BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam pemeriksaan forensik terdapat dua tujuan pembuktian keracunan
atau intoksikasi. Yang pertama bertujuan untuk mencari penyebab kematian
dan yang kedua untuk mengetahui seberapa jauh racun atau keracunan
mempengaruhi terjadinya suatu peristiwa semisal kecelakaan lalu lintas,
pembunuhan dan perkosaan. Pendekatan yang dilakukan pada kedua tujuan
ini berbeda. Untuk tujuan yang pertama perlu dibuktikan adanya racun dalam
jumlah yang mematikan tidak demikian halnya dengan tujuan kedua. Tujuan
kedua lebih mementingkan rekontruksi kasus dan pembuktian bahwa racun
memang berperan dalam peristiwa tersebut.1
Dalam masyarakat dikenal berbagai jenis racun dan akibatnya terhadap
tubuh manusia. Untuk mengenali racun apa yang terlibat dalam suatu
peristiwa diperlukan pengetahuan khusus tentang jenis dan penempakan
racun baik di dalam maupun diluar tubuh. Toksikologi adalah ilmu khusus
yang mempelajari sumber, sifat dan khasiat racun, gejala-gejala dan
pengobatan pada keracunan serta kelainan yang didapatkan pada korban
meninggal.2
Racun adalah suatu zat yang bekerja pada tubuh secara kimiawi dan
secara faali, yang dalam dosis toksik, selalu menyebabkan gangguan fungsi
tubuh yang dapat berakhir dengan penyakit atau kematian. Racun dapat
masuk ke dalam tubuh melalui udara yang dihirup pada saat bernafas
(inhalasi), ditelan (peroral), melalui penyutikan (parenteral atau injeksi),
penyerapan melalui kulit yang sehat atau sakit, atau dapat pula melalui anus
atau vagina. Setelah masuk ke dalam tubuh racun dapat bereaksi secara lokal,
sistemik atau keduanya. Racun dapat bekerja secara lokal dan akan
menimbulkan rasa nyeri yang hebat, tidak jarang disertai dengan perforasi.
Sebagian dari racun dapat masuk ke dalam darah dan menimbulkan efek
sistemik seperti penekanan pusat nafas. Efek sistemik ini dikarenakan racun
mempunyai afinitas terhadap salah satu organ atau sistem. Yang termasuk
dalam golongan ini yaitu narkotika, barbiturat, alkohol, digitalis, asam
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
kemudian
meninggal
akibat
keracunan
sianida
di
dalam
laboratoriumnya.3
Penggunaan sianida sebagai senjata pada peperangan dimulai berabadabad tahun yang lalu oleh tentara kerajaan Romawi. Napolen III
menggunakan sianida pada bayonet tentaranya. Selama perang dunia
pertama Francis, dan Austria telah menggunakan sianida dalam berbagai
bentuknya seperti gas asam hidrosianik, Cyanogen chlorida. Nazi, Jerman
bahkan menggunakan sianida dalam bentuk sianogen bromida yang terkenal
dengan nama Zyklon B untuk membunuh ribuan rakyat sipil dan tentara
musuh.3 Dewasa ini, sianida lebih banyak digunakan untuk kepentingan
ekonomi. Ratusan bahkan ribuan ton sianida dibentuk oleh dunia tiap
harinya. Sianida banyak digunakan untuk bidang kimia, pembuatan plastik,
penyaringan emas dan perak, metalurgi, anti jamur dan racun tikus.
Beberapa bentuk-bentuk sianida yaitu
a. Hidrogen Sianida (HCN) adalah cairan atau gas yang tidak berwarna
atau biru pucat dengan bau seperti almond. Nama lainnya adalah asam
hidrosianik dan asam prussik. HCN dipakai sebagai stabilizer untuk
b.
mencegah pembusukan.
Sodium Sianida adalah bubuk kristal putih dengan bau seperti almond.
Nama lainnya adalah asam hidrosianik,sodium. Bentuk cair dari bahan
ini sangat alkalis dan cepat berubah menjadi hidrogen sianida jika
c.
menjadi hidrogen sianida jika kontak dengan asam atau garam dari
d.
asam.
Kalsium Sianida (Ca(CN)2) dikenal juga dengan nama calsid atau
calsyan adalah bahan padat kristal berwarna putih. Dalam bentuk
cairnya secara bertahap membentuk hidrogen sianida. Keempat bahan
e.
f.
2.3
2.
Kontak langsung hidrogen sianida dalam bentuk cair pada kulit dapat
menimbulkan iritasi. Efek yang muncul tergantung dari kemampuan
penetrasi epidermal sianida, kelarutannya dalam lemak, kelembapan
kulit, luas dan lama area kontak, serta konsentrasi cairan yang mengenai
korban Gejala muncul segera setelah paparan atau paling lambat 30
3.
sampai 60 menit.3
Tertelan bentuk garam sianida sangat fatal. Karena sianida sangat
mudah terserap masuk ke dalam saluran pencernaan. Tidak perlu
melakukan atau merangsang korban untuk muntah, karena sianida
sangat cepat berdifusi ke jaringan. Gejala muncul paling lambat pada
rute ini. Berat ringanya gejala sangat tergantung dari jumlah zat yang
masuk dan kemampuan detoksifikasi tubuh.3
Setelah terabsorpsi, inhalasi dan percutaneus sianida secara cepat akan
dibuang dalam bentuk tiosianat ke urine, bentuk bebasnya masi terdapat di paru,
air liur dan keringat.4
2.4
2.
3.
Dari benda bukti, harus dapat dibuktikan bahwa benda bukti tersebut
memang mengandung racun sianida
4.
5.
2.5
darah vena banyak mengandung oksigen, tubuh terasa lemah dan vertigo
juga dapat muncul.3
Pada paparan sianida dengan konsentrasi tinggi, hanya dalam jangka
waktu 15 detik tubuh akan merespon dengan hiperpnea, 15 detik setelah itu
seseorang akan kehilangan kesadarannya. 3 menit kemudian akan
mengalami apnea yang dalam jangka waktu 5-8 menit akan mengakibatkan
aktifitas otot jantung terhambat karena hipoksia dan berakhir dengan
kematian. Tanda akhir sebagai ciri adanya penekanan terhadap CNS adalah
koma dan dilatasi pupil, tremor, aritmia, kejang-kejang, koma penekanan
pada pusat pernafasan, gagal nafas sampai henti jantung, tetapi gejala ini
tidak spesifik bagi mereka yang keracunan sianida sehingga menyulitkan
penyelidikan apabila penderita tidak mempunyai riwayat terpapar sianida.3
2.6
Dosis Letal
Tingkat toksisitas dari sianida bermacam-macam tergantung dari
bentuk dan cara masuknya ke dalam tubuh. Takaran toksik peroral untuk
HCN adalah 60-90 mg sementara untuk KCN atau NaCN adalah 200 mg.
Pada inhalasi sianida dari udara, gas sianida dalam menimbulkan efek
tergantung dari konsentrasi dan lamanya paparan. Pada kadar 20 ppm gejala
keracunan sianida sangat ringan dan muncul setelah beberapa jam. Kadar
sianida 100 ppm sangat berbahaya karena akan menimbulkan gejala dalam 1
jam. Bahkan kadar sianida antara 200 hingga 400 ppm dikatakan mampu
membuat seseorang meninggal dalam waktu 30 menit.2
Dosis letal dari beberapa bentuk sianida adalah sebagai berikut:
10
sediaan i.v.
3. Agent yang bekerja sebagai pendonor sulfur. Jalur detoksifikasi sianida
normalnya melalui konversi sianida menjadi tiosianat, dengan gugus
sulfur yang diberikan oleh glutatione. Maka dari itu sodium tiosulfat akan
berkontribusi terhadap reaksi ini dengan memberikan gugus sulfur. Agent
ini diberikan dalam bentuk i.v.
Pada beberapa negara terjadi prosedur penenganan terhadap
keracunan sianida mempergunakan antidote yang berbeda-beda karena
perbedaan pendapat tentang keefektifan dari masing-masing antidote.
1. Di USA. Sodium nitrit adalah obat pilihan karena mempunyai range dosis
terapeutik yang lebar. Akan tetapi diperlukan monitoring metHb jika
diberikan dalam jumlah yang besar.
2. UK lebih memilih dicobalt edetate karena efeknya yang cepat, walaupun
bahan ini mempunyai toksisitas yang cukup signifikant. Maka dari itu
penegakan diagnosis pasti keracunan sianida sangat diperlukan.
3. Dimetil aminofenol direkomendasikan di Jerman. Obat ini menginduksi
pembentukan metHb dengan cepat. Monitoring metHb sangat diperlukan
dan perlu dipertimbangkan reversal dengan metilen blue. Preparat ini
diberikan i.m maka dari itu dapat diberikan oleh paramedis akan tetapi
pada tempat injeksi akan terjadi nekrosis. Kelemahan lain adalah obat ini
11
telah
merekomendasikan
antidote
terbaru
sianida
yaitu
12
karena
sianida disebabkan
oleh
karena
dalam
bukunya
mengatakan
terdapat
beberapa
13
2.9
spesimen
yang
dapat
diambil
untuk
pemeriksaan
laboratorium adalah
1.
14
3.
4.
5.
6.
7.
Urine. Ekskresi sianida pada urine dalam beberapa bentuk salah satunya
adalah tiosianat.9 Pada orang yang tidak merokok konsentrasi tiosianat
berkisar antara 1-4mg/L sementara pada perokok konsentrasinya hingga
3-12mg/L.10
Penting untuk membawa sampel ke laboratorium sesegera mungkin
(dalam beberapa hari) untuk menghindari struktur sianida yang tidak seperti
aslinya lagi dalam sampel darah yang telah disimpan. Hal ini biasanya dapat
terjadi akibat suhu ruangannya, sehingga jika ada penundaan, sampel darah
dan jaringan sebaiknya disimpan pada suhu 4 derajat celcius dan harus
dianalisa sesegera mungkin. Akan tetapi kualitas sampel telah menurun
15
walaupun dengan adanya pendingin. Lebih dari 70% isi sianida dapat hilang
setelah beberapa minggu, akibat reaksi dengan komponen jaringan dan
konversi menjadi thiosianad. Sebaliknya, sampel postmortem yang terlalu
lama disimpan dapat menghasilkan sianida akibat reaksi dari bakteri.
Pencegahan terhadap hal ini dengan mempergunakan kontainer yang berisi
2% sodium flourida.9
2.10 Metode Analisa Kimia
a. Uji Kertas Saring. Kertas saring dicelupkan ke dalam asam pikrat jenuh
dan dibiarkan hingga lembap. Teteskan 1 tetes isi lambung, diamkan
hingga agak kering lalu ditetesi NA2CO3 10%. Uji positif bila
terbentuk warna ungu. Metode lain adalah dengan mempergunakan
larutan KCl. Kertas saring dicelupkan dalam larutan ini lalu
dikeringkan dan dipotong kecil. Kertas lalu dicelupkan ke dalam darah
korban. Hasil positif jika warna berubah merah terang. Apabila terjadi
keracunan masal dapat dipakai cara pemeriksaaan menggunakan kertas
saring dengan metode berbeda yaitu kertas saring dicelupkan ke dalam
larutan HJO3 1% kemudian larutan kanji 1% dan keringkan. Setelah
kertas kering dapat dipotong kecil-kecil seperti kertas lakmus. Letakkan
dibawah lidah hingga terbasahi oleh air liur. Uji positif bila warna
b.
c.
16
destilator yaitu 5ml destilat, 1ml NaOH 50%, 3 tetes FeSO4 10% dan 3
tetes FeCl 5%. Panaskan hingga hampir mendidih lau dinginkan dan
tambahkan HCl pekat hingga terbentuk endapan Fe(OH)3. teruskan
d.
Sianida
pada
darah
dapat
mempergunakan
metode
17
Kata Racun pada hukum mempunyai definisi yang tidak jelas akan
tetapi dewasa ini definisi yang sering digunakan adalah racun merupakan
suatu zat yang bekerja pada tubuh secara kimiawi maupun faali yang dalam
dosis toksik selalu menyebabkan gangguan fungsi tubuh, hal mana dapat
berakhir dengan penyakit bahkan kematian. Keterlibatan racun dalam suatu
peristiwa secara spesifik harus dibuktikan keberadaan racun tersebut dalam
tubuh dan efeknya pada tubuh Untuk itu diperlukan seorang ahli yang dapat
mengidentifikasi jenis racun dan perkiraan cara masuknya ke dalam tubuh.
Pada KUHAP pasal 131 diatur bahwa dalam hal penyidikan untuk
kepentingan peradilan menangani seorang korban baik luka keracunan
ataupun mati yang diduga karena peristiwa yang merupakan tindak pidana,
ia berwenang mengajukan permintaan keterangan ahli kepada ahli
kedokteran kehakiman atau dokter atau ahli lainnya.1
a. Keracunan
Keracunan sianida dapat terjadi karena kecelakaan misalnya pada
kasus orang tidak sengaja makan makanan yang mengandung sianida
tinggi (cyanide glicoside) atau terpapar sianida kerena pekerjaannya.
Yang kedua ini lebih sering terjadi pada pusat-pusat industri yang
mempergunakan sianida sebagai salah satu bahannya. Sianida dapat pula
dipakai sebagai sarana bunuh diri (meracuni diri sendiri). Dalam hal
peristiwa bunuh diri ini melibatkan orang lain maka orang tersebut dapat
dikenai sanksi hukum sesuai dengan pasal 345 yang menyatakan bahwa
barang siapa sengaja mendorong orang lain untuk bunuh diri,
menolongnya dalam perbuatan itu atau memberi sarana kepadanya untuk
itu, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun kalau orang
itu jadi bunuh diri.13
b. Peracunan
Racun juga dapat dipakai sebagai alat untuk membunuh
(meracuni orang lain). Pada kondisi-kondisi dimana terdapat unsur
pidana, unsur kesengajaan haruslah dibuktikan terlebih dahulu. Hal ini
berkaitan dengan pasal 340 yang menegaskan bahwa barangsiapa
dengan sengaja dan dengan rencana terlebih dahulu merampas nyawa
18
19
BAB III
KESIMPULAN
Pemeriksaan forensik pada kasus keracunan bertujuan untuk mencari
penyebab kematian dan untuk mengetahui seberapa jauh racun mempengaruhi
terjadinya suatu kejadian. Terdapat berbagai jenis racun yang masuk ketubuh
melalui berbgai macam cara dan memberikan efek yang bervariasi pada masingmasing orang. Toksikologi adalah salah satu cabang ilmu forensik yang
mempelajari sumber, sifat dan khasiat racun, gejala-gejala dan pengobatan pada
keracunan serta kelainan yang didapatkan pada korban meninggal.
Sianida adalah bahan kimia yang mengandung gugus cyan (CN). Sianida
yang dipergunakan dalam berbagai industri, adalah salah satu zat racun yang
memberikan efek baik sistemik maupun lokal dan bersifat sangat toksik bahkan
lethal. Terdapat berbagai bentuk sianida di alam baik yang bersal dari sumber
natural maupun sintetis. Beberapa Bentuk-bentuk sianida yaitu Hidrogen Sianida
(HCN), Sodium Sianida, Potasium Sianida (KCN), Kalsium Sianida (Ca(CN)2),
Sianogen, Sianogen Klorida, Glikosida Sianogenik. Akan tetapi dalam tubuh
bentuk-bentuk ini akan berubah menjadi hidrogen sianida yang melepaskan ion
sianida bebas yang akan berekasi dan memberikan efek. Terdapat beberapa cara
masuknya sianida ke dalam tubuh yaitu inhalasi, kontak langsung dan peroral.
Setelah terabsorpsi, sianida secara cepat akan terdistribusi di sirkulasi.
Konsentrasi sianida tertinggi terdapat pada hati, paru, darah, otak.
Sianida akan meninaktifkan sitokrom c oksidase pada mitokondria yang
akan menghambat transfer oksigen dan menghentikan respirasi selular. Anoksia
jaringan yang diinduksi oleh reaksi ini perubahan pada metabolisme sel.
Kombinasi dari hipoksia sitotoksik dengan asidosis laktat akibat perubahan
metabolisme akan menekan CNS yang mengakibatkan henti nafas dan kematian.
Gejala dan tanda fisik yang ditemukan sangat tergantung dari dosis sianida,
banyaknya paparan, jenis paparan, dan bentuk dari sianida. Tanda awal dari
keracunan sianida adalah hiperpnea, nyeri kepala, dispnea, kecemasan, gelisah,
20
berkeringat banyak, warna kulit kemerahan atau cherry red, tubuh terasa lemah
dan vertigo. Tanda akhir sebagai ciri adanya penekanan terhadap CNS adalah
koma dan dilatasi pupil, tremor, aritmia, kejang-kejang, koma penekanan pada
pusat pernafasan, gagal nafas sampai henti jantung, tetapi gejala ini tidak spesifik
bagi mereka yang keracunan sianida sehingga menyulitkan penyelidikan apabila
penderita tidak mempunyai riwayat terpapar sianida. Takaran toksik peroral untuk
HCN adalah 60-90 mg sementara untuk KCN atau NaCN adalah 200 mg. Pada
inhalasi sianida dalam menimbulkan efek dalam 1jam pada konsentrasi 100 ppm.
Prinsip pertama dari terapi keracunan sianida adalah mengeliminasi sumbersumber yang terus-menerus mengeluarkan racun sianida. Tindakan kedua adalah
segera cari udara segar. Segera berikan antidote seperti sodium nitrit, dicobalt
edetate, dimetil aminofenol, hydroxicobalamin.
Pemeriksaan dalam (autopsi) korban dengan keracunan sianida cukup
beresiko karena pemeriksa akan menghirup sianida dalam waktu yang cukup
lama. Tanda-tanda asfiksia dapat dilihat pada korban ini seperti sianosis pada bibir
dan ujung jari-jari, kongesti organ dalam dan dilatasi jantung kanan. Beberapa
tanda yang dapat dilihat adalah lebam mayat berwarna merah bata, muntahan
hitam disekitar bibir, bau sianida seperti bau almond, jaringan pada organ dalam
mungkin juga menjadi berwarna merah muda terang, striae lambung berwarna
merah gelap, oesuphagus sepertiga distal mengalami kerusakan. Adanya sianida
dapat secara objektif dipastikan melalui pemeriksaan laboratorium. Sampel dapat
diambil dari lambung baik isi maupun jaringannya, jaringan hati, darah, otak,
paru-paru, limpa, urine.
Beberapa metode yang dipergunakan untuk pemeriksaan ini adalah uji
kertas saring, reaksi Schonbein-Pagentecher (reaksi guacajol), reaksi prussian
blue, gettler-goldbaum. Analisa sianida pada darah dapat juga mempergunakan
metode calorimetrik dan Gas Cromatography dengan Nitrogen Phosporus
Detection (GC-NPD). Cara lain penentuan kasus keracunan sianida adalah dengan
CT Scan kranial setelah 3 hari kematian. Terlihat pembengkakan cerebral dengan
hilangnya batas antara substantia alba dan subtansia nigra yang menjadi petunjuk
adanya keracunan sianida akut.
21
Pada kasus keracunan pembuktian adanya racun dan peranan racun dalam
kejadian tersebut sangat diperlukan. Untuk itu pasal 131 KUHP mengatur tentang
kesaksian ahli dari ahli racun dalam hal ini adalah dokter forensik. Selain itu jika
terdapat unsur kesengajaan maka pelaku dapat dijerat dengan pasal 340 KUHP
dan pasal 202 KUHP jika peeristiwa keracuan terjadi pada sarana-sarana umum
dan melibatkan orang banyak.
22
DAFTAR PUSTAKA
Harry
Wahyudy,
2006,
Keracunan
Sianida,
Ground,
Maryland.
USA.
Available
http//www.bordeninstitute.army.mil/cwbw/Ch10.pdf.
from
Diunduh
URL:
pada
25
Oktober 2014.
8. Bismuth, C., Clarmann, M.V., Dijk, A.V., Mallinckrodt, M.G.V., Hall., Heijst,
A.N.P., Marrs, T.C., Meredith, T.J., Parren, A.C.G.M., Persson, H., Taitelman,
U., 1993, Antidote for Poisoning by Cyanide, Cambrige University Press.
9. Chishiro T, 2000. Clinical Aspect of Accidental Poisoning with Cyanide.
Asian Medical Journal 43(2) : 59-64.
10. IPCS. 2004. Hydrogen cyanide and cyanide : Human health aspect. Geneva,
World Health Organization, International Programme on Chemical Safety
(Concise International Chemical Assessment Document No. 61). Diakses
pada tanggal 25 Oktober 2014.
23
11. Knight, B., 1996. Forensic Pathology. Edward Arnold, A Division of Hodder
and Stonghton. London.
12. Kumar, V., Abbas, A.K., Fausto, N., 2005.Robbins and Cotran: Pathologic
Basis of Disease Seventh Edition. Elsevier Saunders Inc. Philadelphia.
13. Leybell, I., Toxicity, Cyanide. Available on: http://emedicine.org/html.
diakses pada tanggal 25 Oktober 2014.