Anda di halaman 1dari 81

LI 1.

Asfiksia
• Suatu keadaan yang ditandai dengan terjadinya gangguan
pertukaran udara pernapasan, mengakibatkan oksigen darah
berkurang (hipoksia) disertai peningkatan karbon dioksida
(hiperkapnea) → hipoksia hipoksik dan terjadi kematian

• Etiologi :
1. Penyebab alamiah (laringitis difteri, fibrosis paru)
2. Trauma mekanik (trauma → emboli udara vena,
pneumotoraks)
3. Keracunan (barbiturat, narkotika)
Asfiksia Mekanik
Mati lemas yg terjadi bila udara pernapasan terhalang memasuiki
saluran pernapasan oleh berbagai kekerasan :
• Penutupan lubang saluran pernapasan bagian atas →
pembekapan dan penyumbatan
• Penekanan dinding saluran pernapasan → penjeratan,
pencekikan, gantung.
Gejala yg timbul pada asfiksia :
• Fase dispnea : Frekuensi napas meningkat, nadi cepat, TD
meninggi, sianosis pd muka dan tangan
• Fase konvulsi : kejang klonik  tonik  spasme opistotonik, &
pupil dilatasi, HR turun, TD turun
• Fase apnea : pernapasan melemah atau berhenti, kesadaran
menurun, & relaksasi sfingter dpt terjadi pengeluaran tinja, urin
• Fase akhir : paralisis pusat pernapasan yg lengkap → pernapasan
berhenti
Pemeriksaan Jenazah : Pemeriksaan luar
• sianosis pada bibir, ujung jari dan kuku
• Warna lebam mayat merah kebiruan gelap dan terbentuk
lebih cepat, distribusi lebam lebih luas
• terdapat busa halus pada hidung dan mulut disertai sekresi
selaput lendir saluran napas atas
• bintik-bintik perdarahan (Tardieu’s spot) → konjungtiva bulbi,
palpebra, subserosa lain & kadang pd wajah.
Pemeriksaan bedah Jenazah
• darah berwarna lebih gelap dan lebih encer
• busa halus didalam saluran pernapasan
• Perbendungan sirkulasi pd seluruh organ tubuh sehingga
menjadi lebih berat, berwarna lebih gelap dan pd pengirisan
banyak mengeluarkan darah
• Petekie pda mukosa usus halus, epikardium, subpleura
viseralis paru, kulit kepala sebelah dalam daerah otot
temporal, mukosa epiglotis dan daerah subglotis
• Edema paru
• Kelainan yg berhubungan dgn kekerasan→ fraktur laring,
perdarahan laring

Bagian Kedokteran Forensik FK Universitas Indonesia. Ilmu Kedokteran Forensik. Jakarta: FK Universitas Indonesia; 1997.
Pembekapan (Smothering)
• Merupakan Penutupan lubang hidung dan mulut yang menghambat
pemasukan udara ke paru-paru
• Cara kematian yg berkaitan dgn pembekapan berupa :
Bunuh diri (suicide), Kecelakaan (accidental smothering), Pembunuhan
(homicidal smothering)
Pemeriksaan :
• Bila pembekapan terjadi dgn benda yg lunak, maka pemeriksaan luar
jenazah mungkin tidak ditemukan tanda-tanda kekerasan.
• Tanda kekerasan yg dpt ditemukan tergantung dari jenis benda yg
digunakan dan kekuatan menekan
• Tanda” kekerasan yg mungkin ditemukan → luka lecet jenis tekan atau
geser, goresan kuku, luka memar pd ujung hidung, bibir, pipi dan dagu
• Perlu dilakukan pemeriksaan kerokan bawah kuku korban → adakah
darah atau epitel kulit si pelaku
Penyumbatan (Gagging & Chocking)
• Gagging : sumbatan terdapat dalam orofaring
• Chocking : sumbatan terdapat lebih dalam pada laringofaring
• Mekanisme kematian :
asfiksia atau refleks vagal akibat rangsangan pda reseptor
nervus vagus diarkus faring yg menimbulkan inhibisi kerja
jantung  cardiac arrest dan kematian
Kematian dapat terjadi sebagai akibat :
• Bunuh diri, Pembunuhan, Kecelakaan.
Pemeriksaan jenazah :
• Ditemukan tanda asfiksia pd pemeriksaan luar dan dalam
• Dalam rongga mulut ditemukan sumbatan berupa saputangan,
kertas koran, gigi palsu, arang, batu.
Bagian Kedokteran Forensik FK Universitas Indonesia. Ilmu Kedokteran Forensik. Jakarta: FK Universitas Indonesia; 1997.
Pencekikan (manual strangulation)

• Penekanan leher dengan tangan, yang menyebabkan dinding saluran napas


bagian aats tertekan dan terjadi penyempitan saluran napas sehingga udara
pernapasan tidak dapat lewat
Mekanisme kematian :
• Asfiksia & Refleks vagal
Pemeriksaan :
• ditemukan perbendungan pada muka dan kepala
• tanda” kekerasan pada leher tergantung cara mencekik (luka lecet pada kulit
berupa luka lecet kecil,dangkal, berbentuk bulan sabit akibat penekanan kuku
jari
• luka memar akibat bekas tekanan jari, memar atau perdarahan pd otot bagian
dalam leher
• fraktur os hyoid
• tanda” asfiksia
• jika mekanisme kematian adalah refleks vagal maka diagnosis kematian hanya
dapat dibuat pereksklusionam
Penjeratan (Strangulation)
• Penekanan benda asing berupa tali, ikat pinggang, rantai,
stagen, kawat, kabel dan sebagainya yg melingari leher yg
makin lama makin kuat sehingga saluran pernapasan tertutup
• Pola jejas dapat dilihat dengan menempelkan transparant
scotch tape pada daerah jejas dileher, kemudian ditempelkan
pada kaca objek dan dilihat dengan mikroskop atau dgn sinar
UV
• Cara kematian :
1. Bunuh diri
2. Pembunuhan
3. Kecelakaan

Bagian Kedokteran Forensik FK Universitas Indonesia. Ilmu Kedokteran Forensik. Jakarta: FK Universitas Indonesia; 1997.
Gantung (Hanging)
• Hampir sama dgn penjeratan, perbedaannya terdapat pada
asal tenaga yg dibutuhkan untuk memperkecil lingkaran jerat
• Pada penjeratan tenaga berasal dari luar sedangkan kasus
gantung tenaga berasal dari berat badan korban sendiri,
meskipun tidak seluruh berat badan digunakan
• Mekanisme kematian :
1. Kerusakan batang otak dan medulla spinalis → akibat
dislokasi atau fraktur vertebra ruas leher misalnya pd hukum
gantung
2. Asfiksia akibat terhambatnya aliran udara pernapasan
3. Iskemia otak akibat terhambatnya aliran arteri” leher
4. Refleks vagal

Bagian Kedokteran Forensik FK Universitas Indonesia. Ilmu Kedokteran Forensik. Jakarta: FK Universitas Indonesia; 1997.
• Posisi korban pd kasus gantung diri :
- kedua kaki tdj menyentuh lantai (complete hanging)
- duduk berlutut (biasanya menggantung didaun pintu)
- berbaring (biasanya dibawah tmpt tidur)

• Jenis gantung diri :


1. Typical hanging, terjadi bila titik gantung terletak diatas
oksiput dan tekanan pd arteri karotis paling besar
2. Atypical hanging, bila titik penggantungan terdapat
disamping sehingga leher dlm posisi sangat miring
3. Kasus dgn letak titik gantung didepan atau dagu
Pemeriksaan :
• Kelainan pd autopsi tergantung pd apakah arteri pd leher
tertutup atau tidak, bila jerat kecil dan keras maka terjadi
hambatan total arteri → muka pucat dan tdk terdapat petekie
pda kulit maupun konjungtiva
• Bila jerat lebar dan lunak : tampak perbendungan pada
daerah sebelah atas ikatan → pada kulit dan konjungtiva
masih terdapat petekie
• Jejas jerat terletak lebih tinggi pd leher dan lebih meninggi
dibagian simpul, kulit mencekung kedlam, berwarna cokelat,
perabaan kaku, akibat pergesekan terdapat luka lecet
• Memar pda otot” sebelah dalam
• Distribusi lebam mayat pd kasus gantung mengarah kebawah
yaitu pd kaki, tangan dan genitalia eksterna
Asfiksia Traumatik
• Terjadi karena penekanan dari luar pada dinding dada yg
menyebabkan dada terfiksasi dan menimbulkan gangguan
gerak penapasan
• Pada mayat ditemukan sianosis dan bendungan hebat
• Perbendungan pada muka menyebabkan muka membengkak
dan penuh dengan petekie, edema konjungtiva dan
perdarahan subkonjungtiva.
• Petekie terdapat pula pada leher, bokong dan kaki
Tenggelam (drowning)
• Kematian akibat mati lemas (asfiksia) disebabkan masuknya cairan
kedalam saluran pernapasan
• Istilah drowning :
1. Wet drowning
cairan masuk kedalam saluran pernapasan setelah korban tenggelam
2. Dry drowning
cairan tidak masuk kedalam saluran pernapasan akibat spasme laring
3. Sevondary drowning
terjadi gejala beberapa hari setelah korban tenggelam dan diangkat
dari dalam air dan korban meninggal akibat komplikasi
4. Immersion syndrome
korban tiba” meninggal setelah tenggelam dlm air dingin akibat
refleks vagal. Alkohol dan makan terlalu banyak merupakan faktor
pencetus

Bagian Kedokteran Forensik FK Universitas Indonesia. Ilmu Kedokteran Forensik. Jakarta: FK Universitas Indonesia; 1997.
Tenggelam dalam air tawar :
• Terjadi absorpsi cairan masif
• Konsentrasi elektrolit air tawar lebih rendah  air masuk ke
dalam aliran darah sekitar alveoli  hemolisis  hemodilusi
darah dan hipervolemia
• Tubuh mengkompensasi dengan melepaskan K+ dari serabut otot
jantung sehingga kadar dalam plasma meningkat  perubahan
keseimbangan K+ dan Ca++ dalam serabut otot jantung  fibrilasi
ventrikel dan ↓ TD  anoksia otak  kematian (5 menit).
Tenggelam dalam air asin :
• Konsentrasi elektrolit air asin lebih tinggi  air akan ditarik dari
sirkulasi pulmonal ke dalam jaringan interstisial paru  edema
pulmoner, hemokonsentrasi, hipovolemi dan ↑ kadar Mg dalam
darah  sirkulasi menjadi lambat  payah jantung  kematian
(8-9 menit)
Mekanisme kematian pada korban tenggelam :
1. Asfiksia akibat spasme laring
2. Asfiksia karena gagging dan choking
3. Refleks vagal
4. Fibrilasi ventrikel (air tawar)
5. Edema pulmo (air asin)

Bagian Kedokteran Forensik FK Universitas Indonesia. Ilmu Kedokteran Forensik. Jakarta: FK Universitas Indonesia; 1997.
Pemeriksaan luar jenazah :
• Mayat dalam keadaan basah, mungkin berlumuran pasir, lumpur,
benda asing yg terdapat dalam air
• Busa halus pada hidung dan mulut, kadang berdarah
• Mata setengah terbuka / tertutup, jarang terdapat perdarahan /
perbendungan
• Kutis anserina pada kulit permukaan anterior terutama
ekstremitas
• Washer woman’s hand, telapak tangan dan kaki berwarna
keputihan dan berkeriput
• Cadaveric spasme
• Luka lecet pada siku, jari tangan, lutut, dan kaki akibat gesekan
pada benda-benda dalam air
Pemeriksaan bedah jenazah :
• Busa halus dan benda asing (pasir, tumbuhan air) dalam
saluran pernapasan
• Paru-paru membesar seperti balon, lebih berat, menutupi
kandung jantung, pd pengirisan banyak keluar cairan
• Petekie sedikit, bercak Paltauf akibat robeknya penyekat
alveoli
• Paru-paru normal  tenggelam di air tawar
• Otak, ginjal, hati, limpa mengalami perbendungan
• Lambung membesar, berisi air, lumpur,terdapat pula di usus
halus

Bagian Kedokteran Forensik FK Universitas Indonesia. Ilmu Kedokteran Forensik. Jakarta: FK Universitas Indonesia; 1997.
Pemeriksaan Laboratorium :
1. Pemeriksaan diatom
• Mayat segar  jaringan paru
• Mayat yg telah membusuk jaringan ginjal, otot skelet atau
sumsum tulang paha
2. Pemeriksaan destruksi / digesti asam pada paru
• Positif → 4-5/LPB / 10-20/sediaan (paru) atau 1/LPB (sumsum
tulang)
3. Pemeriksaan getah paru
4. Pemeriksaan darah jantung
• Tenggelam di air tawar  berat jenis dan kadar elektrolit darah
jantung kiri lebih rendah dari jantung kanan, tenggelam di air asin
sebaliknya.
Narkotika
• UU No. 22 Tahun 1997 tentang narkotika
Produksi, penyimpanan dan pelaporan, ekspor dan
impor, pengangkutan, transito dan pemeriksaan
• UU No. 7 Tahun 1997 tentang Pengesahan UN
Convention againts Illicit Traffic in Narcotic Drugs and
Psychotropic Substances, 1998
Psikotropika
• UU No. 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika
• Permenkes RI No. 688/MENKES/PER.VII/97 tentang
Peredaran Psikotropika
• Permenkes RI No. 785/MENKES/PER/VII/97 tentang
Ekspor dan Impor Psikotropika

Sampurna B, Samsu Z, Siswaja TD. Peranan Ilmu Forensik Dalam Penegakan Hukum: Sebuah Pengantar. Jakarta; 2008.
• Seseorang hanya dapat menggunakan, menyimpan,
memiliki, dll, apabila ia menerima narkotika dari tenaga
medis dalam kaitannya dengan upaya pengobatan
penyakitnya
• Dokter, apotek, dan sarana kesehatan diwajibkan untuk
melakukan pencatatan dan pelaporan atas kegiatannya
yang berkaitan dengan narkotika
• Pemakai narkotika harus membuktikan bahwa
perolehannya dan pemakaiannya adalah sah
• Pecandu narkotika wajib menjalani pegobatan /
perawatan

Sampurna B, Samsu Z, Siswaja TD. Peranan Ilmu Forensik Dalam Penegakan Hukum: Sebuah Pengantar. Jakarta; 2008.
• “Barangsiapa tanpa hak dan melawan hukum menanam,
memelihara, mempunyai persediaan, memiliki,
menyimpan, menguasai, memproduksi, mengolah,
mengekstrasi, menkonveksi, merakit, / menyedikan,
membawa, mengirim, mengangkut, mentransito,
mengimpor, mengekspor, menawarkan untuk dijual,
menyalurkan, menjual, membeli, menyerahkan,
menerima, menjadi perantara, menukar narkotika,
dengan ancaman pidana yg bervariasi, mulai dari 1 tahun
(bagi pemakai narkotika) hingga hukuman mati”
• Pidana lebih berat diberikan bagi kejahatan terorganisasi
dan korporasi

Sampurna B, Samsu Z, Siswaja TD. Peranan Ilmu Forensik Dalam Penegakan Hukum: Sebuah Pengantar. Jakarta; 2008.
UU No. 22 Tahun 1997 tentang Narkotika
Gol I Hanya dapat digunakan untuk tujuan pengembangan
ilmu pengetahuan, potensi tinggi menimbulkan
ketergantungan
(ex) heroin, kokain, ganja
Gol II Berkhasiat dalam pengobatan, digunakan sebagai
pilihan terakhir dan dapat digunakan dalam terapi &/
untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan,
potensi tinggi menimbulkan ketergantungan
(ex) morfin, petidin, derivatnya
Gol III Berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam
terapi &/ tujuan pengembangan ilmu pengetahuan,
potensi ringan menimbulkan ketergantungan
(ex) kodein, garam narkotika

Sampurna B, Samsu Z, Siswaja TD. Peranan Ilmu Forensik Dalam Penegakan Hukum: Sebuah Pengantar. Jakarta; 2008.
Psikotropika

Gol I Hanya dapat digunakan untuk tujuan ilmu


pengetahuan, potensi sangat kuat dalam
mengakibatkan sindroma ketergantungan
(ex) MDMA, ekstasi, LSD, Psilosibina
Gol II Berkhasiat pengobatan dan dapat digunakan dalam
terapi &/ untuk tujuan pengembangan ilmu
pengetahuan, potensi kuat dalam mengakibatkan
sindroma ketergantungan
(ex) fensiklidin, amfetamin, metilfenidat

Sampurna B, Samsu Z, Siswaja TD. Peranan Ilmu Forensik Dalam Penegakan Hukum: Sebuah Pengantar. Jakarta; 2008.
Psikotropika
Gol III Berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam
terapi &/ tujuan pengembangan ilmu pengetahuan,
potensi sedang dalam mengakibatkan sindroma
ketergantungan
(ex) flunitrazepam
Gol IV Berkhasiat pengobatan dan sangat luas digunakan
dalam terapi &/ tujuan pengembangan ilmu
pengetahuan, potensi ringan dalam mengakibatkan
sindroma ketergantungan
(ex) alprazolam, bromazepam, diazepam, estazolam,
klobazam, klordiazepoksid, nitrazepam, loraepam,
klonazepam, triazolam, fenobarbital

Sampurna B, Samsu Z, Siswaja TD. Peranan Ilmu Forensik Dalam Penegakan Hukum: Sebuah Pengantar. Jakarta; 2008.
Farmakokinetik
• A  sal cerna, selaput lendir hidung dan paru, suntikan
IV, IM, SC, dan kulit yg luka
• M  hati, otak, paru-paru, darah, ginjal, plasenta
• E  ginjal, sal empedu, tinja, keringat
Farmakodinamik
• Adiksi  heroin (terbesar), morfin (terkecil)
• Depresi SSP  analgesia dan narkose, perasaan
mengantuk, tidak dapat berkonsentrasi, sukar berpikir,
apati, penglihatan kurang tajam, letargi, badan terasa
panas, muka terasa gatal, mulut terasa kering, depresi
pernapasan, pupil miosis, mual muntah
• KV  ↓ TD akibat hipoksia dan depresi vasomotor
secara sentral
Bagian Kedokteran Forensik FK Universitas Indonesia. Ilmu Kedokteran Forensik. Jakarta: FK Universitas Indonesia; 1997.
Gejala keracunan :
• Eksitasi SSP  narkosis (datang ke RS)  mengantuk,
koma, relaksasi otot, lidah menutupi jalan napas, nadi
kecil dan lemah, pernapasan sukar, iregular, dangkal dan
lambat, Cheyne Stokes, suhu badan ↓, muka pucat, pupil
miosis, TD ↓, syok
Pengobatan :
• Akut  Nalorfin HCl (Nalline 0,1 mg/kg IV) / Naloxone
HCl (Narcan) 0,005 mg/kg IV
• Pemberian oksigen
• Pembilasan lambung
• Pemberian norit
• Pemberian katartik  30 mg NaSO4 dalam 200 mL air
Bagian Kedokteran Forensik FK Universitas Indonesia. Ilmu Kedokteran Forensik. Jakarta: FK Universitas Indonesia; 1997.
Mekanisme kematian :
• Depresi pusat pernapasan
• Edema paru
• Syok anafilaktik
• Pemakaian alat suntik dan bahan yg tidak steril  infeksi
• Emboli udara
Takaran mematikan :
• 200 mg morfin
• 55 mg% dalam urine  sudah menggunakan dalam
jumlah berlebihan
• 5-20 mg% dalam urine / 0,1-0,5 mg% dalam darah 
sudah berada pada tingkat toksik

Bagian Kedokteran Forensik FK Universitas Indonesia. Ilmu Kedokteran Forensik. Jakarta: FK Universitas Indonesia; 1997.
Pemeriksaan jenazah :
• Bekas suntikan  lipat siku, lengan atas, punggung
tangan, tungkai, leher, bawah lidah, perineum
Pemeriksaan toksikologik  selaput lendir hiidung 
sniffing, ack-ack, chasing the dragon
• Pembesaran KGB setempat  ketiak + bekas suntikan
Pemeriksaan mikroskopik  hipertrofi dan hiperplasi
limfositik
• Skin blister  kulit telapak tangan dan kaki
• Tanda asfiksia, edema paru, sianosis ujung jari dan bibir,
perdarahan petekie di konjungtiva, perforasi septum nasi

Bagian Kedokteran Forensik FK Universitas Indonesia. Ilmu Kedokteran Forensik. Jakarta: FK Universitas Indonesia; 1997.
Kelainan paru akut
• Perubahan awal
Makroskopik  membesar, lebih berat, posterior lebih
padat + tidak teraba krepitasi, anterior emfisema akut
Mikroskopik  edema + kongesti + sebukan sel MN di
dalam / pada dinding alveoli
• 3-12 jam  narcotic lungs
Makroskopik  sangat mengembang, lebih berat, trakea
+ cabang berisi busa halus, gambaran lobuler menonjol
Mikroskopik  edema + kongesti + sebukan makrofag
menonjol + perdarahan alveolar, intrabronkial, subpleural
+ sebukan sel PMN
Bronkiolus  benda asing, deskuamasi sel epitel, mukus

Bagian Kedokteran Forensik FK Universitas Indonesia. Ilmu Kedokteran Forensik. Jakarta: FK Universitas Indonesia; 1997.
Kelainan paru kronik
• Granulomatosis vaskular paru  intravaskular, perivaskular /
dinding alveoli, arteriol
• Mikroskop caaya  kristal batang tidak berwarna /
kekuningan, berefraksi ganda, dikelilingi sel datia benda
asing, sedikit limfosit, makrofag, sel MN, jaringan kolagen
Kelainan hati
• Akumulasi sel radang terutama limfosit, sedikit sel PMN,
narcotic cells
• Hepatitis kronik agresif  pembentukan septa
• Hepatitis B persisten  infiltrasi sel radang di daerah portal
• Hepatitis kronik reaktif
• Perlemakan hati
• Hepatitis virus akut
Bagian Kedokteran Forensik FK Universitas Indonesia. Ilmu Kedokteran Forensik. Jakarta: FK Universitas Indonesia; 1997.
• Kelainan KGB di daerah porta hepatis, sekitar duktus
koledokus, sekitar kaput pankreas
Makroskopik  membesar
Mikroskopik  hiperplasia, hipertrofi limfosit
• Limpa membesar
Mikroskopik  hiperplasia noduli dan sentrum germinativum
yg menonjol
• Jantung  peradangan
• Otak  perubahan kistik pada basal ganglia

Bagian Kedokteran Forensik FK Universitas Indonesia. Ilmu Kedokteran Forensik. Jakarta: FK Universitas Indonesia; 1997.
• Kepmenkes No. 1173/MENKES/SK/X/1998 tentang
Penunjukan Laboratorium Pemeriksaan Psikotropika dan
Narkotika
Lab yg berwenang memeriksa adalah lab di lingkungan
Depkes (Pusat dan Balai Pemeriksaan Obat dan Makanan
di berbagai kota) dan di lingkungan Polri (Lab Forensik
Pusat dan Cabang)
• Sisi prosedural :
Sampel diperoleh melalui prosedur sah? Pengemasan
dan penyimpanan? Transportasi? Waktu yg dibutuhkan?
• Sisi substansi :
Metode? Seberapa tinggi spesifisitas dan sensitivitas?
Standar tata cara pemeriksaan? Keakurasian hasil?

Sampurna B, Samsu Z, Siswaja TD. Peranan Ilmu Forensik Dalam Penegakan Hukum: Sebuah Pengantar. Jakarta; 2008.
Bahan yg harus diambil :
• Urine, cairan empedu, jaringan sekitar suntikan
• Isi lambung (PO), hapusan mukosa hidung (sniffing)
• Spuit bekas pakai, sisa obat
Cara pemeriksaan :
• Deteksi minimal  kromatografi lapis tipis (TLC)
• Kromatografi gas (GLC)
• Radio Immunoassay (RIA)

Bagian Kedokteran Forensik FK Universitas Indonesia. Ilmu Kedokteran Forensik. Jakarta: FK Universitas Indonesia; 1997.
• Uji nalorfin  midriasis, gejala putus obat
Gejala putus obat :
Menggigil, mual, kehilangan nafsu makan, kelelahan,
insomnia, hiperhidrois, lakrimasi, kedutan otot, muntah,
diare, dilatasi pupil, (bayi) kejang
• Analisa urin  dengan TLC
• Uji marquis
Morfin, heroin, codein  ungu; Pethidine  jingga
• Uji mikrokristal

• Uji saring  tes urine


• Uji konfirmasi  alat Gas Chromatography mass
spectrometry (akurasi 99,8%)
Bagian Kedokteran Forensik FK Universitas Indonesia. Ilmu Kedokteran Forensik. Jakarta: FK Universitas Indonesia; 1997.
Sampurna B, Samsu Z, Siswaja TD. Peranan Ilmu Forensik Dalam Penegakan Hukum: Sebuah Pengantar. Jakarta; 2008.
Hanging microdrop technique
• Morfin + reagen kalium kadmium yodida (1 g kadmium
yodida + 2g kalium yodida)  kristal berbentuk jarum,
kepekaan uji 0,01 ug
• Morfin + kalium triyodida  kristal berbentuk piring,
kepekaan uji 0,1 mikrogram
• Heroin + merkuri klorida  kristal berbentuk dendrit,
kepekaan uji 0,1 mikrogram
• Heroin + platinum klorida  kristal berbentuk roset,
kepekaan uji 0,25 mikrogram
• Pethidine + asam pikrat pekat  kristal berbentuk roset
berbulu, kepekaan uji 0,1 mikrogram

Bagian Kedokteran Forensik FK Universitas Indonesia. Ilmu Kedokteran Forensik. Jakarta: FK Universitas Indonesia; 1997.
• Surat keterangan bebas narkotika
– Bersifat penyimpulan proses pemeriksaan lengkap
(anamnesis hingga PF)
– Bersifat momental (+ pemeriksaan lab)
• Surat keterangan :
Pada saat pemeriksaan tidak ditemukan tanda dan gejala
penyalahgunaan narkotika maupun gejala lepas obat
Pada pemeriksaan laboratorium tidak ditemukan zat
narkotika tertentu yg diperiksa

Sampurna B, Samsu Z, Siswaja TD. Peranan Ilmu Forensik Dalam Penegakan Hukum: Sebuah Pengantar. Jakarta; 2008.
Toksikologi
Keracuanan karbon monoksida
• Sumber : hasil pembakaran yg tidak sempurna dari karbon &
bhn organik yg mengandung karbon  motor yg
menggunakan bensin, gas arang batualat pemanas yg
berbahan bakar gas, lemari es gas, cerobong asap.
• EKG : gelombang T mendatas, tanda insufisiensi koroner,
extrasistol, FA
• Lab : leukositosis, hiperglikemia dg glukosuria, albuminuria,
peningkatan SGOT, MDH, SDH serum.
• Keracunan kronik : pd ssp menyebabkan kerusakan yg
berangsur angsur bertambah berat  anestesia jari tangan,
daya ingat kurang, romberg + serta gangguan mental.
Pemeriksaan kedokteran forensik :
• Lebam mayat merah muda (cherry pink colour)
• Penampang otot, jaringan otot & visera : merah terang
• Kadang dapat ditemukan : asfiksia & hiperemia visera
• Pd otak besar : petekhie di substansia alba jika korabn dapat
bertahan hidup > ½ jam
• Miokardium : perdarahan & nekrosis di muskulus papilaris
ventrikel kiri
• Ditemukan eritema & Vesikel/bula pd kulit dada, perut, muka/
anggota gerak badan
• Pneumonia hipostatik paru
• Nekrosis tubulus ginjal
Keracuaan arsen
Keracunan Cyanida
Sumber :
Hidrogen sianida : aroma
amandel, dipakai pd sintesis
kimia & fumigasi gudang2
kapal utk membunuh tikus.
Garam sianida :
Pengerasan besi& baja
penyepuhan emas & perak.
Tanda gejala keracunan sianida :
• Keracunan akut yg ditelan cepat : kegagalan pernapasan &
kematian dlm beberapa menit
• Gejala dramatis : rasa terbakar pd kerongkongan & lidah, sesak
nafas, hipersalivasi, mual, muntah, sakit kepala, vertigo,
fotofobi, tinitis, pusing, kelelalahan.
• Dapat juga : sianosis pd muka, busa keluar dr mulut, nadi cepat
& lemah, nafas cepat kadang tdk teratur, pupil dilatasi & refleks
melambat, udara napas bau amandel, muntahan berbau
amandel, menjelang kematian : sianosis lebih nyata, timbul
kedutan otot  kejang & inkontinensia urin & alvi.
• Racun inhalasi : palpitasi, sulit nafas, mual, muntah, sakit kepala,
salivasi, lakrimasi, iritasi mulut & kerongkongan, pusing, lemah
extremitas  kolaps  kejang meninggal
• Kronik: korban pucat, berkeringat dingin, pusing, rasa tidak enak
dalam perut, mual, kolik, rasa tertekan di dada & sesak nafas,
Pem. Kedokteran forensik :
Luar jenazah : tercium bau amandel  menekan dada mayat 
keluar gas dr mulut & hidung.
Sianosis pd wajah & bibir, busa keluar dari mulut, lebam mayat
berwarna merah terang.
Pem. Bedah jenazah : tercium bau amandel pd waktu membuka
rgg dada, perut, otak, lambung
Keracunan arsen
• Sumber : industri & pertanian
• Akut : gejala GI, rasa terbakar di tenggorok dg rasa logam pd
mulut, mual, muntah, isi lambung keluar, muntahan dpt
mengandung bubuk warna putih & kadang sedikit berdarah,
nyeri epigastrium  seluruh perut, diare hebat. Kadang
terlihat bubuk putih pd kotoran yg tambak seperti air cucian
beras dg jalur darah, dehidrasi & syok  memperlemah otot
jantung  syok berat.
• Kronik : ps lemah, malanosis arsenik pigmentasi kulit warna
kuning coklat, keratosis arsenik, dll
LI 3. kekerasan seksual
Kekerasan Terhadap Perempuan
• Kekerasan dalam keluarga (Domestic violence,
intimate partner violence)
– Petunjuk mengenali  perilaku pasangan, sikap
diam pasien, keterlambatan mencari pertolongan,
trauma berulang, riwayat kejadian yg tdk sesuai
dgn temuan luka, gejala depresi, trauma yg bukan
accidental, penyalahgunaan alkohol/obat
• Kekerasan seksual
– Pasal 8 uu no. 23 th 2004

Sampurna B, Samsu Z, Siswaja TD. Peranan Ilmu Forensik Dalam Penegakan Hukum: Sebuah Pengantar. Jakarta; 2008.
Kekerasan Terhadap Perempuan
• Kejahatan seksual tanpa unsur pemaksaan
– Cara: mengakali korban, umumnya anak2
• Kejahatan seksual dgn unsur pemaksaan
– 285 KUHP  memenuhi unsur: adanya kekerasan /
ancaman kekerasan, adanya persetubuhan, & korban
perempuan yg bukan istri (terbukti scr kumulatif
– 289 KUHP  perbuatan cabul : pemaksaan
persetubuhan oral/anal, memasukan sesuatu yg
bukan penis ke vagina/anal, persetubuhan thd istri
sendiri yg tdk termasuk terminologi pemerkosaan
– 352, 352 KUHP  marital rape
Sampurna B, Samsu Z, Siswaja TD. Peranan Ilmu Forensik Dalam Penegakan Hukum: Sebuah Pengantar. Jakarta; 2008.
Mengenali Perlukaan / Cedera Akibat
Kekerasan Yang Disengaja
• Amati  jenis & sebab perlukaan, sikap/perilaku
korban & pengantarnya

• Perlukaan/cedera pada kulit & jaringan dibawahnya.


– Bentuk perlukaan yg dikaitkan dgn penganiayaan 
memar akibat tamparan, memar bentuk gambaran jari &
ibu jari, memar akibat benda tumpul, luka terbuka, bekas
gigitan manusia (bentuk bulan sabit), luka bakar
(sundutan rokok, setrika, cairan panas dilokasi yg janggal)
• Perlukaan/cedera pada tulang

Sampurna B, Samsu Z, Siswaja TD. Peranan Ilmu Forensik Dalam Penegakan Hukum: Sebuah Pengantar. Jakarta; 2008.
Penatalaksanaan Korban
• Rehabilitasi fisik
– Pengembalian fgs fisik, seksual, & reproduksi
• Rehabilitasi psikologis
– Mengembalikan st sosial, menghilangkan viktimisasi &
stigma
• Rehabilitasi sosial
– Kompensasi finansial
• Rehabilitasi yuridis
– Penyempurnaan seluruh proses hukum bagi (para) pelaku

Sampurna B, Samsu Z, Siswaja TD. Peranan Ilmu Forensik Dalam Penegakan Hukum: Sebuah Pengantar. Jakarta; 2008.
Dasar Hukum
• KUHP pasal 286
1) Dihukum max 9 bulan penjara:
• 1a  pria yg telah kawin melakukan gendak (berlaku pasal 27 BW)
• 1b  wanita yg telah kawin melakukan gendak (berlaku pasal 27
BW)
• 2a  pria yg turut serta, pdhl diketahuinya yg turut bersalah telah
kawin
• 2b  wanita yg belum kawin turut serta, pdhl diketahuinya yg turut
bersalah telah kawin (berlaku pasal 27 BW)
2) Tidak dilakukan penuntutan melainkan atas pengaduan suami/istri yg
tercemar, bila berlaku pasal 27 BW, dalam tenggang waktu 3 bulan
diikuti permintaan u/bercerai
3) Thd pengaduan ini tidak berlaku pasal 72, 73, 75
4) Pengaduan dapat ditarik selama pemeriksaan dalam sidang
pengadilan belum dimulai
5) Jika bagi suami-istri berlaku pasal 27 BW, pengaduan tdk diindahkan
selama perkawinan belum diputuskan karena perceraian
• KUHP pasal 285
– Barang siapa dgn kekerasan/ancaman kekerasan memaksa
seorang wanita bersetubuh dgn dia diluar perkawinan,
diancam karena melakukan perkosaan  pidana penjara max
12 tahun
• KUHP pasal 286
– Barang siapa bersetubuh dgn seorang wanita di luar
perkawinan, pdhl diketahui wanita itu dalam keadaan
pingsan/tdk berdaya  pidana penjara max 9 tahun
• KUHP pasal 287
1) Bersetubuh dgn wanita diluar perkawinan, <15 thn/usia
tidak jelas (belum waktunya u/kawin)  pidana penjara
max 9 tahun
2) Penuntutan hanya dilakukan atas pengaduan, kecuali jika
umur wanita <12 thn / ada salah satu hal berdasarkan pasal
291 & 294
• KUHP pasal 291
1) Jika salah satu kejahatan pd pasal 286, 287, 288, 290,
berakibat luka berat  penjara max 12 thn
2) Jika salah satu kejahatan pd pasal 285, 286, 287, 289,
290, berakibat mati  penjara max 15 thn
• KUHP pasal 294
– Barang siapa melakukan perbuatan cabul dgn anaknya,
anak tirinya/anak piaraannya, anak dibawah
pengawasannya, org dibawah umur yg diserahkan
kpdnya u/dipelihara, dididik/ dijaganya, / bujangnya / org
dibawah umur  penjara max 7 thn

Bagian Kedokteran Forensik FK Universitas Indonesia. Ilmu Kedokteran Forensik. Jakarta: FK Universitas Indonesia; 1997.
Tugas Dokter
• Menetukan apakah telah terjadi persetubuhan
• Menentukan apakah ada tanda-tanda
kekerasan

Bagian Kedokteran Forensik FK Universitas Indonesia. Ilmu Kedokteran Forensik. Jakarta: FK Universitas Indonesia; 1997.
Yang Perlu Diperhatikan Sebelum
Pemeriksaan
• Setiap pemeriksaan u/pengadilan harus berdasarkan permintaan
tertulis dari penyidik
• Korban harus diantar o/polisi
• VeR yg dibuat berdasarkan keadaan yg didapatkan pd tubuh korban
pd waktu permintaan VeR diterima o/dokter
• Ijin tertulis u/pemeriksaan diminta kpd korban sendiri, (korban anak,
dari orang tua/wali)
• Dokter didampingi o/perawat/bidan waktu memeriksa korban
• Pemeriksaan dilakukan secepat mungkin
• VeR diselesaikan secepat mungkin
• Dokter praktek pribadi, jika ayah/ibu meminta u/memeriksa
anaknya, tanyakan dulu tujuan pemeriksaannya
– u/tuntutan  jangan diperiksa
– u/sekedar
Bagian Kedokteran tahu
Forensik  periksa
FK Universitas tp tdk
Indonesia. dibuat
Ilmu dalam
Kedokteran bentuk
Forensik. surat
Jakarta: keterangan
FK Universitas Indonesia; 1997.
Pemeriksaan
Data
Anamnesis
• Umum  umur, tempat&tanggal lahir, st perkawinan, siklus
haid, penyakit kelamin & kandungan, penyakit lain (epilepsi,
katalepsi, syncope), pernah bersetubuh? Terakhir bersetubuh?
Pakai kondom?
• Khusus  waktu kejadian, tempat kejadian, apa korban
melawan, apa korban pingsan, apa tjd penetrasi, apa setelah
kejadian korban mencuci, mandi, & ganti pakaian.
Pemeriksaan Pakaian
• Ada robekan, kancing lepas, bercak darah, air mani, dsb

Bagian Kedokteran Forensik FK Universitas Indonesia. Ilmu Kedokteran Forensik. Jakarta: FK Universitas Indonesia; 1997.
Pemeriksaan Tubuh Korban
• Umum  penampilan, keadaan emosional, tanda bekas
kehilangan kesadaran/diberi obat bius, tanda bekas kekerasan,
perkembangan alat kelamin sekunder, pupil, refleks cahaya, TB,
BB, TD
• Khusus (daerah genital)  bercak air mani, vulva (bekas
kekerasan hiperemi, edema, lecet), selaput dara (ruptur/tdk
 baru/lama, lokasi), besar orifisium.
• Lab  periksa cairan mani&sel mani dalam lendir vagina,
periksa kuman N. gonorrhoea, pemeriksaan kehamila,
pemeriksaan toksikologi.
Pemeriksaan Pria Tersangka
• Pakaian (bercak semen, darah)
• Tanda bekas kekerasan
• Lab  ada/tidak sel epitel vagina pd glans penis  (+)
sitoplasma sel vagina warna coklat tua, & Pemeriksaan sekret
uretra  penyakit kelamin
Kendala Pembuktian
• Selaput Dara • Air mani
– Korban dgn selaput dara – Korban sebelumnya
yg sebelumnya telah berhubungan seksual dg
robek lama org lain (suami)
– Korban diperiksan >3hari – Korban terlambat
– Korba yg memiliki diperiksa
selaput dara elastis – Telah dibersihkan
– Penetrasi yg tdk lengkap. – Coitus interuptus
– azoospermia

Sampurna B, Samsu Z, Siswaja TD. Peranan Ilmu Forensik Dalam Penegakan Hukum: Sebuah Pengantar. Jakarta; 2008.
LI 4. Luka Tembak
Senjata api :
• Laras beralur (Rifle bore) & Laras lisin (Smooth bore)

Faktor yg mempengaruhi akibat yg ditimbulkan anak peluru pada


sasaran :
• Besar dan bentuk anak peluru
• Balistik  kecepatan, energi kinetik, stabilitas anak peluru
• Kerapuhan anak peluru
• Kepadatan jaringan sasaran
• Vulnerabilitas jaringan sasaran
Luka tembak masuk :
• Anak peluru ke kulit  cekungan  elastisitas kulit
terlampaui  lubang dengan tepi luka lecet

Anak peluru / proyektil Mesiu Mesiu Gas Laras


utuh terbakar Panas Jarak
kira-
Jejak kira
Lubang Lecet Kesat Tattoo Jelaga Api laras

Jauh + + + > 50
Dekat + + + + 50-60
Sangat
dekat + + + + + + 20-30

Tempel + + + +

Sampurna B, Samsu Z, Siswaja TD. Peranan Ilmu Forensik Dalam Penegakan Hukum: Sebuah Pengantar. Jakarta; 2008.
Luka tembak keluar :
• Akibat adanya deformitas anak peluru dan penyebaran
gaya ke semua arah
• Menembus tulang pipih  terbentuk corong yang
membuka ke arah luarnya anak peluru
• Di sekitar LTK terdapat daerah lecet bila pada tempat
keluar tersebut terdapat benda yang keras

Sampurna B, Samsu Z, Siswaja TD. Peranan Ilmu Forensik Dalam Penegakan Hukum: Sebuah Pengantar. Jakarta; 2008.
Bagian Kedokteran Forensik FK Universitas Indonesia. Ilmu Kedokteran Forensik. Jakarta: FK Universitas Indonesia; 1997.
KUALIFIKASI LUKA
351 KUHP
1) Penganiayaan  pidana penjara max 2 tahun 8 bulan /
denda max 4.500
2) Jika mengakibatkan luka-luka berat penjara max 5
tahun.
3) Jika mengakibatkan mati  penjara paling lama 7
tahun.
4) Dengan penganiayaan disamakan sengaja merusak
kesehatan.
5) Percobaan u/ melakukan kejahatan ini tidak dipidana.
KUALIFIKASI LUKA (2)
• 352 (1) KUHP
– Penganiayaan yang tidak menimbulkan penyakit / halangan
u/menjalankan pekerjaan jabatan / pencarian, diancam, sbg
penganiayaan ringan  pidana penjara max 3 bulan / denda
max Rp 4.500

• 354 KUHP:
1) Barang siapa sengaja melukai berat orang lain, diancam karena
melakukan penganiayaan berat  pidana penjara max 8 tahun.
2) Jika mengakibatkan kematian  pidana penjara max 10 tahun.
KUALIFIKASI LUKA (3)
Pasal 90 KUHP
• Luka berat
– Jatuh sakit /mendapat luka yg tidak memberi harapan akan
sembuh sama sekali, / yg menimbulkan bahaya maut;
– Tidak mampu terus-menerus u/menjalankan tugas jabatan
/pekerjaan pencarian;
– Kehilangan salah satu panca indera;
– Mendapat cacat berat;
– Menderita sakit lumpuh;
– Terganggunya daya pikir selama empat minggu lebih;
– Gugur / matinya kandungan seorang perempuan.
VeR
• Visum et Repertum lgsg  Langsung diberikan stlh
pemeriksaan Korban, contoh VetR Jenasah
• Visum et Repertum sementara
– VetR yg diberikan pd korban yg msh dirawat
– VetR yg diterbitkan belum ada kesimpulan
krn menunggu observasi lebih lanjut
• Visum et Repertum lanjutan
– Setelah selesai perawatan korban sembuh
– Setelah mendapat perawatan, korban meninggal
– Perawatan belum selesai, korban pindah RS atau dokter lain
– Perawatan belum selesai, korban pulang paksa atau
melarikan diri
Peran dan Fungsi VeR
• Salah satu alat bukti yg sah (pasal 184 KUHAP)
• Berperan dlm proses pembuktian suatu perkara pidana
terhadap kesehatan dan jiwa manusia
• Pemberitahuan atau hasil pemeriksaan dokter
merupakan alat bukti  merupakan pengganti benda
bukti  semata-mata merupakan laporan tentang apa yg
dilihat dan ditemuakan (fakta)
• Memuat keterangan atau pendapat dokter mengenai
hasil pemeriksaan medik yg tertuang di dalam bgian
kesimpulan
Permohonan Visum
• Permohonan harus secara tertulis, tidak dibenarkan secara
lisan melalui telepon atau pos
• Korban adalah barang bukti, maka permohonan surat VeR
harus diserahkan sendiri oleh petugas kepolisian bersama:
korban, tersangka, atau barang bukti lain kepada dokter
• Tidak disarankan mengajukan permintaan VeR tentang suatu
peristiwa yang telah lampau, mengingat rahasia kedokteran
• Permintaan diajukan kepada dokter ahli pemerintah sipil
atau ahli kedokteran kehakiman pemerintah sipil untuk
korban yang meninggal dunia
Prosedur Permintaan VetR Korban Hidup

1. Permohonan harus secara tertulis, tidak dibenarkan secara


lisan melalui telepon atau pos
2. Korban adalah barang bukti, maka permohonan surat Visum
et Repertum harus diserahkan sendiri oleh petugas kepolisian
bersama: korban, tersangka, atau barang bukti lain kepada
dokter
3. Tidak disarankan mengajukan permintaan Visum et Repertum
tentang sesuatu peristiwa yg telah lampau, mengingat rahasia
kedokteran (Instruksi Kapolri No.Ins/E/20/IX/75)
4. Permintaan diajukan kepada dokter ahli pemerintah sipil atau
ahli kedoteran kehakiman pemerintah sipil untuk korban yang
meninggal dunia
Prosedur Permintaan Vetr Korban Mati
(Mayat)
1. Permintaan harus diajukan secara tertulis, tidak
dibenarkan melalui telepon, lisan atau pos
2. Mayat diantar bersama-sama SPVR oleh polisi ke Bgn
Ilmu Kedokteran Forensik
3. Mayat harus diikatkan label yang memuat Identitas
mayat ( KUHAP psl 133 ayat 3)

Pencabutan Surat Permohonan VeR


• Penarikan/pencabutan kembali visum et repertum tidak
dapat dibenarkan
• Bila terpaksa, maka hal tersebut hanya dapat diberikan oleh
Komandan Kesatuan paling rendah setingkat Komres dan
untuk kota besar hanya oleh Dantabes
Jakarta, 11 April 2018
PRO JUSTITIA
VISUM ET REPERTUM
No. 777/AB/RSXX/2018

Yang bertanda tangan dibawah ini dr. C , dokter IGD RS XX atas permintaan
Kepolisian setempat dengan nomor surat 1234/BC/KKX/2017 tertanggal
sebelas April tahun dua ribu delapan belas telah dilakukan pemerikaan
autopsi pada sebelas April tahun dua ribu delapan belas di ruang otopsi RS
XX pada pukul sepuluh Waktu Indonesia Barat atas korban mati menurut
surat permintaan dengan keterangan berikut:
Nama : Nn. XX
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : Dua puluh tahun
Kebangsaan : Indonesia
Agama : Tidak ada keterangan
Pekerjaan : Tidak ada keterangan
Alamat : jl. Mawar NO 3, Jakarta Barat
Lanjutan VeR No: 777/AB/RSXX/2018
Halaman ke 2 dari 4 halaman

Hasil Pemeriksaan :
1. Jenazah dikirim oleh polisi ke RS
X.--------------------------------------------------------------------------------------------
-----------------------------------------------------
2. Jenazah ditemukan di kamar hotel dengan posisi ditemukan tergeletak
di atas ranjang kamar hotel dalam keadaan tidak
berpakaian.-------------------------------------------------------------------------------
--------------------------------
3. Menurut keterangan polisi, didekatnya di temukan beberapa tablet
obat, beberapa alat suntik, dan botol berisi cairan infus.---------------------
4. Ditemukan adanya lebam berwarna keunguan pada seluruh tubuh
bagian belakang yang masih hilang saat penekanan
5. Ditemukan kaku mayat terdapat pada seluruh tubuh dan sukar dilawan.
6. Ditemukan luka lecet kecil pada leher seperti bulan sabit.-------------------
Lanjutan VeR No: 777/AB/RSXX/2018
Halaman ke 3 dari 4 halaman

7. Ditemukan selaput dara berupa sisa sisa kecil (karunkula) pada


kelamin.-----------------------------
8. Ditemukan banyak sel mani pada pemeriksaan swab
vagina.----------------------------------------------
9. Ditemukan darah berwarna merah kehitaman dan
encer.-------------------------------------------------
10. Terdapat memar pada otot-otot leher bagian
dalam.------------------------------------------------------
11. Terdapat bintik-bintik perdarahan pada jantung, paru-paru, dan
kedua piala ginjal, lambung dalam keadaan
kosong.-------------------
Lanjutan VeR No. 777/AB/RSXX/2018
Halaman ke 4 dari 4 halaman

Kesimpulan :
Telah diperiksa seorang jenazah perempuan berumur dua puluh tahun yang
pada pemeriksaan luar ditemukan adanya lebam berwarna keunguan, kaku
mayat, luka lecet kecil pada leher seperti bulan sabit, selaput dara berupa sisa
sisa, sel mani pada kelamin, darah merah kehitaman dan encer, memar pada
otot leher bagian dalam, bintik-bintik perdarahan pada jantung, paru-paru,
dan kedua piala ginjal serta lambung dalam keadaan kosong.-----------------------

Demikian saya uraikan dengan sebenar-benarnya keilmuan saya yang sebaik-


baiknya mengingat sumpah sesuai Kitab Undang-undang Hukum Acara
Pidana.---------------------------------------------------------------------------------------------
-
Dokter yang memeriksa,

dr. A
NIP 789101112
Jakarta, 11 April 2018
PRO JUSTITIA
VISUM ET REPERTUM
No. 777/AB/RSXX/2018

Yang bertanda tangan dibawah ini dr. C, dokter IGD RS X atas permintaan
Kepolisian setempat dengan nomor surat 1234/BC/KKX/2017 tertanggal
dua puluh sembilan November tahun dua ribu tujuh belas telah dilakukan
pemerikaan autopsi pada dua puluh tujuh November tahun dua ribu tujuh
belas di ruang otopsi RS X pada pukul sepuluh Waktu Indonesia Barat atas
korban mati menurut surat permintaan dengan keterangan berikut:
Nama : Tn. X
Jenis Kelamin : Laki-laki
Umur : Dua puluh lima tahun
Kebangsaan : Indonesia
Agama : Tidak ada keterangan
Pekerjaan : Tidak ada keterangan
Alamat : Jalan melati No. 6, Jakarta Barat
Lanjutan VeR No:777/AB/RSXX/2018
Halaman ke 2 dari 3 halaman

Hasil Pemeriksaan :
1. Jenazah dikirim oleh polisi ke RS
XX.------------------------------------------------------------------------------------------
-----------------------------------------------------
2. Jenazah ditemukan di kamar hotel dengan posisi ditemukan di seberang
posisi jenazah perempuan dalam keadaan duduk di lantai dengan tubuh
bagian atas menempel di dinding.
--------------------------------------------------
3. Menurut keterangan polisi, tangan kanan jenazah memegang sepucuk
senjata api
genggam.-------------------------------------------------------------------
4. Ditemukan satu luka terbuka berbentuk seperti bintang dengan bagian
dalam luka berwarna
kehitaman.----------------------------------------------------
Lanjutan VeR No: 777/AB/RSXX/2018
Halaman ke 3 dari 3 halaman

Kesimpulan :
Telah diperiksa seorang jenazah laqki-laki berumur dua puluh lima tahun yang
pada pemeriksaan luar ditemukan adanya satu luka terbuka berbentuk seperti
bintang dengan bagian dalam luka berwarna kehitaman.----------------------------

Demikian saya uraikan dengan sebenar-benarnya keilmuan saya yang sebaik-


baiknya mengingat sumpah sesuai Kitab Undang-undang Hukum Acara
Pidana.---------------------------------------------------------------------------------------------
-
Dokter yang memeriksa,

dr. A
NIP 789101112
Analisis kasus
Mayat perempuan:
20 tahun, tidak berpakaian
Di temukan tablet obat dan alat suntik, botol infus dekat dg korban 
Dugaan pelaku seorang pemakai/menggunakan Napza, atau adanya obat
bius sedatif yang di gunakan untuk membuat tidak sadar korban wanita
tsb.
• PF Luar : Lebam mayat, kaku mayat, Luka lecet di leher  kekerasan Sex
• Pem. lain : terdapat sel mani pada swab vagina, karunkula
• Autopsi : petechiae/tardieu spot pada jantung, paru, ginjal, lambung
kosong  Asfiksia karena pencekikkan
Mayat pria:
25 tahun
Pelipis kiri luka terbuka kehitaman bentuk bintang  luka tembak yang
melekat atau menempel

Anda mungkin juga menyukai