Anda di halaman 1dari 5

2.

8 Perbedaan Mayat Mati Sebelum Ditenggelamkan dan Mayat yang Mati Saat
Tenggelam
A. Temuan Makroskopis pada korban tenggelam
Pemeriksaan luar:1
1. Tidak ada yang patognomonis untuk drowning, fungsinya hanya
menguatkan.
2. Hanya beberapa penemuan memperkuat diagnosa drowning antara lain: kulit
basah, dingin dan pucat.
3. Lebam jenazah biasanya sianotik, kecuali bila air sangat dingin maka lebam
jenazah akan berwarna pink.
4. Kadang terdapat cutis anserina pada lengan, paha dan bahu. Ini disebabkan
suhu air dingin yang menyebabkan kontraksi m. Erector pilorum.
5. Buih putih halus pada mulut dan hidung, sifatnya lekat (cairan kental dan
berbuih).
6. Kadang terdapat cadaveric spasme pada tangan dan kotoran dapat
tergenggam.
7. Bila berada cukup lama pada air, kulit telapak tangan dan kaki akan
mengeriput dan pucat.
8. Kadang terdapat luka berbagai jenis pada yang tenggelam di pemandian atau
yang meloncat dari tempat tinggi yang dapat merobek paru, hati, otak atau
iga.

Pemeriksaan dalam: 1
1. Jalan nafas berisi buih, kadang ditemukan lumpur, pasir, rumput air, diatom,
dll.
2. Terjadi karena adanya kompresi terhadap septum interalveoler atau oleh
karena terjadinya fase konvulsi akibat kekurangan oksigen.
3. Paru-paru membesar, mengalami kongesti dan mempunyai gambaran seperti
marmer sehingga jantung kanan dan vena-vena besar dilatasi. Bila paru masih
fresh, kadang dapat dibedakan apakah ini tenggelam dalam air tawar atau asin.
4. Banyak cairan dalam lambung.
5. Perdarahan telinga bagian tengah (dapat ditemukan pada kasus asfiksia lain).

Berikut ini adalah tabel perbedaan antara tanda-tanda ante-mortem dan post-
mortem pada kasus mati tenggelam.
Tabel 2.1 Perbedaan tanda antemortem dan postmortem pada kasus mati tenggelam. 1
Gambaran Tenggelam Ante-Mortem Tenggelam Post-Mortem
Buih Halus, banyak buih keluar Tidak ditemukan buih.
dari hidung dan mulut
Mengembang, bertumpang Terdapat air dalam paru-
tindih dengan jantung, paru.
Paru-paru terdapat indentasi tulang-
tulang iga, terjadi edema
pada paru.
Spasme mayat Rumput atau ranting tampak Tidak dijumpai.
pada genggaman mayat.
Biasanya tidak ditemukan. Cedera pada bagian tubuh
Cedera kepala atau cedera yang menyebabkan
Cedera bagian tubuh lainnya bisa kematian.
terjadi jika tubuh
menghantam benda keras
yang terdapat dalam air.
Terdapat tanda-tanda Tanda-tanda kematian
Temuan tanda asfiksia. disebabkan oleh alasan
asfiksia lain, dimana korban
meninggal karena keadaan
syok.
Biasanya karena kecelakaan Kebanyakan kasus yang
atau bunuh diri. Kasus terjadi karena motif
Motif pembunuhan terjadi pada pembunuhan. Tidak
anak dan orang tua. pernah terjadi karena
bunuh diri. Jarang terjadi
karena kecelakaan.

B. Pemeriksaan Khusus Pada Tenggelam


1. Pemeriksaan Diatom (Destruction Test) 1
Keseluruhan prosedur dalam persiapan bahan untuk analisa diatom meliputi
contoh air dari dugaan lokasi tenggelam, contoh jaringan dari hasil otopsi korban,
jaringan yang dihancurkan untuk mengumpulkan diatom, konsentrasi diatom, dan
analisa mikroskopis. Pengumpulan bahan dari media tenggelam yang diduga harus
dilakukan semenjak penemuan jenazah, dari air permukaan dan dalam,
menggunakan 1 hingga 1,5 L tempat steril untuk disimpan pada suhu 4°C, di
dalamnya disimpan bahan-bahan dari korban dugaan tenggelam yang diambil
dengan cara steril., kebanyakan berasal dari paru-paru, ginjal, otak, dan sumsum
tulang. Usaha untuk mencari diatome (binatang bersel satu) dalam tubuh korban.
Karena adanya anggapan bahwa bila orang masih hidup pada waktu tenggelam,
maka akan terjadi aspirasi, dan karena terjadi adanya usaha untuk tetap bernafas
maka terjadi kerusakan bronkioli/bronkus sehingga terdapat jalan dari diatome
untuk masuk ke dalam tubuh. Syaratnya paru-paru harus masih dalam keadaan
segar, yang diperiksa bagian kanan perifer paru-paru, dan jenis diatome harus
sama dengan diatome di perairan tersebut.
Cara melakukan pemeriksaan diatome yaitu:
a. Ambil potongan jaringan sebesar 2-5 gram (hati, ginjal, limpa dan sumsum
tulang).
b. Potongan jaringan tersebut dimasukkan 10 mL asam nitrat jenuh, 0,5 ml
asam sulfat jenuh.
c. Kemudian dimasukkan lemari asam sampai semua jaringan hancur.
d. Warna jaringan menjadi hitam oleh karena karbonnya.
e. Ditambahkan natrium nitrat tetes demi tetes sampai warna menjadi jernih.
f. Kadang-kadang sifat cairan asam sehingga sukar untuk melakukan
pemeriksaan, oleh karena itu ditambahkan sedikit NaOH lemah (sering tidak
dilakukan oleh karena bila berlebihan akan menghancurkan chitine).
g. Kemudian dicuci dengan aquadest. Lalu dikonsentrasikan (seperti telur
cacing), disimpan/diambil sedikit untuk diperiksa, diteteskan pada deck
gelas lalu keringkan dengan api kecil.
h. Kemudian ditetesi oil immersion dan diperiksa dibawah mikroskop.

2. Pemeriksaan Getah Paru1


Merupakan pemeriksaan patognomonis untuk kasus-kasus tertentu.
Dicari benda-benda asing dalam getah paru yang diambil pada daerah
subpleura, antara lain: pasir, lumpur, telur cacing, tanaman air, dll.
Cara pemeriksaan getah paru yaitu:
a. Paru-paru dilepaskan satu persatu secara tersendiri dengan memotong
hilus.
b. Paru-paru yang sudah dilepas tidak boleh diletakkan tetapi langsung
disiram dengan dengan air bersih (bebas diatom dan alga).
c. Permukaan paru dibersihkan dengan cara dikerik/dikerok 2-3 kali, lalu
pisau kembali dibersihkan dengan air yang mengalir.
d. Dengan mata pisau yang tegak lurus permukaan paru, kemudian
permukaan paru diiris sedangkal (subpleura), lalu pisau kembali
dibersihkan di bawah air yang megalir, lalu dikibaskan sampai kering.
e. Dengan ujung pisau, getah paru pada irisan tadi diambil kemudian
diteteskan pada objek glass lalu ditutup cover glass dan diperiksa di
bawah mikroskop.
f. Cara lain yaitu dengan menempelkan objek glass pada permukaan
irisan didaerah subpleural, lalu ditutup cover glass pada permukaan
irisan didaerah subpleural, lalu ditutup cover glass dan diperiksa
dibawah mikroskop.
Syarat sediaan percobaan getah paru yaitu eritrosit dalam sediaan harus
sedikit jumlahnya. Bila banyak mungkin irisan terlalu dalam.

Sumber:

1. Warih Wilianto. Pemeriksaan Diatom pada Korban Diduga Tenggelam. Eur


Univ Inst [Internet]. 2018;14(2):2–5. Available from: https://eur-lex.europa.eu/legal-
content/PT/TXT/PDF/?uri=CELEX:32016R0679&from=PT%0Ahttp://eur-
lex.europa.eu/LexUriServ/LexUriServ.do?uri=CELEX:52012PC0011:pt:NOT

Anda mungkin juga menyukai