OLEH :
NIM :
NAMA :
- 13049
- OKTA TANUBRATA
- 13052
- PUTRI LESTARI
- 13054
- RACHMA SYARA N.
- 13056
- RENNY MARINA
- 13058
- RIANITA MARIANA
- 13063
- SHINTA AYU P.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya kepada kami sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya, yaitu mengenai Obat Anti
Jamur.
Makalah ini membahas tentang Obat Anti Jamur, khususnya penggunaan Obat
Anti Jamur terhadap wanita hamil dan meyusui. Diharapkan makalah ini dapat
memberikan informasi kepada kita semua.
Kami menyadari bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu
kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami
harapkan demi kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang berperan
serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir, semoga Tuhan
Yang Maha Esa senantiasa melindungi kita semua. Amin.
BAB I
PENDAHULUAN
Infeksi Jamur
Infeksi jamur umumnya ringan dan sering terjadi pada lapisan luar kulit, kuku dan
rambut. Jamur yang sering menyebabkan infeksi termasuk dermatofitosis (misalnya tinea),
ragi/yeast (misalnya kandida) dan jamur kapang/molds. Gejala dan tampilan infeksi
tergantung pada jenis jamur penyebab dan bagian tubuh yang terinfeksi. Beberapa tampak
kemerahan, bersisik, dan gatal, sementara yang lain tampak seperti kulit yang kering. Pada
bebrapa kasus, infeksi jamur dapat mengenai lapisan kulit yang lebih dalam atau seluruh
tubuh, terutama pada pasien dengan gangguan system imun.
Terjadi pada daerah yang lembab dan hangat pada kaki, sebagian di antara kaki di
bagian bawah.
Kulit melunak dan keputihan dan pecah-pecah serta adanya erupsi kemerahan.
Biasanya disertai gatal, warna yang tidak lazim, seperti terbakar atau tersengat.
2. Tinea Unguium / Onychomycosis ( Ringworm of the nails / Jamur Pada Kuku)
Karakteristik:
Bentuk kuku tidak normal, menebal, berubah warna ( putih atau kekuningan ) dan
rapuh.
3. Tinea Cruris ( Jock Itch / Groin Ringworm / Kurap )
Karakteristik:
Gatal, kemerahan pada daerah yang terinfeksi / pangkal paha dan sekitarnya.
Bercak kemerahan, dengan tepi brsisik, sedangkan bagian tengah kulit normal.
5. Tinea Capitis ( Ringworm on the scalp / Jangat Kepala )
Karakteristik:
Kerontokan rambut pada area yang terinfeksi.
6. Tinea Versicolor / Pityriasis ( White spot / Panu )
Karakteristik:
Kelainan terutama bercak putih bersisik pada kulit.
Biasanya timbul pada wajah, leher, bahu.
Gatal dan berkeringat.
7. Candidiasis ( Thrush )
Karakteristik:
Bercak kecil putih dan kemerahan saat digosok dengan handuk.
Umumnya berlokasi di bawah pakaian dalam, biasanya tampak di bawah lipat
Untuk mengetahui obat-obatan yang aman untuk janin, para tenaga kesehatan
di Indonesia berpedoman pada kategori dari Food and Drug Administration (FDA) di
Amerika Serikat. FDA membuat kategori obat-obatan untuk ibu hamil berdasarkan
tingkat keamanannya terhadap janin:
Kategori A
:
Penelitian pada manusia di trimester 1 tidak menunjukan kelainan terhadap janin
(belum ada bukti pada trimester 2 dan 3)
Kategori B
:
Penelitian pada hewan percobaan tidak menunjukan efek terhadap janin dan penelitian
pada manusia masih belum menunjukan bukti yang jelas. Atau, pada hewan
percobaan menunjukan kelainan janin, sedangkan pada manusia tidak menunjukan
kelainan janin sama sekali di semua trimester.
Kategori C
:
Penelitian pada hewan percobaan menunjukan kelainan janin, tetapi pada manusia
belum menunjukan bukti yang jelas. Tetapi manfaat obat lebih tinggi dibandingkan
potensial resiko yang terjadi.
Kategori D
:
Penelitian pada manusia menunjukan bukti kelainan yang jelas pada janin. Tetapi
manfaat obat lebih tinggi dibandingkan potensi resiko yang terjadi.
Kategori X
:
Penelitian pada manusia menunjukan kelainan pada janin. Dan tingkat bahayanya
lebih besar daripada manfaatnya.
Secara singkatnya
BAB II
(PEMBAHASAN)
MACAM-MACAM OBAT ANTI JAMUR
1. KLOTRIMAZOLE (TOPICAL)
A. INDIKASI
Untuk mengobati infeksi jamur pada kulit dan kuku yang disebabkan oleh
dermatofit, kandida, ragi-ragi dan jamur lainnya seperti:
- Jamur pada lipatan-lipatan kulit seperti lipatan paha (Tinea Cruris)
- Jamur pada sela-sela jari kaki/kutu air (tinea pedis)
- Jamur pada tubuh seperti panu dan kadas (Tinea versicolor, Tinea corporis)
- Jamur pada kulit kepala (Tinea capitis)
- Jamur pada kuku (Tinea unguium)
- Jamur pada janggut (Tinea barbae)
- Kandidiasis pada kulit dan kuku
Dan karena memiliki khasiat antibakteri terhadap bakteri gram positif maka
Fungiderm dapat digunakan pada mikosis dengan infeksi sekunder oleh bakteri
tersebut.
B. FARMAKOKINETIK
Clotrimazole berpenetrasi ke epidermis ketika digunakan secara topical, tapi
hanya sedikit yang diabsorpsi ke sistemik. Absorpsi sebesar 3-10% dari dosis terjadi
C. FARMAKODINAMIK
Clotrimazole merupakan suatu anti jamur berspektrum luas turunan imidazol.
Obat ini akan menembus chitin dari dinding sel jamur dan menaikkan permeabilitas
membran sel yang selanjutnya akan menyebabkan kebocoran kation natrium dan
kalium serta komponen intraseluler yang lain. Gangguan ini mengganggu enzim
mitokondria dan peroksimal yang akan mengakibatkan nekrosis seluler. Selain itu
juga efektif melawan bakteri gram positif.
D. DOSIS
Ketika dioleskan diterapkan pada kulit yang terkena 2-3 kali / hari untuk 2-4
minggu.
E. ATURAN PAKAI
Oleskan krim atau taburkan bedak Fungiderm secukupnya 2 - 3 kali sehari
pada bagian yang sakit selama 10 - 14 hari secara teratur dan tidak terhenti. Infeksi
pada sela-sela jari kaki membutuhkan waktu membutuhkan waktu 1 bulan pengobatan
dengan tekun dan teratur. Untuk infeksi pada kuku, terlebih dahulu potonglah kuku
sependek mungkin.
F. EFEK SAMPING
Bila digunakan konsentrasi besar akan menjadi iritasi dan rasa terbakar pada
kulit
Bila tidak ada kemajuan setelah 1 bulan pengobatan, sebaiknya diagnosis ditinjau
kembali.
2. KETOKONAZOLE
A. INDIKASI
Infeksi pada kulit, rambut dan kuku (kecuali kuku kaki) yang disebabkan oleh
dermatofit dan atau ragi (dermatofitosis, onikomikosis, Candida perionixis,
pitiriasis versikolor, pitiriasis kapitis, infeksi pitirosporum, folikulitis, kandidosis
kronik mukokutan), bila infeksi ini tidak dapat diobati secara topikal karena
tempat lesi tidak di permukaan kulit atau kegagalan pada terapi topikal.
Ketoconazole tidak berpenetrasi dengan baik ke dalam susunan saraf pusat. Oleh
karena itu meningitis jamur jangan diobati dengan ketoconazole oral.
B. FARMAKOKINETIK
Ketokonazol merupakan anti jamur sistemik per oral yang penyerapannya
bervariasi antar individu , obat ini menghasilkan kadar plasma yang cukup untuk
menekan aktivitas berbagai jenis jamurpenyerapan melalui saluran cerna akan
berkurang pada pasien dengan pH lambung yang tinggi. Pada pemberiaan bersama
antagonis H2 atau bersamaan antasida. Obat ini ditemukan dalam urin, kelenjar
lemak, liur, juga pada kulit yang mengalami infeksi, dan cairan vagina,
Kadar
Ketokonazol
dalam
cairan
otak sangat
kecil,
Dalam
lintas
utama,
dan
sebagian
besar
Ketokonazol.
Diekskresikan bersama cairan empedu ke lumen usus dan hanya sebagian kecil
saja Dikeluarkan bersama Urin.
C. FARMAKODINAMIK
Ketokonazol aktif sebagai anti jamur baik sistemik maupun nonsistemik
efektif terhadap Candida, Coccidiodes immitis, Cryptococcus neoformans,
H.capsulatum, B.dermatitis, Aspergillus dan Sporothrix spp.
D. DOSIS
Tidak boleh digunakan untuk anak dibawah umur 2 tahun.
Pengobatan kuratif:
Dewasa:
Infeksi kulit, gastrointestinal dan sistemik: 1 tablet (200 mg) sekali sehari pada
waktu makan. Apabila tidak ada reaksi dengan dosis ini, dosis ditingkatkan
menjadi 2 tablet (400 mg sehari).
Kandidosis vagina: 2 tablet (400 mg) sekali sehari pada waktu makan.
Anak-anak:
Anak dengan berat badan kurang dari 15 kg: 20 mg 3 kali sehari pada waktu
makan.
Anak dengan berat badan 15-30 kg: 100 mg sekali sehari pada waktu makan.
Pada umumnya dosis diteruskan tanpa interupsi sampai minimal 1 minggu setelah
semua simptom hilang dan sampai kultur pada media menjadi negatif.
Pengobatan profilaksis:
1 tablet (200 mg) sekali sehari pada waktu makan.
Lama pengobatan:
Mikosis pada kulit yang disebabkan oleh dermatosis: kurang lebih 4 minggu.
Infeksi kuku: 3 - 6 bulan, bila belum ada perbaikan dapat dilanjutkan hingga 12
bulan.
E. EFEK SAMPING
Gynaecomastia dan oligospermia yang reversibel bila dosis yang diberikan lebih
tinggi dari dosis terapi yang dianjurkan.
Obat ini dapat meningkatkan aktivitas enzim hati untuk sementara waktu dan
kadang kadang dapat menimbulkan kerusakan hati ( frekuensi kerusakan hati
yang berat ialah sekitar 1:10000-15000 )
Fungsi adrenal harus dimonitor pada pasien yang menderita insufisiensi adrenal
atau fungsi adrenal yang "border line" dan pada pasien dengan keadan stres yang
panjang (bedah dasar, intensive care, dll).
Kemungkinan diekskresikan pada air susu ibu, maka ibu yang diobati dengan
ketoconazole dianjurkan untuk tidak menyusui.
3.
FLUKONAZOLE
A. INDIKASI
Untuk mengatasi berbagai jenis infeksi yang disebabkan oleh
jamur candida. Misalnya infeksi jamur pada vagina, mulut, dan pada
saluran kemih. Obat ini berfungsi membunuh jamur penyebab infeksi
sekaligus mencegahnya tumbuh kembali.
B. FARMAKOKINETIK
Pengobatan secara oral dengan fluconazole mengakibatkan terjadinya
absorpsi obat secara cepat dan hampir sempurna. Dua jam setelah pemberian obat
secara oral dengan dosis 50 mg, konsentrasi serum dengan kisaran 1,0 mg/l dapat
diantisipasi, namun hal ini terjadi hanya setelah dosis ditambah secara berulangulang hingga mencapai 2,0 sampai dengan 3,0 mg/l.
Pengobatan fluconazole secara oral atau secara parenteral menyebabkan
percepatan dan penyebaran distribusi obat. Protein yang mengikat fluconazole
memiliki kadar yang rendah (sekitar 12%). Sirkulasi obat yang tidak terikat pada
sebagian besar kelenjar dan cairan tubuh biasanya melampaui 50% dari konsentrasi
darah simultan. Tidak seperti obat anti jamur azole jenis lain, fluconazole tidak
dapat di metabolisme secara ekstensif oleh manusia. Sarana eliminasi utama
dalam hal ini adalah ekskresi renal obat-obatan yang tidak dapat dirubah
komposisinya.. Obat jenis ini dibersihkan melalui filtrasi glomerular, namun secara
bersamaan terjadi reabsorpsi tubular.
C. FARMAKODINAMIK
Flukonazol merupakan inhibitor cytochrome P-450 sterol C-14 alphademethylation (biosintesis ergosterol) jamur yang sangat selektif. Pengurangan
ergosterol, yang merupakan sterol utama yang terdapat di dalam membran sel-sel
jamur, dan akumulasi sterol-sterol yang mengalami metilase menyebabkan
terjadinya perubahan sejumlah fungsi sel yang berhubungan dengan membran.
Secara
in
vitro
flukonazol
memperlihatkan
aktivitas
fungistatik
Dewasa
E. EFEK SAMPING :
Mual, nyeri perut, diare, kembung; ruam kulit, sakit kepala, hepatotoksisitas.
F. PERHATIAN
Pasien dengan gangguan fungsi hati atau ginjal. Intoleransi galaktosa., hamil,
dan laktasi.
4. NISTATIN (Topical)
A. INDIKASI
Untuk jamur dan ragi yang sensitif terhadap obat ini termasuk Candida sp. Di
dalam darah sangat berbahaya bagi tubuh, tetapi dengan sifatnya yang tidak bisa
melewati membran kulit sangat baik untuk digunakan sebagai obat pemakaian luar
saja. Tetapi dalam penggunaannya harus hati-hati jangan digunakan pada luka
terbuka. Nistatin Cream adalah untuk penggunaan dermatologi.
B. FARMAKOKINETIK
Nistatin tidak diserap dari kulit utuh atau selaput lendir.
C. FARMAKODINAMIK
Bertindak dengan mengikat sterol dalam membran sel dari spesies yang rentan
mengakibatkan perubahan permeabilitas membran dan kebocoran berikutnya
komponen intraseluler. Pada subkultur berulang dengan peningkatan tingkat
nistatin, Candida albicans tidak mengembangkan resistensi terhadap nistatin.
Umumnya, ketahanan terhadap nistatin tidak berkembang selama terapi. Namun,
spesies lain dari Candida (C. tropicalis, C. guilliermondi, C. krusei, dan C.
stellatoides) menjadi sangat resisten pada pengobatan dengan nistatin dan sekaligus
menjadi silang tahan terhadap amfoterisin juga.
D. DOSIS
Untuk infeksi jamur pada vagina, dosis umum per hari adalah 100.000200.000 unit per hari. Dosis dan lama penggunaan obat akan disesuaikan dengan
kondisi dan tingkat keparahannya
E. EFEK SAMPING
Frekuensi efek samping dilaporkan pada pasien yang menggunakan nistatin
Cream kurang dari 0,1%. Peristiwa yang lebih umum yang dilaporkan termasuk
reaksi alergi, terbakar, gatal, ruam, eksim, dan nyeri pada aplikasi
F. PERINGATAN
Nistatin Cream tidak boleh digunakan untuk pengobatan infeksi sistemik, lisan,
intravaginal atau tetes mata.
Ibu Menyusui
Hal ini tidak diketahui apakah nistatin diekskresikan dalam air susu manusia.
Perhatian harus dilakukan ketika nistatin diresepkan untuk wanita menyusui
5. AMFOTERICIN B
A. INDIKASI
Untuk
pengobatan
infeksi
jamur
seperti
koksidioidomikosis,
Untuk blastomikosis.
Keratitis mikotik.
B. FARMAKODINAMIK
Amfoterisin B bekerja dengan berikatan kuat dengan ergosterol (sterol
dominan pada fungi) yang terdapat pada membran sel jamur. Ikatan ini akan
menyebabkan membran sel bocor dan membentuk pori-pori yang menyebabkan
bahan-bahan esensial dari sel-sel jamur merembas keluar sehingga terjadi
kehilangan beberapa bahan intrasel dan mengakibatkan kerusakan yang tetap pada
sel. Efek lain pada membran sel jamur yaitu dapat menimbulkan kerusakan
oksidatif pada sel jamur.
C. FARMAKOKINETIK
Amfoterisin sedikit sekali diserap melalui saluran cerna. Suntikan yang
dimulai dengan dosis 1,5 mg/hari lalu ditingkatkan secara bertahap sampai dosis
0,4-0,6 mg/kgBB/hari akan memberikan kadar puncak antara 0,5-2 g/mL pada
kadar mantap. Waktu paruh obat ini kira-kira 24-48 jam pada dosis awal yang
diikuti oleh eliminasifase kedua dengan waktu paruh kira-kira 15 hari sehingga
kadar mantapnya baru akan tercapai setelah beberapa bulan pemakaian.
Obat ini didistribusikan luas ke seluruh jaringan. Kira-kira 95% obat beredar
dalam plasma, terikat pada lipoprotein. Kadar amfoterisin B dalam cairan pleura,
peritoneal, sinovial dan akuosa yang mengalami peradangan hanya kira-kira2/3
dari kadar terendah dalam plasma. Amfoterisin b mungkin juga dapat menembus
sawar uri, sebagian kecil mencapai CSS, humor vitreus dan cairan amnion.
Ekskresi melalui ginjal sangat lambat, hanya 3% dari jumlah yang diberikan
selam 24 jam sebelumnya ditemukan dalam urine.
D. DOSIS AMPHOTERICIN B
Pada umumnya dimulai dengan dosis yang kecil (kurang dari 0,25 mg/kgBB)
yang dilarutkan dalam dekstrose 5 % dan ditingkatkan bertahap sampai 0,4-0,6
mg/kgBB sebagai dosis pemeliharaan. Pada infeksi berat dapat dinaikan sampai
1.5 mg/kg perhari
Untuk penyakit Aspergilosis, Amfoterisin B secara intra vena dengan dosis 0,51,0 mg/kg BB setiap hari.
Secara umum dosis 0,3-0,5 mg/kgBB cukup efektif untuk berbagai infeksi jamur,
pemberian dilakukan selama 6 minggu dan bila perlu dapat dilanjutkan sampai 34 bulan
E. EFEK SAMPING
Infus : kulit panas, keringatan, sakit kepala, demam, menggigil, lesu, anoreksia,
nyeri otot, flebitis, kejang, penurunan faal ginjal, kelainan darah, gangguan irama
jantung, gangguan saraf tepi, turut berat badan, gangguan fungi hati, otot kram
atau nyeri, dan kelelahan.
50% penderita yang mendapat dosis awal secara IV akan mengalami demam dan
menggigil. Keadaan ini hamper selalu terjadi pada penyuntikan amfoterisin B tapi
akan berkurang pada pemberian berikutnya. Reaksi ini dapat ditekan dengan
memberikan hidrokortison 25-50 mg dan dengan antipiretik serta antihistamin
sebelumnya. Flebitis dapat dikurangi dengan menambahkan heparin 1000 unit
kedalam infus.
Efek toksik terhadap ginjal dapat ditekan bila amfoterisin B diberikan bersama
flusitosin.
F. PERINGATAN
6. TERBINAFINE
A. INDIKASI
Digunakan untuk mengobati infeksi jamur selangkangan, tubuh, kulit kepala, kaki,
dan kuku.
B. FARMAKOKINETIK
Terbinafine diserap baik melalui saluran cerna, tetapi bioavailabilitasnya
menurun hingga 40% karena mengalami metabolisme lintas pertama dihati. Obat
ini terikat kuat pada protein plasma lebih dari 99 % dan terakumulasi di kulit, kuku
dan jaringan lemak. Waktu paruh awalnya adalah sekitar 12 jam dan berkisar antara
200 sampai 400 jam bila telah mencapai kadar mantap. Obat ini masih dapat
ditemukan dalam plasma hingga 4-8 minggu setelah pengobatan yang lama.
Terbinafine di metabolisme di hati menjadi metabolit yang tidak aktif dan
dieksresikan di urin. Terbinafine tidak diindikasikan untuk pasien azotemia atau
gagal hati, karena dapat terjadi peningkatan kadar Terbinafine yang sulit
diperkirakan.
C. FARMAKODINAMIK
Terbinafine bersifat keratofilik dan fungisidal. Obat ini mempengaruhi
biosintesis ergosterol didinding sel jamur melalui penghambatan enzim skualen
epoksidase pada jamur dan bukan melalui penghambatan enzim sitokrom P450.
D. DOSIS
Bentuk sediaan tablet:
o Untuk onikomikosis (jamur infeksi pada kuku):
Dewasa : 250 mg sekali sehari selama 6 minggu.
E. EFEK SAMPING
Sakit kepala, perut kembung, sakit perut, diare dan nyeri otot.
F. PERINGATAN
Terbinafine Kehamilan
Terbinafine telah ditugaskan untuk kategori kehamilan B oleh FDA. Studi
reproduksi dosis tinggi pada tikus dan kelinci telah gagal untuk mengungkapkan
bukti gangguan kesuburan atau fetotoxicity. Tidak ada data dikendalikan pada
kehamilan manusia. Karena pengobatan onikomikosis atau tinea capitis dapat
ditunda sampai setelah kehamilan selesai, produsen merekomendasikan bahwa
menghentikan
menyusui
atau
menghentikan
obat,
dengan
DAFTAR PUSTAKA
http://www.drugs.com/pregnancy/terbinafine.html
http://www.alodokter.com/terbinafine
http://health.detik.com/read/2011/10/13/092351/1742940/769/terbinafine-tablet-anti-jamur
http://www.drugs.com/pro/nystatin-cream.html
http://www.dechacare.com/Fungiderm-Clotrimazole-P571-1.html
http://omedicine.info/id/klotrimazol-krem-dlya-naruzhnogo-primeneniya.html
http://www.drugs.com/pregnancy/clotrimazole-topical.html
http://www.dechacare.com/KETOCONAZOLE-P542-1.html
http://www.alodokter.com/ketoconazole
http://www.hexpharmjaya.com/page/ketoconazole.aspx
https://yosefw.wordpress.com/2009/03/20/sekilas-info-tentang-antijamur-flukonazol/
http://www.farmasi-id.com/diflucan/
http://kumpulan-farmasi.blogspot.co.id/2010/11/anti-jamur.html?m=1
http://m.detik.com/health/read/2011/09/30094640/1733764/769/amfoterisin-b-untuk-atasijamu-serius