Anda di halaman 1dari 41

REFERAT

ANTIFUNGAL DALAM DERMATOLOGI


Oleh: Agitha Melita Putri, S.Ked NIM: 04124705093
Pembimbing: dr. Fitriani, SpKK BAGIAN/DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA RSUP DR. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG 2013 1

Antifungal
Terdapat 2 macam antifungal, yaitu antifungal topikal dan sistemik. Tiga golongan besar antifungal topikal yaitu:
Golongan polyenes, Golongan imidazol, dan Golongan allylamine-benzylamine

Beberapa antifungal topikal tidak termasuk dalam ketiga golongan tersebut, yaitu:
Ciclopirox olamine Tolnaftate Undecylenic acid

Antifungal Topikal
Keuntungannya:
Efek samping lebih sedikit, Minimal interaksi obat, Terapi terlokalisasi, dan Umumnya membutuhkan biaya yang lebih rendah.

Secara umum terapi topikal lebih sering digunakan untuk penyakit yang berhubungan dengan kulit karena dapat meminimalisasi toksisitas sistemik.

Antifungal Sistemik
Terdapat golongan besar yang biasa digunakan yaitu:
Golongan allylamine (terbinafine), Golongan triazol (itrakonazole, flukonazole), dan imidazol (ketokonazol), dan Griseofluvin

Antifungal Sistemik
Keuntungannya:
Tidak mengganggu sawar lapisan korneum kulit, Medikasi mencapai seluruh lapisan epidermis, dan Dapat menjangkau area kulit yang mungkin ada mikroorganismenya meskipun tidak menampakkan lesi klinis rekurensi penyakit lebih rendah Penggunaan terapi oral lebih praktis dan mudah.

Pemilihan Terapi
Untuk pasien dengan infeksi fungal terbatas menggunakan terapi topikal. Untuk pasien dengan infeksi yang luas dan berat, atau dengan keterlibatan kuku dan rambut lebih tepat menggunakan terapi sistemik. Pada beberapa kasus, kedua terapi baik topikal dan sistemik dapat digunakan bersamaan.

Tujuan Penulisan
Membahas: Macam-macam antifungal Mekanisme kerja, Farmakokinetik, Indikasi, Efek samping, dan Bentuk sediaan antifungal yang digunakan dalam dermatologi Sehingga dapat memberikan terapi secara tepat
7

Antifungal Topikal
Golongan Polyenes Golongan Imidazol

Golongan Allylamines dan Benzylamines Naftidine Terbinafine Butenafine

Nistatin

Klotrimazol Ekonazol Ketokonazol Mikonazol Oxikonazol Sertakonazol Sulkonazol


Lain-lain:

Ciclopirox olamine; Tolnaftate; Undecylenic acid


8

Antifungal Topikal
Golongan Polyenes: Nistatin Bersifat fungistatik dan fungisidal. Tidak larut dalam air Tidak dapat diabsorpsi kulit yang intact, traktus gastrointestinal, atau vagina Mekanisme: berikatan dengan membran sel sterol fungal perubahan permeabilitas membran diikuti kebocoran komponen intraseluler yang esensial.

Antifungal Topikal
Golongan Polyenes: Nistatin Indikasi: infeksi fungal kutaneus atau mukokutaneus yang disebabkan oleh Candida albicans dan spesies Candida lainnya (C. parapsilosis, C. krusei, C. tropicalis). Tidak efektif untuk terapi infeksi dermatofita atau Pityrosporum. Tidak diindikasikan sebagai terapi pitiriasis versikolor.

10

Antifungal Topikal
Golongan Polyenes: Nistatin Bentuk sediaan: krim, lozenge/troche, ointment, powder, solusio 100.000 U/g. Diaplikasikan ke kulit 2x1 selama 2 minggu Bentuk suspensi dan dissolving pastille untuk terapi kandidiasis oral diaplikasikan (4-5)x1 selama 2 minggu. Efek samping: <0,1% pasien. Umumnya rasa terbakar, pruritus, rash, dermatitis, dan nyeri saat pemakaian. Reaksi hipersensitifitas jarang terjadi.

11

Antifungal Topikal
Golongan Imidazol Bersifat fungistatik Mekanisme: memblok biosintesis ergosterol (derivat sterol penyusun membran sel fungal). Deplesi ergosterol gangguan fungsi membran tidak cocok untuk pertumbuhan dan ketahanan hidup fungal.

12

Antifungal Topikal
Golongan Imidazol Golongan imidazol memblok sintesis sterol dengan mengintervensi cytochrome P-450-dependent enzyme, lanosterol 14-demethylase (enzim yang mengkatalisasi konversi lanosterol menjadi ergosterol) Penurunan ergosterol peningkatan kekakuan membran, perubahan permeabilitas membran, perubahan ikatan enzim pada membran, penghambatan pertumbuhan dan kematian sel.

13

Antifungal Topikal
Golongan Imidazol Memiliki aktivitas anti-inflamasi menghambat kemotaksis neutrofil, aktivitas kalmodulin, sintesis leukotrin dan prostaglandin, serta pelepasan histamin dari sel mast. Memiliki aktivitas anti-bakterial meskipun terbatas, khususnya terhadap bakteri Gram positif.

14

Antifungal Topikal
Golongan Imidazol Memiliki kemampuan penetrasi stratum korneum yang sangat baik dan keratofilik. Absorpsi sistemik golongan imidazol sangat rendah ekskresi urin 0,3-1% dari dosis yang digunakan. Efek samping: imidazol ditoleransi baik dengan efek samping minimal iritasi, rasa terbakar, maserasi, dermatitis, pengelupasan kulit, blistering edema, pruritus, dan urtikaria pada area kulit yang dioleskan.

15

Antifungal Topikal
Golongan Imidazol Indikasi: efektif untuk terapi tinea pedis, tinea korporis, tinea kruris, tinea versikolor, dan kandidiasis kutaneus. Serta aktif melawan beberapa bakteri Gram positif; eritrasma, impetigo, ektima yang disebabkan Streptococci -hemolytic group A atau Staphylococci patogenik. Cara pemakaian: 1-2x sehari dengan durasi pengobatan yang bervariasi.

16

Antifungal Topikal
Golongan Imidazol Nama Generik Klotrimazol Ekonazol Ketokonazol Mikonazol Oxikonazol Sertakonazol Sulkonazol Sediaan Krim, losion, lozenges/ troches, powder, solusio spray, solusio 1% Krim 1% Krim 1% dan shampo 2% Krim, losion, powder, powder spray, solusio spray 2% Krim dan losion 1% Krim 2% Krim dan solusio 1% Pregnancy Class C C C C B C C
17

Antifungal Topikal
Golongan Allylamines dan Benzylmines Bersifat fungisidal Mekanisme: menghambat sintesis ergosterol (komponen esensial dari membran sel fungal) kelemahan membran sel, peningkatan permeabilitas membran, akumulasi intraseluler prekursor sterol. Allylamines bekerja pada tahap awal dalam jalur biosintesis ergosterol (squalene epoxidase inhibition) dan menghambat cytochrome P-450 independent.

18

Antifungal Topikal
Golongan Allylamines dan Benzylmines Larut dalam lipid Kemampuan penetrasi stratum korneum yang efisien serta menetap dengan durasi yang cukup lama Memiliki aktivitas anti-inflamasi menghambat adhesi sel polimorfonuklear (PMN) ke endotelium, mengganggu kemotaksis, dan menghambat 5-lipoxygenase proinflammatory pathway. Juga memiliki aktivitas anti-bakterial.

19

Antifungal Topikal
Golongan Allylamines dan Benzylmines Indikasi: tinea pedis, tinea kruris, tinea korporis, pitiriasis versikolor, dan kandidiasis intertriginosa serta kutaneus. Bentuk sediaan: Krim, gel, solusio spray, solusio 1% Efek samping: rasa terbakar/nyeri tajam yang ringan, eritema, iritasi, pruritus, dermatitis kontak iritan akut, kulit kering pada area yang dioleskan. Sangat jarang yang mengalami reaksi alergi.

20

Antifungal Topikal
Agen Naftidine Terbinafine Frekuensi Pemakaian Krim 1x sehari Gel 2x sehari Tinea pedis (interdigital) 2x sehari Tinea pedis (plantar) 2x sehari Tinea pada tempat lain 1-2x sehari Tinea pedis 1-2x sehari Durasi Pemakaian Digunakan selama dua minggu atau lebih Minimal 1 minggu Minimal 2 minggu

Butenafine

Minimal 1 minggu, sampai 4 minggu Min. 1 minggu jika 2x1, min. 4 minggu jika 1x1 Tinea pada tempat lain Minimal 2 minggu 1x sehari Pitiriasis versikolor 1x Minimal 2 minggu sehari 21

Antifungal Topikal
Lain-lain: Ciclopirox Olamine Mekanisme: mengganggu transport aktif prekursor selular inisial pada membran, khususnya kation trivalen gangguan fungsi selular kematian fungal. Jika konsentrasi obat cukup tinggi, akan menyebabkan ketidakseimbangan integritas membran fungal.

22

Antifungal Topikal
Lain-lain: Ciclopirox Olamine Memiliki aktivitas anti-inflamasi menghambat sintesis prostaglandin dan leukotrin dalam sel PMN, Memiliki aktivitas anti-bakterial dengan spektrum yang lebih luas dalam melawan bakteri Gram positif dan negatif dibandingkan golongan imidazol dan allylamines. Mampu berpenetrasi melalui keratin dengan mudah rekomendasi terapi onikomikosis.

23

Antifungal Topikal
Lain-lain: Ciclopirox Olamine Ciclopirox olamine menetap dengan konsentrasi tinggi didalam epidermis dan dermis bagian atas Sekitar 10% dari dosis yang digunakan dieksresikan melalui urin Indikasi:
Dermatofita, kandidiasis kutaneus, pitiriasis versikolor: 2x1 selama 2 minggu - 1 bulan/lebih. Dermatitis seboroik: penggunaan selama 2 minggu, dan Onikomikosis: dengan sediaan nail lacquer selama 48 minggu.
24

Antifungal Topikal
Lain-lain: Ciclopirox Olamine Bentuk sediaan: Krim dan losion 0,77%, shampo dan solusio 1%, nail lacquer 8% Efek samping: sama seperti agen topikal lainnya. Dermatitis kontak alergi jarang terjadi. Pada pasien dengan reaksi alergi terhadap ciclopirox, dapat diberikan imidazol karena memiliki struktur kimiawi yang berbeda.

25

Antifungal Sistemik
Golongan Imidazol Ketokonazol Golongan Triazol Itrakonazol Flukonazol Golongan Allylamines Terbinafine

Lain-lain:

Griseofulvin

Antifungal Sistemik
Golongan Allylamines: Terbinafine Bersifat fungisidal Sangat aktif melawan dermatofita tetapi kurang aktif melawan molds, fungi dimorfik, dan beberapa yeasts

27

Antifungal Sistemik
Golongan Allylamines: Terbinafine Mekanisme: menghambat enzim squalene epoxidase pada membran sel fungal sehingga memblok biosintesis dari ergosterol. Terbinafine menyebabkan akumulasi squalene intraseluler dan defisiensi ergosterol. Akumulasi squalene intraselular bentuk aktivitas fungisidal, Defisiensi ergosterol aktivitas fungistatik

28

Antifungal Sistemik
Golongan Allylamines: Terbinafine Mudah diabsorpsi dari traktus gastrointestinal, sebagian besar dalam bentuk kilomikron. Waktu paruh 1,5 jam dan dieliminasi sekitar 22 jam. Sangat lipofilik dan keratofilik. Terbinafine diproses di hati dan lebih dari 80% obat di ekskresikan melalui urin, sisanya melalui feses. Indikasi: terapi onikomikosis yang disebabkan oleh dermatofita, beberapa bentuk tinea korporis dan tinea kapitis
29

Antifungal Sistemik
Dewasa Onikomikosis Kuku tangan: 250 mg/hari x 6 minggu Kuku kaki: 250 mg/hari x 12 minggu Tinea kapitis 250 mg/hari x 2-8 minggu Tinea korporis, tinea 250 mg/hari x 1-2 kruris minggu Tinea pedis 250 mg/hari x 2 (moccasin) minggu Dermatitis seboroik 250 mg/hari x 4-6 minggu Anak 3-6 mg/kg/hari x 612 minggu

Infeksi Trichophyton: 3-6 mg/kg/hari x 2-4 minggu Infeksi Microsporum: 3-6 mg/kg/hari x 6-8 minggu 3-6 mg/kg/hari x 1-2 minggu 30

Antifungal Sistemik
Golongan Triazol Golongan triazol Itrakonazol dan flukonazol Dengan struktur cincin triazol yang tidak ditemukan pada golongan imidazol. Mekanisme: menghambat 14--Demethylase yang dibutuhkan untuk konversi lanosterol menjadi ergosterol akumulasi 14--methylsterols gangguan permeabilitas membran, perubahan ikatan enzim pada membran, dan penghentian pertumbuhan sel fungal

31

Antifungal Sistemik
Golongan Triazol Indikasi: Itrakonazol lini pertama untuk Candida dan spesies non dermatofita. Dapat digunakan sebagai terapi tinea kapitis dan onikomikosis yang disebabkan oleh dermatofita. Flukonazol lini pertama untuk kandidiasis mukokutaeus. Selain itu untuk tinea kapitis, kandidiasis vaginalis, tinea pedis, dan pitiriasis versikolor

32

Golongan Triazol Bentuk sediaan: Itrakonazol kapsul 100 mg, solusio oral 10 mg/mL, dan solusio intravena Flukonazol tersedia dalam tablet sediaan 50 mg, 100 mg, 150 mg, dan 200 mg; solusio 10 mg/mL dan 40 mg/mL; dan intravena Efek samping paling umum gangguan gastrointestinal. Hepatotoksik jarang terjadi.

33

Antifungal Sistemik
Golongan Imidazol: Ketokonazol Ketokonazol diperkenalkan pada tahun 1970-an sebagai antifungal pertama yang efektif golongan azol. Karena banyaknya efek samping dan tersedianya obat lain yang lebih aman, ketokonazol tidak digunakan sebagai terapi lini pertama untuk infeksi dermatofita atau Candida.

34

Antifungal Sistemik
Lain-lain: Griseofulvin Bersifat fungistatik Memiliki aktivitas antifungal berspektrum sempit Mekanisme: mengganggu mitosis spindle mikrotubuli penghentian mitosis pada saat metafase. Indikasi: sebagai terapi infeksi dermatofita. Tidak efektif untuk kandidiasis, infeksi fungal dalam, atau pitiriasis versikolor. Merupakan drug of choice untuk terapi tinea kapitis

35

Antifungal Sistemik
Lain-lain: Griseofulvin Bentuk sediaan:
Tablet ultramicrosize 125 mg, 165 mg, 250 mg, dan 330 mg; Ttablet microsize 250 mg dan 500 mg; dan suspensi 125 mg/5 mL.

Efek samping: berkaitan dengan traktus gastrointestinal dan sistem saraf pusat seperti pusing, dizziness, dan insomnia.

36

Kesimpulan
Antifungal topikal lebih sering digunakan untuk hampir seluruh infeksi fungal superfisial/terbatas.
Biaya yang relatif murah, mudah digunakan, efek samping ringan, dan komplikasi minimal,

Sebagai alternatif, penggunaan agen sistemik dapat menjadi alasan yang tepat ketika:
infeksi fungal superfisial mengenai area permukaan kulit yang luas, termasuk keterlibatan kuku dan rambut, serta terbukti relaps dengan terapi topikal.

Antifungal sistemik dapat diberikan sebagai terapi pencegahan pada keadaan immunosupressed.

37

Kesimpulan
Golongan allylamine/benzylamine lebih poten dan efesien dibandingkan golongan azol, baik triazol maupun imidazol, sebagai terapi dermatofitosis. Golongan allylamine/benzylamine fungisidal sedangkan golongan azol lebih bersifat fungistatik. Walaupun biayanya lebih tinggi, golongan allylamine/benzylamine cukup bermanfaat pada beberapa kasus tinea pedis untuk terapi yang lebih cepat.

38

Kesimpulan
Golongan azol efisiensi yang baik dan cukup terjangkau serta diindikasikan untuk terapi dermatofitosis, kandidiasis mukokutaneus, dan pitiriasis versikolor. Griseofulvin tidak efektif untuk kandidiasis, infeksi fungal dalam, atau pitiriasis versikolor. Nistatin topikal bermanfaat untuk terapi kandidiasis mukokutaneus tetapi tidak efektif untuk infeksi dermatofita. Ciclopirox olamine merupakan antifungal topikal spektrum luas yang unik dan beragam indikasi.

39

Daftar Pustaka
High WA, Fitzpatrick JE. Topical antifungal agents. In: Wolf K, Goldsmith LA, Ktz SI, editors. Fitzpatricks Dermatology in General Medicine. 8th ed. New York: McGraw Hill; 2012. p. 2116-21 Berth-Jones, J. Topical therapy. In: Burns T, Breathnach S, Cox N, Griffiths C. Rooks Textbook of Dermatology. 7th ed. New York: Blackwell Publising; 2004. p. 75.12 Jacobs PH, Nall L. Antifungal Drug Therapy. New York: Marcel Dekker; 1990. p. 1-4 Phillips RM, Rosen T. Topical antifungal agent. In: Comprehensive Dermatologic Drug Therapy. 2nd ed. New York: Saunders Elsevier; 2007. p. 547-68 Lee-Bellantoni MS, Konnikov N. Oral antifungal agents. In: Wolf K, Goldsmith LA, Ktz SI, editors. Fitzpatricks Dermatology in General Medicine. 8th ed. New York: McGraw Hill; 2012. p. 2211-17

40

TERIMA KASIH

41

Anda mungkin juga menyukai