Anda di halaman 1dari 11

Scenario 2 blok PK

Seorang dokter Puskesmas memeriksa seorang laki-laki berusia 58 tahun yang datang dengan keluhan
sesak napas. Pasien tersebut tidak pernah memiliki gangguan pernapasan, namun ada riwayat
hipertensi. Pasien juga nampak overweight. Pasien tersebut tinggal bersama istri yang berusia 51 tahun
serta dua anak yang berusia dewasa. Minggu sebelumnya, pasien tersebut kedatangan beberapa
anggota dari luar kota. Oleh karena di wilayah kerja Puskesmas tersebut telah dilaporkan sekitar 51
kasus yang terkonfirmasi sebagai infeksi SARS-CoV2 dalam tiga bulan terakhir dan dua kasus di
antaranya meninggal, dokter meminta pasien tersebut menjalani pemeriksaan usap nasofaring dan
orofaring yang kemudian dianalisis dengan PCR. Seminggu kemudian, hasil analisis PCR pasien tersebut
telah keluar dan menunjukkan hasil positif. Dokter kemudian melaporkan hasil tersebut kepada Satuan
Tugas (Satgas) COVID-19 di daerah yang kemudian mencatat data tersebut di dalam sistem surveilans.
Bersama tim Puskesmas, Satgas COVID-19 merencanakan langkah-langkah penyelidikan epidemiologi.

Step 1:

1. Hipertensi
2. Overweight
3. SARS-CoV2
4. Pemeriksaan usap nasofaring dan orofarin
5. PCR
Keyword: epidemiologi, sars-cov2, surveilans

Step 2:

1. Apa tujuan penelitian epidemiologi?


2. Bagaimaan trias epidemiologi pada SARS-CoV2?
3. Bagaimana dinamika penularan penyakit dan mode of transmission?
4. Bagaimana konsep herd imunnity?
5. Apa saja peranan epidemiologi?
6. Apa saja karakteristik agen?
7. Bagaimana trias bloom dalam penelitian epidemiologi?
8. Bagaimana cara surveilans?
9. Apakah tujuan surveilans?
10. Apa pebedaan surveilans aktif dan pasif?
11. Apa manfaat Penggunaan Angka Insidensi & Prevalensi?

Step 3:

1. tujuan epidemiologi yaitu


 Mencari faktor penyebab/ faktor risiko terjadinya penyakit
 Menentukan status kesehatan dan situasi penyakit dalam masyarakat yang meliputi
penjelasan pola penyakit, dan riwayat alamiah penyakit
 Untuk memperoleh informasi dalam penyusunan upaya-upaya bidang kesehatan

2.

Pada kondisi normal, ketiga komponen tersebut berimbang. Perubahan pada satu (atau
lebih) komponen dapat menaikkan atau menurunkan risiko terjadinya penyakit infeksi.

Apabila kemampuan agen menginfeksi meningkat, atau kekebalan tubuh penjamu rendah,
atau sanitasi lingkungan buruk, maka risiko terjadinya penyakit infeksi akan meningkat.

Pada kasus Covid-19, agen infeksius-nya adalah SARS-CoV-2. Sedangkan penjamu-nya adlh
Manusia

 Karakteristik agen (SARS-CoV-2) belum terlalu detail diketahui (khususnya terkait


kemampuan virus bermutasi, obat anti-virus, & vaksin)
 Karakteristik penjamu (Manusia) yg dpt mempengaruhi pajanan, kerentanan, &
respons terhadap agen (SARS-CoV-2) adalah: usia (lansia), status fisiologis
(higienitas yg kurang baik), status imunologis (penurunan sistem kekebalan tubuh),
penyakit lain yg sdh ada sebelumnya (DM, hipertensi, penyakit kardiovaskular,
pneumonia), & perilaku manusia (kurang olah raga, merokok, diet tdk sehat)
 Karakteristik lingkungan (faktor ekstrinsik) yg mempengaruhi keberadaan agen &
kerentanan thd agen antara lain adlah: lingkungan fisik (sanitasi lingkungan buruk),
kepadatan penduduk, modus komunikasi (fenomena dlm lingkungan yg
mempertemukan penjamu dg agen)

3.

Secara umum dinamika penularan penyakit dapat didekati dengan mengidentifikasi cara
penularan penyakit (mode of transmission), penyakit dapat ditularkan kepada manusia yang
rentan melalui beberapa cara, baik terjadi secara langsung maupun tidak lansung dari orang
ke orang lain dan penyebarannya di masyarakat, ditinjau dari aspek epidemiologi dapat
bersifat lokal, regional maupun internasional.
Penularan langsung dari orang ke orang lain adalah agen penyakit ditularkan langsung dari
seorang infektious ke orang lain melalui hubungan intim (kontak seks), penyakit yang bisa
ditimbulkan antara lain GO, syphilis, HIV.

Penularan penyakit tidak langsung yakni penyakit menular dari orang ke orang lain dengan
perantaraan media. Menular melalui media udara, penyakit yang bisa ditimbulkan adalah
seperti TB, rubella, diphteria, influenza. Menular melalui media air, penyakit yang bisa
ditimbulkan antara lain diare, kolera, typhes. Menular melalui media tanah, penyakit yang
bisa ditimbulkan antara lain cacing. Menular melalui vektor, penyakit yang bisa ditimbulkan
antara lain malaria, filariasis, demam berdarah.

4. Konsep herd immunity diperkenalkan dengan penggunaan vaksin secara luas untuk
melindungi dari penyakit umum, tetapi sangat melemahkan, seperti cacar dan polio, yang
disebarkan melalui kontak manusia dan di mana manusia, merupakan reservoir utama virus
ini. Herd immunity mengacu pada perlindungan populasi dari infeksi ini dan disebabkan oleh
adanya kekebalan terhadap infeksi ini pada individu yang ada dalam komunitas. Ini mewakili
keseimbangan antara populasi berisiko dan mikroorganisme. Secara konseptual, herd
immunity ditentukan oleh subpopulasi pasien yang telah memperoleh kekebalan aktif dari
infeksi sebelumnya atau imunisasi profilaksis. Pasien-pasien ini kemudian memberikan
tingkat perlindungan kepada seluruh komunitas dengan mengurangi beban penyakit serta
penyebaran organisme dalam kelompok populasi tersebut.

Herd immunity telah menjadi alat yang efektif dalam memerangi patogen menular.
Penggunaan vaksinasi yang meluas telah memberantas cacar dari dunia dan mungkin juga
polio. Hal ini telah dicapai dengan konsep pengenalan kekebalan kelompok secara artifisial
melalui imunisasi terhadap kedua penyakit ini. Konsep ini telah banyak diterapkan pada
berbagai penyakit menular lainnya seperti campak, rubella, influenza dan lain-lain.
Efektivitas imunitas kelompok bergantung pada beberapa prinsip epidemiologi yang
meliputi:

a. Penyakit tersebut pasti membawa risiko kesehatan yang besar.


b. Resiko tertular penyakit harus tinggi.

c. Vaksin harus efektif.

d. Vaksin harus aman.


5.

6. Karakteristik agen
a. Infektifitas
kesanggupan dari organisme untuk beradaptasi sendiri thdp lingkungan host untuk
mampu tinggal & berkembang biak dlm jaringan/ host
b. Pathogenesis
kesanggupan organisme u/ menimbulkan suatu reaksi klinik khusus yg patologis
setelah terjadinya infeksi pd host yg diserang
c. Virulensi
kesanggupan dari organisme untuk beradaptasi sendiri thdp lingkungan host untuk
mampu tinggal & berkembang biak dlm jaringan/ host
d. Toksisitas
kesanggupan organismeyg memproduksi reaksi kimia yg toksik oleh substansi kimia
yg dibuatnya.
e. Antigenicitas
kesanggupan organisme untuk merangsang reaksi imunologis dlm host

7.

Dalam teori Blum (1974), ada 4 faktor yang dijadikan sebagai derajat kesehatan diantaranya
faktor perilaku, faktor pelayanan kesehatan, faktor genetik dan faktor lingkungan. Faktor-
faktor tersebut memiliki peranan yang sangat besar dalam meningkatkan status kesehatan
baik individu maupun masyarakat.

1. Faktor pertama yaitu perilaku, perilaku seseorang memiliki peranan penting dalam
menjaga status kesehatan, karena kesadaran dalam pribadi seseorang harus
dimunculkan untuk mencapai budaya hidup bersih dan sehat sehingga terhindar dari
berbagai penyakit seperti diare.
2. Faktor kedua yaitu lingkungan, salah satu yang menjadi sumber berkembangnya suatu
penyakit yaitu karena kondisi sanitasi lingkungan yang buruk dan dapat membahayakan
kesehatan masyarakat kita. Penumpukan sampah yang tidak dikelola dengan benar
dapat menjadi penyebab. Tempat pelayanan kesehatan sendiri memiliki beberapa
program terkait dengan pemeliharaan sanitasi lingkungan untuk mencegah terjadinya
berbagai penyakit seperti diare, namun masih terkendala dengan jumlah tenaga
kesehatan lingkungan yang masih kurang memadai.
3. Faktor ketiga yaitu pelayanan kesehatan yang menjadi penunjang dalam meningkatkan
derajat kesehatan masyarakat. Pelayanan kesehatan yang berkualitas dan terbaik sangat
dibutuhkan masyarakat untuk mencegah dan menurunkan tingkat kematian yang
disebabkan karena diare.
4. Faktor keempat yaitu genetik, yang perlu 6 7 diperhatikan yaitu bagaimana cara
meningkatkan kualitas generasi muda mendatang yang memiliki kompetensi dan
kreatifitas tinggi. Mencapai tujuan tersebut, perlu diperhatikan status gizi Balita yang
dapat meningkatkan perkembangan otak anak. Pada kenyataannya di Indonesia masih
banyak ditemukan kasus gizi buruk yang mengakibatkan risiko sakit pada anak.
Pemeriksaan tumbuh kembang anak harus dilakukan secara rutin dan mendeteksi dini
status gizi agar menghindari kasus gizi buruk maupun obesitas terjadi, hal ini
memperlihatkan bahwa perilaku manusia mempunyai konstribusi yang besar.

8. Langkah-langkah surveilans

a. Perencanaan surveilans : Perencanaan kegiatan surveilans dimulai dengan penetapan


tujuan surveilans, dilanjutkan dengan penentuan definisi kasus, perencanaan perolehan
data, teknik pengumpulan data, teknik analisis dan mekanisme penyebarluasan
informasi.
b. Pengumpulan data: Pengumpulan data merupakan awal dari rangkaian kegiatan untuk
memproses data selanjutnya. Data yang dikumpulkan memuat informasi epidemiologis
yang dilaksanakan secara teratur dan terusmenerus dan dikumpulkan tepat waktu.
Pengumpulan data dapat bersifat pasif yang bersumber dari rumah sakit, puskesmas
dan lainlain, maupun aktif yang diperoleh dari kegiatan survei. Untuk mengumpulkan
data diperlukan sistem pencatatan dan pelaporan yang baik. Secara umum pencatatan
di puskesmas adalah hasil kegiatan kunjungan pasien dan kegiatan luar gedung.
Sedangkan pelaporan dibuat dengan merekapitulasi data hasil pencatatan dengan
menggunakan formulir tertentu, misalnya form W1 (kejadian luar biasa), form W2
(laporan mingguan) dan lain-lain.
c. Pengolahan dan penyajian data: Data yang sudah terkumpul dari kegiatan diolah dan
disajikan dalam bentuk tabel, grafik (histogram, poligon frekuensi), chart (bar chart,
peta/map area). Penggunaan komputer sangat diperlukan untuk mempermudah dalam
pengolahan data diantaranya dengan menggunakan program (software) seperti epiinfo,
SPSS, lotus, excel dan lain-lain.
d. Analisis data: Analisis merupakan langkah penting dalam surveilans epidemiologi
karena akan dipergunakan untuk perencanaan, monitoring dan evaluasi serta tindakan
pencegahan dan penanggulangan penyakit. Kegiatan ini menghasilkan ukuran-ukuran
epidemiologi seperti rate, proporsi, rasio dan lain-lain untuk mengetahui situasi,
estimasi dan prediksi penyakit.
e. Penyebarluasan informasi: Penyebarluasan informasi dapat dilakukan ke tingkat atas
maupun ke bawah. Dalam rangka kerja sama lintas sektoral intansiintansi lain yang
terkait dan masyarakat juga menjadi sasaran kegiatan ini. Untuk diperlukan informasi
yang informatif agar mudah dipahami terutama bagi intansi diluar bidang kesehatan.

9. Surveilans bertujuan memberikan informasi tepat waktu tentang masalah kesehatan


populasi, sehingga penyakit dan faktor risiko dapat dideteksi dini dan dapat dilakukan
respons pelayanan kesehatan dengan lebih efektif. Surveilans dapat juga digunakan untuk
memantau efektivitas program kesehatan. Tujuan khusus surveilans:

1. Memonitor kecenderungan (trends) penyakit;


2. Mendeteksi perubahan mendadak insidensi penyakit, untuk mendeteksi dini outbreak;
3. Memantau kesehatan populasi, menaksir besarnya beban penyakit (disease burden)
pada populasi;
4. Menentukan kebutuhan kesehatan prioritas, membantu perencanaan, implementasi,
monitoring, dan evaluasi program kesehatan;
5. Mengevaluasi cakupan dan efektivitas program kesehatan;
6. Mengidentifikasi kebutuhan riset

10. Pendekatan surveilans dapat dibagi menjadi dua jenis:

1. Surveilans pasif;
2. Surveilans aktif

Surveilans pasif memantau penyakit secara pasif, dengan menggunakan data penyakit yang
harus dilaporkan (reportable diseases) yang tersedia di fasilitas pelayanan kesehatan.
Kelebihan surveilans Peristiwa penyakit, kesehatan populasi Data Informasi Perubahan yang
diharapkan Analisis & Interpretasi pasif, relatif murah dan mudah untuk dilakukan. Negara-
negara anggota WHO diwajibkan melaporkan sejumlah penyakit infeksi yang harus
dilaporkan, sehingga dengan surveilans pasif dapat dilakukan analisis perbandingan penyakit
internasional. Kekurangan surveilans pasif adalah kurang sensitif dalam mendeteksi
kecenderungan penyakit. Data yang dihasilkan cenderung underreported, karena tidak
semua kasus datang ke fasilitas pelayanan kesehatan formal. Selain itu, tingkat pelaporan
dan kelengkapan laporan biasanya rendah, karena waktu petugas terbagi dengan
tanggungjawab utama memberikan pelayanan kesehatan di fasilitas kesehatan masing-
masing. Untuk mengatasi problem tersebut, instrumen pelaporan perlu dibuat sederhana
dan ringkas.

Surveilans aktif menggunakan petugas khusus surveilans untuk kunjungan berkala ke


lapangan, desa-desa, tempat praktik pribadi dokter dan tenaga medis lainnya, puskesmas,
klinik, dan rumah sakit, dengan tujuan mengidentifikasi kasus baru penyakit atau kematian,
disebut penemuan kasus (case finding), dan konfirmasi laporan kasus indeks. Kelebihan
surveilans aktif, lebih akurat daripada surveilans pasif, sebab dilakukan oleh petugas yang
memang dipekerjakan untuk menjalankan tanggungjawab itu. Selain itu, surveilans aktif
dapat mengidentifikasi outbreak lokal. Kelemahan surveilans aktif, lebih mahal dan lebih
sulit untuk dilakukan daripada surveilans pasif.

11. Manfaat Penggunaan Angka Insidensi & Prevalensi


a. Prevalensi
- Menggambarkan tingkat keberhasilan program pemberantasan penyakit
- Penyusunan perencanaan pelayanan kesehatan, misal obat, tenaga, ruangan
- Menyatakan banyaknya kasus yg dapat didiagnosis
b. Insidensi
- mengukur angka kejadian penyakit.
- Dalam penelitian epidemiologi  sebab akibat
- Perbandingan antara berbagai populasi dengan pemaparan yg berbeda
- Untuk mengukur besarnya risiko determinan tertentu

Anda mungkin juga menyukai