rendaman
akan mengaktifkan enzim linamarase. Perendaman dengan larutan Ca(OH)2 yang bersifat basa
bertujuan dapat mengurangi senyawa sianida. Persamaan dibawah ini menujukkan bahwa ion-ion
CN- yang ada pada struktur HCN akan berikatan dengan Ca(OH)2 sehingga membentuk suatu
garam kompleks yaitu garam sianida. Reaksi yang terjadi sebagai berikut:

2HCN + Ca(OH)2 → Ca(CN)2 + 2H2O

Persamaan Reaksi antara Hidrogen Sianida (HCN) dan Kalsium Hidroksida (Ca(OH)2)

Berkurangnya kadar HCN terjadi karena reaksi antara Hidrogen Sianida (HCN) dan
Kalsium Hidroksida (Ca(OH)2). Ca(OH)2 dilarutkan dalam air terurai menjadi ion-ion Ca2+ dan
OH-. Ion-ion tersebut bersifat seperti magnet. Ion Ca2+ menarik ion-ion yang bermuatan negatif
dan Ion OH- menarik ion-ion yang bermuatan positif. HCN dalam air terurai menjadi ion-ion H+
dan CN-. H+ mengikat ion OH- membentuk H2O. Ion Ca2+ mengikat CN membentuk endapan
putih kalsium sianida yang mudah larut dalam air (Suciati, 2012: 42). Kertas pikrat digantung di
dalam wadah yang berisi sampel bertujuan supaya uap HCN terperangkap ke dalam kertas pikrat,
air cuciannya dianalisis dengan menggunakan spetrofotometer UV-Vis untuk mengetahui nilai
absorbansi dari setiap sampel.

E. Kesimpulan
Dalam praktikum yang dilakukan, sampel umbi talas dapat disimpulkan bhwa tidak
mengandung sianida karena hasil yang ditunjukkan negative. Sedangkan pada sampel daun
singkong dan rebung hasil yang ditunjukkan yaitu positif mengandung sianida karena ditandai
dengan kertas alkali pikrat berubah dari warna kuning menjadi merah bata. Hal ini dapat terjadi
karena singkong dan rebung mengandung suatu glikosida cyanogenik, artinya suatu ikatan
organik yang dapat menghasilkan racun biru atau HCN ( cyanida ) yang bersifat sangat toksik.
Zat glikosida ini diberi nama Linamarin

Daftar Pustaka

1. Agustini, Dewi Meliati, dkk. “Penentuan Waktu Optimum Pelelpasan HCN dan kadar
Sianida pada Ubi Kayu Manihot esculenta Crantz”. Aristoleles 10, no. 1 (2012): h. 9 –
16.
2. Anonymous. 2010. Tekno Pangan dan Agroindustri, Volume 1 Nomor 6. Bogor. I
PB. Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi.
3. Depkes RI. UU RI No. 37 Tentang Kesehatan. Jakarta: Depkes RI. 1987
4. Fatoni ahmad. “Analisis Secara Kualitatif dan Kuantitatif Kadar Kafein dalam Kopi
Bubuk Lokal yang Beredar Di Kota Palembang Menggunakan Spketrofotometri UV-
Vis”. Skripsi. Palembang: Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi Bhakti Pertiwi, 2010.
5. Nofita dan Agustina Retnaningsih. “Penetapan Kadar Asam Sianida pada Singkong
(Manihot esculenta Crantz) dengan Variasi Waktu Perendaman secara Argentometri’’
Analisis Farmasi 1, no. 3 (2016): h. 157-162.
6. Underwood, A.L. dan Day, R.A., 1986, Analisis Kimia Kuantitatif, Penerbit Erlangga,
Jakarta.
7. Underwood, A.L. dan Day, R.A., 2002, Analisis Kimia Kuantitatif, Edisi. Keenam,
Penerbit Erlangga, Jakarta.
8. Rachmawati, R.F. “Penentuan Hidrosianida (HCN) Kualitatif dan Kuantitatif pada umbi-
umbian dan Daun Talas”. Jurnal Teknologi 10, no. 2 (2014): h. 1-6.
9. Sosrosoedirdjo, R.S. 1993. Bercocok tanam ketela pohon. Jakarta: CV. Yasaguna
10. Winarno F.G. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama; 2004.

Anda mungkin juga menyukai