Anda di halaman 1dari 23

1

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam pemeriksaan forensik terdapat dua tujuan pembuktian keracunan
atau intoksikasi. Yang pertama bertujuan untuk mencari penyebab kematian
dan yang kedua untuk mengetahui seberapa jauh racun atau keracunan
mempengaruhi terjadinya suatu peristiwa semisal kecelakaan lalu lintas,
pembunuhan dan perkosaan. Pendekatan yang dilakukan pada kedua tujuan
ini berbeda. Untuk tujuan yang pertama perlu dibuktikan adanya racun dalam
jumlah yang mematikan tidak demikian halnya dengan tujuan kedua. Tujuan
kedua lebih mementingkan rekontruksi kasus dan pembuktian bahwa racun
memang berperan dalam peristiwa tersebut.1
Dalam masyarakat dikenal berbagai jenis racun dan akibatnya terhadap
tubuh manusia. Untuk mengenali racun apa yang terlibat dalam suatu
peristiwa diperlukan pengetahuan khusus tentang jenis dan penempakan
racun baik di dalam maupun diluar tubuh. Toksikologi adalah ilmu khusus
yang mempelajari sumber, sifat dan khasiat racun, gejala-gejala dan
pengobatan pada keracunan serta kelainan yang didapatkan pada korban
meninggal.2
Racun adalah suatu zat yang bekerja pada tubuh secara kimiawi dan
secara faali, yang dalam dosis toksik, selalu menyebabkan gangguan fungsi
tubuh yang dapat berakhir dengan penyakit atau kematian. Racun dapat
masuk ke dalam tubuh melalui udara yang dihirup pada saat bernafas
(inhalasi), ditelan (peroral), melalui penyutikan (parenteral atau injeksi),
penyerapan melalui kulit yang sehat atau sakit, atau dapat pula melalui anus
atau vagina. Setelah masuk ke dalam tubuh racun dapat bereaksi secara lokal,
sistemik atau keduanya. Racun dapat bekerja secara lokal dan akan
menimbulkan rasa nyeri yang hebat, tidak jarang disertai dengan perforasi.
Sebagian dari racun dapat masuk ke dalam darah dan menimbulkan efek
sistemik seperti penekanan pusat nafas. Efek sistemik ini dikarenakan racun
mempunyai afinitas terhadap salah satu organ atau sistem. Yang termasuk
dalam golongan ini yaitu narkotika, barbiturat, alkohol, digitalis, asam

oksalat, karbon monoksida, sianida, dan intektisida golongan chlorinated


hydrocarbon.1
Sianida adalah zat beracun yang sangat mematikan yang telah
digunakan sejak ribuan tahun yang lalu. Sianida banyak digunakan pada saat
perang dunia pertama. Efek dari sianida ini sangat cepat dan dapat
mengakibatkan kematian dalam jangka waktu beberapa menit. 3 Sianida
terdapat dalam berbagai bentuk, salah satu nya adalah hidrogen sianida yang
berbentuk cairan tidak berwarna atau pada suhu kamar berwarna biru pucat.
Bentuk lain sianida ialah sodium sianida dan potassium sianida yang
berbentuk serbuk dan berwarna putih.4
Sianida dalam dosis rendah dapat ditemukan di alam dan ada pada
setiap produk yang biasa kita makan atau gunakan. Sianida dapat diproduksi
oleh bakteri, jamur dan ganggang. Sianida ditemukan pada rokok, asap
kendaraan bermotor, dan makanan seperti bayam, bambu, kacang, tepung
tapioka dan singkong. Sianida banyak digunakan pada industri terutama
dalam pembuatan garam seperti natrium, kalium atau kalsium sianida.3
Keracunan sianida akut merupakan kasus yang paling sering dilaporkan
sendiri (70% dalam 1 seri).5 Gejala yang ditimbulkan oleh keracunan zat
kimia sianida bermacam-macam; mulai dari rasa nyeri pada kepala, mual
muntah, sesak nafas, dada berdebar, selalu berkeringat sampai korban tidak
sadar dan apabila tidak segera ditangani dengan baik akan mengakibatkan
kematian. Penatalaksaan dari korban keracunan ini harus cepat, karena
prognosis dari terapi yang diberikan juga sangat tergantung dari lamanya
kontak dengan zat toksik tersebut.3 Dalam pemeriksaan forensik, diagnosis
keracunan sianida pada orang hidup terutama tergantung dari riwayat kontak
dengan racun sianida atau yang dicurigai sumber racun sianida dan gejala
serta tanda yang diperlihatkan pasien. Sementara pada postmortem
pembuktiannya melalui pemeriksaan dari jaringan-jaringan yang dilalui oleh
sianida sesuai dengan rute masuknya ke dalam tubuh.1

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1

Sejarah dan Penggunaan Sianida

Sianida adalah bahan kimia yang mengandung gugus cyan (CN)


yang terdiri dari sebuah karbon atom yang terikat ganda tiga dengan sebuah
atom nitrogen. Sianida secara spesifik adalah anion CN-. Sianida dapat
berbentuk gas, cair, atau padat dan berbentuk molekul, ion, atau polimer.
Singkatnya semua bahan yang dapat melepaskan ion sianida (CN-) sangat
toksik.6 Substansi dengan kandungan sianida sebenarnya telah digunakan
sebagai racun sejak berabad-abad yang lalu akan tetapi sianida yang
sesungguhnya baru dikenal pada tahun 1782. Sianida pertama kali
diidentifikasi oleh ahli kimia yang berasal dari Swedia, bernama Scheele,
yang

kemudian

meninggal

akibat

keracunan

sianida

di

dalam

laboratoriumnya.3
Penggunaan sianida sebagai senjata pada peperangan dimulai berabadabad tahun yang lalu oleh tentara kerajaan Romawi. Napolen III
menggunakan sianida pada bayonet tentaranya. Selama perang dunia
pertama Francis, dan Austria telah menggunakan sianida dalam berbagai
bentuknya seperti gas asam hidrosianik, Cyanogen chlorida. Nazi, Jerman
bahkan menggunakan sianida dalam bentuk sianogen bromida yang terkenal
dengan nama Zyklon B untuk membunuh ribuan rakyat sipil dan tentara
musuh.3 Dewasa ini, sianida lebih banyak digunakan untuk kepentingan
ekonomi. Ratusan bahkan ribuan ton sianida dibentuk oleh dunia tiap
harinya. Sianida banyak digunakan untuk bidang kimia, pembuatan plastik,
penyaringan emas dan perak, metalurgi, anti jamur dan racun tikus.
Beberapa bentuk-bentuk sianida yaitu
a. Hidrogen Sianida (HCN) adalah cairan atau gas yang tidak berwarna
atau biru pucat dengan bau seperti almond. Nama lainnya adalah asam
hidrosianik dan asam prussik. HCN dipakai sebagai stabilizer untuk
b.

mencegah pembusukan.
Sodium Sianida adalah bubuk kristal putih dengan bau seperti almond.
Nama lainnya adalah asam hidrosianik,sodium. Bentuk cair dari bahan
ini sangat alkalis dan cepat berubah menjadi hidrogen sianida jika

c.

kontak dengan asam atau garam dari asam.


Potasium Sianida (KCN) adalah bahan padat berwarna putih dengan
bau sianida yang khas. Nama lainnya adalah asam hidrosianik, garam
potasium. Bentuk cair dari bahan ini sangat alkalis dan cepat berubah

menjadi hidrogen sianida jika kontak dengan asam atau garam dari
d.

asam.
Kalsium Sianida (Ca(CN)2) dikenal juga dengan nama calsid atau
calsyan adalah bahan padat kristal berwarna putih. Dalam bentuk
cairnya secara bertahap membentuk hidrogen sianida. Keempat bahan

e.

diatas membentuk ikatan yang kuat dengan metal.


Sianogen adalah gas beracun yang tidak berwarna dengan bau seperti
almond. Nama lainnya adalah karbon nitril, disianogen, etane dinitril,
dan asam oksalat dinitril. Bahan ini secara perlahan terhidrolisis pada

f.

bentuk cair menjadi asam oksalat dan amonia.


Sianogen Klorida adalah gas tidak berwarna. Nama lainya adalah klorin
sianida (nama dagang Caswell no. 267). Bahan ini melepaskan hidrogen
sianida saat terhidrolisis.

g. Glikosida Sianogenik diproduksi secara natural oleh berbagai jenis

tumbuhan. Saat terhidrolisis membentuk hidrogen sianida.4


2.2

Sumber-sumber Natural Sianida


Sianida selalu ada dalam konsentrasi kecil (trace) pada banyak macam
tumbuh-tumbuhan. Pada rumput, kacang-kacangan, umbi-umbian dan biji
tertentu ditemukan sianida dalam kadar yang relatif tinggi seperti singkong
(pada daun dan akar), ubi jalar,"yam" (dyoscoreaceae) pada umbinya, butir
jagung, butir cantel, rempah rempah, tebu, kacang-kacangan (peas &
beans), terutama koro krupuk, & almonds. Pada buah sianida ditemukan
pada jeruk, apel, pear, cherry, apricot, prune, plum. Dari berbagai tanaman
yang mengandung sianida ini, keracunan sianida paling banyak dilaporkan
setelah memakan singkong dan kacang. Hal ini mungkin disebabkan karena
singkong pada beberapa negara yang baru berkembang masih menjadi
makanan utama.3

2.3

Farmakokinetik dan Farmakodinamik Sianida


Terdapat beberapa cara masuknya sianida ke dalam tubuh yaitu,
1. Inhalasi. Pada pembakaran yang tidak sempurna dari produk sintetis
yang mengandung carbn dan nitrogen seperti plastik, hidrogen sianida
dilepas ke udara.4 Zat ini sangat mudah terdispersi dalam udara dan
mengakibatkan munculnya gejala dalam hitungan detik hingga menit.

2.

Kontak langsung hidrogen sianida dalam bentuk cair pada kulit dapat
menimbulkan iritasi. Efek yang muncul tergantung dari kemampuan
penetrasi epidermal sianida, kelarutannya dalam lemak, kelembapan
kulit, luas dan lama area kontak, serta konsentrasi cairan yang mengenai
korban Gejala muncul segera setelah paparan atau paling lambat 30

3.

sampai 60 menit.3
Tertelan bentuk garam sianida sangat fatal. Karena sianida sangat
mudah terserap masuk ke dalam saluran pencernaan. Tidak perlu
melakukan atau merangsang korban untuk muntah, karena sianida
sangat cepat berdifusi ke jaringan. Gejala muncul paling lambat pada
rute ini. Berat ringanya gejala sangat tergantung dari jumlah zat yang
masuk dan kemampuan detoksifikasi tubuh.3
Setelah terabsorpsi, inhalasi dan percutaneus sianida secara cepat akan

terdistribusi di sirkulasi. Sementara peroral sodium dan potasium sianida


akan melewati detoksifikasi hati terlebih dahulu. Distribusi sianida sangat
cepat dan merata di seluruh jaringan akan tetapi pada beberapa tempat
konsentrasinya tinggi seperti pada hati, paru, darah, otak. Pada orang yang
meninggal karena inhalasi sianida, kadar sianida dalam jaringan paru, darah,
otak masing-masing 0,75; 0,41; 0,32mg/100g. Dalam darah sianida akan
terkonsentrasi pada sel darah merah dan sedikit di plasma maka dari itu
konsentrasi sianida plasma menggambarkan konsentrasi sianida jaringan.4

Gambar 1. Skema Metabolisme Sianida Dalam Tubuh (diambil dari


Hydrogen Cyanide and Cyanides:Human Health Aspects, WHO, Geneva,
2004)
Dalam tubuh sianida akan cepat bereaksi membentuk hidrogen sianida
yang mempunyai afinitas kuat terhadap gugus Fe heme dari sitokrom a3 atau yang
lebih dikenal dengan sitokrom c oksidase, oksidase terminal pada rantai transfer
electron. Pembentukan ikatan sitokrom c oksidase CN yang stabil pada
mitokondria akan menghambat transfer oksigen dan menghentikan respirasi
selular yang menyebabkan hipoksia sitotoksik, walaupun terdapat HbO2 dalam
jumlah yang cukup. Anoksia jaringan yang diinduksi oleh inaktivasi dari sitokrom
oksidase mengakibatkan perubahan pada metabolisme sel, dari aerobik menjadi
anareobik. Hal ini nantinya akan menyebabkan berkurangnya glikogen,
fosfoceratin , dan ADP seiring dengan akumulasi dari laktat dan penurunan pH
darah. Kombinasi dari hipoksia sitotoksik dengan asidosis laktat akan menekan
CNS, area paling sensitif terhadap anoksia, yang menyebabkan henti nafas dan
kematian.4
Pada kasus keracunan sianida peroral, efek racun menjadi lebih kronis dan
ringan karena pada jalur ini, sianida terlebih dahulu melewati detoksifikasi hati.
Akan tetapi paparan sianida yang terus menerus dapat mengakibatkan
berkurangnya dopamine yang diasosiasikan dengan timbulnya parkinson yang
progresif. Intoksikasi sub letal dari sianida juga dapat menimbulkan distonia.
Detoksifikasi sianida oleh hati melibatkan enzim mitokondria rhodanese yang
mengkatalisasi transfer gugus sulfur dari thiosulfate menjadi thiosianat yang
merupakan rate limiting step. Sebanyak 80% metabolisme sianida melaui jalur ini.
Jalur lain, sianida didetoksifikasi melalui penggabungan gugus sian (CN) dengan
hidroksikobalamin menjadi cyanocobalamin (vitamin B12). Thiosianat nantinya
akan dibuang melalui urine sementara cyanocobalamin akan dipakai sebagai
kofaktor berbagai reaksi lain di tubuh. Walaupun sebagian besar HCN telah

dibuang dalam bentuk tiosianat ke urine, bentuk bebasnya masi terdapat di paru,
air liur dan keringat.4
2.4

Diagnosa Kasus Keracunan Sianida


Untuk menentukan diagnosa kasus keracunan diperlukan
1.

Anamnesa kontak antara korban dengan sianida atau yang dicurigai


sebagai sumber sianida

2.

Ada gejala dan tanda keracunan sianida

3.

Dari benda bukti, harus dapat dibuktikan bahwa benda bukti tersebut
memang mengandung racun sianida

4.

Dari bedah mayat, dapat ditemukan adanya perubahan atau kelainan


yang sesuai dengan keracunan sianida dan tidak ditemukan adanya
penyebab kematian lain

5.

Analisa kimia atau pemeriksaan toksikologi harus dapat dibuktikan


adanya racun sianida dan atau metabolitnya, dalam tubuh atau cairan
tubuh korban secara sistemik.1

2.5

Manifestasi Klinik Intoksikasi Sianida


Efek utama dari racun sianida adalah timbulnya hipoksia jaringan
yang timbul secara progresif. Akan tetapi, gejala dan tanda fisik yang
ditemukan sangat tergantung dari dosis sianida, banyaknya paparan, jenis
paparan, dan bentuk dari sianida. Sianida berefek pada banyak sistem organ,
seperti pada tekanan darah, penglihatan, paru, saraf pusat, jantung, sistem
endokrin, sistem otonom dan sistem metabolisme. Penderita akan mengeluh
timbul rasa pedih dimata karena iritasi dan kesulitan bernafas karena
mengiritasi mukosa saluran pernafasan. Hal yang khusus yang dapat
diperhatikan pada penderita dengan keracunan sianida adalah adanya warna
merah terang pada arteri dan vena retinal pada pemeriksaaan dengan
funduskopi.3
Dalam konsentrasi rendah, efek dari sianida baru muncul sekitar 15-30
menit kemudian, sehingga masih bisa diselamatkan dengan pemberian
antidote. Tanda awal dari keracunan sianida adalah hiperpnea sementara,
nyeri kepala, dispnea, kecemasan, perubahan perilaku seperti agitasi dan
gelisah, berkeringat banyak, warna kulit kemerahan atau cherry red karena

darah vena banyak mengandung oksigen, tubuh terasa lemah dan vertigo
juga dapat muncul.3
Pada paparan sianida dengan konsentrasi tinggi, hanya dalam jangka
waktu 15 detik tubuh akan merespon dengan hiperpnea, 15 detik setelah itu
seseorang akan kehilangan kesadarannya. 3 menit kemudian akan
mengalami apnea yang dalam jangka waktu 5-8 menit akan mengakibatkan
aktifitas otot jantung terhambat karena hipoksia dan berakhir dengan
kematian. Tanda akhir sebagai ciri adanya penekanan terhadap CNS adalah
koma dan dilatasi pupil, tremor, aritmia, kejang-kejang, koma penekanan
pada pusat pernafasan, gagal nafas sampai henti jantung, tetapi gejala ini
tidak spesifik bagi mereka yang keracunan sianida sehingga menyulitkan
penyelidikan apabila penderita tidak mempunyai riwayat terpapar sianida.3
2.6

Dosis Letal
Tingkat toksisitas dari sianida bermacam-macam tergantung dari
bentuk dan cara masuknya ke dalam tubuh. Takaran toksik peroral untuk
HCN adalah 60-90 mg sementara untuk KCN atau NaCN adalah 200 mg.
Pada inhalasi sianida dari udara, gas sianida dalam menimbulkan efek
tergantung dari konsentrasi dan lamanya paparan. Pada kadar 20 ppm gejala
keracunan sianida sangat ringan dan muncul setelah beberapa jam. Kadar
sianida 100 ppm sangat berbahaya karena akan menimbulkan gejala dalam 1
jam. Bahkan kadar sianida antara 200 hingga 400 ppm dikatakan mampu
membuat seseorang meninggal dalam waktu 30 menit.2
Dosis letal dari beberapa bentuk sianida adalah sebagai berikut:

Asam hidrosianik sekitar 2,5005,000 mgmin/m3

Sianogen klorida sekitar 11,000 mgmin/m3.

Perkiraan dosis intravena 1.0 mg/kg,

Perkiraan dalam bentuk cairan yang mengiritasi kulit 100 mg/kg.3


Pada beberapa orang terdapat suatu mekanisme unik yang

menyebabkan paparan dosis lethal tidak menimbulkan kematian. Kondisi ini


dikenal dengan nama imunitas rasputin. Daya toleransi yang tinggi pada
orang ini disebabkan oleh karena daya detoksifikasinya yang berlebihan.
Hal ini di dapat dicapai dengan mengubah CN menjadi sianat dan
sulfosianat atau tidak terurainya garam CN yang tertelan menjadi HCN

karena pH lambung yang basa. Teori lain yang dikemukakan adalah


berubahnya bentuk sianida menjadi garam karbonat dalam penyimpanan
sehingga menjadi tidak toksik.2
2.7

Penatalaksanaan Keracunan Sianida


Prinsip pertama dari terapi ini adalah mengeliminasi sumber-sumber
yang terus-menerus mengeluarkan racun sianida. Pertolongan terhadap
korban keracunan sianida sangat tergantung dari tingkat dan jumlah paparan
dengan lamanya waktu paparan.
Segera menjauh dari tempat atau sumber paparan. Jika korban berada di
dalam ruangan maka segera keluar dari ruangan.
Jika tempat yang menjadi sumber berada diluar ruangan, maka
sebaiknya tetap berada di dalam ruangan.Tutup pintu dan jendela,
matikan pendingin ruangan, kipas maupun pemanas ruangan sampai
bantuan datang.
Cepat buka dan jauhkan semua pakaian yang mungkin telah
terkontaminasi oleh sianida. Letakkan pakaian itu di dalam kantong
plastik, ikat dengan kuat dan rapat. Jauhkan ke tempat aman yang jauh
dari manusia, terutama anak-anak.
Segera cuci sisa sianida yang masih melekat pada kulit dengan sabun
dan air yang banyak.
Tindakan kedua adalah segera cari udara segar. Jika berada di dekat
balai pengobatan tertentu maka dapat diberikan oksigen murni. Berikan
antidotum untuk mencegah keracunan yang lebih serius. Penambahan
tingkat ventilasi oksigen ini akan meningkatkan efek dari antidotum.
Asidosis laktat yang berasal dari metabolisme anaerobik dapat diterapi
dengan memberikan sodium bikarbonat secara intravena dan bila penderita
gelisah dapat diberikan obat-obat antikonvulsan seperti diazepam. Perbaikan
perfusi jaringan dan oksigenisasi adalah tujuan utama dari terapi ini. Selain
itu juga, perfusi jaringan dan tingkat oksigenisasi sangat mempengaruhi
tingkat keberhasilan pemberian antidotum. Bila korban dalam keadaan tidak
sadar maka harus segera ditatalaksana di rumah sakit karena bila terlambat
dapat berakibat kematian.3

10

Terdapat beberapa antidote yang dapat dipergunakan pada kasus


keracunan sianida.Masing-masing antidote bekerja pada bagian tertentu pada
proses reaksi sianida dan menghambat reaksi tersebut. Beberapa agent
tersebut adalah
1. Agent yang menginduksi pembentukan MetHb. Contoh ini adalah nitril
yang dapat merubah ion ferous (fe2+) dari hemoglobin menjadi ion
ferric (Fe3+). MetHb yang dihasilkan berikatan kuat dengan sianida
menjadi cyanmetHb. Preparat yang tersedia adalah sodium nitrit (i.v),
amil nitrit (inhale) dan dimetil aminofenol (i.v atau i.m)
2. Agent yang berikatan secara langsung seperti cobalt yang langsung
memotong dan berikatan dengan ion sianida. Dicobalt edetate
(Kelocyanor) dan

hydroxocobalamin (Cyanokit) keduanya dalam

sediaan i.v.
3. Agent yang bekerja sebagai pendonor sulfur. Jalur detoksifikasi sianida
normalnya melalui konversi sianida menjadi tiosianat, dengan gugus
sulfur yang diberikan oleh glutatione. Maka dari itu sodium tiosulfat akan
berkontribusi terhadap reaksi ini dengan memberikan gugus sulfur. Agent
ini diberikan dalam bentuk i.v.
Pada beberapa negara terjadi prosedur penenganan terhadap
keracunan sianida mempergunakan antidote yang berbeda-beda karena
perbedaan pendapat tentang keefektifan dari masing-masing antidote.
1. Di USA. Sodium nitrit adalah obat pilihan karena mempunyai range dosis
terapeutik yang lebar. Akan tetapi diperlukan monitoring metHb jika
diberikan dalam jumlah yang besar.
2. UK lebih memilih dicobalt edetate karena efeknya yang cepat, walaupun
bahan ini mempunyai toksisitas yang cukup signifikant. Maka dari itu
penegakan diagnosis pasti keracunan sianida sangat diperlukan.
3. Dimetil aminofenol direkomendasikan di Jerman. Obat ini menginduksi
pembentukan metHb dengan cepat. Monitoring metHb sangat diperlukan
dan perlu dipertimbangkan reversal dengan metilen blue. Preparat ini
diberikan i.m maka dari itu dapat diberikan oleh paramedis akan tetapi
pada tempat injeksi akan terjadi nekrosis. Kelemahan lain adalah obat ini

11

adalah penyerapannya yang buruk terutama dalam keadaan toksikasi


akut/kolaps.
4. Prancis

telah

merekomendasikan

antidote

terbaru

sianida

yaitu

hydroxicobalamin. Preparat ini adalah prekursor dari vitamin B12 yang


mempunyai toksisitas minimal. Hydroxicobalamin merupakan molekul
yang besar dan hanya akan berikatan dengan sianida pada molar yang
sama. Preparate yang tersedia harus diencerkan terlebih dahulu sebelum
diberikan. Satu-satunya kelemahan dari obat ini hanyalah kesulitan dalam
pemberiannya dan harganya yang masih mahal.7
2.8

Pemeriksaan Jenazah Kasus Keracunan Sianida


2.8.1 Pemeriksaan Luar
Pada pemeriksaan luar dapat ditemukan bau sianida pada tubuh
yang dapat dikenali seperti bau almond akan tetapi banyak orang tidak
bisa mendeteksi bau ini sebagian karena kemampuan adaptasi indera
penciuman dengan cepat akan menghilangkan bau tersebut. Selain
itu, secara genetik 40% populasi tidak dapat mencium bau tersebut.
Penampakan lebam mayat pada kondisi ini cukup bervariasi. Yang
klasik dikatakan menjadi berwarna merah bata, sesuai dengan
kelebihan oksi hemoglobin atau sianmethemoglobin (karena jaringan
tidak dapat menggunakan oksigen). Banyak deskripsi lebam mayat
yang mengarah pada kulit yang berwarna merah muda gelap atau
bahkan merah terang, terutama bergantung pada daerahnya, yang
dapat dibingungkan dengan karboksi hemoglobin (HbCO). Terdapat
pula kemungkinan muntahan hitam disekitar bibir. Hal lain dapat
dilihat adanya tanda-tanda sianosis seperti kebiruan pada bibir dan
ujung jari-jari. Akan tetapi jika lebih dari 24 jam maka tanda ini akan
dikacaukan oleh perubahan postmortal. Tanda lain adalah adanya
perdarahan berbintik pada selaput biji mata dan kelopak mata.1
2.8.2 Pemeriksaan Dalam
Sebelum pemeriksaan dalam dilakukan sangat penting diketahui
bahwa pemeriksaan dalam (autopsi) korban dengan keracunan sianida

12

cukup beresiko karena pemeriksa akan terpapar sianida dalam waktu


yang cukup lama.5
Kematian oleh

karena

sianida disebabkan

oleh

karena

histotoksik hipoksia maka tanda-tanda asfiksia dapat dilihat pada


pemeriksaan dalam seperti adanya kongesti organ-organ dalam akibat
perbendungan sistemik. Organ dalam terlihat membesar dan jaringan
di dalam mungkin juga menjadi berwarna merah muda terang
disebabkan karena oksi-hemoglobin yang tidak dapat digunakan oleh
jaringan - yang mungkin lebih umum terjadi dari pada karena
sianmethemoglobin. Selain itu terjadi kongesti pada paru-paru dan
dilatasi jantung kanan.1
Striae pada lambung dapat mengalami kerusakan hebat dan
terlihat menutupi permukaan, selain itu terdapat resapan darah pada
lekukan mukosa. Ini terutama disebabkan kekuatan alkali yang kuat
dari hidrolisa garam-garam natrium dan kalium sianida. Pada kasus
keracunan berat, lambung akan ditandai dengan striae berwarna merah
gelap. Lambung dapat berisi darah maupun rembesan darah akibat
erosi maupun pendarahan di dindingnya. Jika sianida berada dalam
larutan encer, kerusakan yang terjadi lebih minimal. Apabila racun
masuk secara oral maka kekuatan alkali dari sianida akan mengiritasi
saluran cerna. Esofagus dapat mengalami kerusakan, terutama pada
bagian mukosa pada sepertiga distal, terutama saat post mortem
dimana terjadi regurgitasi isi perut karena relaksasi dari sphincter.
Organ lain tidak menunjukkan perubahan yang spesifik dan diagnosis
dibuat berdasarkan bau dan warna kemerahan pada jaringan dalam
tubuh.5
Verslag

dalam

bukunya

mengatakan

terdapat

beberapa

perubahan histologis yang mengindikasikan adanya kematian akibat


defisiensi oksigen melalui asfiksia yaitu:
1. Hilangnya lemak terutama pada vakuola sitoplasma dari epitel
pada jaringan hati, sel otot jantung, dan sel pada tubulus renal
2. Pembengkakan sel endotel pada otak dan otot jantung

13

3. Mobilisasi dan proliferasi dari makrofag alveolar dengan


pembentukan sel raksasa polinuklear (hanya terjadi pada paruparu yang sehat)
4. Presipitasi droplet hialin pada epitel hati
5. Perdarahan pada paru-paru dan otak
6. Degenarasi sel ganglion dan hilangnya substansi Nissl terutama
pada girus hippocampus
7. Emfisema akut pada jaringan interstistial dan alveolar paru.8

2.9

Pemeriksaan Toksikologi Kasus Keracunan Sianida


Jumlah sianida yang ditemukan dalam pemeriksaan tergantung jumlah
sianida yang masuk dalam tubuh dan waktu antara masuknya sianida
dengan kematiannya. Yang mana akhir-akhir ini biasanya diukur dalam
menit, atau pada kasus dengan dosis rendah dan sempat diterapi, korban
dapat bertahan hidup dalam jam bahkan hari. Sianida yang ditemukan dalam
jumlah cukup adalah bukti bahwa sianida telah masuk dalam tubuh yang
mana hal itu sendiri tidak normal dan dikonfermasi sebagai barang bukti
dari terjadinya keracunan. Akan tetapi, Karhunen et al telah melaporkan
kasus dimana seorang tersangka pembunuhan terbakar dan pada post
mortemnya menunjukkan tingkat sianida dalam darah 10 mg/l, yang
diperkirakan sesuai dengan difusi pasif dari sianida melalui seluruh cavitas
tubuh yang terbuka saat terjadinya kebakaran. Maka dari itu sangat penting
untuk mengidentifikasi sumber pasti sianida pada kasus- kasus keracunan
dan rute masuknya zat ke dalam tubuh sehingga dapat diketahui penyebab
kematiannya.5
Beberapa

spesimen

yang

dapat

diambil

untuk

pemeriksaan

laboratorium adalah
1.

Lambung (isi dan jaringannya). Material ini berguna untuk mengetahui


keracunan sianida peroral atau pada kasus mati mendadak dimana
terdapat sejumlah besar obat-obat yang tidak terabsorpsi pada lambung.
Pada kasus-kasus overdosis obat maka lambung harus diambil
seluruhnya. Jika terdapat tablet atau capsul pada lambung maka harus

14

ditempatkan di kontainer terpisah dan dikirim bersama specimen


lambung.
2.

Hati. Specimen ini berguna untuk kasus keracunan yang kompleks.


Biasanya diambil 100 gram pada dari lobus kanan karena tidak
terkontaminasi dengan empedu.

3.

Darah. Dianjurkan untuk mengambil spesimen darah dari berbagai


pembuluh darah perifer. Khasnya, tingkat sianida darah dalam 1 serial
kasus yang fatal antara 1-53 mg/l, dengan rata-rata 12 mg/L. 9 Kadar
sianida normal dalam darah sebesar 0,016-0,014mg/L. 10 Selain
pemeriksaan kadar sianida dapat juga dilakukan pemeriksaan pH darah
yang akan menjadi lebih asam karena peningkatan asam laktat.

4.

Otak. Pada kasus-kasus dimana sumber sianida tidak diketahui,


dianjurkan untuk mengambil sampel otak kurang lebih 20 gram dari
bagian dalam untuk mengkorfirmasi keberadaan sianida.

5.

Paru-paru. Jika kematian mungkin disebabkan oleh inhalasi gas


hidrogen sianida, paru-parunya harus dikirim utuh, dibungkus dalam
kantong yang terbuat dari nilon (bukan polivinil klorida).

6.

Limpa merupakan jaringan dengan konsentrasi sianida yang paling


tinggi, diperkirakan karena limpa banyak mengandung sel darah merah,
dalam 1 serial seperti diatas, tingkat sianida limpa berkisar antara 0,5398 mg/l, dengan rata-rata 44 mg/l. Dalam serial lain, tingkat sianida
darah rata-rata 37 mg/l.

7.

Urine. Ekskresi sianida pada urine dalam beberapa bentuk salah satunya
adalah tiosianat.9 Pada orang yang tidak merokok konsentrasi tiosianat
berkisar antara 1-4mg/L sementara pada perokok konsentrasinya hingga
3-12mg/L.10
Penting untuk membawa sampel ke laboratorium sesegera mungkin

(dalam beberapa hari) untuk menghindari struktur sianida yang tidak seperti
aslinya lagi dalam sampel darah yang telah disimpan. Hal ini biasanya dapat
terjadi akibat suhu ruangannya, sehingga jika ada penundaan, sampel darah
dan jaringan sebaiknya disimpan pada suhu 4 derajat celcius dan harus
dianalisa sesegera mungkin. Akan tetapi kualitas sampel telah menurun

15

walaupun dengan adanya pendingin. Lebih dari 70% isi sianida dapat hilang
setelah beberapa minggu, akibat reaksi dengan komponen jaringan dan
konversi menjadi thiosianad. Sebaliknya, sampel postmortem yang terlalu
lama disimpan dapat menghasilkan sianida akibat reaksi dari bakteri.
Pencegahan terhadap hal ini dengan mempergunakan kontainer yang berisi
2% sodium flourida.9
2.10 Metode Analisa Kimia
a. Uji Kertas Saring. Kertas saring dicelupkan ke dalam asam pikrat jenuh
dan dibiarkan hingga lembap. Teteskan 1 tetes isi lambung, diamkan
hingga agak kering lalu ditetesi NA2CO3 10%. Uji positif bila
terbentuk warna ungu. Metode lain adalah dengan mempergunakan
larutan KCl. Kertas saring dicelupkan dalam larutan ini lalu
dikeringkan dan dipotong kecil. Kertas lalu dicelupkan ke dalam darah
korban. Hasil positif jika warna berubah merah terang. Apabila terjadi
keracunan masal dapat dipakai cara pemeriksaaan menggunakan kertas
saring dengan metode berbeda yaitu kertas saring dicelupkan ke dalam
larutan HJO3 1% kemudian larutan kanji 1% dan keringkan. Setelah
kertas kering dapat dipotong kecil-kecil seperti kertas lakmus. Letakkan
dibawah lidah hingga terbasahi oleh air liur. Uji positif bila warna
b.

berubah biru, dan negatif bila tidak berubah.2


Reaksi Schonbein-Pagentecher (Reaksi Guacajol) dapat dipakai untuk
skrining. Metode ini akan memberikan hasil positif jika jaringan atau isi
lambung mengandung sianida, klorin,nitrogen oksida, atau ozon.
Masukkan 50mg isi atau jaringan lambung ke dalam botol elenmeyer.
Kertas saring dicelupkan ke dalam larutan guacajol 10% dalam alkohol
lalu dikeringkan. Celupkan lagi kertas saring ke dalam larutan
0,1%CuSO4 dalam air dan gantungkan diatas jaringan dalam botol
elenmeyer. Bila isi lambung alkalis dapat ditambahkan asam tartrat
untuk mengasamkan sehingga KCN mudah terurai. Botol lalu
dihangatkan. Jika terbentuk warna biru-hijau pada kertas saring maka

c.

hasil reaksi positif.2


Metode mempergunakan isi atau jaringan lambung dapat pula memakai
reaksi Prussian Blue. Isi atau jaringan lambung didestilasi dengan

16

destilator yaitu 5ml destilat, 1ml NaOH 50%, 3 tetes FeSO4 10% dan 3
tetes FeCl 5%. Panaskan hingga hampir mendidih lau dinginkan dan
tambahkan HCl pekat hingga terbentuk endapan Fe(OH)3. teruskan
d.

hingga endapan larut kembali dan terbentuk warna biru berlin.2


Gettler-Goldbaum mempergunakan 2 flange atau piringan yang
diantaranya diselipkan kertas saring wathon no 50 yang digunting
sebesar flange. Kertas saring lalu dicelupkan kedalam larutan FeSO4
10% selama 5 menit keringkan lalu dicelupkan ke dalam larutan NaOH
20% selama beberapa detik. Letakkan dan jepit kertas saring diantara
kedua flange. Panskan bahan dan salurkan uap yang terbentuk hingga
melewati kertas saring jika berubah menjadi biru maka hasil dinyatakan
positif.2
Analisa

Sianida

pada

darah

dapat

mempergunakan

metode

calorimetrik. Metode ini yang mempergunakan reagent pyrazolone


merupakan teknik konvensional untuk kuantifikasi sianida pada darah dan
jaringan. Kelemahan utama dari teknik ini adalah pengerjaannya yang rumit
dan memakan waktu. Cara yang lebih simpel, cepat dan tetap dapat
dipercaya untuk kuantifikasi dari sianida dalam darah adalah dengan
mempergunakan Gas Cromatography Nitrogen Phosporus Detection (GCNPD). Metode ini jika dibandingkan dengan metode standar calorimetric
mempunyai hasil yang serupa sehingga dapat dipergunakan untuk
mendeteksi dan kuantifikasi sianida pada sampel darah postmortem.11
Cara lain penentuan kasus keracunan sianida dikemukakan oleh
Varnell pada penelitiannya yang memperlihatkan bahwa gambaran CT Scan
kranial setelah 3 hari kematian terlihat berbeda dengan kasus dengan
hipoksia dan iskemia serebral. Terlihat pembengkakan cerebral dengan
hilangnya batas antara substantia alba dan subtansia nigra dengan onset
yang cepat menjadi petunjuk dari diagnosis keracunan sianida akut.
Kebanyakan kasus dengan gangguan serebral seperti hipoksia dan iskemia
tidak memperlihatkan perubahan ini pada waktu yang sama cepatnya. 12
2.11 Aspek Medikolegal

17

Kata Racun pada hukum mempunyai definisi yang tidak jelas akan
tetapi dewasa ini definisi yang sering digunakan adalah racun merupakan
suatu zat yang bekerja pada tubuh secara kimiawi maupun faali yang dalam
dosis toksik selalu menyebabkan gangguan fungsi tubuh, hal mana dapat
berakhir dengan penyakit bahkan kematian. Keterlibatan racun dalam suatu
peristiwa secara spesifik harus dibuktikan keberadaan racun tersebut dalam
tubuh dan efeknya pada tubuh Untuk itu diperlukan seorang ahli yang dapat
mengidentifikasi jenis racun dan perkiraan cara masuknya ke dalam tubuh.
Pada KUHAP pasal 131 diatur bahwa dalam hal penyidikan untuk
kepentingan peradilan menangani seorang korban baik luka keracunan
ataupun mati yang diduga karena peristiwa yang merupakan tindak pidana,
ia berwenang mengajukan permintaan keterangan ahli kepada ahli
kedokteran kehakiman atau dokter atau ahli lainnya.1
a. Keracunan
Keracunan sianida dapat terjadi karena kecelakaan misalnya pada
kasus orang tidak sengaja makan makanan yang mengandung sianida
tinggi (cyanide glicoside) atau terpapar sianida kerena pekerjaannya.
Yang kedua ini lebih sering terjadi pada pusat-pusat industri yang
mempergunakan sianida sebagai salah satu bahannya. Sianida dapat pula
dipakai sebagai sarana bunuh diri (meracuni diri sendiri). Dalam hal
peristiwa bunuh diri ini melibatkan orang lain maka orang tersebut dapat
dikenai sanksi hukum sesuai dengan pasal 345 yang menyatakan bahwa
barang siapa sengaja mendorong orang lain untuk bunuh diri,
menolongnya dalam perbuatan itu atau memberi sarana kepadanya untuk
itu, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun kalau orang
itu jadi bunuh diri.13
b. Peracunan
Racun juga dapat dipakai sebagai alat untuk membunuh
(meracuni orang lain). Pada kondisi-kondisi dimana terdapat unsur
pidana, unsur kesengajaan haruslah dibuktikan terlebih dahulu. Hal ini
berkaitan dengan pasal 340 yang menegaskan bahwa barangsiapa
dengan sengaja dan dengan rencana terlebih dahulu merampas nyawa

18

orang lain, diancam karena pembunuhan dengan rencana, dengan pidana


mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu,
paling lama dua puluh tahun. Dalam hal peristiwa keracunan ini
melibatkan orang banyak dan sumber racun terdapat pada sarana umum
maka haruslah dibuktikan unsur kesengajaannya sehingga pasal 202 bisa
diterapkan (barang siapa memasukkan barang sesuatu ke dalam sumur
pompa, sumber atau ke dalam perlengkapan (inrichting) air minum
untuk umum atau untuk dipakai oleh, atau bersama-sama dengan orang
lain, padahal diketahui bahwa karenanya air lalu berbahaya bagi nyawa
atau kesehatan orang, diancam dengan pidana paling lama 15 tahun).13

19

BAB III
KESIMPULAN
Pemeriksaan forensik pada kasus keracunan bertujuan untuk mencari
penyebab kematian dan untuk mengetahui seberapa jauh racun mempengaruhi
terjadinya suatu kejadian. Terdapat berbagai jenis racun yang masuk ketubuh
melalui berbgai macam cara dan memberikan efek yang bervariasi pada masingmasing orang. Toksikologi adalah salah satu cabang ilmu forensik yang
mempelajari sumber, sifat dan khasiat racun, gejala-gejala dan pengobatan pada
keracunan serta kelainan yang didapatkan pada korban meninggal.
Sianida adalah bahan kimia yang mengandung gugus cyan (CN). Sianida
yang dipergunakan dalam berbagai industri, adalah salah satu zat racun yang
memberikan efek baik sistemik maupun lokal dan bersifat sangat toksik bahkan
lethal. Terdapat berbagai bentuk sianida di alam baik yang bersal dari sumber
natural maupun sintetis. Beberapa Bentuk-bentuk sianida yaitu Hidrogen Sianida
(HCN), Sodium Sianida, Potasium Sianida (KCN), Kalsium Sianida (Ca(CN)2),
Sianogen, Sianogen Klorida, Glikosida Sianogenik. Akan tetapi dalam tubuh
bentuk-bentuk ini akan berubah menjadi hidrogen sianida yang melepaskan ion
sianida bebas yang akan berekasi dan memberikan efek. Terdapat beberapa cara
masuknya sianida ke dalam tubuh yaitu inhalasi, kontak langsung dan peroral.
Setelah terabsorpsi, sianida secara cepat akan terdistribusi di sirkulasi.
Konsentrasi sianida tertinggi terdapat pada hati, paru, darah, otak.
Sianida akan meninaktifkan sitokrom c oksidase pada mitokondria yang
akan menghambat transfer oksigen dan menghentikan respirasi selular. Anoksia
jaringan yang diinduksi oleh reaksi ini perubahan pada metabolisme sel.
Kombinasi dari hipoksia sitotoksik dengan asidosis laktat akibat perubahan
metabolisme akan menekan CNS yang mengakibatkan henti nafas dan kematian.
Gejala dan tanda fisik yang ditemukan sangat tergantung dari dosis sianida,
banyaknya paparan, jenis paparan, dan bentuk dari sianida. Tanda awal dari
keracunan sianida adalah hiperpnea, nyeri kepala, dispnea, kecemasan, gelisah,

20

berkeringat banyak, warna kulit kemerahan atau cherry red, tubuh terasa lemah
dan vertigo. Tanda akhir sebagai ciri adanya penekanan terhadap CNS adalah
koma dan dilatasi pupil, tremor, aritmia, kejang-kejang, koma penekanan pada
pusat pernafasan, gagal nafas sampai henti jantung, tetapi gejala ini tidak spesifik
bagi mereka yang keracunan sianida sehingga menyulitkan penyelidikan apabila
penderita tidak mempunyai riwayat terpapar sianida. Takaran toksik peroral untuk
HCN adalah 60-90 mg sementara untuk KCN atau NaCN adalah 200 mg. Pada
inhalasi sianida dalam menimbulkan efek dalam 1jam pada konsentrasi 100 ppm.
Prinsip pertama dari terapi keracunan sianida adalah mengeliminasi sumbersumber yang terus-menerus mengeluarkan racun sianida. Tindakan kedua adalah
segera cari udara segar. Segera berikan antidote seperti sodium nitrit, dicobalt
edetate, dimetil aminofenol, hydroxicobalamin.
Pemeriksaan dalam (autopsi) korban dengan keracunan sianida cukup
beresiko karena pemeriksa akan menghirup sianida dalam waktu yang cukup
lama. Tanda-tanda asfiksia dapat dilihat pada korban ini seperti sianosis pada bibir
dan ujung jari-jari, kongesti organ dalam dan dilatasi jantung kanan. Beberapa
tanda yang dapat dilihat adalah lebam mayat berwarna merah bata, muntahan
hitam disekitar bibir, bau sianida seperti bau almond, jaringan pada organ dalam
mungkin juga menjadi berwarna merah muda terang, striae lambung berwarna
merah gelap, oesuphagus sepertiga distal mengalami kerusakan. Adanya sianida
dapat secara objektif dipastikan melalui pemeriksaan laboratorium. Sampel dapat
diambil dari lambung baik isi maupun jaringannya, jaringan hati, darah, otak,
paru-paru, limpa, urine.
Beberapa metode yang dipergunakan untuk pemeriksaan ini adalah uji
kertas saring, reaksi Schonbein-Pagentecher (reaksi guacajol), reaksi prussian
blue, gettler-goldbaum. Analisa sianida pada darah dapat juga mempergunakan
metode calorimetrik dan Gas Cromatography dengan Nitrogen Phosporus
Detection (GC-NPD). Cara lain penentuan kasus keracunan sianida adalah dengan
CT Scan kranial setelah 3 hari kematian. Terlihat pembengkakan cerebral dengan
hilangnya batas antara substantia alba dan subtansia nigra yang menjadi petunjuk
adanya keracunan sianida akut.

21

Pada kasus keracunan pembuktian adanya racun dan peranan racun dalam
kejadian tersebut sangat diperlukan. Untuk itu pasal 131 KUHP mengatur tentang
kesaksian ahli dari ahli racun dalam hal ini adalah dokter forensik. Selain itu jika
terdapat unsur kesengajaan maka pelaku dapat dijerat dengan pasal 340 KUHP
dan pasal 202 KUHP jika peeristiwa keracuan terjadi pada sarana-sarana umum
dan melibatkan orang banyak.

22

DAFTAR PUSTAKA

1. Idries, AM. 1997. Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik. Binarupa Aksara:


Jakarta.
2. Budiyanto A, dkk. 1997. Ilmu Kedokteran Forensik. Bagian Kedokteran
Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia: Jakarta.
3. Utama,

Harry

Wahyudy,

2006,

Keracunan

Sianida,

http/klikharry.wordpress.com, diakses pada 26 Oktober 2014-10-26


4. ATSDR. 1997. Toxicology profile for cyanide. Atlanta, GA, United States
Department of Health and Human Service, Public Health Service, Agency for
Toxic Substance and Disease Registry.
5. ATSDR. 2004. Draft toxicology profile for cyanide. Atlanta, GA, United
States Department of Health and Human Service, Public Health Service,
Agency for Toxic Substance and Disease Registry.
6. Ballantyne B. 1983. Acute Systemic toxicity of cyanide by topical application
to the eye. Journal of Toxicology-Cutaneous and Ocular Toxicology, 2:119129.
7. Baskin, S.I, Brewer, T.G., Cyanide Poisoning. Chapter 10. Pharmacology
Division.Army Medical Research Institute of Chemical Defense, Aberdeen
Proving

Ground,

Maryland.

USA.

Available

http//www.bordeninstitute.army.mil/cwbw/Ch10.pdf.

from
Diunduh

URL:

pada

25

Oktober 2014.
8. Bismuth, C., Clarmann, M.V., Dijk, A.V., Mallinckrodt, M.G.V., Hall., Heijst,
A.N.P., Marrs, T.C., Meredith, T.J., Parren, A.C.G.M., Persson, H., Taitelman,
U., 1993, Antidote for Poisoning by Cyanide, Cambrige University Press.
9. Chishiro T, 2000. Clinical Aspect of Accidental Poisoning with Cyanide.
Asian Medical Journal 43(2) : 59-64.
10. IPCS. 2004. Hydrogen cyanide and cyanide : Human health aspect. Geneva,
World Health Organization, International Programme on Chemical Safety
(Concise International Chemical Assessment Document No. 61). Diakses
pada tanggal 25 Oktober 2014.

23

11. Knight, B., 1996. Forensic Pathology. Edward Arnold, A Division of Hodder
and Stonghton. London.
12. Kumar, V., Abbas, A.K., Fausto, N., 2005.Robbins and Cotran: Pathologic
Basis of Disease Seventh Edition. Elsevier Saunders Inc. Philadelphia.
13. Leybell, I., Toxicity, Cyanide. Available on: http://emedicine.org/html.
diakses pada tanggal 25 Oktober 2014.

Anda mungkin juga menyukai