PENDAHULUAN
a. Latar Belakang
Obat topikal terdiri dari vehikulum (bahan pembawa) dan zat aktif.
Saat ini, banyaknya sediaan topikal yang tersedia ditujukan untuk
mendapat efikasi maksimal zat aktif obat dan menyediakan alternatif
pilihan bentuk sediaan yang terbaik. Obat topikal merupakan salah satu
bentuk obat yang sering dipakai dalam terapi dermatologi. (1), (2)
Asam salisilat merupakan salah satu bahan kimia yang cukup penting
dalam kehidupan sehari-hari serta mempunyai nilai ekonomis yang cukup
tinggi karena dapat digunakan sebagai bahan intermediat dari pembuatan
bahan baku untuk keperluan farmasi. Perkembangan penggunaan asam
salisilat di Indonesia cenderung meningkat dari tahun ketahun. Hal ini
didukung dengan adanya industri-industri yang menggunakan asam
salisilat sebagai bahan buku utama, seperti halnya industri pembuatan
aspirin, metil salisilat, salisilamide dan industry yang berhubungan dengan
pencelupan, pembuatan karet dan resin kimia. (3)
Asam salisilat merupakan senyawa yang berkhasiat sebagai fungisidal
dan bakteriostatis lemah. Dalam bidang dermatologi, asam salisilat telah
lama dikenal dengan khasiat utama yaitu sebagai bahan keratolitik
sehingga digunakan dalam sediaan obat luar terhadap infeksi jamur yang
ringan.
(4), (5)
dapat
bekerja
secara
efektif.
Faktor-faktor
penting
yang
2.
FARMASI - FARMAKOLOGI
a. Sifat Fisiko-Kimia dan Rumus Kimia Obat
Bentuk padat, serbuk kristal tidak berwarna atau berwarna putih tetapi
jika dibuat dari metil salisilat alami, berwarna kuning atau merah muda,
tidak berbau atau sedikit berbau mint, berasa manis. Rumus kimia dari
asam salisilat adalah C7H6O3. Berat molekul 138,1; Rumus molekul
C7H6O3; Titik sublimasi 76oC; Titik lebur 159oC; Kelarutan dalam air 0,2
g/100 mL pada 20oC. Kerapatan relatif (air=1): 1,4.
(7)
Asam salisilat
konsentrasi
4%
digunakan
sebagai
keratoplastik.
Berikut
FARMAKODINAMIKA
a. Efek Keratolitik dan Desmolitik
Berbagai penelitian menyimpulkan terdapat tiga faktor yang berperan
penting pada mekanisme keratolitik asam salisilat, yaitu menurunkan
ikatan korneosit, melarutkan semen interselular, dan melonggarkan serta
mendisintegrasi korneosit. Asam salisilat bekerja sebagai pelarut organik
dan menghilangkan ikatan kovalen lipid interselular yang berikatan
dengan cornified envelopedi sekitar keratinosit. Mekanisme kerja zat ini
adalah pemecahan struktur desmosom yang menyebabkan disintegrasi
(14)
(12)
digunakan sebagai kompres pada luka. Solusio asam salisilat 1:1000 lebih
nyaman digunakan daripada solusio permanganas kalikus maupun
rivanol, karena tidak mengotori pakaian atau mewarnai kulit. (5)
g. Efek Fungistatik
Efek fungistatik ringan asam salisilat topikal dapat diamati terhadap
Trichophyton spp. dan Candida spp. Efek ini diamati pada konsentrasi
rendah 2-3g/l (<1%).
kemungkinan
efek
(16)
desmolitik
asam
salisilat
yang
membantu
FARMAKOKINETIK
a.
Absorbsi
Asam salisilat diabsorbsi secara cepat karena sifatnya yang cenderung
lipofilik, terutama bila diberikan dalam vehikulum minyak/salap dengan
atau tanpa oklusi. keadaan kulit, terutama fungsi sawar, berpengaruh
terhadap absorbs asam salisilat perkutan. Biovaibilitas absorbsi Asam
salisilat melalui kulit bervariasi antara 11,8% - 30,7%. (5)
g. Bioavailabilitas
Bioavailibilitas absopsi asam salisilat melalui kulit bervariasi antara
11,8%-30,7%. (5)
5.
TOKSISITAS
a. Efek Samping dan Toksisitas (5)
Secara umum penggunaan terapi topikal relatif lebih aman dan
memiliki efek samping minimal bila dibandingkan dengan rute pemberian
sistemik, namun terapi topikal memiliki potensi toksisitas sistemik, efek
teratogenik, dan interaksi obat akibat absorpsi sistemik yang harus
diwaspadai.
Toksisitas Sistemik
Kejadian toksisitas sistemik akibat absorpsi asam salisilat melalui
kulit jarang dijumpai, namun berpotensi menimbulkan gangguan
serius, bahkan kematian. Lin dan Nakatsui melakukan telaah pada
publikasi berbahasa Inggris dan mendapatkan 32 kasus toksisitas
sistemik akibat penggunaan asam salisilat topikal. Sebagian besar
pasien yang mengalami toksisitas sistemik asam salisilat adalah
pasien psoriasis dan iktiosis. Gejala umumnya timbul pada awal
inisiasi terapi (2-3 hari setelah terapi dimulai). Kematian terjadi pada
2 kasus.
Toksisitas akut asam salisilat melalui absorpsi topikal belum
pernah diteliti pada manusia. Toksisitas perkutan asam salisilat pada
kelinci, sangat rendah, dengan LD 50 >500mg/ kg berat badan. Dosis
letal LD 50 adalah dosis zat yang menyebabkan kematian pada 50%
populasi. Pada penelitian toksisitas subkronik asam salisilat topikal,
dosis metil salisilat >5g/kg BB diduga bersifat nefrotoksik, namun
data pendukung yang tersedia sangat terbatas. dapat diamati pada
kadar plasma 200-400 g/ml.
Efek Teratogenik
10
jumlah zat aktif sebelum bekerja. Hal inilah yang menyebabkan asam
salisilat relatif aman bila diberikan secara oral, namun memberikan
manifestasi gejala kelainan saraf pusat akibat toksisitas pada pemberian
secara topikal dalam dosis yang sama. Batas maksimal pemberian asam
salisilat adalah 2g/24 jam.
b. Gejala Toksisitas
Salisilism merupakan suatu sindrom toksisitas asam salisilat yang
bersifat kronik. Gejala yang timbul meliputi nyeri kepala, pusing, tinitus,
gangguan pendengaran, gangguan penglihatan, gangguan perilaku
(bingung, lesu, rasa kantuk), halusinasi, hiperventilasi, berkeringat, haus,
dan gangguan saluran pencernaan; yaitu: mual, muntah, sampai dengan
diare. Risiko kejadian salisilism meningkat pada penggunaan jangka
panjang meliputi area yang luas, anak, serta pasien dengan gangguan
fungsi hati dan ginjal.
c. Cara Penanggulangan Toksisitas
Penggunaan asam salisilat topikal relatif aman. Zat ini digunakan
sebagai obat bebas di Amerika Serikat dalam konsentrasi 1-40%.
Konsentrasi yang lebih tinggi dapat diberikan dengan kewaspadaan dan
edukasi penggunaan yang tepat. Pasien dengan riwayat sensitivitas atau
alergi kontak terhadap asam salisilat topikal sebaiknya tidak diberikan
preparat ini.
6.
11
dengan membuat empat formula salep asam salisilat dalam dasar cold cream
dengan variasi konsentrasi adeps lanae 0%, 5%, 10%, dan 15%. Uji salep
secara fisik yang dilakukan adalah uji homogenitas, uji kelengketan dan uji
disolusi.
Pembuatan Salep
Tabel 1. Bahan dan Jumlah Formula yang Dibutuhkan dalam
Pembuatan Salep
Bahan
Asam Salisilat
Malam Putih
Parafin Cair
Adeps Lanae
Boraks
Air hingga
I
3
14
57
0
0,7
100
II
3
14
52
5
0,7
100
Furmula (g)
III
3
14
47
10
0,7
100
IV
3
14
42
15
0,7
100
Dasar salep cold cream diatas dibuat dengan cara melelehkan malam
putih, adeps lanae dan paraffin cair dalam sebagian air lalu dipanaskan pada
suhu 750 C. Boraks dilarutkan dalam air dan dipanaskan pada suhu yang
sama. Larutan boraks dicampurkan kedalam lelehan malam putih, adeps
lanae dan parafin cair sambil terus diaduk sampai dingin dan menjadi dasar
salep cold cream. Asam salisilat dilarutkan dalam beberapa tetes alcohol 90%
dan diaduk sampai kering dalam mortar hangat, selanjutnya ditambahkan
dasar salep dan diaduk hingga merata.
Uji Homogenitas Salep
Salep asam salisilat diambil secukupnya, oleskan pada kaca, kemudian
diraba. Massa salep yang homogeny ditunjukkan dengan tidak terasa adanya
bahan padat pada kaca.
Uji Kelekatan Salep
12
ditentukan
secara spektrofotometri
ultraviolet
yang
pada panjang
edisi
III. Sedangkan
hasil
uji
disolusi
Farmakope
dihitung sebagai
PEMBAHASAN
Pada penelitian yang berjudul Pengaruh Konsentrasi Adeps Lanae
Dalam Dasar Salep Cold Cream terhadap Pelepasan Asam Salisilat
didapatkan hasil pembuatan salep asam salisilat dengan dasar salep cold
cream telah menghasilkan salep yang menunjukkan susunan homogen dan
tidak terasa adanya bahan padat. Hal ini sesuai dengan persyaratan
Farmakope Indonesia Edisi III. Sedangkan pada uji kelekatan didapatkan
formula I memiliki daya lengket paling kuat karena dalam formula I
tidak ada penambahan adeps lanae yang memiliki kemampuan menyerap
air hingga dua kali beratnya. Selain itu, malam putih yang berfungsi
menstabilkan emulsi air dalam minyak dan sebagai penambah konsistensi
krim menghasilkan salep yang paling kental. Kandungan adeps lanae
13
yang paling besar adalah pada formula IV, sehingga air yang diserap juga
paling banyak sehingga daya lengketnya paling kecil. Semakin banyak
penambahan adeps lanae, semakin lunak massa salep yang dihasilkan dan
semakin
kecil
pula
banyak
penambahan
adeps lanae,
semakin lunak massa salep yang dihasilkan dan semakin kecil pula daya
lengket salep, (2) pada uji disolusi kemampuan adeps lanae menyerap air
menyebabkan semakin besar penambahan adeps lanae, semakin hidrofilik
dasar salep cold cream, dan (3) pada uji BTN semakin besar konsentrasi
adeps lanae yang digunakan maka semakin baik kemampuan disolusi asam
salisilat dari dasar salep cold cream
14
9.
DAFTAR PUSTAKA
15
16