Anda di halaman 1dari 7

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Setiap hari, orang dapat terkena sianida tingkat rendah yang berasal

dari makanan, merokok dan sumber-sumber lain. Orang dapat terkena

sianida yang mematikan yang berasal dari kecelakaan, bunuh diri atau

pembunuhan. Menghirup gas sianida, terutama di ruang tertutup,

menimbulkan risiko kesehatan yang signifikan. Konsumsi makanan dan

minuman yang mengandung sianida juga dapat berpengaruh serius terhadap

kesehatan (Surleva, 2012).

Sianida adalah senyawa kimia dari kelompok Siano, yang terdiri dari

3 buah atom karbon yang berikatan dengan nitrogen (C=N), dan

dikombinasi dengan unsur-unsur lain seperti kalium atau hidrogen. Secara

spesifik, sianida adalah anion CN-. Senyawa ini ada dalam bentuk gas,

liquid (cairan) dan solid (garam) (Cahyawati, 2017).

Berdasakan latar belakang diatas maka dilakukan praktikum

pemeriksaan keracunan sianida.

B. Rumusan Masalah

Bagaimana cara pemeriksaan keracunan sianida dengan uji kertas

saring?

C. Tujuan

Mahasiswa dapat melakukan pemeriksaan keracunan sianida dengan

uji kertas saring.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Sianida terdapat dalam lingkungan hidup, umumnya pada konsentrasi

rendah. Konsentrasi lebih tinggi dapat ditemukan pada tumbuhan tertentu (seperti

singkong) dan hewan (banyak tanaman dan spesies serangga mengandung

glikosida sianogenik) atau di dekat sumber industri tertentu. Pada tingkat paparan

tinggi, sianida cepat bereaksi, sangat kuat, beracun bagi manusia, hewan dan

tanaman. Hewan juga dipengaruhi oleh dosis rendah berulang. Keracunan sianida

dapat terjadi karena menghirup gas sianida (hidrogen sianida), debu atau kabut;

penyerapan melalui kulit setelah kontak kulit, atau dengan mengkonsumsi bahan

yang mengandung sianida (seperti air minum, endapan, tanah, tanaman). Reaksi

beracun sianida untuk biota mirip terlepas dari jenis rute paparan. Ketersediaan

hayati sianida bervariasi dengan bentuk sianida. Rute paparan dan kondisi pada

titik paparan (seperti pH lambung, adanya makanan lain) merupakan

pertimbangan penting. Sianida bukan merupakan biokonsentrat karena mengalami

metabolisme yang cepat pada hewan yang terpapar. Sianida WAD diidentifikasi

sebagai pengukuran praktis bentuk kompleks yang bebas dan lemah dari sianida

yang beracun baik untuk biota air maupun darat. Paparan terhadap sianida dalam

larutan melalui konsumsi air permukaan adalah rute paparan utama bagi sebagian

besar hewan yang terkena dampak keracunan sianida, tetapi paparan secara

bersamaan dengan menghirup dan penyerapan kulit juga dapat terjadi. Selain itu,

hewan dapat mengkonsumsi sianida secara tidak sengaja (Garran, 2009).


Sianida adalah kelompok senyawa yang mengandung gugus siano (−C≡N)

yang terdapat dialam dalam bentuk-bentuk berbeda. Sianida di alam dapat

diklasifikasikan sebagai sianida bebas, sianida sederhana, kompleks sianida dan

senyawa turunan sianida. Sianida bebas adalah penentu ketoksikan senyawa

sianida yang dapat didefinisikan sebagai bentuk molekul (HCN) dan ion (CN-)

dari sianida yang dibebaskan melalui proses pelarutan dan disosiasi senyawa

sianida. Kedua spesies ini berada dalam kesetimbangan satu sama lain yang

bergantung pada pH sehingga konsentrasi HCN dan CN- dipengaruhi oleh pH.

Pada pH dibawah 7, keseluruhan sianida berbentuk HCN sedangkan pada pH

diatas 10,5, keseluruhan sianida berbentuk CN- (Pitoi, 2014).

Sianida bebas adalah penentu ketoksikan senyawa sianida yang dapat

didefinisikan sebagai bentuk molekul (HCN) dan ion (CN-) dari sianida yang

dibebaskan melalui proses pelarutan dan disosiasi senyawa sianida. Kedua spesies

ini berada dalam kesetimbangan satu sama lain yang bergantung pada pH

sehingga konsentrasi HCN dan CN- dipengaruhi oleh pH. Pada pH dibawah 7,

keseluruhan sianida berbentuk HCN sedangkan pada pH diatas 10,5, keseluruhan

sianida berbentuk CN- (Rahayu, 2018).

Sianida sederhana dapat didefinisikan sebagai garam-garam anorganik

sebagai hasil persenyawaan sianida dengan natrium, kalium, kalsium, dan

magnesium. Bentuk sianida sederhana biasanya digunakan dalam leaching emas.

Sianida sederhana dapat larut dalam air dan terionisasi secara cepat dan sempurna

menghasilkan sianida bebas dan ion logam. Kompleks sianida termasuk kompleks

dengan logam kadmium, tembaga, nikel, perak, dan seng. Kompleks sianida
ketika terlarut menghasilkan HCN dalam jumlah yang sedikit atau bahkan tidak

sama sekali tergantung pada stabilitas kompleks tersebut. Kestabilan kompleks

sianida bervariasi dan bergantung pada logam pusat. Kompleks lemah seperti

kompleks dengan sianida dengan seng dan kadmium mudah terurai menjadi

sianida bebas. Kompleks sedang lebih sulit terurai dibanding kompleks lemah dan

meliputi kompleks sianida dengan tembaga, nikel, dan perak. Sedangkan

kompleks kuat seperti kompleks sianida dengan emas, besi, dan kobalt cenderung

sukar terurai menghasilkan sianida (Rahayu, 2018).

Yang tergolong senyawa turunan sianida adalah SCN‒ (tiosianat), CNO‒ ,

dan NH3 (amonia) yang biasanya dihasilkan dari sianidasi, degradasi alami dan

pengolahan limbah mengandung sianida. Tingkat ketoksikan sianida ditentukan

jenis, konsentrasi dan pengaruhnya terhadap organisme hidup. Ketoksikan sianida

umumnya berhubungan dengan pembentukan kompleks dengan logam yang

berperan sebagai kofaktor enzim. Sebagai contoh, sianida berikatan dengan enzim

yang mengandung logam yang berperan dalam respirasi sehingga proses respirasi

terganggu. Enzim Fe(III) sitokrom-oksidase adalah salah satu contoh enzim dalam

proses respirasi yang dihambat oleh sianida. Sianida dalam bentuk hidrogen

sianida (HCN) dapat menyebabkan kematian yang sangat cepat jika dihirup dalam

konsentrasi tertentu (Rahayu, 2018).

Selain itu, sistem saraf juga menjadi sasaran utama sianida. Paparan HCN

secara lama dalam konsentrasi tinggi dapat menstimulasi sistem saraf pusat yang

kemudian diikuti oleh depresi, kejang-kejang, lumpuh dan kematian. HCN dapat

terserap cepat ke dalam tubuh dan terbawa hingga ke dalam plasma. Garam
sianida dan larutan sianida memiliki tingkat ketoksikan yang lebih rendah

dibandingkan HCN karena masuk ke tubuh hanya melalui mulut. Namun

demikian, ketoksikannya dapat dianggap sebanding dengan HCN karena mudah

menghasilkan HCN. Kompleks sianida kurang toksik bila dibandingkan dengan

sianida bebas. Sianida sederhana secara cepat dapat membebaskan sianida bebas

dan menjadi sangat toksik, sedangkan kompleks sianida yang stabil tidak bersifat

toksik selama tidak terurai menjadi sianida bebas. Ketoksikan kompleks sianida

bervariasi tergantung kemampuannya untuk membebaskan sianida bebas.

Kompleks sianida yang kuat seperti kompleks sianida dengan besi dapat dikatakan

tidak toksik, tetapi dengan kehadiran radiasi ultraviolet dapat terurai

menghasilkan sianida bebas yang toksik (Rahayu, 2018).

Sianida dalam dosis rendah dapat ditemukan di alam dan ada pada setiap

produk yang biasa dimakan atau digunakan. Banyak bahan alam yang biasa kita

makan mengandung sianida walaupun dalam jumlah yang sedikit diantaranya, biji

buah apel, mengandung senyawa amygladin yaitu senyawa Cyanogenic

glycosides. Singkong dan kentang, menghasilkan sianida dalam bentuk senyawa

Cyanogenic glyciodes atau linimarin. Senyawa ini tidak beracun namun proses

enzim dalam tubuh dapat membuat menjadi hidrogen sianida. Hidrogen sianida

(HCN) merpakan bentuk racun sianida yang paling beracun. Umumnya, singkong

dan kentang menghasilkan sianida dalam jumlah yang kecil. Oleh karena itu,

pastikan untu mengolah suatu bahan makanan dengan tepat. Jika diolah dengan

tepat, sianida yang masuk ke dalam tubuh masih dalam jumlah yang kecil dimana

sianida akan diubah menjadi tiosianat yang lebih aman dan akan diekskresikan
oleh tubuh. Tidak hanya biji buah apel, singkong dan kentang yang mengandung

sianida masih banyak bahan alam yang mengandung senyawa tersebut seperti

tomat, jamur, buah cherri, almond, ikan fugu. Sianida yang ditemukan pada asap

rokok dan asap kendaraan bermotor. Sianida yang digunakan pada industri

terutama dalam pembuatan garam seperti natrium, kalium atau kalium sianida

(Rahayu, 2018).
DAFTAR PUSTAKA

Cahyawati Nita Putu dr, dkk, 2017. Keracunan Akut Sianida. Jurnal Lingkungan

& Pembangunan. Denpasar

Garran Robert, 2009. Pengelolaan Sianida. Commonwealth of Australia.

Pitoi M. M, 2014. Sianida: Klasifikasi, Toksisitas, Degradasi, Analisis (Studi

Pustaka). Jurusan Kimia, FMIPA, Unsrat. Manado

Rahayu Muji, dkk, 2018. Toksikologi Klinik. Pusat Pendidikan Sumber Daya

Manusia Kesehatan Badan Pengembangan Dan Pemberdayaan Sumber

Daya Manusia Kesehatan. Indonesia

Surleva Andriana, dkk, 2012. Keracunan Sianida : Dari Fisiologi Hingga

Analisis Kimia Forensik. International Journal of Criminal Investigation.

Semarang

Anda mungkin juga menyukai