Anda di halaman 1dari 31

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA
3.1

Penyakit Jantung Tiroid

3.1.1 Penyakit Jantung Hipertiroid

Definisi
Penyakit jantung hipertiroid adalah suatu penyakit jantung
dengan

berbagai

manifestasinya

yang

timbul

akibat

keadaan peningkatan kadar hormon tiroksin bebas dalam


sirkulasi darah.
Etiologi
Penyebab

yang

paling

sering

adalah

Graves disesase,

struma

multinoduler, struma nodosa soiter, tumor trofoblastikakibat produksi


Human Chorionik Gonadotropin (HCG) yang berlebihan, juga metastase
karsinoma tiroid folikular. Secara garis besar etiologi hipertiroid dapat
dikelompokkan menjadi dua, yaitu:
a. TSH normal atau rendah
Kadar TSH normal atau rendah teradapat pada penyakit Grave, nodul
tiroid toksik (single/ multiple), tiroiditis subakut, penyakit Hashimoto,
silent thyroiditis, excess thyroid hormon ingestion.
b. TSH meningkat
Kadar TSH yang meningkat dapat dijumpai pada choriocarcinoma,
kanker testis, struma ovarii, dan tumor pituitari yang memproduksi
TSH.9
Patofisiologi dan Manifestasi Klinis
Pada studi hewan percobaan dan manusia, pengaruh kelebihan hormon
tiroid mengakibatkan:
1. Meningkatnya kegiatan metabolisme rata-rata, yang mengakibatkan
meningkatnya kebutuhan oksigen.
2. Meningkatnya kerja inotropik (inotropic effect).
3. Meningkatnya kerja kronotropik (chronotropic effect).

20

21

4. Meningkatnya pintas arteri-vena perifer (peripheral arteri-venous


shunting).10
Gejala-gejala umum yang timbul akibat adanya usaha mencukupi
kebutuhan energi pada keadaan hipermetabolisme biasanya berupa nafsu
makan yang menigkat, namun berat badannya tidak bertambah bahkan
cenderung turun. Pernafasan menjadi cepat dan dalam, untuk memenuhi
kebutuhan oksigen yang meningkat akibat kerja hormon tiroid yang
meningkatkan kalorogenesis. Diare biasanya dijumpai akibat keadaan usus
yang hiperperistaltik dan peningkatan kerja enzim-enzim pencernaan.9
Gejala subjektif lain dapat berupa palpitasi, takikardi, perasaan tidak enak
epigastrium sebagai akibat kontraksi aorta descenden yang berlebihan,
lekas lelah, sesak nafas, gelisah, keringat yang berlebihan, dan sebagainya.
Gejala objektif ditemukan takikardi, nadi seler, denyut arteri karotis dan
aorta meningkat, apeks impuls yang kuat, pulsasi yang kuat, kadangkadang dijumpai bising sistolik2 di daerah perikordial, thrill dirasakan di
arteri carotis atau arteri subclavia, berbagai gangguan irama jantung
(umumnya takiaritmia supraventrikuler), fibrilasi atrium, pembesaran
jantung.10
Manifestasi perifer yang khas lain pada penderita hipertiroid antara
lain didapati pada mata dan kulit. Pada mata bisa terdapat lid retraction,
yaitu retraksi kelopak mata atas, menunjukkan terdapat suatu rim pada
sclera antara kelopak mata dan limbus, hal ini dapat disertai fenomena lid
lag, yaitu keterlambatan kelopak mata mengikuti gerakan mata. Pada kulit
akan terasa hangat dan lembab sebagai hasil dari dilatasi pembuluh darah
kulit, dan keringat banyak akibat keadaan hiperdinamik. Manifestasi ini
mungkin muncul akibat peningkatan aktivitas adrenergik.9 Eksoftalmus
terjadi akibat infiltrasi limfosit, sel mast, dan sel-sel plasma terhadap
jaringan orbita dan otot-otot mata (proptosis bola mata).10

22

Gambar 1. Eksoftalmus

Gambar 2. Lid retraction

Manifestasi Kardiovaskuler yang Khas pada Penyakit Jantung


Hipertiroid
Pada penyakit jntung hipertiroid dapat ditemukan fibrilasi atrium,
hipertrofi jantung, hipertensi sistolik, angina pektoris, superimposed
hyperthyroid cardiomyopathy, dan gagal jantung. Sedangakan paroksismal
supraventrikular, takikardi, dan flutter jarang terjadi.8 Berikut penjelasan
dari menifestasi klinis pada penyakit jantung hipertiroid.
1. Fibrilasi atrium
Fibrilasi atrium sering dihubungkan dengan respon ventrikel yang
cepat. Denyut ventrikel biasanya lebih cepat disbanding fibrilasi
atrium pada penderita eutiroid. Bila fibrilasi atrium menetap sampai
empat

bulan

setelah

eutiroid

dicapai,

perlu

dipertimbangkan

kardioversi. Biasanya indikasi untuk pemberian antikoagulan untuk


menurunkan insiden emboli sistemik. Takikardi yang hampir selalu ada
dan menetap selama tidur akibat efek kronotropik hormon tiroid,
terutama sinus takikardi atau takiaritmia supraventrikuler. Pada
tirotoksikosis kadang dijumpai berbagai derajat gangguan hantaran
bahkan blok AV derajat II sampai blok AV komplet, interval PR
memanjang, dan pada persentase kecil dapat WPW. Hal ini akibat
pengaruh T4 yang menyebabkan peradangan nodus AV. Regurgitasi
katup mitral maupun tricuspid (flow murmur) yang dapat hilang
setelah pengobatan dengan obat antitiroid.10, 11

23

2. Hipertrofi jantung
Peningkatan sintesis protein kontraktil jantung sebagai akibat tidak
langsung dari hormon tiroid serta akibat peningkatan kerja jantung
menyebabkan terjadi hipertrofi jantung.
3. Hipertensi sistolik
Hipertensi sistolik mungkin disebabkan oleh ketidakmampuan
pembuluh darah mengakomodasi peningkatan cardiac output dan
stroke volume. Sebagaian besar penderita hipertiroid akan mengalami
hipertensi.12
4. Angina pektoris
Beberapa mekanisme yang mungkin berperan terhadap terjadinya
angina pektoris, antara lainadanya penyakit obstruksi arteri koroner
yang menetap, peningkatan kebutuhan oksigen, dan iskemik. Emboli
pada sirkulasi koroner dapat terjadi bila ada fibrilasi atrium, trombosis,
dan spasme arteri koroner. Angina pektoris pada penderita hipertiroid
biasanya muncul pada saat istirahat, berkembang dengan cepat dan
membaik bila hipertiroid teratasi dengan terapi hipertiroid.12
5. Superimposed hyperthyroid cardiomyopathy
Pada hipertiroid akan terjadi peningkatan fraksi ejeksi ventrikel kiri
saat isttirahat (LVEF), tetapui akan menurun secara bermakna pada
latihan. Abnormalitas fungsi ventrikel kiri (LV) selama latihan
menunjukkan suatu kardiomiopati dilatasi reversibel dan merupakan
akibat langsungdari kelebihan hormon tiroid serta tidak tergantung dari
aktivitas alfa adrenoreseptor. Hal ini terbukti dengan pemberian
propanolol yang akan menurunkan LVEF istirahat baik pada hiper
maupun eutiroid, tetapi tidak berpengaruh pada LVEF hipertiroid pada
saat latihan.6
6. Gagal jantung

24

Gagal jantung dapat terjadi pada hipertiroid yang tidak terkontrol


sebagai penanganan fibrilasi atrium yang tidak terkontrol. 12 Tetapi
dapat

juga

berhubungan

dengan

superimposed

dilatation

cardiomyopathy terutama saat latihan. Penderita mungkin juga


memiliki gejala gagal jantung high output sehubungan dengan
peningkatan volume darah dan total natrium tubuh dengan disfungsi
ventrikel kiri.
3.1.2 Penyakit Jantung Hipotiroid
Definisi
Penyakit jantung hipotiroid adalah penyakit jantung dan
berbagai

manifestasinya

akibat

penurunan

aktivitas

hormone tiroid sejalan dengan penurunan kadar hormon


tiroksin bebas dalam cairan ekstraseluler, atau pada kasus
yang jarang akibat resisten terhadap hormone tiroid pada
tingkat seluler.
Etiologi
Penyebab hipotiroid secara garis besar dibagi menjadi tiga bagian, yaitu:
1. Thyroprivic hypothyroidism, akibat atropi atau kehilangan jaringan
tiroid, contoh:
a. Post ablative hypothyroidism
b. Primary idiopatic hypothyroidism
c. Sporadic athyreotic cretinism (aplasia atau displasia tiroid).
2. Thropoprivic hypothyroidism, akibat kurangnya rangsangan pada
kelenjar tiroid yang normal akibat penyakit pada hipotalamus atau
hipofisis, contohnya:
a. Sechans syndrome
b. Infiltrative disorder of pituitary or hypothalamus
3. Goitrous Hypothyroidism, akibat kompensasi goitrogenesis karena
penurunan biosintesis hormone, contoh:
a. Hashimotos thyroiditis
b. Endemic iodine deficiency

25

c. Antithyroid agents (para amino salicyclic acid, fenilbutazon,


resorcinol)..
d. iodide goiter dan hipotiroidisme.
e. heritable defects in hormone biosynthesis and action.
f. peripheral resistance to thyroid hormone.9
Pendapat lain tentang pembagaian penyebab hipotiroidisme yaitu:
1. Primary hypothyroidism
a. No goiter
Athyreotic creatinism, juvenile myxedema, adult idiopathic
myxedema, destruction of thyroid, external radiation.
b. Goiter
Hashimotos disease (late stage), biosynthetic defects, goitrogents,
subacute thyroiditis, ectopic thyroid, iodide deficiency.
2. Secondary hypothyroidism (TSH deficiency)
a. Destructive lesions in and around the adenohypophisis and
hypothalamus.
b. Isolated TSH deficiency.
Patofisiologi dan Manifestasi Klinik
Pada hipotiroid sering ditemukan rasa lelah, mengantuk, sesak
nafas, kelemahan otot, edema fasial dan perifer, nadi lemah, kardiomegali,
bradikardi, efusi pleura dan pericardia. Pengaruh keadaan hipotiroid pada
system kardiovaskuler adalah:
1.

Menurunkan kegiatan metabolisme rata-rata yang menyebabkan


menurunnya kebutuhan oksigen.

2. Menurunnya pintas arteri-vena perifer (peripheral arteri-venous


shunting)
3. Menurunnya kerja inotropik (inotropic effect)
4. Menurunnya kerja kronotropik (cronotropic effect)

26

Pada hipotiroid lama dapt timbul manifestasi jantung yang


bervariasi, dapat dengan dispnea, fatigue, dan pada kasus yang berat dapat
seluruh tubuh edema, yang disebut miksedema. Hal ini mungkin hasil dari
efusi pericardium atau CHF. Manifestasi yang khas pada keadaan
hipotiroid yang lama yaitu bradikardi dan penurunan kerja jantung,
hipertensi diastolic, efusi pericardial, gagal jantung, dan penyakit arteri
koroner. Berikut penjelasan mengenai hal di atas.
1. Bradikardi dan penurunan kerja jantung
Hasil EKG menunjukkan keadaan brrdikardi dan abnormalitas gelombang
T nonspesifik, gelombang P dan kompleks QRS low voltage, terutama bila
ada efusi pericardial besar. Terjadi perubahan hemodinamik berupa
penurunan kardiak output, stroke volume, volume intravaskuler,
peningkatan

reesistensi

perifer,

perubahan

henmodinamik

ini

menghasilkan gambaran tekanan darah menyempit, perpanjangan waktu


sirkulasi, pemanjangan waktu relaksasi diastolic, dan penurunan aliran
darah ke jaringan.6, 9, 10
2. Hipertensi diastolic
Resistensi pembuluh darah perifer yang meningkat menyebabkan
rendahnya kadar renin sehingga meningkatakan insiden hipertensi.
Peningkatan resistensi perifer akibat hormone tiroid ini dengan jalan
mempengaruhi secatra langsung otot polos pembuluh darah sirkulasi
perifer sehingga meningkatkan tonus arteriol.
3. Pembesaran jantung akibat efusi perikardial
Kemungkinan efusi ini terjadi akibat retensi cairan oleh deposit
mukopolisakarida hidrofilik pada jaringan. Pada gambaran EKG sering
ditemukan kardiomiopati reversibel, yang membaik bila keadaan
hipotiroid diperbaiki.
4. Gagal jantung
Gagal janutung dapat terjadi akibat kemampuan kerja jantung yang sangat
kuat baik karena hilangnya kerja inotropik dari hormone tiroid langsung
atau dari perangsangan system simpatik, juga akibat resistensi pembuluh

27

darah perifer yang tinggi dan volume darah yang berkurang sehingga
venous return dan volume akhir diastolic juga berkurang.

5. Perubahan enzim jantung


Enzim yang berasal dari otot jantung meningkat, seperti kreatinin kinase
(CK), SGOT, dan lactic dehidrogenase (LD).
6. Penyakit arteri koroner
Pada hipotiroid terjadi peningkatan LDL, HDL, VLDL, apolipoprotein B71, dan lipoprotein (a). Dengan terapi pengganti hormone tiroid, kolesterol
plasma akan kembali menurun. Hal ini menunjukkan hipotiroid
mempunyai efek intrinsic reversibel pada katabolisme reseptor-mediated
LDL.6 Pada hipotiroidisme berat, keterlibatan miksedematosa otot-otot
perrnapasan dan depresi pusat napas sehingga terjadi hipoksia dan
hiperkapnia, yang mengakibatkan hipoventilasi alveolar dan retensi CO 2
yang bisa menjadi koma miksedema.
3.1.3

Diagnosis Penyakit Jantung Tiroid

Tabel 3.1 Index Wayne


Gejala Subjektif
Sesak saat bekerja
Berdebar
Kelelahan
Suka udara panas
Suka udara dingin
Keringat berlebihan
Gugup
Nafsu makan meningkat
Nafsu makan turun
Berat badan meningkat

Berat badan menurun

Nilai
+1
+2
+2
-5
+5
+3
+2
+3
-3
-3

Gejala Objektif
Tiroid teraba
Bising tiroid
Exophtalmus
Van graeff
Hiperkinetik
Tremor jari
Tangan panas
Tangan basah
Atrial fibrilasi
Nadi
<80

Ada
+3
+2
-2
+1
+4
+1
+2
+1
+4

>90

+3

80-90

+3

Jika skor index wayne 20 hipertiroid


Jika skor index wayne < 10 tidak ada hipertiroid klinis

Tidak
-3
-2
-2
-2
-1
-3
0

28

Jika skor index wayne 10-19 meragukan


Diagnosis

penyakit

jantung

tiroid

pertama-tama

ditegakkan

berdasarkan gambaran klinis yang menggambarkan keadaan hipertiroid dan


hipotiroid dengan menggunakan indeks klinis wayne dan new castle
ditambah dengan pemeriksaan penunjang lain seperti elektrokardiografi dan
ekokardiografi.
Tabel 3.2 Index New Castle
No
1.

Tanda
Age of onset

Ada
15-24

Tidak ada

25-34
35-44
45-54
2.

Psychological presipitant

>55
Present

-5

3.

Frequent checking

Absent
Present

0
-3

4.

Severe anticipatory anxiety

Absent
Present

0
-3

5.

Increased appetite

Absent
Present

0
+5

6.

Goiter

Absent
Present

0
+3

7.

Thyroid bruit

Absent
Present

0
+18

8.

Exophthalmus

Absent
Present

0
+9

9.

Lid retraction

Absent
Present

0
+2

10.

Fine finger tremor

Absent
Present

0
+7

11.

Pulsa rate per minute

Absent
>90

0
+16

80-90

+8

<80

29

Status fungsional kelenjar tiroid dapat dipastikan dengan perantaraan tes-tes


fungsi tiroid. Tes-tes berikut digunakan untuk diagnosis penyakit tiroid
seperti dapat dilihat pada tabel 2.
Interpretasi:
(-11) (+23) : Eutiroid
(+24) (+39): Probably hipertiroid
(+40) (+80): Definite hipertiroid
Tabel 3.3. Tes-tes fungsi tiroid
Tes

Hipertiroidis

Hipotiroidis

Ambilan radioisotope iodium

me
Meningkat

me
Menurun

(RAI)

Meningkat

Menurun

Tiroksin serum

Meningkat

Menurun

Ambilan T3 resin

Menurun

Meningkat

Serum TSH
Kadar serum tiroksin dan triiodotironin dapat diukur dengan peneraan
radioligand, kadar normal tiroksin 4-11 g/100ml, dan kadar normal
triiodotironin berkisar antara 80-160ng/100ml.
Diagnosis

penyakit

jantung

hipertiroid

ditegakkan

berdasarkan:
1.

Gambaran klinis hipertiroid, baik manifestasi kardiovaskuler


dan perifer.

2.

Pemeriksaan laboratorium didapati peninggian kadar serum


T4.

3.
a.

Pemeriksaan penunjang berupa:


Radiologi torak umumnya normal, kadang dijumpai
pembesaran aorta asenden atau desenden, penonjolan segmen

30

pulmonal, dan pada kasus yang berat dijmpai pembesaran


jantung.
Pada elektrokardiografi didapatkan takikardi dengan

b.

berbagai gangguan irama,

adanya tanda-tanda pembesaran

ventrikel kiri, dan kadang-kadang terdapat gelombang T prominen,


peninggian voltase, perubahan gelombang ST-T, dan pemendekan
interval QT.
c.

Bila perlu lakukan uji diagnostic untuk hipertiroidisme


yaitu pengujian secara langsung besarnya konsentrasi tiroksin bebas
dalam

plasma

radioimunologik

dengan
yang

menggunakan

sesuai.

Uji

lain

prosedur
berupa

pengukuran
uji

kecepatan

metabolisme basal yang meningkat +30 atau pada hipertiroid berat


dapat sampai +60, serta uji perangsangan TRH. Indikasi rawat pada
pasien ini bila didapati tanda-tanda gagalo jantung.7,13,14
Diagnosis penyakit jantung hipotiroid ditegakkan berdasarkan:
1. Gejala klinis baik manifestasi kardiovaskuler maupun perifer dari
hipotiroidisme.
2. Pemeriksaan laboratorium didapati penurunan kadar serum T4. Pada
hipotiroidisme primer, kadar TSH meningkat. Bila T4 dan TSH rendah,
penyebab hipotiroidismenya adalah penyak8it kelenjar hipofise.
3. Pemeriksaan penunjang:
a. Radiologi torak, sering didapati gambaran pembesaran jantung, baik
karena efusi pericardial maupun oleo pembesaran jantung sendiri
b. Pada ekokardiografi didapati efusi pericardial, dan kadang tampak
tanda-tanda kardiomiopati hipertropik.
c. Hasil elektrokardiografi didapatkan adanya bradikardi, gangguan
irama dan voltase rendah pada semua sadapan.
d. Uji diagnostic hipotiroid dengan tes kadar TSH, biasanya sekresi
TSH oleo hipofisis anterior sangat meningkat, kecuali bila

31

hipotiroidismenya disebabkan oleh menurunnya kadar


respon kelenjar hipofise terhadap TRH.13,14

3.1.4 Penatalaksanaan
PENYAKIT JANTUNG HIPERTIROID
Prinsip penatalaksanaan hipertiroidisme didasarkan pertama kali pada
penyebabnya,

dengan

tujuan

secepatnya

menurunkan

keadaan

hipermetabolisme dan kadar hormone tiroid dalam sirkulasi. 13 juga


berdasarkan umur, jenis kelamin, status system kardiovaskuler, tingkatan
hipertiroid, dan riwayat perjalanan penyakit. Toxic tiroid nodul merupakan
indikasi terapi dan operasi. Sedangkan subakut tiroiditis dan limfositik
tiroiditis merupakan self-limiting disease yang akan sembuh dengan
sendirinya.

Excess

thyroid

hormone

ingestion

diterapi

dengan

pengurangan dosis sampai batas terapi jika diindikasikan pemberian


hormone tiroid. Hashimotos disease dan Graves disease juga dianggap
sebagai self limiting disease, namun pada Graves disease lamanya
bervariasi dari 6 sampai 20 tahun lebih.
Tujuan

penatalaksanaan

hipertiroidisme

yaitu

pertama

secara

fungsional untuk meningkatkan fungsional akibat gangguan


kardiovaskuler yang ada, dan secara anatomi/ etiologi
untuk mengatasi penyebab keadaan hipertiroidnya.
1. Meningkatkan kemampuan fungsional
Penderita penyakit jantung hipertiroid bisa didapati
gangguan fungsional sesuai dengan klasifikasi New York
Heart Association (NYHA) I sampai IV. Gangguan fungsional
yang

timbul

atau

gagal

ketidakmampuan jantung untuk

jantung

disebabkan

memenuhi kebutuhan

hipermetabolik tubuh, ditambah dengan kerja hormone

32

tiroid yang langsung memacu terus-menerus sehingga bisa


menimbulkan

aritmia.

Sering

itmbul

keluhan

seperti

palpitasi, badan lemah, sesak nafas, yang mengarah pada


tanda-tanda gagal jantung kiri.
Pengobatan yang dilakukan meliputi medikamentosa dan non
medikamentosa.
a.

Secara non medikamentosa berupa: istirahat tirah baring


(bed rest), diet jantung dengan tujuan untuk mengurangi beban
jantung dengan diet yang lunak, rendah garam dan kalori, serta
mengurangai segala bentuk stress baik fisik maupun psikis yang
dapat memperberaty kerja jantungnya.

b.

Secara medikamentosa berupa:


1)

Golongan

beta

ditujukan

blocker,

untuk

mengurangi kerja jantung serta melawan kerja hormone


tiroid yang bersifat inotropik dan kronotropik negative.
Golongan beta blocker akan mengistirahatkan jantung dan
memberi waktu pengisian diastolik yang lebih lama sehingga
akan mengatsi gagal jantungnya. Propanolol juga penting
untuk mengatasi efek perifer dari hormone tiroid yang
bersifat stimulator beta-adrenergik reseptor. Beta blocker
juga bersifat menekan terhadap system saraf sehingga
daapt mengurangi palpitasi, rasa cemas, dan hiperkinesis.
Beta blocker tidak mempengaruhi peningkatan konsumsi
oksigen.

Dosis

40-160

mg/

hari

bila

belum

ada

dekompensasio kordis.1
2)

Diuretik, dapat diberikan untuk mengurangi


beban volume jantung dan mengatasi bendungan
paru.

3)

Pemberian

digitalis

masih

controversial,

karena sifatnya yang kronotropik negative tapi

33

inotropik

positif.

Diharapkan

kerja

kronotropik

negatifnya untuk mengatasi takikardi yang ada, tapi


kerja inotropik positifnya dapat menambah kerja
jantung

mengingat

pada

penyakit

jantung

hipertiroid, hormone tiroid justru bersifat kronotropik


positif juga.13,14 Dosis lebih dari normal perlu control heart
rate selama atrial aritmia.15
4)

Antikoagulan, direkomendasikan untuk AF,


khususnya jika 3 hari atau lebih, dilanjutkan untuk 4
minggu setelah kembali ke sinus rhythm dan kondisi
eutiroid.15

2. Mengatasi keadaan hipertiroidisme


Terapi utama pada hipertiroidisme ini yaitu secara
langsung untuk menurunkan jmlah hormone tiroid yang
diproduksi oleo kelenjar tiroid dengan obat-obat antitiroid,
selain itu dapat didukung dengan terapi radioaktif iodine
dan operasi subtotal tiroidektomi.
a.

Obat Antitiroid (Tirostatika)


Obat

antitiroid

yang

sering

digunakan

adalah

profiltiourasil (PTU) dan metimazol, serta golongan betablocker yaitu propanolol. Namun kadang-kadang iodine stabil dapat
digunakan, terutama untuk persiapan pembedahan. Baik PTU maupun
metimazol memiliki efek yang hampir sama, hanya PTU memiliki kerja
menghambat perubahan T4 menjadi T3 di perifer, sehingga PTU lebih
cepat menunjukkan kamajuan terapi secara simtomatis, kebanyakan pasien
dapat diontrol hipertiroidnya dengan PTU 100-150 mg tiap 6-8 jam. 16
Nmaun dari kepustakaan lain, dosis yang sesuai untuk pasien dengan
penyakit jantung hipertiroid yaitu PTU 250 mg dan propanolol 20 mg tiga

34

kali sehari.17 Atau dosis propanolol 40-160 mg/hari dan dosis


propiltiourasil 400-600 mg/ hari serta dosis metimazol 60-80 mg/hari. 1
Dosis tiga kali sehari dari PTU dikurangi menjadi 200 mg setelah sekitar 2
minggu (tapering off), kemudian secara bertahap dikurangi menjadi 100
mg setelah sekitar 8 minggu. Selanjutnya dosis pemeliharaan dapat
diberikan 50 mg tiga kali sehari18 atau kurang lebih selama 1-1,5 tahun.13
Dalam pemberian PTU, dosisnya harus dimonitor dengan kadar T4 dan T3
plasma sejak pasien menunjukkan respon berbeda. Waktu yang dibutuhkan
T4 dan T3 plasma untuk kembali normal bervariasi sekitar 6-10 minggu.
Pemberian propanolol dapat dihentikan jika terapi dengan PTU telah
menunjukkan hasil yang baik. Efek kronotropik dan inotropik negatifnya
cepat memberikan hasil dibandingkan PTU. Cara kerja propiltiourasil
yaitu dengan mengurangi sintesa T4 dan T3 secara reversibel sehingga
dapat terjadi kekambuhan, kecuali terjadi remisi spontan, misalnya pada
Grave disease untuk sementara waktu yang harus dipantau dengan kadar
T4 dan T3 plasma.
Pada hipertiroid berat atau krisis tiroid, baik PTU maupun metimazol
tidak begitu banyak berguna karena kerjanya yang lambat, namun
penggunaannya masih disarankan untuk menekan konversi T4 menjadi T3
di perifer. Propanolol diberikan dalam dosis besar, misalnya 40 mg tiap 4
jam. Iodine juga dapat diberikan sebagai larutan pekat dari potassium
iodide, 5 tetes tiap 4 jam. Diperkirakan iodide bekerja dengan mengurangi
pelepasan dari bentuk awal hormone tiroid dari kelenjar, namun untuk
menghindari efek samping iodide yaitu efek iod basedow (walaupun
sangat jarang tapi sangat berbahaya), maka pada pemberiannya harus
diberikan pula PTU atau metimazol. Efek samping PTU biasanya tidak ada
atau sedikit, berupa skin rash. Sedangkan efek hipotiroid dapt dikontrol
dengan memonitor kadar T4 dan T3 plasma.18
b.

Tiroidektomi
Prinsip umum: operasi baru dikerjakan kalau keadaan pasien eutiroid,
klinis maupun biokimiawi. Plimerasi diberikan 3 kali 5 tetes solusio lugol

35

fortiori 7-10 jam preoperative, dengan maksud menginduksi involusi dan


mengurangi vaskularitas tiroid. Operasi dilakukan dengan tiroidektomi
subtotal dupleks menyisakan jaringan seujung ibu jari, atau lobektomi total
termasuk ismus dan tiroidektomi subtotal lobus lain. Komplikasi masih
sering terjadi meskipun mortalitas rendah.
Setiap pasien pasca operasi perlu dipantau apakah terjadi remisi,
hipotiroid atau residif.
c.

Terapi radioaktif iodine


Sebelum iodin radioaktif dimulai. Pasien-pasien ini diobati dengan
obat-obat antitiroid (seperti di atas) sampai mereka eutiroid; terapi
kemudian dihentikan selama 5-7 hari; kemudian ditentukan ambilan iodin
radioaktif dan juga dilakukan scan; dan suatu dosis 100-150 Ci/gram berat
tiroid, dihitung berdasarkan ambilan ini. Suatu dosis yang sedikit lebih
besar diperlukan pada pasien-pasien yang sebelumnya diobati dengan
obat-obat antitiroid. Setelah pemberian iodine radioaktif, kelenjar akan
mengkerut dan pasien biasanya akan jadi eutiroid dalam waktu 6-12
minggu.
Komplikasi utama terapi radioaktif adalah hipotiroidisme, yang
akhirnya
terjadi pada 80% atau lebih pasien yang diobati secara adekuat. Hal ini
tidak perlu dianggap betul-betul sebagai komplikasi dan bahkan hal inilah
yang merupakan jaminan terbaik bahwa pasien tidak akan mengalami
kekambuhan hipertiroidisme.
Indeks FT4 serum dan kadar TSH harus diikuti dan bila mereka
menunjukkan terjadinya hipotiroidisme, terapi pengganti yang tepat
dengan levotiroksin 0,05-0,2 mg/hari diberikan. Hipotiroidisme terjadi
setelah jenis manapun dari terapi untuk penyakit Graves -walau setelah
terapi dengan antitiroid; pada beberapa pasien, penyakit Graves yang
"sudah habis" merupakan hasil akhir penyakit tiroid autoimun. Oleh
karena itu, semua pasien dengan penyakit Graves membutuhkan follow up

36

seumur hidup untuk memastikan bahwa mereka tetap dalam keadaan


eutiroid.
Pada pasien dengan dasar penyakit jantung, tirotoksikosis berat atau
kelenjar yang besar (di atas 100 gram) biasanya diinginkan agar dicapai
keadaan eutiroid
PENYAKIT JANTUNG HIPOTIROID
Hipotiroid diobati dengan Levotiroksin (T4), yang terdapat dalam
bentuk murni dan stabil dan tidak mahal. Levotiroksin dikonversi menjadi
T3 di intraselular, sehingga kedua hormon sama-sama didapatkan dalam
tubuh walaupun hanya satu jenis. Tiroid kering tidak memuaskan karena
isi hormonnya yang bermacam-macam, dan triiodotirosin 42 (sebagai
liotironin) tidak memuaskan karena absorpsinya yang cepat dan waktu
paruhnya yang singkat dan efek sementara.
Waktu paruh levotiroksin kira-kira 7 hari, jadi hanya perlu diberikan
sekali sehari. Preparat ini diabsorpsi dengan, kadar dalam darah mudah
dipantau dengan cara mengikuti FT4I atau FT4 dan kadar TSH serum. Ada
peningkatan T4 atau FT4I kira-kira 1-2 g/dL (13-26 nmol/L) dan disertai
penurunan TSH sebanyak 1-2 U/L mulai dalam 2 jam dan berakhir
setelah 8-10 jam setelah dosis per oral 0,1-0,15 mg levotiroksin . Karena
itu, dosis harian levotiroksin sebaiknya diminum pagi hari untuk
menghindari gejala-gejala insomnia yang dapat timbul bila diminum
malam hari. Sebagai tambahan, ketika kadar serum tiroksin dipantau,
adalah penting mengukur darah puasa atau sebelum mendapat dosis harian
hormon untuk mendapat data yang konsisten
Pada hipotiroidisme lanjut atau pada pasien-pasien tua--terutama yang
dengan penyakit kardiovaskular, harus mulai terapi perlahan-lahan.
Levotiroksin diberikan dengan dosis 0,025 mg/hari untuk untuk 2 minggu,
dengan meningkatkan 0,025 mg setiap 2 minggu sampai mencapai dosis
0,1 atau 0,125 mg per hari. Biasanya diperlukan waktu 2 bulan untuk
seorang pasien mencapai keseimbangan dengan dosis penuh. Pada pasien-

37

pasien ini, jantung sangat peka terhadap kadar tiroksin yang beredar dan
bila terjadi angina pektoris atau aritmia jantung, perlu untuk menurunkan
dosis tiroksin dengan segera. Pada pasien-pasien yang lebih muda atau
pasien-pasien dengan penyakit ringan, penggantian penuh dapat segera
dimulai.
3.1.5

Prognosis
Pada hipertiroid perjalanan penyakit ditandai dengan remisi dan

eksaserbasi untuk jangka waktu yang lama kecuali kalau kelenjar dirusak
dengan pembedahan atau iodin radioaktif. Walaupun beberapa pasien bisa
tetap eutiroid untuk jangka waktu lama setelah terapi, banyak yang
akhirnya mendapatkan hipotiroidisme. Jadi, follow-up seumur hidup
merupakan indikasi untuk semua pasien dengan penyakit Graves.
Sedangkan pada hipotiroid, perjalanan miksedema yang tidak
diobati adalah penurunan keadaan secara lambat yang akhirnya menjadi
koma miksedema dan kematian. Namun, dengan terapi sesuai, prognosis
jangka panjang sangat menggembirakan. Karena waktu paruh tiroksin
yang panjang (7 hari), diperlukan waktu untuk mencapai keseimbangan
pada suatu dosis yang tetap. Jadi, perlu untuk memantau FT 4 atau FT4I dan
kadar TSH setiap 4-6 minggu sampai suatu keseimbangan normal tercapai.
Setelah itu, FT4 dan TSH dapat dipantau sekali setahun. Dosis T4 harus
ditingkatkan kira-kira 25% selama kehamilan dan laktasi.
Pasien lebih tua memetabolisir T4 lebih lambat, dan dosis
akan diturunkan sesuai dengan umur.13,14,15
3.2 Gagal Jantung Kongestif
3.2.1 Definisi
Gagal jantung merupakan tahap akhir dari seluruh penyakit jantung
dan merupakan penyebab peningkatan morbiditas dan mortalitas pasien
jantung. Kejadian gagal jantung akan semakin meningkat di masa depan karena
semakin bertambahnya usia harapan hidup dan berkembangnya terapi penanganan

38

infark miokard mengakibatkan perbaikan harapan hidup penderita dengan


penurunan fungsi jantung.
Gagal jantung kongestif atau congestive heart failure (CHF) adalah kondisi
dimana fungsi jantung sebagai pompa untuk menghantarkan darah yang kaya
oksigen ke tubuh tidak cukup untuk memenuhi keperluan tubuh. Suatu definisi
objektif yang sederhana untuk menentukan batasan gagal jantung kronik hampir
tidak mungkin dibuat karena tidak terdapat nilai batas yang tegas mengenai
disfungsi ventrikel. Sebenarnya istilah gagal jantung menunjukkan berkurangnya
kemampuan jantung untuk mempertahankan beban kerjanya.

3.2.2 Epidemiologi
Gagal jantung dapat disebabkan oleh banyak hal. Di
negara berkembang yang menjadi penyebab terbanyak adalah
penyakit jantung katup dan penyakit jantung akibat malnutrisi.
Penyakit katup sering disebabkan oleh penyakit jantung rematik,
yaitu penyakit katup regurgitasi mitral dan stenosis aorta.
Regusitasi mitral (dan regurgitasi aorta) menyebabkan kelebihan
beban volume (peningkatan preload) sedangkan stenosis aorta
menimbulkan beban tekanan (peningkatan afterload). Aritmia sering
ditemukan pada pasien dengan gagal jantung dan dihubungkan dengan kelainan
struktural termasuk hipertofi ventrikel kiri pada penderita hipertensi. Atrial
fibrilasi dan gagal jantung seringkali timbul bersamaan. 1
Gagal jantung kongestif lebih banyak terjadi pada usia lanjut.6 Salah satu
penelitian menunjukkan bahwa gagal jantung terjadi pada 1% dari penduduk usia
50 tahun, sekitar 5% dari mereka berusia 75 tahun atau lebih, dan 25% dari
mereka yang berusia 85 tahun atau lebih. Karena jumlah orang tua terus
meningkat, jumlah orang yang didiagnosis dengan kondisi ini akan terus
meningkat. Di Amerika Serikat, hampir 5 juta orang telah didiagnosis gagal

39

jantung dan ada sekitar 550.000 kasus baru setiap tahunnya. Kondisi ini lebih
umum di antara Amerika Afrika dari kulit putih. 2 Hal ini menunjukkan adanya
keterkaitan antara usia dan gagal jantung kongestif.
Selain usia, insidensi gagal jantung kongestif juga dipengaruhi oleh faktor
lain. Salah satunya, insidensi gagal jantung kongestif digolongkan berdasarkan
jenis kelamin. Dari survei registrasi rumah sakit didapatkan angka perawatan di
rumah sakit, dengan angka kejadian 4.7% pada perempuan dan 5.1% pada lakilaki.2
Kualitas dan kelangsungan hidup penderita gagal jantung kongestif sangat
dipengaruhi oleh diagnosis dan penatalaksanaan yang tepat. Oleh karena itu,
prognosis pada penderita gagal jantung kongestif bervariasi pada tiap penderita.
Berdasarkan salah satu penelitian, angka kematian akibat gagal jantung adalah
sekitar 10% setelah 1 tahun. Sekitar setengah dari mereka dengan gagal jantung
kongestif mati dalam waktu 5 tahun setelah diagnosis mereka. 6 Sumber lain
mengatakan bahwa seperdua dari pasien gagal jantung kongestif meninggal dalam
waktu 4 tahun setelah didiagnosis, dan terdapat lebih dari 50%
penderita gagal jantung kongestif berat meninggal dalam tahun
pertama.1
3.2.3 Etiologi
Gagal jantung dapat disebabkan oleh banyak hal. Secara
epidemiologi cukup penting untuk mengetahui penyebab dari
gagal jantung. Di negara maju penyakit arteri koroner dan
hipertensi merupakan penyebab terbanyak sedangkan di negara berkembang
yang menjadi penyebab terbanyak adalah penyakit jantung katup dan penyakit
jantung akibat malnutrisi. Pada beberapa keadaan, sangat sulit untuk menentukan
penyebab dari gagal jantung. Terutama pada keadaan yang terjadi bersamaan pada
penderita. Penyakit jantung koroner pada Framingham Study dikatakan sebagai
penyebab gagal jantung pada 46% laki-laki dan 27% pada wanita. Faktor risiko
koroner seperti diabetes dan merokok juga merupakan faktor yang dapat
berpengaruh pada perkembangan dari gagal jantung.6

40

Selain itu, berat badan serta tingginya rasio kolesterol total dengan
kolesterol HDL juga dikatakan sebagai faktor risiko independen perkembangan
gagal jantung. Hipertensi telah dibuktikan meningkatkan risiko terjadinya gagal
jantung pada beberapa penelitian. Hipertensi dapat menyebabkan gagal jantung
melalui beberapa mekanisme, termasuk hipertrofi ventrikel kiri. Hipertensi
ventrikel kiri dikaitkan dengan disfungsi ventrikel kiri sistolik dan diastolik dan
meningkatkan risiko terjadinya infark miokard, serta memudahkan untuk
terjadinya aritmia baik aritmia atrial maupun aritmia ventrikel. Ekokardiografi
yang

menunjukkan

hipertrofi

ventrikel

kiri

berhubungan

kuat

dengan

perkembangan gagal jantung.3,4


Kardiomiopati didefinisikan sebagai penyakit pada otot jantung yang
bukan disebabkan oleh penyakit koroner, hipertensi, maupun penyakit jantung
kongenital, katup ataupun penyakit pada perikardial. Kardiomiopati dibedakan
menjadi empat kategori fungsional yaitu dilatasi (kongestif), hipertrofik, restriktif
dan obliterasi. Kardiomiopati dilatasi merupakan penyakit otot jantung dimana
terjadi dilatasi abnormal pada ventrikel kiri dengan atau tanpa dilatasi ventrikel
kanan. Penyebabnya antara lain miokarditis virus, penyakit pada jaringan ikat
seperti SLE, sindrom Churg-Strauss dan poliarteritis nodosa.
Kardiomiopati

hipertrofik

dapat

merupakan

penyakit

keturunan

(autosomal dominan) meski secara sporadik masih memungkinkan. Ditandai


dengan adanya kelainan pada serabut miokard dengan gambaran khas hipertrofi
septum yang asimetris yang berhubungan dengan obstruksi outflow aorta
(kardiomiopati hipertrofik obstruktif). Kardiomiopati restriktif ditandai dengan
kekakuan serta compliance ventrikel yang buruk, tidak membesar dan
dihubungkan dengan kelainan fungsi diastolik (relaksasi) yang menghambat
pengisian ventrikel.2,3,4
Penyakit katup sering disebabkan oleh penyakit jantung rematik, walaupun
saat ini sudah mulai berkurang kejadiannya di negara maju. Penyebab utama
terjadinya gagal jantung adalah regurgitasi mitral dan stenosis aorta. Regusitasi
mitral (dan regurgitasi aorta) menyebabkan kelebihan beban volume (peningkatan
preload) sedangkan stenosis aorta menimbulkan beban tekanan (peningkatan

41

afterload). Aritmia sering ditemukan pada pasien dengan gagal jantung dan
dihubungkan dengan kelainan struktural termasuk hipertofi ventrikel kiri pada
penderita hipertensi. Atrial fibrilasi dan gagal jantung seringkali timbul
bersamaan.6
Alkohol dapat berefek secara langsung pada jantung, menimbulkan gagal
jantung akut maupun gagal jantung akibat aritmia (tersering atrial fibrilasi).
Konsumsi alkohol yang berlebihan dapat menyebabkan kardiomiopati dilatasi
(penyakit otot jantung alkoholik). Alkohol menyebabkan gagal jantung 2 3%
dari kasus. Alkohol juga dapat menyebabkan gangguan nutrisi dan defisiensi
tiamin. Obat obatan juga dapat menyebabkan gagal jantung. Obat kemoterapi
seperti doxorubicin dan obat antivirus seperti zidofudin juga dapat menyebabkan
gagal jantung akibat efek toksik langsung terhadap otot jantung.

3.2.4 Manifestasi Klinis1,5,6,9,12


Gagal jantung merupakan kelainan multisistem dimana
terjadi gangguan pada jantung, otot skeletal dan fungsi ginjal,
stimulasi sistem saraf simpatis serta perubahan neurohormonal
yang kompleks.
Pada disfungsi sistolik terjadi gangguan pada ventrikel kiri
yang menyebabkan terjadinya penurunan curah jantung. Hal ini
menyebabkan aktivasi mekanisme kompensasi neurohormonal,
Sistem Renin Angiotensin Aldosteron (sistem RAA) serta kadar
vasopresin dan natriuretic peptide yang bertujuan untuk memperbaiki lingkungan
jantung sehingga aktivitas jantung dapat terjaga. Aktivasi sistem simpatis melalui
tekanan pada baroreseptor menjaga cardiac output dengan meningkatkan denyut
jantung, meningkatkan kontraktilitas serta vasokonstriksi perifer (peningkatan
katekolamin). Apabila hal ini timbul berkelanjutan dapat menyeababkan gangguan

42

pada fungsi jantung. Aktivasi simpatis yang berlebihan dapat menyebabkan


terjadinya apoptosis miosit, hipertofi dan nekrosis miokard fokal.
Stimulasi sistem RAA menyebabkan peningkatan konsentrasi renin,
angiotensin II plasma dan aldosteron. Angiotensin II merupakan vasokonstriktor
renal yang poten (arteriol eferen) dan sirkulasi sistemik yang merangsang
pelepasan noradrenalin dari pusat saraf simpatis, menghambat tonus vagal dan
merangsang pelepasan aldosteron. Aldosteron akan menyebabkan retensi natrium
dan air serta meningkatkan sekresi kalium. Angiotensin II juga memiliki efek pada
miosit serta berperan pada disfungsi endotel pada gagal jantung.
Terdapat tiga bentuk natriuretic peptide yang berstruktur hampir sama
yeng memiliki efek yang luas terhadap jantung, ginjal dan susunan saraf pusat.
Atrial Natriuretic Peptide (ANP) dihasilkan di atrium sebagai respon terhadap
peregangan menyebabkan natriuresis dan vasodilatsi. Pada otot skelet dan fungsi
ginjal, stimulasi sistem saraf simpatis serta perubahan neurohormonal yang
kompleks.
Pada disfungsi sistolik terjadi gangguan pada ventrikel kiri yang
menyebabkan terjadinya penurunan cardiac output. Hal ini menyebabkan aktivasi
mekanisme kompensasi neurohormonal, sistem Renin Angiotensin Aldosteron
(sistem RAA) serta kadar vasopresin dan natriuretic peptide yang bertujuan untuk
memperbaiki lingkungan jantung sehingga aktivitas jantung dapat terjaga.
Aktivasi .sistem simpatis melalui tekanan pada baroreseptor menjaga cardiac
output dengan meningkatkan denyut jantung, meningkatkan kontraktilitas serta
vasokonstriksi perifer (peningkatan katekolamin).
Apabila hal ini timbul berlanjutan, dapat menyebabkan gangguan pada
fungsi jantung. Aktivasi simpatis yang berlebihan dapat menyebabkan terjadinya
apoptosis miosit,hipertofi dan nekrosis miokard fokal. Stimulasi sistem RAA
menyebabkan peningkatan konsentrasi renin, angiotensin II plasma dan
aldosteron. Angiotensin II merupakan vasokonstriktor renal yang poten (arteriol
eferen) dan sirkulasi sistemik yang merangsang pelepasan noradrenalin dari pusat
saraf simpatis, menghambat tonus vagal dan merangsang pelepasan aldosteron.

43

Aldosteron akan menyebabkan retensi natrium dan air serta meningkatkan


sekresi kalium. Angiotensin II juga memiliki efek pada miosit serta berperan pada
disfungsi endotel pada gagal jantung. Terdapat tiga bentuk natriuretic peptide
yang berstruktur hampir sama yang memiliki efek yang luas terhadap jantung,
ginjal dan susunan saraf pusat. Atrial Natriuretic Peptide (ANP) dihasilkan di
atrium sebagai respon terhadap peregangan menyebabkan natriuresis dan
vasodilatsi.
Pada manusia Brain Natriuretic Peptide (BNP) juga dihasilkan di jantung,
khususnya pada ventrikel, kerjanya mirip dengan ANP. C-type natriuretic peptide
terbatas pada endotel pembuluh darah dan susunan saraf pusat, efek terhadap
natriuresis dan vasodilatasi minimal. Atrial and brain natriuretic peptide
meningkat sebagai respon terhadap ekspansi volume dan kelebihan tekanan dan
bekerja antagonis terhadap angiotensin II pada tonus vaskuler, sekresi aldosteron
dan reabsorbsi natrium di tubulus renal.
Vasopressin merupakan hormon antidiuretik yang meningkat kadarnya
pada gagal jantung kronik yang berat. Kadar yang tinggi juga didapatkan pada
pemberian diuretik yang akan menyebabkan hiponatremia.Endotelin disekresikan
oleh sel endotel pembuluh darah dan merupakan peptide vasokonstriktor yang
poten menyebabkan efek vasokonstriksi pada pembuluh darah ginjal, yang
bertanggung jawab atas retensi natrium.
Konsentrasi endotelin-1 plasma akan semakin meningkat sesuai dengan
derajat gagal jantung. Selain itu juga berhubungan dengan tekanan arteri pulmonal
pada pengisian ventrikel saat diastolik. Penyebab tersering adalah penyakit
jantung koroner, hipertensi dengan hipertrofi ventrikel kiri dan kardiomiopati
hipertrofik, selain penyebab lain seperti infiltrasi pada penyakit jantung amiloid.
Walaupun masih kontroversial, dikatakan 30 40 % penderita gagal jantung
memiliki kontraksi ventrikel yang masih normal. Pada penderita gagal jantung
sering ditemukan disfungsi sistolik dan diastolik yang timbul bersamaan meski
dapat timbul sendiri. (Harbanu H.M, 2007)
Tabel 3.4 Manifestasi Klinis Gagal Jantung
Manifestasi Klinis Umum

Deskripsi

Mekanisme

44

Sesak napas (juga disebut dyspnea)

Sesak napas selama

Darah dikatakan

melakukan aktivitas

backs up di

(paling sering), saat

pembuluh darah paru

istirahat, atau saat

(pembuluh darah

tidur, yang mungkin

yang kembali dari

datang tiba-tiba dan

paru ke jantung)

membangunkan. Pasien

karena jantung tidak

sering mengalami

dapat

kesulitan bernapas

mengkompensasi

sambil berbaring datar

suplai darah.Hal ini

dan mungkin perlu

menyebabkan cairan

untuk menopang tubuh

bocor ke paru-paru.

bagian atas dan kepala


di dua bantal. Pasien
sering mengeluh
bangun lelah atau
merasa cemas dan
gelisah.
Batuk yang

Cairan menumpuk di

menghasilkan lendir

paru-paru (lihat di

darah-diwarnai putih

atas).

Penumpukan kelebihan cairan

atau pink.
Bengkak pada

Aliran darah dari

dalam jaringan tubuh (edema)

pergelangan kaki, kaki

jantung yang

atau perut atau

melambat tertahan

penambahan berat

dan menyebabkan

badan.

cairan untuk

Batuk atau mengi yang persisten

menumpuk dalam
jaringan. Ginjal
kurang mampu
membuang natrium
dan air, juga

45

menyebabkan retensi
cairan di dalam
Kelelahan

Perasaan lelah

jaringan.
Jantung tidak dapat

sepanjang waktu dan

memompa cukup

kesulitan dengan

darah untuk

kegiatan sehari-hari,

memenuhi kebutuhan

seperti belanja, naik

jaringan tubuh.

tangga, membawa
Kurangnya nafsu makan dan mual

belanjaan atau berjalan.


Perasaan penuh atau

Sistem pencernaan

sakit perut.

menerima darah yang


kurang,
menyebabkan
masalah dengan

Kebingungan dan gangguan berpikir

Kehilangan memori

pencernaan.
Perubahan pada

dan perasaan menjadi

tingkat zat tertentu

disorientasi.

dalam darah, seperti


sodium, dapat
menyebabkan

Peningkatan denyut jantung

Jantung berdebar-

kebingungan.
Untuk "menebus"

debar, yang merasa

kerugian dalam

seperti jantung Anda

memompa kapasitas,

balap atau berdenyut.

jantung berdetak
lebih cepat.

46

Gambar 3.3 Gambaran umum gejala klinis pada pasien CHF

Kriteria Framingham untuk Gagal Jantung Kongesti


Diagnosis CHF membutuhkan adanya minimal 2 kriteria besar atau 1 kriteria
utama dalam hubungannya dengan 2 kriteria minor.
Kriteria Mayor:

Paroksismal nocturnal dyspnea

Distensi vena pada leher

Rales

Kardiomegali (ukuran peningkatan jantung pada radiografi dada)

Edema paru akut

S3 ( Suara jantung ketiga )

Peningkatan tekanan vena sentral (> 16 cm H2O di atrium kanan)

Hepatojugular refluks

Berat badan > 4.5 kg dalam 5 hari di tanggapan terhadap pengobatan

47

Kriteria Minor:

Bilateral ankle edema

Batuk nokturnal

Dyspnea pada aktivitas biasa

Hepatomegali

Efusi pleura

Penurunan kapasitas vital oleh sepertiga dari maksimum terekam

Takikardia (denyut jantung> 120 denyut / menit.)


Pada pasien ini didapatkan tiga kriteria mayor. Pertama terdapatnya

paroksismal nokturnal dispneu dari hasil anamnesis. Kedua, dari hasil


pemeriksaan fisik perkusi jantung, didapatkan adanya pembesaran jantung. Batas
jantung kanan terdapat pada linea sternalis dekstra, batas kiri pada linea axillaris
anterior sinistra, dan batas atas pada ICS II. Namun pada pemeriksaan fotothorax
kardiomegali sulit dinilai. Ketiga terdapat peninggian tekanan vena jugularis yaitu
(5+0) cmH2O. Keempat adanya efusi plura dextra dan sinistra yang menandakan
adanya edema paru akut.
Sedangkan untuk kriteria minor didapatkan bilateral angkle edema batuk
malam hari. Kedua terdapatnya dispnea deffort yang didapatkan dari hasil
anamnesis pasien mengeluh mudah lelah dengan aktifitas ringan. ketiga
berdasarkan pemeriksaan rontgen thorax didapatkan pleural effusion. Oleh karena
itu pada pasien ini kami simpulkan diagnosis fungsionalnya adalah CHF.
GAGAL JANTUNG KONGESTIF DAN PENYAKIT JANTUNG
TIROID
a. Pengaruh langsung hormon tiroid terhadap sistem
kardiovaskular
Pengaruh langsung hormon tiroid pada umumnya akibat pengaruh T3 yang
berikatan dengan reseptor pada inti sel yang mengatur ekspresi dari gen-gen yang
responsive terhadap hormon tiroid, dengan kata lain bahwa perubahan fungsi
jantung dimediasi oleh regulasi T3 gen spesifik jantung. Terdapat dua jenis gen
reseptor T3, yaitu alfa dan beta, dengan paling sedikit dua mRNA untuk tiap gen,

48

yaitu alfa-1 dan alfa-2, serta beta-1 dan beta-2. T3 juga bekerja pada ekstranuklear
melalui peningkatan sintesis protein.14,15 Berikut ini penjelasan mengenai
pengaruh langsung hormon tiroid terhadap system kardiovaskular.
1. T3 mengatur gen-gen spesifik jantung
Pemberian T3 pada hewan meningkatkan kontraktilitas otot jantung
menalui stimulasi sintesis fast myosin heavy chain dan menghambat
penampakan slow beta isoform. Pada ventrikel jantung manusia, sebagain
besar terdiri dari myosin heavy chain, sehingga T3 tidak mempengaruhi
perubahan pada myosin. Peningkatan kontraktilitas pada manusia sebagian
besar merupakan hasil dari peningkatan ekspresi retikulu sarkoplasma
Ca2+ATPase, meskipun sebagian besar juga oleh beta isoform.
2. T3 mengatur ekspresi reseptor yang peka hormon tiroid (pada hewan
percobaan)
T3 menyebabkan peningkatan retikulum sarkoplasma Ca 2+ATPase dan
penurunan kerja Ca2+ATPase regulatory protein. T3 juga mengatur Na-K
ATPasejantung, enzim malat, faktor natriuretik atrial, Ca channels, dan
reseptor beta-adrenergik.
3. Hormon tiroid meningkatkan kontraktilitas otot jantung
Hormon tiroid akan menstimulasi kerja jantung dengan mempengaruhi
fungsi ventrikel, melalui peningkatan sintesis protein kontraktil jantung
atau peningkatan fingsi dari reticulum sarkoplasma Ca-ATPase sehingga
pada pasien hipertiroid akan didapati jantung yang hipertrofi.19
4. Hormon tiroid menyebabkan penurunan resistensi pembuluh darah perifer
T3 mungkin mempengaruhi aliran natrium dan kalium pada
sel

otot

polos

kontraktilitas

otot

sehingga
polos

menyebabkan

dan

tonus

penurunan

pembuluh

darah

arteriole.12
b. Pengaruh tidak langsung hormon tiroid terhadap
sistem kardiovaskular

49

Keadaan

hipermetabolisme

dan

peningkatan

produksi

panas tubuh akibat pengaruh hormon tiroid secara tidak


langsung akan mempengaruhi system kardiovaskuler dengan
adanya suatu kompensasi, antara lain:
1. Hormon

tiroid

meningkatkan

aktivitas

sistem

simpatoadrenal
Pasien hipertiroid memiliki gejala klinik yang mirip dengan keadaan
hiperadrenergik, sebaliknya hipotiroid menggambarkan keadaan berupa
penurunan tonus simpatis. Pada hipertiroid terjadi peningkatan kadar atau
afinitas beta-reseptor, inotropik respon isoprotrenol dan norepinefrin.8
Banyak penelitian menyimpulkan bahwa hormon tiroid berinteraksi
dengan katekolamin dimana pada pasien-pasien hipertiroid terdapat
peningkatan sensitivitas terhadap kerja katekolamin dan pada pasien yang
hipotiroidterjadi penurunan sensitivitas terhadap katekolamin.12 Hal ini
terbukti dari kadar katekolamin pada pasien-pasien hipertiroid justru
menurun atau normal sedangkan pada pasien hipotiroid cenderung
meningkat. Hormon tiroid dapat meningkatkan jumlah reseptor beta
adrenergik dan sensitivitasnya. Hormon tiroid juga meningkatkan jumlah
subunit stimulasi pada guanosin triphospate-binding protein sehingga
terjadi peningkatan respon adrenergic.14 Beberapa penelitian menunjukkan
bahwa pada pasien hipotiroid, reseptor beta-adrenergik berkurang jumlah
dan aktifitasnya, terlihat dari respon yang melambat dari plasma cAMP
terhadap epinefrin. Respon cAMP terhadap glukagon dan hormon
paratiroid juga menurun, dengan demikian tampak penurunan aktivitas
adrenergic pada pasien hipotiroid. Pada rat atria yang berasal dari
hipotiroid binatang terjadi peningkatan reseptor alfa dan penurunran
reseptor beta. Tetapi sebenarnya pada manusia, peningkatan respon
simpatis akibat hormon tiroid masih sulit dibuktikan.18
2. Kerja jantung meningkat
Peningkatan isi sekuncup dan denyut jantung meningkatkan curah jantung.
3. Hipertrofi otot jantung akibat kerja jantung yang meningkat.

50

Pada model eksperimen pada hewan-hewan dengan hipertiroid dalam satu


minggu pemberian T4 terlihat pembesaran jantung pada ukuran ventrikel
kiri lebih kurang 135% disbanding control. Hal ini mungkin karena
hormon tiroid meningkatkan protein sintesis. Untuk membuktikan hal ini,
Klein memberikan propanolol dengan T4 pada hewan percobaan, dimana
propanolol berperan mencegah peningkatan denyut jantung dan respon
hipertrofi. Dari hasil penelitian Klein dan Hong terlihat bahwa hewan
percobaan tanpa peningkatan hemodinamik, tidak didapat hipertrofi
jantung. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa hormon tiroid tidak
secara langsung menyebabkan penyatuan asam amino dan tidak ada efek
yang dapt diukur pada sintesis protein kontraktil otot jantung. Jadi, yang
menyebabkan hipertrofi adalah peningkatan kerja jantung itu sendiri.16,17
4. Penurunan resistensi pembuluh darah perifer dan peningkatan volume
darah.
Hormon tiroid menyebabkan penurunan resistensi pembuluh darah perifer.
Beberapa peneliti mengatakan bahwa hormon tiroid meningkatkan
aktivitas metabolisme dan konsumsi oksigen sehingga menyebabkan
rendahnya resistensi vascular sistemik sehingga menurunkan tekanan
diastolic darah yang mengakibatkan peningkatan curah jantung.14,15

Anda mungkin juga menyukai