“Tanpa Keterangan”
Jenazah seorang anak ditemukan disungai yang dangkal. Jenazah tampak berbaju merah, ukuran S,
celana pendek jeans. Gigi lengkap, graham tiga belum tumbuh, gigi seri berbentuk sekop. Selanjutnya
jenazah dibawa ke RSUP NTB untuk otopsi. Hasil pemeriksaan dokter adalah sebagai berikut : lebam
mayat di punggung berwarna biru kehitaman yang tidak hilang dengan penekanan, kaku mayar
diseluruh tubuh, suhu rectal 24 derajat celcius, belum ada tanda pembusukan. Dari pemeriksaan luar
ditemukan tanda asfiksia. Selain itu ditemukan luka jeratan dileher yang sesuai dengan ciri-ciri luka
antemortem. Untuk memastikannya dilakukan pemeriksaan PA. selanjutnya dari pemeriksaan dalam
(otopsi) dengan menggunakan sayatan berbentuk Y dan mengeluarkan organ dengan teknik Letulle,
ditemukan adanya pembesaran massa dan ukuran organ, tardieu’s spot, dan buih halus di bronkus
respiratorius.
Step 1:
1. Otopsi
2. Asfiksia
3. Teknik letulle
Step 2:
Step 3:
1. STADIUM KEMATIAN
Mati somatis : terhentinya secara menetap fungsi respirasi, fungsi kardiovaskuler dan
fungsi saraf pusat sebagai satu kesatuan yang utuh
Mati seluler : kematian organ atau jaringan tubuh yang timbul setelah terjadinya
kematian somatis
2. TANDA-TANDA KEMATIAN
Tanda Kematian Awal dan Segera :
1. Pernapasan terhenti
Penentuan ini dilaksanakan dengan inpeksi, palpasi dan auskultasi. Penilaian
dilakukan dengan peninjauan selama 10 menit. Apabila lebih dari 10 menit masih tidak
bernapas maka dapat dikatakan sudah henti napas.
2. Terhentinya sirkulasi
Untuk melakukan penilaian terhadap adanya sirkulasi dilakukan selama 15
menit. Apabila dalam 15 menit tidak didapatkan nadi karotis teraba maka dapat
dikatakan sirkulasinya terhenti
3. Kulit Pucat: Kulit pucat lebih diakibatkan karena hemolisisnya sel darah merah
4. Tonus Otot menghilang dan relaksasi
5. Pembuluh darah retina bersegmentasi beberapa menit pasca kematian
6. Pengeringan kornea yang menimbulkan kekeruhan dalam 10 menit (hilang dengan
penyiraman).
TANDA LANJUT
1. Algor Mortis (Penurunan Suhu Mayat)
2. Lebam Mayat (Livor Mortis)
3. Kaku Mayat (Rigor Mortis)
4. Pembusukan (Decomposition Changes)
5. Perubahan khusus pada mayat
Pada orang yang hidup produksi panas dan pengeluaran panas dalam tubuh
berlangsung seimbang, sedangkan pada orang yang sudah meninggal terjadi penurunan
produksi panas dan peningkatan pengeluaran panas sehingga terjadi penurunan suhu
jenazah.
Diatas tanah
o Suhu udara, semakin besar perbedaan suhu maka penurunan suhu berlangsung
semakin cepat
o Pakaian, semakin tebal pakaian pada jenazah maka penurunan suhu akan
semakin lambat
o Aliran udara & kelembaban akan mempercepat penurunan suhu jenazah
o Keadaan tubuh korban
o Sebab kematian
Dalam air
o Suhu air
o Aliran air
o Keadaan air
Lebam mayat ini muncul tergantung bagaimana posisi jenazah diletakan, misalnya:
Kaku mayat atau rigor mortis, adalah kekakuan yang terjadi pada otot yang
kadang-kadang disertai dengan sedikit pemendekan serabut otot yang terjadi setelah
periode pelemasan/relaksasi primer. Hal tersebut disebabkan oleh terjadinya
perubahan kimiawi pada protein yang terdapat dalam serabut otot. Cadangan glikogen
yang dibutuhka nuntuk mengubah ADP menjadi ATP yang dibutuhkan untuk kontraksi
otot pada orang meninggal telah habis, sehingga terjadi kaku mayat. Kaku mayat akan
terjadi pada seluruh otot, baik otot lurik maupun otot polos.
a. Primary flaccidity yaitu terjadi pada stadium somatic death yang berlangsung 2-3
jam
b. Rigor mortis yaitu terjadi pada stadium cellular death, terdiri atas 3 fase:
1) Kaku mayat belum lenkgap (3 jam)
2) Kaku mayat lengkap (12 jam)
3) Kaku mayat mulai menghilang (6 jam)
c. Secondary flaccidity
Suhu sekitar
Keadaan otot saat meninggal
Umur dan gizi
4. Perubahan pada kulit
Hilangnya elastisitas
Adanya lebam mayat warna merah kebiruan
Terdapat kelainan cutis anserine akibat kontraksi musculus arrector pilae
5. Perubahan pada mata
Hilangnya reflex kornea dan reflex cahaya
Kornea menjadi keruh akibat tertutup oleh lapisan tipis secret mata yang
kering
Bulbus oculi melunak dan mengkerut akibat penurunan tekanan
intraokuler
Pupil berbentuk bulat, lonjong, ireguler akibat lemasnya otot-otot iris
Perubahan pada retina akibat terhentinya aliran darah retina
6. Pembusukan
Setelah tiga atau empat minggu rambut akan mudah dicabut kuku-kuku
akan terlepas, wajah akan tampak menggelembung, mata akan tertutup erat
oleh karena penggelembungan kedua kelopak mata, bibir akan menggelembung
dan mencucur, lidah akan menggelembung dan terjulur keluar. Lalat dapat
meletkkan telur-telurnya pada lubang-lubang tubuh, dan ini akan menjadi larva
yang tampak banyak berkumpul di daerah mata, hidung, mulut, yang pada
umumnya akan mencapai pertumbuhan optimal dalamwaktu 4 hari.
7. Mummifikasi
8. Adipocera
Hasil yang didapatkan adalah perkiraan berapa lama mayat meninggal. Namun terdapat
beberapa faktor yang mempengaruhi waktu perkiraan kematian mayat, seperti:
Faktor ligkungan
Semakin besar beda suhu mayat dengan suhu lingkungan, maka penurunan suhu akan
lebih cepat. Demikian juga intensitas serta kualita dari aliran atau pergerakan udara
akan berpengaruh terhadap kecepatan kematian suhu mayat.
Suhu tubuh sebelum kematian
Beberapa keadaan seperti infeksi, perdarahan otak, kerusakan jaringan otak, serta
kematian karena penjeratan, akan didahului dengan peningkatan suhu tubuh.
Keadaan fisik tubuh dan pakaian yang menutupinya
Semakin tebal jaringan lemak atau pakaian yang digunakan, maka penurunan suhu pada
mayat akan semakin lambat.
Pada mayat yang gemuk proses pembusukan berlangsung lebih cepat dari pada mayat
yang kurus oleh karena kelebihan lemak akan menghambat hilangnya panas tubuh dan
kelebihan darah merupakan media yang baik untuk perkembangbiakkan organisme
pembusukan. Pada bayi yang baru lahir hilangnya panas tubuh yang cepat menghambat
pertumbuhan bakteri disamping pada tubuh bayi yang baru lahir memang terdapat sedikit
bakteri sehingga proses pembusukan berlangsung lebih lambat.
Proses pembusukan juga dapat dipercepat dengan adanya septikemia yang terjadi
sebelum kematian seperti peritonitis fekalis, aborsi septik, dan infeksi paru. Disini gas
pembusukan dapat terjadi walaupun kulit masih terasa hangat. Media di mana mayat berada
juga memegang peranan penting dalam kecepatan pembusukan mayat. Kecepatan
pembusukan ini di gambarkan dalam rumus klasik Casper dengan perbandingan tanah : air :
udara = 1 : 2 : 8 artinya mayat yang dikubur di tanah umumnya membusuk 8 x lebih lama dari
pada mayat yang terdapat di udara terbuka. Ini disebabkan karena suhu di dalam tanah yang
lebih rendah terutama bila dikubur ditempat yang dalam, terlindung dari predators seperti
binatang dan insekta, dan rendahnya oksigen menghambat berkembang biaknya organisme
aerobik.
Bila mayat dikubur didalam pasir dengan kelembaban yang kurang dan iklim yang panas
maka jaringan tubuh mayat akan menjadi kering sebelum terjadi pembusukan. Penyimpangan
dari proses pembusukan ini di sebut mumifikasi.
Pada mayat yang tenggelam di dalam air pengaruh gravitasi tidaklah lebih besar
dibandingkan dengan daya tahan air akibatnya walaupun mayat tenggelam diperlukan daya
apung untuk mengapungkan tubuh di dalam air, sehingga mayat berada dalam posisi
karakteristik yaitu kepala dan kedua anggota gerak berada di bawah sedangkan badab
cenderung berada di atas akibatnya lebam mayat lebih banyak terdapat di daerah kepala
sehingga kepala menjadi lebih busuk dibandingkan dengan anggota badan yang lain. Pada mayat
yang tenggelam di dalam air proses pembusukan umumnya berlangsung lebih lambat dari pada
yang di udara terbuka. Pembusukan di dalam air terutama dipengaruhi oleh temperatur air,
kandungan bakteri di dalam air. Kadar garam di dalamnya dan binatang air sebagai predator.
Degradasi dari sisa-sisa tulang yang dikubur juga cukup bervariasi. Penghancuran tulang
terjadi oleh karena demineralisasi, perusakan oleh akar tumbuhan. Derajat keasaman yang
terdapat pada tanah juga berpengaruh terhadap kecepatan penghancuran tulang. Sisa-sisa
tulang yangn dikubur pada tanah yang mempunyai derajat keasaman yang tinggi lebih cepat
terjadi penghancuran daripada tulang yang di kubur di tanah yang bersifat basa.
Kematian Mendadak
Pengertian mati mendadak dibatasi pada suatu kematian alamiah yang terjadi tanpa diduga
dan terjadi secara mendadak, kematian mendadak disinonimkan dengan terminologi “sudden
death”. Mati mendadak terjadi dalam beberapa menit, sehingga tidak ada yang menyaksikan atau
tidak sempat mendapat pertolongan sama sekali. Kematian mendadak meliputi kematian seketika
(instantaneus death), kematian tak terduga (unexpected death), dan kematian tanpa saksi atau
sebab kematian yang tidak jelas (unwitness).
Kematian mendadak dalam aspek forensik harus dianggap sebagai kematian tidak wajar
hingga dapat dibuktikan sebagai kematian wajar. Oleh karena itu, sangat perlu untuk menentukan
penyebab kematian dengan melakukan otopsi dan dilengkapi dengan pemeriksaan penunjang
lainnya. Menurut Gonzales, berikut ini merupakan beberapa penyebab kematian mendadak yang
sering muncul:
Penyakit sistem kardiovaskuler (44,9%)
Penyakit sistem pernapasan (23,1%)
Penyakit sistem saraf otak (17,9%)
Penyakit sistem pencernaan (6,5%)
Penyakit gabungan sistem pencernaan dan urogenital (9,7%)
Penyakit sistem urinarius (1,9%)
Penyakit sistem genital (1,3%)
Sebab-sebab lain, antara lain:
o Addison’s disease, yang disebabkan oleh kerusakan kelenjar adrenal dengan gejala
seperti keracunan makanan atau bahan kimia.
o Kelainan darah, seperti leukemia dan hemofilia karena komplikasi yang ditimbulkan,
misalnya perdarahan pada otak, edema paru, dan hipertrofi jantung yang menyebabkan
gagal jantung.
o Kelainan metabolik, misalnya pasien diabetes mellitus yang mengalami koma asidosis,
hiperinsulinisme karena tumor Langerhan’s, serta hemokromatosis yang menyebabkan
fibrosis pada otak dan jantung yang dapat menyebabkan gagal jantung.
o Status limfatikus, oleh adanya reaksi anafilaksis karena sensitasi pusat neurotik germinal
dari kelenjar yang mengalami hiperplasi dan pelepasan nukleoprotein yang dapat terjadi
secara spontan maupun karena faktor-faktor dari luar seperti antitoksin dan tenggelam
dalam air dingin
6. MACAM-MACAM JENIS LUKA
A. Definisi
Luka adalah hilang atau rusaknya sebagian jaringan tubuh yang disebabkan oleh
trauma benda tajam atau tumpul, perubahan suhu, zat kimia, ledakan, sengatan listrik
atau gigitan hewan.
B. Kasifikasi Luka
a. Benda tumpul
b. Benda tajam
a. Alur listrik
b. Suhu
c. Petir
a. Asam
b. Basa
c. Logam berat
Luka tembak masuk (LTM) jarak jauh hanya dibentuk oleh komponen anak peluru,
sedangkan LTM jarak dekat dibentuk oleh komponen anak peluru dan butir-butir mesiu yang
tidak habis terbakar.LTM jarak sangat dekat dibentuk oleh komponen anak peluru, butir mesiu,
jelaga dan panas/api. LTM tempel/kontak dibentuk oleh seluruh komponen tersebut di atas
(yang akan masuk ke saluran luka) dan jejas laras. Saluran luka akan berwarna hitam dan jejas
laras akan tampak mengelilingi luka tembak masuk sebagai luka lecet jenis tekan, yang terjadi
sebagai akibat tekanan berbalik dari udara hasil ledakan mesiu.
1. Otopsi Anatomis, yaitu otopsi yang dilakukan mahasiswa kedokteran untuk mempelajari ilmu
Anatomi.
2. Otopsi Klinis, yaitu otopsi untuk mengetahui beberapa hal yang terkait dengan penyakit (misal
jenis penyakit) sebelum mayat meninggal.
Otopsi Forensik,yaitu otopsi yang dilakukan oleh penegak hukum terhadap korban pembunuhan
atau kematian yang mencurigakan, untuk mengetahui sebab kematian, menentukan
identitasnya, dan sebagainya
Teknik Autopsi :
Teknik Virchow :
Teknik ini mungkin merupakan tekhnik autopsi tertua. Setelah dilakukan pembukaan rongga
tubuh, organ-organ dikeluarkan satu per satu dan langsung diperiksa. Dengan demikian
kelainan-kelainan yang terdapat pada masing-masing organ dapat segera dilihat, namun
hubungan anatomik antar beberapa organ yang tergolong dalam satu sistem menjadi hilang.
Dengan demikian, tekhnik ini kurang baik bila digunakan pada autopsi forensik, terutama pada
kasus penembakan dengan senjata api dan penusukan dengan senjata tajam, yang perlu
dilakukan penentuan saluran luka, arah serta dalamnya penetrasi yang terjadi.
Teknik Rokitansky :
Setelah rongga tubuh dibuka, organ dilihat dan diperiksa dengan melakukan beberapa irisan in
situ, baru kemudian seluruh organ-organ tersebut dikeluarkan dalam kumpulan-kumpulan organ
(en bloc). Tekhnik ini jarang dipakai, karena tidak menujukkan keunggulan yang nyata. Tekhnik
ini pun tidak baik digunakan autopsi forensik.
Teknik Letulle:
Setelah rongga tubuh dibuka, organ leher, dada, diafragma, dan perut dikeluarkan sekaligus (en
masse), Kepala diletakkan diatas meja dengan permukaanposterior menghadap ke atas. Plexus
coeliacus dan kelenjar paraaorta diperiksa. Aorta dibuka sampai arcus aorta dan Aa. Renales
kanan dan kiri dibuka serta diperiksa.
Aorta diputus di atas muara a. renalis. Rektum dipisahkan dari sigmoid. Organ urogenital
dipisahkan dari organ lain. Bagian proksimal jejunum diikat pada dua tempat dan kemudian
diputus antara dua ikatan tersebut dan usus dapat dilepaskan. Esofagus dilepaskan dari trakea,
tetapi hubungannya dengan lambung dipertahankan. Vena cava inferior serta aorta diputus di
atas diafragama dan dengan demikian organ leher dan dada dapat dilepas dari organ perut.
Dengan pengangkatan organ-organ tubuh secara en masse ini, hubungan antar organ tetap
dipertahankan setelah seluruh organ dikeluarkan dari tubuh. Kerugian tekhnik ini adalah sukar
dilakukan tanpa pembantu serta agak sukar dalam penanganan karena panjangnya kumpulan
organ-organ yang dikeluarkan sekaligus.
Teknik Ghon:
Setelah rongga tubuh dibuka, organ leher dan dada, organ pencernaan bersama hati dan limpa,
organ urogenital diangkat keluar sebagai tiga kumpulan organ (bloc).
Penyidik
Sesuai dengan pasal 1 ayat 1, penyidik merupakan pihak kepolisian yang diangkat
negara untuk menjalankan undang-undang. Penyidik dengan pangkat terendah Aipda, atau
penyidik pembantu dengan pangkat terendah Bripda.
Berdasarkan PP No. 27 Tahun 1983 pasal 2 ayat 1 menjelaskan bahwa penyidik adalah pejabat
polisi NKRI yang diberi wewenang khusus oleh UU dengan pangkat serendah-rendahnya
Pembantu Letnan Dua. Sedangkan penyidik pembantu berpangkat serendah-rendahnya Sersan
Dua. Selanjutnya PP No. 27 tahun 1983 pasal 2 ayat 2 menjelaskan bahwa bila di suatu
Kepolisian Sektor tidak ada pejabat penyidik seperti di atas, maka Kepala Kepolisian Sektor yang
berpangkat bintara di bawah Pembantu Letnan Dua dikategorikan sebagai penyidik karena
jabatannya.
Hakim Pidana
Hakim pidana dapat memerintahkan jaksa untuk meminta pembuatan visum et
repartum guna melengkapi Berita Acara Perkara (BAP), selanjutnya jaksa akan melimpahkan
permintaan hakim ini kepada penyidik. Hal yang merupakan kesalahan teknis penyidikan adalah
bila hakim pidana pada persidangan meminta langsung pembuatan visum et repartum.
Hakim Perdata
Karena disidang pengadilan perdata tidak ada Jaksa, maka Hakim Perdata berhak secara
langsung meminta pembuatan visum et repartum.
Hakim Agama
Berdasarkan undang-undang No.14 tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok
Kekuasaan Kehakiman pasal 10, Hakim Agama berhak meminta pembuatan visum et repartum
Dalam 2x24 jam, penyidik wajib menghadirkan pihak keluarga. Kemudian setelah
mendapatkan persetujuan keluarga barulah dokter dapat melakukan pemeriksaan dalam
(otopsi). Namun, jika dalam 2x24 jam tidak ada keluarga yang datang, maka dokter berhak
secara langsung melakukan otopsi walaupun tanpa izin keluarga
Penyebab kematian merupakan penyakit atau cedera /luka –luka yang bertanggung
jawab atas terjadinya kematian. Contoh : TBC, luka tusuk,dll
Penyebab kematian dasar: penyakit/ kondisi atau cedera yang merupakan awal
dimulainya perjalanan penyakit menuju kematian atau Keadaan kecelakan
/tindakan kekerasan yang menyebabkan cedera dan berakhir dengan kematian
Contoh cara kematian yang tidak wajar : kecelakaan, bunuh diri, pembunuhan
Sumber
Academy Of Medical Royal Colleges, 2008. A Code Of Practice For The Diagnosis And
Confirmation Of Death, pp. 11-20 [pdf].London:Academy Of Medical Royal Colleges.
Available at: http://www.aomrc.org.uk/doc_view/42-a-code-of-practice-for-the-diagnosis-and-
confirmation-of-death
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 37 tahun 2014 tentang Penentuan
Saukko and Knight, 2004. Knight’s Forensic Pathology Third Edition, pp. 52-55. London:
Arnold Group.
Laptut katingz