Anda di halaman 1dari 7

LO

1. Bagaimana cara menentukan prevalensi penyakit

2. Faktor-faktor yg mempengaruhi dinamika transmisi

3. Model penularan penyakit yg menggambarkan kerentanan populasi terhadap penyakit menular

4. Jelaskan langkah langkah penelitian epidemiologi saat outbreak

5. Aturan terkait dengan wabah dan penanggulangan wabah penyakit menular

Jawaban:

1. Prevalensi, kadang-kadang disebut sebagai tingkat prevalensi, adalah proporsi orang dalam
suatu populasi yang memiliki penyakit atau sifat tertentu pada suatu titik waktu tertentu atau
selama periode waktu tertentu. Prevalensi berbeda dengan insidensi karena prevalensi
mencakup semua kasus, baik baru maupun yang sudah ada sebelumnya, dalam populasi pada
waktu tertentu, sedangkan insidensi terbatas pada kasus baru saja.

Prevalensi titik mengacu pada prevalensi yang diukur pada titik waktu tertentu. Ini adalah
proporsi orang dengan penyakit atau sifat tertentu pada tanggal tertentu.

Prevalensi periode mengacu pada prevalensi yang diukur selama selang waktu tertentu. Ini
adalah proporsi orang dengan penyakit atau sifat tertentu setiap saat selama interval.

Nilai 10 n biasanya 1 atau 100 untuk atribut umum. Nilai 10 n mungkin 1.000, 100.000, atau
bahkan 1.000.000 untuk atribut langka dan untuk kebanyakan penyakit.

CONTOH: Menghitung Prevalensi


Dalam sebuah survei terhadap 1.150 wanita yang melahirkan di Maine pada tahun 2000, total
468 dilaporkan mengonsumsi multivitamin setidaknya 4 kali seminggu selama sebulan sebelum
hamil. (7) Hitung prevalensi penggunaan multivitamin yang sering pada kelompok ini.
Pembilang = 468 pengguna multivitamin
Penyebut = 1.150 wanita

Prevalensi = (468 ⁄ 1.150) × 100 = 0.407 × 100 = 40.7%


2.

3. Penyakit yang muncul dan muncul kembali menimbulkan bangkitnya kembali perhatian pada
penyakit infeksi, ini yang disebut dengan istilah saat ini Re-emerging Infectious Diseases.
Mekanisme penularan dari penginfeksi kepada yang rentan. Hampir semua penyakit infeksi dan
penyebaran penyakit melalui rantai infeksi sudah diketahui. Akan tetapi, interaksi penularan
pada populasi sangat kompleks, sehingga sulit memahami dinamika penyebaran penyakit
berskala besar tanpa struktur formal dari model matematika. Pemodelan epidemiologi atas
penularan penyakit infeksi semakin berpengaruh pada teori dan praktek penanganan dan
pengendalian penyakit.
Model dinamika untuk penyakit menular yang sebagian besar didasarkan pada kompartemen
struktur yang awalnya diusulkan oleh Kermack dan McKendrick (1927,1932) dan dikembangkan
kemudian oleh banyak biomathematicalians lainnya. Untuk merumuskan model dinamis untuk
transmisi epidemi penyakit, penduduk di suatu wilayah tertentu sering dibagi menjadi beberapa
kelompok atau kompartemen yang berbeda. Seperti model menggambarkan dinamis hubungan
diantara kompartemen-kompartemen disebut model kompartemen.(1)

Model dengan berfokus pada infeksi akut, dengan asumsi patogen penyebab penyakit untuk
jangka waktu yang diikuti oleh ( biasanya seumur hidup ) imunitas . Skenario ini secara
matematis digambarkan oleh apa yang disebut model SIR ( Dietz 1967 ), model dasar didalam
pemodelan epidemiologi penyakit menular. Fomula ini , yang awalnya dipelajari secara
mendalam oleh Kermack dan McKendrick ( 1927 ) , mengkategorikan penjamu (host) dalam
suatu populasi sebagai kelompok rentan (Susceptible) (jika sebelumnya tidak terpajan patogen
penyakit ), terinfeksi (Infected) (jika saat ini terinfeksi oleh patogen ), dan pulih (Recovered)
( jika mereka telah bersih dari infeksi ).

4.
a. Identifikasi outbreak
Outbreak adalah peningkatan kejadian kasus penyakit yang lebih banyak daripada
ekspektasi normal di di suatu area atau pada suatu kelompok tertentu, selama suatu
periode waktu tertentu. Informasi tentang potensi outbreak biasanya datang dari
sumber-sumber masyarakat, yaitu laporan pasien (kasus indeks), keluarga pasien, kader
kesehatan, atau warga masyarakat. Tetapi informasi tentang potensi outbreak bisa juga
berasal dari petugas kesehatan, hasil analisis data surveilans, laporan kematian, laporan
hasil pemeriksaan laboratorium, atau media lokal (suratkabar dan televisi). Hakikatnya
outbreak merupakan deviasi (penyimpangan) dari keadaan rata-rata insidensi yang
konstan dan melebihi ekspektasi normal Karena itu outbreak ditentukan dengan cara
membandingkan jumlah kasus sekarang dengan rata-rata jumlah kasus dan variasinya di
masa lalu (minggu, bulan, kuartal, tahun).
Sumber data kasus untuk menenetukan terjadinya outbreak:
(1) Catatan surveilans dinas kesehatan;
(2) Catatan morbiditas dan mortalitas di rumah sakit;
(3) Catatan morbiditas dan mortalitas di puskesmas;
(4) Catatan praktik dokter, bidan, perawat;
(5) Catatan morbiditas upaya kesehatan sekolah (UKS).
b. Investigasi kasus
Peneliti melakukan verifikasi apakah kasus-kasus yang dilaporkan telah didiagnosis
dengan benar (valid). Peneliti outbreak mendefinisikan kasus dengan menggunakan
seperangkat kriteria sebagai berikut:
(1) Kriteria klinis (gejala, tanda, onset);
(2) Kriteria epidemiologis (karakteristik orang yang terkena, tempat dan waktu
terjadinya outbreak);
(3) Kriteria laboratorium (hasil kultur dan waktu pemeriksaan).
Dengan menggunakan definisi kasus, maka individu yang diduga mengalami penyakit
akan dimasukkan dalam salah satu klasifikasi kasus. Berdasarkan tingkat
ketidakpastian diagnosis, kasus dapat diklasifikasikan menjadi:
(1) kasus suspek (suspected case, syndromic case),
(2) kasus mungkin (probable case, presumptive case), dan
(3) kasus pasti (confirmed case, definite case).
Tabel 6.2 menyajikan klasifikasi kasus menurut kriteria pemeriksaan klinis,
epidemiologis, dan laboratoris.

c. investigasi kausa
a. WAWANCARA DENGAN KASUS Intinya, tujuan wawancara dengan kasus dan nara
sumber terkait kasus adalah untuk menemukan kausa outbreak. Dengan
menggunakan kuesioner dan formulir baku, peneliti mengunjungi pasien (kasus),
dokter, laboratorium, melakukan wawancara dan dokumentasi untuk memperoleh
informasi berikut:
(1) Identitas diri (nama, alamat, nomer telepon jika ada);
(2) Demografis (umur, seks, ras, pekerjaan);
(3) Kemungkinan sumber, paparan, dan kausa;
4) Faktor-faktor risiko;
(5) Gejala klinis (verifikasi berdasarkan definisi kasus, catat tanggal onset gejala
untuk membuat kurva epidemi, catat komplikasi dan kematian akibat penyakit);
(6) Pelapor (berguna untuk mencari informasi tambahan dan laporan balik hasil
investigasi). Pemeriksaan klinis ulang perlu dilakukan terhadap kasus yang
meragukan atau tidak didiagnosis dengan benar (misalnya, karena kesalahan
pemeriksaan laboratorium).
b. EPIDEMIOLOGI DESKRIPTIF. Tujuan epidemiologi deskriptif adalah mendeskripsikan
frekuensi dan pola penyakit pada populasi menurut karakteristik orang, tempat, dan
waktu. Dengan menghitung jumlah kasus, menganalisis waktu, incidence rate, dan
risiko, peneliti outbreak mendeskripsikan distribusi kasus menurut orang, tempat,
dan waktu, menggambar kurva epidemi, mendeskripsikan kecenderungan (trends)
kasus sepanjang waktu, luasnya daerah outbreak, dan populasi yang terkena
outbreak. Dengan epidemiologi deskriptif peneliti outbreak bisa mendapatkan
menduga kausa dan sumber outbreak.
d. Melakukan pencegahan dan pengendalian
Bila investigasi kasus dan kausa telah memberikan fakta di pelupuk mata tentang kausa,
sumber, dan cara transmisi, maka langkah pengendalian hendaknya segera dilakukan,
tidak perlu melakukan studi analitik yang lebih formal. Prinsipnya, makin cepat respons
pengendalian, makin besar peluang keberhasilan pengendalian. Makin lambat repons
pengendalian, makin sulit upaya pengendalian, makin kecil peluang keberhasilan
pengendalian, makin sedikit kasus baru yang bisa dicegah. Prinsip intervensi untuk
menghentikan outbreak sebagai berikut:
(1) Mengeliminasi sumber patogen;
(2) Memblokade proses transmisi;
(3) Mengeliminasi kerentanan.
Sedang eliminasi sumber patogen mencakup:
(1) Eliminasi atau inaktivasi patogen;
(2) Pengendalian dan pengurangan sumber infeksi (source reduction);
(3) Pengurangan kontak antara penjamu rentan dan orang atau binatang terinfeksi
(karantina kontak, isolasi kasus, dan sebagainya);
(4) Perubahan perilaku penjamu dan/ atau sumber (higiene perorangan, memasak
daging dengan benar, dan sebagainya);
(5) Pengobatan kasus.
e. Melakukan studi analitik (jika perlu)
Dalam investigasi outbreak, tidak jarang peneliti dihadapkan kepada teka-teki
menyangkut sejumlah kandidat agen penyebab. Fakta yang diperoleh dari investigasi
kasus dan investigasi kausa kadang belum memadai untuk mengungkapkan sumber dan
kausa outbreak. Jika situasi itu yang terjadi, maka peneliti perlu melakukan studi analitik
yang lebih formal. Desain yang digunakan lazimnya adalah studi kasus kontrol atau studi
kohor retrospektif. Seperti desain studi epidemiologi analitik lainnya, studi analitik untuk
investigasi outbreak mencakup:
(1) pertanyaan penelitian;
(2) signifikansi penelitian;
(3) desain studi;
(4) subjek;
(5) variabel-variabel;
(6) pendekatan analisis data;
(7) interpretasi dan kesimpulan.
f. Mengkomunikasikan temuan
Temuan dan kesimpulan investigasi outbreak dikomunikasikan kepada berbagai pihak
pemangku kepentingan kesehatan masyarakat. Dengan tingkat rincian yang bervariasi,
pihak-pihak yang perlu diberitahu tentang hasil penyelidikan outbreak mencakup
pejabat kesehatan masyarakat setempat, pejabat pembuat kebijakan dan pengambil
keputusan kesehatan, petugas fasilitas pelayanan kesehatan, pemberi informasi
peningkatan kasus, keluarga kasus, tokoh masyarakat, dan media. Penyajian hasil
investigasi dilakukan secara lisan maupun tertulis (laporan awal dan laporan akhir).
Pejabat dinas kesehatan yang berwewenang hendaknya hadir pada penyajian hasil
investigasi outbreak. Temuan-temuan disampaikan dengan bahasa yang jelas, objektif
dan ilmiah, dengan kesimpulan dan rekomendasi yang dapat dipertanggungjawabkan.
g. Mengevaluasi dan meneruskan surveilans
Pada tahap akhir investigasi outbreak, Dinas Kesehatan Kota/ Kabupaten dan peneliti
outbreak perlu melakukan evaluasi kritis untuk mengidentifikasi berbagai kelemahan
program maupun defisiensi infrastruktur dalam sistem kesehatan. Evaluasi tersebut
memungkinkan dilakukannya perubahanperubahan yang lebih mendasar untuk
memperkuat upaya program, sistem kesehatan, termasuk surveilans itu sendiri.
Investigasi outbreak memungkinkan identifikasi populasi-populasi yang terabaikan atau
terpinggirkan, kegagalan strategi intervensi, mutasi agen infeksi, ataupun
peristiwaperistiwa yang terjadi di luar kelaziman dalam program kesehatan. Evaluasi
kritis terhadap kejadian outbreak memberi kesempatan kepada penyelidik untuk
mempelajari kekurangan-kekurangan dalam investigasi outbreak yang telah dilakukan,
dan kelemahan-kelemahan dalam sistem kesehatan, untuk diperbaiki secara sistematis
di masa mendatang, sehingga dapat mencegah terulangnya outbreak.
5. Aturan penanggulangan

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:


1. Wabah Penyakit Menular yang selanjutnya disebut wabah adalah pengertian Wabah
sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit
Menular.
2. Daerah Wabah adalah suatu wilayah yang dinyatakan terjangkit wabah.
3. Wilayah adalah wilayah administratif sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 5
Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan Di Daerah.
4. Data Epidemi adalah data yang berisikan keadaan wabah penyakit menular pada suatu wilayah.
5. Penyelidikan Epidemiologis adalah penyelidikan terhadap seluruh penduduk dan makhluk hidup
lainnya, benda dan lingkungan yang diduga ada kaitannya dengan terjadinya wabah.
6. Upaya Penanggulangan adalah segala upaya yang ditujukan untuk memperkecil angka kematian,
membatasi penularan serta penyebaran penyakit agar wabah tidak meluas ke daerah lain.
7. Kejadian Luar Biasa (KLB) adalah timbulnya atau meningkatnya kejadian kesakitan/kematian
yang bermakna secara epidemiologis pada suatu daerah dalam kurun waktu tertentu, dan
merupakan keadaan yang dapat menjurus pada terjadinya wabah.
8. Kepala Wilayah/Daerah adalah Gubernur Kepala Daerah Tingkat I atau Bupati/Walikotamadya
Kepala Daerah Tingkat II atau Camat.
9. Menteri adalah Menteri yang bertanggung jawab di bidang kesehatan.

Sumber:

Djafri, D. (2017) ‘Pemodelan Epidemiologi Penyakit Menular’, Jurnal Kesehatan Masyarakat Andalas,
10(1), p. 1. doi: 10.24893/jkma.v10i1.172.
Gordis, L. (2014a) ‘Chapter 2. The Dynamic of Disease Transmission’, in Epidemiology. 5th edn.
Philadelphia: Elsevier-Saunders.
Gordis, L. (2014b) ‘Chapter 3. Disease Surveillance and Measures of Morbidity’, in Epidemiology. 5th
edn. Philadelphia: Elsevier-Saunders.
Gordis, L. (2014c) ‘Chapter 6. The Natural History of Disease: Ways of Expressing Prognosis’, in
Epidemiology. 5th edn. Philadelphia: Elsevier-Saunders.
https://www.cdc.gov/csels/dsepd/ss1978/lesson3/section2.html
Outbreak, D. and Angeles, L. (2006) ‘Investigasi Outbreak Definisi’.

Anda mungkin juga menyukai