PENDAHULUAN
Asfiksia atau yang disebut juga mati lemas adalah kumpulan dari berbagai
keadaan dimana terjadi gangguan dalam pertukaran udara pernafasan yang
normal. Gangguan tersebut dapat disebabkan karena adanya obstruksi pada
saluran pernafasan dan gangguan yang diakibatkan karena terhentinya sirkulasi.
Gangguan ini akan menimbulkan suatu keadaan dimana oksigen dalam darah
berkurang yang disertai dengan peningkatan kadar karbondioksida. Keadaan ini
jika terus dibiarkan dapat menyebabkan terjadinya kematian1.
Menurut data Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) untuk
beberapa penyebab kematian dari tahun 1999-2004, berdasarkan sertifikat
kematian bagi warga Amerika Serikat, ada sekitar 20.000 kematian yang baik
disengaja maupun tidak dalam jangka waktu yang disebabkan berbagai jenis
asfiksia mekanik, seperti tenggelam, gantung diri, pencekikan, dan sufokasi2.
Asfiksia merupakan penyebab kematian terbanyak yang ditemukan dalam
kasus kedokteran forensik. Asfiksia yang diakibatkan oleh karena adanya
obstruksi pada saluran pernafasan disebut asfiksia mekanik. Asfiksia jenis inilah
yang paling sering dijumpai dalam kasus tindak pidana yang menyangkut tubuh
dan nyawa manusia. Mengetahui gambaran asfiksia, khususnya pada postmortem
serta keadaan apa saja yang dapat menyebabkan asfiksia, khususnya asfiksia
mekanik mempunyai arti penting terutama dikaitkan dengan proses penyidikan.
Dalam penyidikan untuk kepentingan peradilan menangani seorang korban
yang diduga karena peristiwa tindak pidana, seorang penyidik berwenang
mengajukan permintaan keterangan ahli kepada ahli kedokteran kehakiman atau
dokter dan atau ahli lainnya. Seorang dokter sebagaimana pasal 179 KUHAP
wajib memberikan keterangan yang sebaik-baiknya dan yang sebenarnya menurut
pengetahuan di bidang keahliannya demi keadilan3. Untuk itu, sudah selayaknya
seorang dokter perlu mengetahui dengan seksama perihal ilmu forensik, salah
satunya asfiksia.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Asfiksia
2.1.1. Definisi
Asfiksia adalah suatu keadaan yang ditandai dengan terjadinya gangguan
pertukaran udara pernapasan, mengakibatkan oksigen darah berkurang
(hipoksia) disertai dengan peningkatan karbon dioksida (hiperkapnea).
Dengan demikian organ tubuh mengalami kekurangan oksigen (hipoksia
hipoksik) dan terjadi kematian.1
Pembagian asfiksia berdasarkan penyebabnya :1
1. Kekurangan oksigen (hipoksi-hipoksia/anoksi-anoksia dalam darah paru-paru)
a.
b.
2. Chocking
3. Drowning (tenggelam)
c.
2. Anemik hipoksia
Berkurangnya kemampuan membawa oksigen ke dalam darah
Contoh : keracunan CO (dimana HbCO > dari HbO2)
3. Gangguan sirkulasi darah dalam pelepasan oksigen permenit (stagnan hipoksia)
berhenti
telah berhenti dan denyut nadi hampir tidak teraba, pada stadium ini bisa
dijumpai jantung masih berdenyut beberapa saat lagi.
4. Fase Apnea
Terjadi paralisis pusat pernapasan yang lengkap. Pernafasan berhenti
setelah kontraksi otomatis otot pernapasan kecil pada leher. Jantung masih
berdenyut beberapa saat setelah pernapasan berhenti.
Masa dari saat asfiksia timbul sampai terjadinya kematian sangat
bervariasi. Umumnya berkisar antara 4-5 menit. Fase 1 dan 2 berlangsung
lebih kurang 3-4 menit, tergantung dari tingkat penghalangan oksigen, bila
tidak 100% maka waktu kematian akan lebih lama dan tanda-tanda asfiksia
akan lebih jelas dan lengkap.
Tanda Asfiksia pada Pemeriksaan Jenazah
Tanda asfiksia pada pemeriksaan luar jenazah dapat ditemukan, yaitu: 1,4
1. Sianosis
Merupakan warna kebiru-biruan yang terdapat pada kulit dan selaput
lendir yang terjadi akibat peningkatan jumlah absolut Hb tereduksi (Hb
yang tidak berikatan dengan oksigen).
2. Kongesti
Terjadi perbendungan sistemik maupun pulmoner dan dilatasi jantung
kanan. Gambaran perbendungan pada mata berupa pelebaran pembuluh
darah konjungtiva bulbi dan palpebra yang terjadi pada fase 2. Akibatnya
tekanan hidrostatik dalam pembuluh darah meningkat terutama dalam
vena, venula dan kapiler. Selain itu, hipoksia dapat merusak endotel
kapiler sehingga dinding kapiler yang terdiri dari selapis sel akan pecah
dan timbul bintik-bintik perdarahan yang dinamakan sebagai Tardieus
spot.
Terdapat busa halus pada hidung dan mulut yang timbul akibat
peningkatan aktivitas pernapasan pada fase 1 yang disertai sekresi selaput
lendir saluran napas bagian atas. Keluar masuknya udara yang cepat dalam
saluran sempit akan menimbulkan busa yang kadang-kadang bercampur
darah akibat pecahnya kapiler.
4. Warna lebam mayat merah-kebiruan gelap
Warna lebam mayat merah kebiruan gelap ini terbentuk lebih cepat.
Distribusi lebam lebih luas akibat kadar karbondioksida yang tinggi dan
akitivitas fibrinolisin dalam darah sehingga darah sukar membeku dan
mudah mengalir. Pada pemeriksaan dalam jenazah dapat ditemukan,
antara lain: 1,4
1. Darah berwarna lebih gelap dan
belakang
jantung
belakang
daerah
aurikuloventrikular,
2.1.5. Pemeriksaan
Pemeriksaan Jenazah
Pada pemeriksaan luar jenazah dapat ditemukan sianosis pada bibir, ujungujung jari dan kuku. Pembendungan sistemik maupun pulmoner dan dilatasi
jantung kanan merupakan tanda klasik pada kematian akibat asfiksia. Warna
lebam mayat merah-kebiruan gelap dan terbentuk lebih cepat. Distribusi lebam
lebih luas akibat kadar CO2 yang tinggi dan aktivitas fibrinolisin dalam darah
sehingga darah sukar membeku dan mudah mengalir. Terdapat pula bula halus
pada hidung dan mulut yang timbul akibat peningkatan aktivitas pernapasan pada
fase 1 yang disertai sekresi selaput lendir saluran pernapasan bagian atas. Keluar
masuknya udara yang cepat dalam saluran sempit akan menimbulkan busa yang
kadang-kadang bercampur darah akibat pecahnya kapiler.
Gambaran pembendungan pada mata, berupa pelebaran pembuluh darah
konjungtiva bulbi dan palpebra yang terjadi pada fase 2. Akibatnya tekanan
hidrostatik dalam pembuluh darah meningkat terutama dalam vena, venula, dan
kapiler. Selain itu, hipoksia dapat merusak endotel kapiler sehingga dinding
kapiler yang terdiri dari selapis sel akan pecah dan timbul bintik-bintik
perdarahan yang dinamakan sebagai Tardieus spot. Kapiler yang lebih mudah
pecah adalah kapiler pada jaringan ikat longgar, misalnya pada konjungtiva
bulbi, palpebrae, dan subserosa lainnya. Kadang-kadang dijumpai pula di kulit
wajah. Penulis lain mengatakan bahwa Tardieus spot ini timbul karena
permeabilitas kapiler yang meningkat akibat hipoksia. 2,3,6
4.
Petekie dapat ditemukan pada mukosa usus halus, epikardium pada bagian
belakang jantung daerah aurikuloventrikular, subpleura viseralis paru
terutama di lobus bawah pars diafragmatika dan fisura interlobaris, kulit
kepala sebelah dalam terutama daerah otot temporal, mukosa epiglotis dan
5.
6.
daerah sub-glotis.
Edema paru sering terjadi pada kematian yang berhubungan dengan hipoksia.
Kelainan-kelainan yang berhubungan dengan kekerasan, seperti fraktur laring
langsung atau tidak langsung, perdarahan faring terutama bagian belakang
rawan krikoid (pleksus vena submukosa dengan dinding tipis).
3.
4.
benda (misalnya tangan kursi, tangga, atau tali yang terbentang) guna menahan
sebagian atau seluruh berat tubuhnya. Jejas yang terlihat pada leher tidak jelas dan
tidak khas , bahkan mungkin tidak terlihat sama sekali.
Jenis Penggantungan
a.
Dari letak tubuh ke lantai dapat dibedakan menjadi 2 tipe, yaitu: 6
1. Tergantung total (complete), dimana tubuh seluruhnya tergantung di
atas lantai.
2. Setengah tergantung (partial), dimana tidak seluruh bagian tubuh
tergantung, misalnya pada posisi duduk, bertumpu pada kedua lutut,
b.
Penyebab Kematian
Kematian yang terjadi pada peristiwa gantung dapat disebabkan oleh karena :5,7
1. Asfiksia
Penekanan pada leher menyebabkan saluran pernafasan menjadi tersumbat.
2. Iskemik otak
Disebabkan oleh penekanan pada arteri besar di leher yang berperan dalam
mensuplai darah ke otak, umunya pada arteri karotis dan arteri vertebralis.
3. Kongesti vena
Disebabkan oleh lilitan tali pengikat pada leher sehingga terjadi penekanan
pada vena jugularis oleh alat penjerat sehingga sirkulasi serebral menjadi
terhambat.
4. Fraktur atau dislokasi dari vertebra servikal 2 dan 3
Hentakan yang tiba-tiba pada ketinggian 1-2 meter oleh berat badan korban
dapat menyebabkan fraktur dan dislokasi dari vertebra servikalis yang
selanjutnya dapat menekan atau merobek spinal cord sehingga terjadi
kematian yang tiba-tiba.
5. Syok vagal
Menyebabkan serangan jantung mendadak karena terjadinya hambatan pada
refleks vaso-vagal secara tiba-tiba. Hal ini terjadi karena adanya tekanan
pada nervus vagus.
Kelainan Pos Mortem
Jika sebab kematian karena asfiksia maka akan dapat ditemukan tanda tanda
sebagai berikut:1,6,8
1. Tanda tanda umum
Tanda tanda umum tersebut berupa tanda tanda umum asfiksia, yaitu:
- Sianosis
- Bintik bintik perdarahan dan pelebaran pembuluh darah
- Kongesti di daerah kepala, leher, dan otak
- Darah menjadi lebih gelap dan lebih encer
2. Tanda tanda khusus
- Jejas jerat, yaitu berupa lekukan melingkari leher (secara penuh atau
sebelum) dan di sekitarnya kadang kadang terlihat adanya bendungan.
Arah jejas tidak melingkar horisontal, melainkan mengarah ke atas menuju
kea rah simpul dan membentuk sudut atau jika jejas diteruskan (pada jejas
yang tak melingkar secara penuh)akan membentuk sudut yang semu.
Warna jejas coklat kemerahan (karena lecet akibat tali yang kasar),
perabaan keras seperti kertas perkamaen. Pada pemeriksaan mikrosokpik
-
cricoid
Lebam mayat
Jika sesudah mati tetap dalam keadaan tergantung cukup lama maka lebam
mayat dapat ditemukan pada tubuh bagian bawah, anggota badan bagian
b. Lecet/memar
- Pada peristiwa pembunuhan sering ditemukan adanya lecet lecet
atau memar- memar disekitar jejas. Kelainan tersebut terjadi
2.
3.
ditemukan
Tubuh bagian dalam
a. Leher bagian dalam terdapat :
- Resapan darah pada otot dan jaringan ikat
- Fraktur dari tulang rawan ( terutama tulang rawan thyroid),
kecuali pada korban yang masih muda dimana tulang rawan masih
sangat elastik
- Kongesti pada jaringan ikat, kelenjar limfe, dan pangkal lidah
b. Paru paru
- Sering ditemukan edema paru- paru
- Sering ditemukan adanya buih halus pada jalan nafas
3. obstruksi arteri carotis dan vena jugularis internal, terjadi hipoksi cerebral,
memerlukan waktu yang lama untuk menyebabkan kematian.
Jenis Pencekikan
Beberapa cara melakukan pencekikan, yaitu: 4
1. Menggunakan 1 tangan dan pelaku berdiri di depan korban.
2. Menggunakan 2 tangan dan pelaku berdiri di depan atau di belakang korban.
3. Menggunakan 1 lengan dan pelaku berdiri di depan atau di belakang korban.
Pemeriksaan:
Pada pemeriksaan kasus cekikan, fokus pemeriksaan pada daerah leher. Di
sini kita harus hati-hati sekali, mengamati dengan cermat; apakah ada memar yang
halus, luka lecet tekan yang tipis pada daerah sisi kanan dan kiri leher yang
berbentuk cetakan dari telapak jari jempol di sebelah kanan korban (untuk
penyekik "right handed") atau luka lecet tekan dengan cetakan dari telapak jari
jempol di sebelah kiri korban dengan keempat jari lainnya di kanan (untuk
penyekik "left handed").7,9
Bentuk luka lecet tekan akibat jari jempol mirip seperti bulan
sabit "crescent appearance".
Letak dari luka akibat cekikan ini sejajar dengan tulang jakun
di samping kiri atau kanan, di atas m. sternocleidomastoideus di bawah
angulus mandibulae (daerah sinus caroticus). Diusahakan pemeriksaan
secepat mungkin dan pada siang hari. Apabila diperiksa kebetulan pada malam
hari maka dengan sinar lampu yang cukup terang.
bawah, diteliti dengan patah tulang pada columna vertebralis cervicalis, apakah
ada retak atau patah tulang. Seseorang yang dicekik bisa saja meninggal karena
vagal refleks. Tentu pada keadaan ini tidak ditemukan tanda-tanda asfiksia pada
tubuh korban. Kalau kita mendapatkan ciri-ciri khas (crescent appearance) dan
kita menduga suatu vagal refleks, maka kita harus menemukan tidak adanya
tanda-tanda asfiksia pada tubuh korban (negative finding). Ini perlu untuk
mencocokkan di TKP (Tempat Kejadian Perkara).
Pemeriksaan
Bentuk Luka
Letak Luka
Keterangan
Pada pemeriksaan, fokus pemeriksaan pada daerah leher. Di sini
kita harus hati-hati sekali, mengamati dengan cermat; apakah ada
memar yang halus, luka lecet tekan yang tipis pada daerah sisi
kanan dan kiri leher yang berbentuk cetakan dari telapak jari
jempol di sebelah kanan korban (untuk penyekik "right handed")
atau luka lecet tekan dengan cetakan dari telapak jari jempol di
sebelah kiri korban dengan keempat jari lainnya di kanan (untuk
penyekik "left handed").
Bentuk luka lecet tekan akibat jari jempol mirip seperti bulan
sabit "crescent appearance".
Letak dari luka akibat cekikan ini sejajar dengan tulang jakun di
samping kiri atau kanan, di atas m. sternocleidomastoideus di
bawah angulus mandibulae (daerah sinus caroticus). Diusahakan
pemeriksaan secepat mungkin dan pada siang hari. Apabila
diperiksa kebetulan pada malam hari maka dengan sinar lampu
yang cukup terang.
Pada pemeriksaan dalam; setelah insisi pertama (primary
incision), jangan dulu dipotong iga II VII. Dikupas dulu kulit
bagian leher secara hati-hati untuk melihat apakah ada bintik
perdarahan, memar pada lapisan dalam kulit yang merupakan
lanjutan dari luka lecet di bagian luar tadi. Juga otot-otot leher
diperhatikan adanya bintik perdarahan serta tulang-tulang rawan,
os hyoid, os crycoid, apakah ada yang patah atau retak.
Untuk melengkapi pemeriksaan yang mungkin dicekik dengan
lengan bawah, diteliti dengan patah tulang pada columna
vertebralis cervicalis, apakah ada retak atau patah tulang.
Seseorang yang dicekik bisa saja meninggal karena vagal refleks.
Tentu pada keadaan ini tidak ditemukan tanda-tanda asfiksia pada
tubuh korban. Kalau kita mendapatkan ciri-ciri khas (crescent
appearance) dan kita menduga suatu vagal refleks, maka kita
harus menemukan tidak adanya tanda-tanda asfiksia pada tubuh
korban (negative finding). Ini perlu untuk mencocokkan di TKP
(Tempat Kejadian Perkara).
(homicidal
smothering).
Biasanya
terjadi
pada
kasus
pembunuhan anak sendiri. Pada orang dewasa hanya terjadi pada orang tidak
berdaya seperti orang tua, orang sakit berat, orang dalam pengaruh obat atau
minuman keras.
Pemeriksaan Luar
Didapati
pada
daerah
hidung/mulut
hiperemis/bintik-bintik
dilaut atau sungai tetapi dapat juga di wastafel atau ember berisi air. Perlu
diketahui bahwa jumlah air yang dapat mematikan jika dihirup oleh paru paru
sebanyak 2 liter untuk orang dewasa dan 30 40 mililiter untuk bayi.1,3,5
Berdasarkan penyebabnya, mati tenggelam terbagi atas: 1,6
1. Dry drowning adalah mati tenggelam tanpa ada air di saluran nafas.
Penyebab kematian pada kasus ini, antara lain:
a. Spasme laring (menimbulkan asfiksia).
b. Vagal reflex/cardiac arrest/kolaps sirkulasi.
2. Wet drowning adalah mati tenggelam dimana cairan masuk ke dalam saluran
nafas.
3. Secondary drowning. Terjadi gejala beberapa hari setelah korban tenggelam
(dan diangkat dari dalam air) dan korban meninggal akibat komplikasi.
4. Immersion syndrome. Korban tiba-tiba meninggal setelah tenggelam dalam air
dingin akibat refleks vagal. Alkohol dan makan terlalu banyak merupakan
faktor pencetus.
Pada pemerikasaan jenazah akibat tenggelam, pemeriksaan harus seteliti
mungkin agar mekanisme kematian dapat ditentukan, karena seringkali jenazah
sudah ditemukan dalam keadaan membusuk.
Hal penting yang perlu ditentukan pada pemeriksaan adalah :1,2,6
1. Menentukan identitas korban .
Identitas korban ditentukan dengan memeriksa antara lain:
a. Pakaian dan benda-benda milik korban
b. Warna dan distribusi rambut dan identitas lain
c. Kelainan atau deformitas dan jaringan parut
d. Sidik jari
e. Pemeriksaan gigi
f. Teknik identifikasi lain
2. Apakah korban masih hidup sebelum tenggelam
Pada mayat yang masih segar, untuk menentukan apakah korban masih
hidup atau sudah meninggal pada saat tenggelam, dapat diketahui dari hasil
pemeriksaan .
a. Pemeriksaan diatom (metode yang paling memuaskan)
b. Perbandingan kadar elektrolit magnesium pada bilik jantung kiri dan
kanan.
c. Benda asing pada paru dan saluran pernapasan mempunyai nilai yang
menentukan pada mayat yang terbenam selama bebrapa waktu dan mulai
membususk. Demikian pula dengan isi lambung dan usus.
d. Pada mayat yang masih segar, adanya air dalam lambung dan alveoli
yang secara fisik dan kimia sifatnya sama dengan air tempat korban
tenggelam mempunyai nilai yang bermakna.
e. Pada beberapa kasus, ditemukannya kadar alkohol tinggi dapat
menjelaskan bahwa korban sedang dalam keadaan keracunan alkohol
pada saat masuk ke dalam air.
3. Penyebab kematian yang sebenarnya dan jenis drowning
Pada mayat yang segar, gambaran pasca-mati dapat menunjukkan tipe
drowning dan juga penyebab kematian lain seperti penyakit, keracunan atau
kekerasan lain.
Pada kecelakaan di kolam renang, benturan ante-mortem (ante-mortem
impact) pada tubuh bagian atas, misalnya memar pada muka, perlukaan pada
4.
melalui bedah.
5. Tempat korban pertama kali tenggelam.
Bila kematian korban berhubungan dengan masuknya cairan ke dalam
saluran pernapasan, maka pemeriksaan diatom dari air tempat korban
ditemukan dapat membantu menentukan apakah korban tenggelamdi tempat
itu atau di tempat lain.
6. Apakah ada penyulit alamiah lain yang mempercepat kematian.
a. Bila sudah ditentukan bahwa korban masih hidup, pada waktu masuk ke
dalam air, maka perlu ditentukan bahwa apakah kematian disebabkan
karena air masuk ke dalam saluran pernapasan (tenggelam). Pada
immersion, kematian terjadi dengan cepat, hal ini mungkin disebabkan
oleh karena sudden cardiac arrest yang terjadi pada waktu cairan
melalui saluran pernapasan bagian atas.
Beberapa korban yang terjun dengan kaki terlebih dahulu menyebabkan
cairan dengan mudah masuk ke hidung. Faktor lain adalah keadaan
hipersensitivitas dan kadang-kadang keracunan alkohol.
Bila tidak ditemukan air dalam paru-paru dan lambung, berarti kematian
terjadi seketika akibat spasme glotis, yang menyebabkan cairan tidak
dapat masuk.
Tenggelam dalam air tawar
Pada keadaan ini terjadi absorpsi cairan yang masif. Karena konsentrasi
elektrolit dalam air twar lebih rendah daripada konsentrasi dalam darah, maka
akan terjadi hemodilusi darah, air masuk ke dalam aliran darah sekitar alveoli dan
mengakibatkan pecahnya sel darah merah (hemolisis).2
Akibat pengenceran darah yang terjadi, tubuh mencoba mengatasi keadaan
ini dengan melepaskan ion Kalium dari serabut otot jantung sehingga kadar ion
Kalium dalam plasma meningkat, terjadi perubahan keseimbangan ion K+ dan Ca+
+
dalam serabut otot jantung dapat mendorng terjadinya fibrilasi ventrikel dan
paru parunya tidak didapati adanya air atau benda benda air.Tenggelam
jenis ini juga disebut tenggelam tipe I.
3. Pengaruh air yang masuk paru paru
a. Pada peristiwa tenggelam di air tawar akan menimbulkan anoksia disertai
gangguan elektrolit. Perlu diketahui bahwa masuknya air tawar didalam
paru paru akan mengakibatkan hemodilusi dan hemolysis. Dengan
pecahnya eritrosit maka ion kalium intrasel akan terlepas sehingga
menimbulkan hyperkalemia yang akan mempengaruhi kerja jantung
(terjadi fibrilasi ventrikel). Pemeriksaan pos mortem ditemukan tanda
tanda asfiksia, kadar NaCl jantung kanan lebih tinggi dari jantung kiri dan
adanya buih serta benda air pada paru paru. Tenggelam jenis ini disebut
tenggelam tipe II A.
b. Pada peristiwa tenggelam di air asin akan mengakibtakan terjadinya
anoksia dan hemokonsentrasi. Tidak terjadi gangguan keseimbangan
elektrolit. Tenggelam jenis ini disebut tenggelam tipe II B. Dibandingkan
dengan tipe II A maka kematian pada tipe II B terjadi lebih lambat.
Pemeriksaan pos mortem ditemukan adanya tanda tanda asfiksia, kadar
NaCl pada Jantung kiri lebih tinggi daripada jantung kanan dan ditemukan
buih serta benda benda air pada paru paru.
Kelainan Pos Mortem
1.
Pemeriksaan Luar.1
- Pakaian basah, kadang kadang bercampur lumpur
- Kulit basah, keriput, dan terkadang seperti kulit angsa (cutis anserina)
- Kulit tangan dan kaki terkadang menyerupai washer woman skin
- Lebam mayat terutama pada kepala dan leher
- Terkadang ditemukan cadaveric spasm
- Tanda khas pemeriksaan luar pada kasus tenggelam adalah ditemukannya
buih halus yang terbentuk akibat acute pulmonary edema, berwarna putih,
2.
Tes Konfirmasi
Berbagai tes konfirmasi dapat dilakukan untuk membantu menegakkan diagnosis
tenggelam, antara lain:
1. Tes Asal Air
Tes ini diperlukan untuk membedakan apakah air dalam paru paru berasal
dari luar atau dari proses edema. Mencocokan air dalam paru paru dengan
air dilokasi tempat tenggelam, yaitu degan meneliti spesies dari ganggang
diatome. Tes dilakukan dengan cara memeriksa air dari paru paru atau
lambung secara mikroskopik. Dapat juga dilakukan pemeriksaan distruksi
paru paru.
2. Tes Kimia Darah
Tes ini dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya hemokonsentrasi atau
hemodilusi pada masing masing sisi dari jantung dengan cara memeriksa
gaya berat spesifik dari serum masing masing sisi dan memeriksa kadar
elektrolit dari serum masing masing sisi, antara lain kadar sodium atau
chlorida. Tes ini baru dianggap reliabel jika dilakukan dalam 24 jam setelah
kematian.
3. Tes Diatome Jaringan
Tes ini dapat dilakukan untuk menemukan adanya diatome padajaringan
tubuh.Jika pada hati, otak, sumsum tulang ditemukan diatome maka hal ini
dapat dijadikan bukti kuat terjadinya peristiwa tenggelam.Pada mayat yang
sudah membusuk, dimana kelainan-kelainan yang dapat memberi petunjuk
tenggelam sulit ditemukan maka pemeriksaan ini menjadi sangat bermanfaat.
2.2.8. Asfiksia Traumatik (Burking)
Kematian akibat asfiksia traumatik terjadi karena penekanan dari luar pada
dinding dada yang menyebabkan dada terfiksasi dan menimbulkan gangguan
gerak pernapasan, misalnya tertimbun pasir, tanah, runtuhan tembok, atau
tertimpa saat saling berdesakan.1,8
Penyebab Kematian
Penyebab kematian dapat diakibatkan oleh kegagalan pernapasan dan sirkulasi.1
Tanda Asfiksia pada Pemeriksaan Jenazah
Pada pemeriksaan luar ditemukan sianosis dan bendungan hebat.
Bendungan
tersebut menyebabkan
BAB III
KESIMPULAN
Asfiksia atau mati lemas adalah kumpulan dari berbagai keadaan dimana
terjadi gangguan pertukaran udara pernafasan, mengakibatkan oksigen darah
berkurang (hipoksia) disertai peningkatan karbondioksida (hiperkapnea) sehingga
menyebabkan kematian. Asfiksia merupakan penyebab kematian terbanyak dalam
kasus kedokteran forensik. Menurut data Pusat Pengendalian dan Pencegahan
Penyakit CDC terdapat 20.000 kematian yang disebabkan asfiksia mekanik.
Secara umum etiologi asfiksia terbagi tiga yaitu penyebab alamiah, trauma
mekanik, dan
saluran pernafasan atau gangguan pergerakan paru seperti laringitis dan fibrosis
paru. Trauma mekanik yaitu asfiksia mekanik, misalnya pneumotorak. Keracunan
bahan yang menimbulkan depresi pusat pernapasan, misalnya barbiturat.
Tanda-tanda asfiksia dapat dilihat dari pemeriksaan luar dan dalam. Pada
pemeriksaan luar akan didapatkan sianosis, kongesti, buih halus, dan warna lebam
mayat merah-kebiruan gelap. Pada pemeriksaan dalam dapat ditemukan
perubahan warna darah, busa halus di saluran pernapasan, bendungan sirkulasi
seluruh organ tubuh, dan ptekie. Selain itu terdapat beberapa keadaan yang dapat
menyebabkan asfiksia khususnya asfiksia mekanik, seperti tenggelam, gantung
diri, pencekikan dan sufokasi, dapat diketahui dan mempunyai arti penting dalam
proses penyidikan.
DAFTAR PUSTAKA
1. Budiyanto. Kematian Akibat Asfiksia Mekanik. Ilmu Kedokteran Forensik.
Edisi 1. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 1997. h55-70.
2. Amir A. Sebab Kematian. Rangkaian Ilmu Kedokteran Forensik. Edisi 2.
Medan: Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara; 2007. h120-125.
3. Martland HS. Traumatic Aphyxia: Strangulation. Legal Medicine Pathology
And Toxicology. p454-474.
4. Knight B. Asphyxia. Forensic Medicine. 9th ed. London: Edward Arnold; 1985.
p87-104.
5. Chadha PV. Kematian Akibat Asfiksia. Ilmu Forensik dan Toksikologi. India;
2003. p105-123.
6. Nandy A. Violent Asphyxial Deaths. Principles of Forensic Medicine. India:
New Central Book Agency, Ltd: 2001. p315-342.
7. Kerr JA. Asphyxia. Forensic Medicine. 5th ed. London:In The University of
Edinburgh;1954. p152-168.
8. Gresham GA. Asphyxia and Poisoning. A colour Atlas of Forensic Pathology.
Holland:Wolfe Publishing Ltd;1975. p235-243.